You are on page 1of 12

Human Resource Management & Human Capital Management

Peran, Persamaan dan Perbedaannya

A : Bro, apa sih bedanya Human Resource Management dan Human Capital

Management Aku sudah belajar tapi masih belum paham.

B : Apa tuh?

A : Loh, masa’ kamu gak tau? Bukannya sudah lama jadi HRD?

B : Pernah belajar sih, cuman ya masih gak tahu detailnya gimana, kalau
gak

salah tipis banget bedanya...

A : Haha… Emang sih, aku juga sudah baca-baca artikel, buku, majalah, dll,

sampai sekarang juga masih belum tahu jelas.

Bagaimana dengan Anda, rekan-rekan Human Capital Practitioners,


sudahkah mengenal istilah HRM dan HCM?

Anda kenal dengan Starbucks?

Starbucks Corporation go public pada Juni 1992. Di hari pertama


perdagangan, sahamnya ditutup pada $21,50 - naik dari harga pembukaan
$17. Bukan hanya jaringan CEO saja yang layak disorot, pengecer kopi ini
akhirnya berhasil masuk ke liga besar. Namun bukannya memupuk
keuntungan, Howard Schultz (Mantan CEO Starbucks) justru memutuskan
untuk menyerahkan sebagian para karyawan dalam bentuk saham.
Sementara perusahaan lain hanya menawarkan sahamnya pada jajaran
eksekutif senior utama, Schultz menawarkannya pada siapapun yang
bekerja di perusahaan selama 20 jam per minggu atau lebih, termasuk
mereka yang berdiri di belakang konter di kedai Starbucks lokal.

Itu adalah kutipan artikel di Workforce Management yang ditulis oleh


Samuel Greengard. Starbucks dan para pemimpinnya, telah berfokus
dalam membangun sebuah budaya dimana para karyawan dapat
mengepakkan sayapnya. Ini adalah salah satu cara yang membuat pada
mitra (sebutan karyawan di Starbucks) tersadar akan pentingnya
hubungan langsung antara kerja keras mereka dengan kesuksesan bisnis
perusahaan.

Cerita diatas dapat membuat Anda memiliki beberapa asumsi, juga inspirasi
mengenai pengelolaan SDM. Inilah yang dapat kita diskusikan dalam
memahami pola pikir Human Capital Management.

Pemahaman dasar

Mengutip beberapa tokoh, Human Resource Management (HRM) berfungsi


untuk mengembangkan dan menjamin kesejahteraan sumber daya manusia
di dalam organisasi (Amstrong, 2009), sementara Tjiptojuwono yang
menyebutkan sebagai pendekatan strategis dan koheren untuk
pengelolaan aset yang berupa manusia untuk bekerja sama secara
individu dan kolektif untuk pencapaian tujuan (Amstrong, 2006)

Sehingga secara umum HRM merupakan strategi atau rangkaian langkah-


langkah dan pendekatan untuk mengelola atau menggunakan sumber daya
manusia (SDM) untuk mencapai suatu tujuan/goals yang ditetapkan
perusahaan/organsasi.


Human Resource Management (HRM)/Manajemen Sumber Daya Manusia
(MSDM) menentukan aspek manusia dalam posisi manajemen yang berkaitan
dengan proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi
kepada karyawan. Termasuk juga di dalamnya, memperhatikan hubungan
kerja mereka, kesehatan, keamanan dan masalah keadilan.

HRM khusus diisi dengan program yang bersangkutan dengan orang


(karyawan) yang dilakukan dalam fungsi organisasi yang paling efektif,
memfasilitasi penggunaan orang (karyawan) untuk mencapai tujuan
organisasi dan individu.

Selayaknya sebuah sumber daya, SDM perlu dikelola dengan baik. Maka
yang perlu disadari sebagai landasan utama adalah bahwa pada suatu
waktu, sumber daya itu akan habis. Misalnya kita lihat dalam konteks dalam
perusahaan; ditemui bahwa produktivitas karyawan akan semakin menurun,
baik karena bertambahnya usia, maupun tidak ada lagi yang bisa
dikembangkan karena sudah terlanjur masuk dalam sebuah zona nyaman.

Artinya, ketika seorang karyawan bergabung dengan perusahaan, maka


seluruh sumber daya yang ada pada dirinya, harus mampu dioptimalkan
oleh perusahaan agar memberikan manfaat terbesar bagi perusahaan itu
sendiri dan sebenarnya juga bagi individu yang bersangkutan. Dalam
beberapa hal akan terkesan semua yang ada pada diri karyawan akan
“diperas” untuk kepentingan perusahaan, karena dianggap sebagai sumber
daya yang dapat “habis”.

Jadi, sebelum “habis”, perusahaan harus memanfaatkan apapun yang ada


pada diri karyawan semaksimal mungkin. Asumsi ini memang tidak dapat
disalahkan, karena perusahaan memiliki orientasi untuk mendapatkan
profit.

Kemudian muncul pertanyaan, benarkah bahwa SDM sebagai


seorang manusia akan habis pada suatu waktu?

Konsep tentang Karyawan sebagai capital/aset-lah yang kemudian mampu


menjawab pertanyaan tersebut.

Beberapa tokoh lain menjelaskan tentang Human Capital


Management (HCM), misalnya saja Kearns (2006) mengungkapkan
bahwa human capital management berfokus pada penambahan dan
menciptakan value untuk pengembangan manusia. Hal tersebut
mendorong human capital untuk mengedepankan pentingnya pengambilan
data, analisis, dan penyajian data guna mendapatkan arahan jelas untuk
mengambil sebuah tindakan.

Gary Becker seorang ahli ekonomi dari University of Chicago (1962)


mengatakan bahwa Human Capital berfokus pada aktivitas-aktivitas yang
dilakukan perusahaan/organisasi untuk mempersiapkan masa depan
perusahaan/organisasi melalui penanaman pengetahuan atau kemampuan
pada manusianya.

Human Capital Management (HCM) mengelola dan mengembangkan


kemampuan manusia untuk mencapai tingkat signifikan yang lebih tinggi
secara kinerjanya. Individu menghasilkan, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan (human capital) serta menciptakan modal intelektual
(intelektual capital). Pengetahuan ditingkatkan melalui interaksi dengan
individu lain (social capital) sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
untuk mendukung pengembangan organisasi (organizational capital)


Dari pemahaman di atas, dapat kita cermati bersama, bahwa adanya sebuah
intervensi yang dilakukan oleh perusahaan kepada karyawannya, berupa
penambahan (penanaman pengetahuan atau kemampuan), serta
adanya value pengembangan manusia.

Proses intervensi ini didasari, bahwa sebenarnya karyawan juga


merupakan sebuah aset bagi perusahaan, selain modal kerja dalam bentuk
uang dan peralatan kerja yang ada. Tanpa ada kombinasi ketiga aset ini
(manusia, uang, dan peralatan kerja) maka dapat dipastikan bahwa
perusahaan akan cenderung sulit untuk mencapai segala target yang
ditetapkan.

Sebuah perusahaan mungkin memiliki banyak dana yang mampu membeli


berbagai macam hal, lokasi yang strategis, program promosi yang
menarik, serta peralatan canggih yang bisa berjalan secara otomatis.
Bayangkan apa yang akan terjadi jika semua itu tidak ada karyawan yang
mengoperasikannya?

Karyawan yang menjalankan operasional perusahaan dalam berbagai


bidang/divisi/departemen itulah aset terbesar yang dimiliki oleh
perusahaan.

Nah, karena jaman berubah, maka karyawan pun harus mampu mengikuti
perkembangan yang ada. Dahulu ada sebuah masa dimana semua dilakukan
secara mekanik, tetapi dengan seiringnya perkembangan dunia teknologi,
maka sebagian besar peralatan mekanik berganti menjadi elektronik, dan
bahkan pada masa kini dapat dikatakan sebagai high technology.

Untuk tetap dapat mengoperasikan berbagai peralatan yang ada, kira-kira


apa yang dibutuhkan karyawan?

Yap, Karyawan yang ada dalam perusahaan akhirnya mau tidak mau juga
harus belajar berbagai hal baru terus dan menerus, seiring dengan
perkembangan yang maju.

Saat kesadaran ini muncul, maka perusahaan diharuskan untuk


menanamkan investasi pada karyawan, dalam berbagai macam bentuk,
misalnya compensation dan benefit yang menarik agar orang terbaik tetap
bertahan dalam perusahaan, adanya budgetpengembangan karyawan untuk
belajar hal baru tadi, penyediaan fasilitas kerja yang lebih optimal dan
masih banyak lainnya. Semua ini perlu dilakukan agar pada akhirnya tujuan
perusahaan tetap dapat tercapai.

Abraham Maslow, seorang tokoh Psikologi, menempatkan aktualisasi diri


dalam tataran yang paling tinggi. Ketika karyawan sudah dikembangkan,
maka dirinya juga akan bertumbuh dan tidak akan habis pada suatu waktu,
karena dalam dirinya tetap memiliki kebutuhan aktualisasi diri tersebut.

Aktualisasi diri inilah yang akan mampu mendorong proses kerja


karyawan berjalan jauh lebih optimal, sehingga tujuan perusahaan bisa
tercapai lebih cepat, lebih besar ataupun lebih banyak daripada yang
dijadwalkan atau ditargetkan.

Persamaan dan Perbedaan

Persamaan dari Human Resource Management (HRM) dengan Human Capital


Management (HCM) adalah sama-sama untuk mengatur semua aspek dari
manusia/karyawan sebuah perusahaan dengan menggunakan fungsi-
fungsi manajemen.


HCM & HRM menyediakan berbagai fungsi dan kemampuan untuk mengelola
SDM dengan proses otomatis, dan memberikan satu sumber informasi bagi
karyawan, berupa sistem administrasi karyawan, rekrutmen, talent
management, pelatihan dan pengembangan, compensation & benefit, waktu &
kehadiran, manajemen biaya, manajemen kinerja, kesehatan &
keselamatan, dan lainnya yang berhubungan dengan proses bisnis.

Apa sih perbedaan mendasar antara Human Resource Management (HRM)


dan Human Capital Management (HCM)? Dari berbagai literatur yang ada,
saya mencoba merangkumnya;

POINT HRM HCM

Memandang Memandang karyawan


SUDUT karyawan sebagai sebagai ujung tombak
PANDANG supporter atau atau kunci dari
pendukung. organisasi

Strategi-strategi
mengoptimalkan talenta
untuk menghasilkan
Memastikan sumber atau mencipta value
daya manusia yang digunakan untuk
FOKUS
menjadi supporter mengaktualisasi dan
dalam pelaksanaan mempercepat
strategi bisnis, tercapainya strategi
dengan segala yang bisnis yang efektif dan
ada pada dirinya. efisien.

Untuk mendapatkan,
Lebih berfokus menganalisis dan
kepada seberapa menyajikan informasi
PENGUKURAN
banyak yang sudah dalam rangka
diberikan karyawan mengembangkan
kepada perusahaan. organisasi.

A : Gimana sekarang, sudah tahu?

B : Sip, Sudah dong,

A : Jadi, kamu itu Resource atau Capital?

B : Sepertinya sih masih Resource. biar jadi Capital gimana caranya ya?

A : Hmm, ketahuan belum pernah denger Human Capital ARTchitect, ya?

B : Hadeuh, Apa lagi itu?

A : Oke, mudahnya klik di www.sinergiaconsultant.com sajalah!! Disana

dijelaskan kok

Bagaimana dengan Anda, Human Capital Practitioners? Masih ada


pertanyaan soal Human Capital ARTchitect? Atau masih ingin tahu banget
soal Human Capital, yuk Anda bisa berdiskusi dengan forum yang ada lho…


Join di FB grup komunitas kami, silahkan langsung berbincang dengan para
coach kami ya. Bisa langsung klik di Komunitas Human Capital
Professionals.

Let’s connect

7 Peran Human Capital (dalam) meningkatkan PROFIT perusahaan

“Berurusan dengan dept HC (Human Capital), pasti ujung-ujungnya duit,


hanya jadi biaya saja, tidak nambahi malah mengurangi profit”, celetukan
seorang bos di sebuah perusahaan.

Celetukan semacam itu mungkin terkesan “agak kasar” bagi personil HC


yang mendengarnya, padahal sebetulnya banyak cara yang bisa dilakukan
untuk menunjukkan bahwa uang yang telah dikeluarkan oleh perusahaan
sebenarnya dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan itu sendiri.

Dalam meningkatkan profit, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, salah
satunya adalah mengurangi cost atau beban biaya yang ada, meskipun
dalam pelaksanaannya tetap harus berpegangan pada berbagai peraturan
yang ada.

Sebenarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh HC personil untuk
mengurangi Cost di dept. HC, mari coba kita telusuri.

Rekrutmen

HC personil, pernahkah tiba-tiba dimintai untuk memenuhi kebutuhan


karyawan di sebuah Dept dalam perusahaan Anda dalam waktu singkat?

Umumnya yang dilakukan adalah segera memasang iklan di media massa,


portal-portal lowongan pekerjaan dan lain sebagainya. Apakah ini
salah? Tentu tidak. Tapi biasanya membutuhkan biaya (besar) untuk
melakukannya. Belum lagi efektivitasnya masih patut dipertanyakan, berapa
banyak kandidat qualified yang akan mengirim lamaran?

Setelah mendapatkan kandidat karyawan pun, masih ada proses seleksi


yang dilakukan dalam waktu yang terbatas dengan berbagai tes yang ada,
yang dapat menyita waktu dan tenaga HC personil, dan terkadang malah
menghasilkan kandidat yang tidak sesuai permintaan. Akhirnya segala
biaya yang telah keluar menjadi sia-sia.

Ide PICT-nya,coba kembangkan bank data kandidat karyawan, yang dapat


dilakukan oleh setiap HC personil yang bertugas di bagian rekrutmen,
dengan mengikuti berbagai event job fair yang gratisan, atau yang
berbiaya murah, sebelum permintaan itu muncul. Lalu lakukan proses
seleksi secara berkala sehingga proses dapat dilakukan secara baik dan
menghasilkan kandidat yang baik pula.


Mengukur Beban Kerja Karyawan

Ketika organisasi semakin berkembang, umumnya ada permintaan tambahan


orang untuk melakukan pekerjaan yang juga semakin berkembang. Dalam
titik ini, peran HC personil sangatlah krusial untuk menganalisa kebutuhan
riil yang ada. Apakah memang sudah waktunya menambah personil baru,
ataukah hanya cukup melakukan kebijakan overtime bagi SDM tertentu.

Meskipun overtime mengandung biaya juga, tapi mungkin saja biaya yang
harus dikeluarkan akan lebih kecil dibandingkan dengan menambah
personil baru.

Lalu pertanyaannya siapa yang harus menjalankan overtime tersebut?

Ide PICT-nya,sebelum menunjuk SDM yang ada baiknya kita melakukan work
load analysis terlebih dahulu, sehingga SDM yang sudah ada saat ini,
benar-benar memberikan kontribusi optimal bagi peningkatan profit
perusahaan.

Job Desc dalam Struktur Organisasi

Sudah punya analisa Jabatan untuk semua posisi SDM dalam struktur
organisasi?

Analisa Jabatan, salah satunya akan menghasilkan Job Desc bagi setiap
SDM yang ada, dimana kita dapat mengatur siapa yang mengerjakan apa,
uraiannya seprti apa, target kerja dan hasil yang diharapkan seperti apa.

Pertanyaanya berlanjut, yakin bahwa tidak ada tumpang tindih pekerjaan


diantara para SDM yang ada? Bila suatu saat kita menjumpai 2 orang
mengerjakan hal yang sama, atau bahkan tidak ada yang mengerjakan hal
tersebut sama sekali, maka patut diduga bahwa Job Desc yang ada
merupakan sumber berkurangnya profit perusahaan. Lho kok bisa? Karena
artinya kita memberi upah kepada 2 orang yang berbeda posisinya, tapi
tumpang tindih mengerjakan 1 hal yang sama.

Ide PICT-nya,coba cek ulang semua job desc yang ada, pastikan bahwa
semua posisi SDM memang tidak ada yang tumpang tindih pekerjaannya.

Upah

Pos pengeluaran ini pasti ada di hampir semua perusahaan. Karena memang
pada akhirnya, SDM yang bekerja di perusahaan digerakkan oleh
kebutuhan mendapatkan uang untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Umumnya SDM akan mendapatkan upah yang utuh pada waktu


pembayarannya, meskipun ada beberapa hal yang bisa memotong
pendapatannya tersebut, seperti denda keterlambatan, lupa absen,
kondisi sakit tanpa surat dokter, dan masih banyak lainnya.

Umumya hal seperti ini sudah diatur dalam Compensation & Benefit
Management dalam perusahaan.

Ide PICT-nya, HC personil memastikan bahwa upah setiap SDM diberikan


sesuai kondisi data presensinya masing-masing. Ketika SDM tidak bekerja,
artinya mereka tidak berkontribusi optimal kepada perusahaan sehingga
Upah SDM bisa dipotong, sesuai dengan peraturan yang ada tentunya.


Validasi Data

HC personil pasti sudah mengetahui, bahwa pekerjaan di dept HC sangatlah


membutuhkan ketelitian yang akurat atas data yang ada. Misalnya, HC
personil umumnya berperan besar dalam pengurusan proses pendaftaran
ataupun saat terjadi klaim jaminan sosial, dimana terkadang terjadi
miss-data, data yang diberikan tidak tepat atau hanya salah tulis/ ketik
sehingga tidak sesuai dengan dokumen resmi yang ada, meskipun tak
jarang kesalahan juga terjadi dari pihak provider.

Masalahnya, mengurusi hal ini membutuhkan waktu ke kantor provider


menggunakan kendaraan kantor bahkan pribadi, terkadang juga pasti
butuh mengantri. Perlu disadari perusahaan sudah berinvestasi ke HC
personil, berupa waktu dalam perjalanan, waktu antri serta uang untuk
BBM kendaraan.

Ide PICT-nya,mari biasakan data yang kita siapkan atau yang kita terima
adalah data yang valid, sehingga HC personil tidak perlu bolak-balik ke
kantor provider, yang akhirnya malah menjadi pemborosan tersendiri,
menambah beban biaya perusahaan, dan mengurangi profit yang ada.

Perlengkapan Kerja

Hal ini terkesan sederhana karena selain menjadi hak SDM juga menjadi
kewajiban perusahaan untuk melengkapi SDM dengan berbagai peralatan
dan perlengkapan yang mendukung pekerjaan.

Pernahkah berhitung sebenarnya berapa biaya yang dikeluarkan untuk


satu orang SDM terkait peralatan dan perlengkapan kerja? Sudah tahu
masa penyusutan barang-barang tersebut?

Ketika seorang SDM diberikan peralatan kerja yang seharusnya berumur


minimal 1 tahun, tapi baru berumur 6 bulan, SDM tersebut sudah meminta
penggantian, maka dipastikan bahwa perusahaan harus mengeluarkan biaya
lagi untuk pos anggaran tersebut.

Bayangkan, jika separuh dari SDM yang kita miliki melakukan hal seperti
ini? Alhasil, profit perusahaan sudah pasti tergerus.

Ide PICT-nya,cobalah buat Standard Operation Procedur pengelolaan


peralatan dan perlengkapan barang-barang yang digunakan SDM,
termasuk masa pakai/ penyusutannya, besaran uang pengganti atau bahkan
denda ketika barang yang ada ternyata rusak atau hilang.

Penggunaan Teknologi

Disadari atau tidak, banyak sekali paper work di dept HC yang harus
dilakukan oleh HC personil. Ketika jaman sudah semakin maju, banyak
pekerjaan tersebut cukup dilakukan melalui penggunaan teknologi
informasi, karena dapat menghemat kertas yang harganya juga semakin
meningkat terus, serta membutuhkan tempat penyimpanan dokumentasi
yang menghabiskan tempat di kantor.


Memang diakui, perpindahan dari kertas ke teknologi informasi
membutuhkan biaya yang relative besar, tetapi sebenarnya hal ini dengan
mudah dihitung sebagai penghematan biaya dalam kurun waktu tertentu.

Ketika masih banyak menggunakan kertas, umumnya kita membutuhkan


beberapa SDM yang mengerjakan berbagai hal. Tetapi ketika menggunakan
teknologi informasi, maka kebutuhan SDM dapat dikurangi dan dialihkan ke
bagian lain yang membutuhkan, karena pekerjaannya sudah dilakukan oleh
bantuan teknologi, dengan akurasi data yang lebih baik tentunya.

Ide PICT-nya, HC personil mulai dapat memilah mana pekerjaan yang dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi seperti Human Capital
Information System, sehingga beban kerja paper work dapat berkurang,
dan mengoptimalkan waktunya untuk pengembangan SDM secara langsung,
misalnya dengan Coaching & Counseling.

Mari berperan aktif meningkatkan PROFIT perusahaan melalui pekerjaan


kita. (RA)


5 Penyebab Sistem Human Capital di Perusahaan GAGAL

Sejujurnya, tidak semua klien yang saya dampingi dalam membangun


sistem human capitalnya dapat berhasil. Atau beberapa diantara mereka
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menerapkan sistem dan
membangun budaya di perusahaan atau organisasinya. Berbeda dengan
mengaplikasikan sistem IT atau keuangan yang relatif lebih sederhana
karena lebih menggunakan program/software sebagai alat bantu mereka.
Human Capital ARTchitect secara total berhubungan dengan manusia - yang
kita paham benar berhadapan dengan 1.000 manusia berarti berhadapan
dengan 1.000 karakter dan bisa jadi perlu 1.000 pendekatan yang berbeda
pula.

Nampaknya memang dibutuhkan sedikit kesabaran bahkan keajaiban untuk


membangun organisasi yang berniat memperkaya jiwa manusia ini. Selama
lebih dari 15 tahun berkecimpung dalam dunia human capital, seringkali
saya menjumpai hal-hal dibawah ini yang menjadi faktor penyebab
kegagalan organisasi membangun sistem human capitalnya:

1. Tidak adanya LEADER yang jelas

Bicara soal leader, sesungguhnya sedang membicarakan salah satu


fungsi dalam organizational development management, yaitu poin
struktur organisasi. Salah satu klien kami - bisnis keluarga dapat menjadi
cerminan hal ini. Bisnis ini, dijalankan oleh kakak beradik sekandung.
Kedua pimpinan ini sama-sama saling sungkan mengambil peran sebagai
pemimpin utamanya. Si kakak memposisikan adiknya sebagai pimpinan utama.
Sayangnya, si adik ini memiliki bisnis lain juga yang harus diperhatikan.
Bisnis ini sudah berjalan 10 tahun. Sampai saat ini tidak mudah bagi mereka
mau membangun budaya, karena bahkan kedua pimpinan yang ada belum
memiliki visi yang sama. Si kakak yang sesungguhnya memiliki waktu dan
fokus yang lebih besar justru tidak mengambil peran sebagai pimpinan
utama.

Mengapa ini penting? Bisnis apapun adalah model kepemimpinan. Apa yang
dilakukan oleh pemimpinnya, sangat mudah terduplikasi oleh tim yang
berada di bawahnya. Anda dapat melihat banyak bisnis network marketing
yang tiba-tiba dapat jumlah luar biasa. Saya menyebut bisnis network
marketing ini sebagai bisnis kepemimpinan. Mereka membangun berbagai
sistem edifikasi pada para pimpinan (up line). Sistem ini berhasil – setiap
member baru diarahkan untuk mengikuti semua yang dilakukan oleh para up
line. Di sisi lain, begitu up line atau mengalami penurunan momentum, maka
satu kelompok di bawahnya – entah mengapa – juga tertular, mengalami
hal yang sama.


Maka sangat penting juga bagi pimpinan organisasi atau perusahaan untuk
menjaga high performance state-nya Disaat semua orang dalam
organisasi ini menurun semangatnya, pimpinan mesti menjadi orang yang
paling semangat diantara yang lain.

2. Tidak Ada Langkah Pertama

Memang mudah mempelajari sesuatu dan menambah wacana. Namun menjadi


tantangan bagi banyak orang untuk mewujudkannya – memulai langkah
pertama. Barangkali tidak hanya di dalam perusahaan, untuk hal yang
sifatnya personal, Anda juga pernah kebingungan untuk melakukannya.
Namun kalau kita lihat, ada orang-orang tertentu yang dengan mudah bisa
melakukan sesuatu yang baru. Apakah ini juga terkait dengan karakter
pribadinya?

Jika Anda sudah mencoba Decision Making Inventory kami, Anda dapat
mengenal tipe Matahari, Bulan, Bintang dan Bumi. Menurut saya, orang-
orang dengan tipe Matahari ini memang lebih cepat bergerak. Parameter
mereka adalah tindakan – mereka belajar melalui tindakan. Maka mereka
akan mewujudkan hal-hal yang dipelajarinya melalui tindakan pula. Di
beberapa perusahaan yang kami dampingi, mau-tidak-mau saya mengakui,
bahwa orang dengan tipe matahari inilah yang seringkali membuat sebuah
konsep terwujud. Memang tidak berarti tipe lain tidak bisa memulai langkah
pertama. Namun matahari, ia bergerak lebih cepat dari yang lain untuk
melangkah.

Nah, jika kita lihat perusahaan besar yang inovatif, di dalamnya banyak
sekali orang yang kreatif dan aktif. Mereka tidak takut salah – walaupun
hanya sebuah langkah kecil yang sederhana, yang penting dilakukan.
Simplifikasi. Ini adalah kata kunci untuk langkah pertama. Kita ambil contoh
Starbucks – mereka adalah kelompok yang berusaha membuat perubahan
besar dalam kehidupan masyarakat dengan berjuta cara sederhana.
Momen-momen kecil seperti tersenyum ketika menyajikan minuman,
menyapa setiap pelanggan dengan namanya, meracik minuman sesuai selera
setiap pelanggan, juga menyediakan kursi yang nyaman untuk bersantai
bersama teman.

3. Tidak Konsisten

Membangun budaya organisasi bukanlah hal yang instan. Ini sama juga
seperti kita membiasakan diri untuk berolah raga – berapa waktu yang Anda
butuhkan untuk terbiasa bangun pagi dan keluar dari rumah untuk
bergerak? Mereka yang sudah terbiasa berolah raga justru merasa tidak
nyaman badannya jika tidak bergerak.

Hal pertama yang selalu kami anjurkan bagi klien-klien kami adalah
pertemuan. Sebuah organisasi yang berkembang akan bergerak dari
pertemuan ke pertemuan. Dalam pertemuan, di situlah setiap SDM dapat
berjumpa dan berkomunikasi dengan lebih fokus. Bukan sambil lalu dan
hanya saling menyapa. Seringkali pertemuan ini, terutama yang sifatnya
rutin – menjadi turun skala prioritasnya saat jadwal pekerjaan
meningkat. Begitu sekali pertemuan terlewatkan, seolah seluruh SDM
menjadi sepakat bahwa pertemuan ini adalah hal yang bisa ditoleransi.
Kalau ada yang lebih penting, maka pertemuannya ditunda saja.

10 
Ini adalah salah satu sumber masalah yang dapat berdampak pada area-
area lain. Menjadwalkan dan menepati jadwal pertemuan adalah hal yang
penting. Konsisten dan percaya pada prosesnya.

4. Menjadi pribadi di bawah garis

Ada kisah menarik yang selalu saya ingat dari Starbucks. Irene adalah
mantan guru yang berusia 70-an. Setiap hari, ia dan suaminya mengunjungi
kedai Starbucks dengan pesanan yang sama: kopi dalam cangkir besar dan
satu cangkir tambahan agar bisa dibagi. Mereka juga memesan satu kue
dan dua garpu untuk dinikmati berdua. Pasangan tersebut menikmati kopi
dan kue mereka, dan mereka akan berlama-lama duduk berbincang
melewatkan waktu.

Hingga beberapa hari saat pasangan itu tidak lagi mengunjungi kedai
Starbucks, maka si barista mengkhawatirkan mereka. Suatu hari ia
berpapasan dengan Irene dan ternyata suami Irene telah meninggal
karena serangan jantung. Si barista ini mengajak Irene untuk mampir
kembali ke kedai. Irene mengatakan, “Saya tidak tahu harus pesan apa
karena kami biasanya saling berbagi.” Maka si barista ini menjawab, “Begini
saja, saya yang akan berbagi dengan Anda secangkir kopi dan kue ini
dengan Anda hari ini. Kita bisa menikmatinya sambil mengobrol apa saja
yang bisa membuatmu lega dan senang.” Maka si barista ini dan Irene duduk
mendengarkan betapa Irene kehilangan suaminya. Keajaiban mulai terjadi.
Beberapa hari kemudian, Irene datang kembali ke kedai dan bertanya apakah
ia bisa memesan kopi dengan cangkir yang lebih kecil dan membawa pulang
setengah dari kue yang dipesannya.

Bukan soal kopinya, musiknya, tempat duduknya, atau suasana santainya.


Ini adalah bagaimana setiap SDM di kedai itu terlatih untuk menjadi pribadi
yang di atas garis, Perusahaan benar-benar membangun dan memfasilitasi
setiap SDM-nya untuk bangga dan gembira pada setiap aspek pekerjaan
mereka. Akhirnya bukan lagi soal SOP, KPI atau aturan-aturan lainnya –
namun bagaimana menumbuhkan setiap pribadi untuk menjadi pribadi yang
lebih baik dan mampu melihat kesempatan untuk menjadi pribadi yang bisa
berdampak pada lingkungan sekitarnya. Tentu – sekali lagi – ini bukan hal
yang instan. Perlu role model, konsistensi dan komitmen kuat dari
manajemen dalam hal ini.

5. To Be x To Do

Saya yakin pertanyaan ini sungguh bukan pertanyaan yang menyenangkan


untuk dijawab. Masalah mendasar dari membangun sistem Human Capital
adalah bagaimana si pembangun ini memiliki identitas sebagai Human Capital
Practitioner. Seringkali klien kami bertanya, “Berapa lama waktu yang
dibutuhkan untuk membuat sistem ini? Menyiapkan job description, key
performance indicator, skala pengupahan, berbagai peraturan, kurikulum
pengembangan SDM, dan sebagainya? – Ibu kan pasti sudah ada banyak
referensi. Bisakah dalam 3 bulan?”

Memang bisa saja kami menggunakan referensi skema yang kami miliki.
Namun hal itu ternyata belum cukup. Sistem sudah ada seharusnya tinggal
dilakukan – “DO”. Namun memiliki identidas sebagai Human Capital
Practitioner ini memerlukan waktu.

Kembali lagi pada pertanyaan saya di awal poin ini, “Apa nama departemen
Anda?” HUMAN Capital Department – atau – HUMAN Resourse Department. Ini

11 
berarti MANUSIA menjadi isu utamanya. Maka berapa waktu yang kita
habiskan untuk bekerja bersama tumpukan kertas dan laptop di dalam
ruangan HR yang nyaman? Atau berapa waktu lamanya kita bekerja untuk
berhubungan dengan manusia? Connect to people?

Ini justru menjadi tantangan utama setiap Human Capital Practitioner –


mengenal setiap orang yang ada dalam organisasi, berbicara dengan
mereka, membangun relasi yang positf dan inspiratf. Namun justru
kebanyakan hanya bekerja bersama dokumen dan konsep. Sistem memang
perlu dimiliki dan dilakukan, namun membangun identitas diri sebagai
departemen yang sungguh terkoneksi dengan manusia adalah tantangan
sesungguhnya.

Maka bagi Anda yang membaca artikel ini, “Berapa persen waktu yang Anda
gunakan untuk connect to people?

Sekali lagi, membangun sistem bukan hal yang instan. Menciptakan budaya
organisasi bukan pekerjaan yang 1-2 semester selesai. Banyak detail yang
harus kita perhatikan. Inilah pentingnya Anda mempunyai Coach/ Mentor.
Seringkali karena kesibukan dan tidak fokus, maka hal-hal detail yang
harus dilakukan secara konsisten menjadi terlewat. Coach/ Mentor Anda
akan membantu untuk mengawal proses yang ada, mengingatkan, menjadi
teman diskusi, juga menjadi kritikus yang membangun.

Bagaimana dengan upaya yang sudah Anda lakukan dalam membangun


sistem Human Capital di organisasi Anda?

Remember to connect with us!

12 

You might also like