You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara

2.1.1 Anatomi Payudara

Secara anatomi payudara terdiri dari alveolusi, duktus laktiferus, sinus laktiferus,

ampula, pori pailla dan tepi alveolan. Setiap payudara terdiri dari 15-20 lobulus

dari jaringan kelenjar. Jumlah lobulus tidak berhubungan dengan ukuran

payudara. Setiap lobulus terbuat dari ribuan kelenjar kecil yang disebut alveoli.

Kelenjar ini bersama-sama membentuk sejumlah gumpalan mirip buah anggur

yang merambat. Alveoli menghasilkan susu dan subtansi lainnya selama

menyusui. Di belakang puting susu pembuluh lactiferous agak membesar sampai

membentuk penyimpangan kecil yang di sebut lubang-lubang lactiferous

(lactiferous sinuses). Lemak dan jaringan penghubung mengelingi bola-bola

jaringan kelenjar (Sjamsuhidayat, 2004).

Suplai arteri ke payudara berasal dari arteri mammaria internal, yang merupakan

cabang arteri subklavia. Konstribusi tambahan berasal dari cabang arteri aksilari

toraks. Darah dialirkan dari payudara melalui vena dalam dan vena supervisial

yang menuju vena kava superior. Aliran limfatik dari bagian sentral kelenjar

mammae, kulit, puting, dan aerola adalah melalui sisi lateral menuju aksila,

dengan demikian, limfe dari payudara mengalir melalui nodus limfe aksilar

(Grace & Borley, 2007).

6
7

Gambar 1. Anatomi Duktus dan Lobus Payudara


(Sumber : Sjamsuhidayat, 2004)

Keterangan:
A : Duktus pembesaran A : Sel-sel normal
B : Lobulus B : Membran sel
C : Bagian duktus yang di latasi untuk menahan susu C : Lumen
D : Puting susu
E. Jaringan lemak
F : Otot pektoralis mayor
G : Dinding dada

2.1.2 Fisiologi Payudara

Payudara wanita mengalami tiga jenis perubahan yang dipengaruhi oleh hormon.

Perubahan pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas sampai

menopause. Sejak pubertas, estrogen dan progesterone menyebabkan

berkembangnya duktus dan timbulnya sinus. Perubahan kedua, sesuai dengan

daur haid. Beberapa hari sebelum haid, payudara akan mengalami pembesaran

maksimal, tegang, dan nyeri. Oleh karena itu pemeriksaan payudara tidak
8

mungkin dilakukan pada saat ini. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan

menyusui. Saat hamil payudara akan membesar akibat proliferasi dari epitel

duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh duktus baru. Adanya sekresi

hormon prolaktin memicu terjadinya laktasi, dimana alveolus menghasilkan ASI

dan disalurkan ke sinus kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting susu

(Sjamsuhidayat, 2004).

2.2 Kanker Payudara

2.2.1 Pengertian Kanker Payudara

Kanker payudara adalah pertumbuhan yang tidak normal dari sel-sel jaringan

tubuh yang berubah menjadi ganas pada payudara (Harianto, 2005). Pengertian

lain oleh Grace & Borley (2007), kanker payudara merupakan lesi malignan pada

payudara wanita.

2.2.2 Etiologi Kanker Payudara

Menurut Erik (2005), etiologi kanker payudara tidak diketahui dengan pasti,

namun beberapa faktor resiko pada pasien diduga berhubungan dengan kejadian

kanker payudara yaitu :

a. Tinggi

Wanita yang tingginya 170 cm mempunyai resiko terkena kanker payudara karena

pertumbuhan lebih cepat saat usia anak dan remaja membuat adanya perubahan

struktur genetik (DNA) pada sel tubuh yang diantaranya berubah kearah sel ganas.

b. Usia

Usia dibawah 20 tahun jarang dijumpai kanker payudara, angka kejadiannya

meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.


9

c. Wanita Belum Mempunyai Anak

Wanita yang belum mempunyai anak lebih lama terpapar dengan hormon estrogen

relatif lebih lama dibandingkan wanita yang sudah punya anak.

d. Ibu Menyusui

Ibu yang menyusui dapat mengurangi bahaya terkena kanker payudara karena

semakin lama ibu menyusui anaknya semakin kecil terkena kanker payudara, saat

menyusui terdapat perubahan hormonal salah satunya yaitu penurunan esterogen.

e. Kelamin

Kelamin laki-laki hanya 1 % angka kejadian kanker payudara.

f. Faktor Genetik

Faktor genetik kemungkinan untuk menderita kanker payudara dua sampai tiga

kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya menderita

kanker payudara. Secara umum riwayat keluarga juga sangat berperan dalam

terjadinya kanker payudara.

2.2.3 Manifestasi Klinis Kanker Payudara

Menurut Price (2006), kanker payudara menimbulkan tanda dan gejala sebagai

berikut :

a. Umumnya terjadi di payudara sebelah kiri dan kuadran lateral atas.

b. Biasanya tidak nyeri, benjolan dapat diraba, konsistensi agak keras, irregular,

terfiksasi pada dinding dada.

c. Adanya tanda lesung, peau d’orange (edema kulit akibat obstruksi limfatik),

dan nodus satelit kulit serta tanda kembang kol akibat ulserasi. Perubahan papilla

mammae meliputi retraksi puting susu.


10

d. Pembesaran kelenjar limfe regional.

2.2.4 Penatalaksanaan Kanker Payudara

Penatalaksanaan penting pada kanker payudara meliputi (Smeltzer & Bare, 2002):

a. Mastektomi

Mastektomi merupakan pengangkatan ke seluruh tubuh payudara dan beberapa

nodus limfe. Tujuannya untuk menghilangkan tumor payudara dengan membuang

payudara dan jaringan yang mendasari.

b. Terapi Radiasi

Biasanya di lakukan sel infuse massa tumor untuk mengurangi kecenderungan

kambuh dan menyingkirkan kanker residual.

c. Rekontruksi / Pembedahan

Rekontruksi/ pembedahan ini dilakukan tindakan pembedahan tergantung pada

stadium I dan II lakukan mastektomi radikal, bila ada metastasis dilanjutkan

dengan radiasi regional dan kemoterapi ajuvan. Dapat juga dilakukan mastektomi

simplek yang harus diikuti radiasi, untuk setiap tumor yang terletak pada kuadran

sentral.

d. Terapi Hormonal

Tujuan dari terapi hormonal adalah untuk menekan sekresi hormon esterogen.

e. Tranplantasi sumsum tulang

Tranplantasi sumsung tulang pada tahap ini prosedur yang di lakukan adalah

pengangkatan sumsum tulang dan memberikan kemoterapi dosis tinggi, sumsum

tulang pasien yang di pisahkan dari efek samping kemoterapi, kemudian

diinfuskan ke IV.
11

2.3 Mastektomi

2.3.1 Pengertian

Mastektomi adalah suatu tindakan pembedahan onkologis pada keganasan

payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara yang terdiri dari

seluruh stroma dan parenkhim payudara, areola dan puting susu serta kulit di atas

tumornya disertai diseksi kelenjar getah bening aksila ipsilateral level I, II, III

secara end block tanpa mengangkat M.Pektoralis major dan minor

(Sjamsuhidayat, 2004).

2.3.2 Tipe Mastektomi

Menurut Pierce & Neil (2007) tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara

bergantung pada beberapa faktor meliputi : usia, kesehatan secara menyeluruh,

status menopause, dimensi tumor, tahapan tumor dan seberapa luas

penyebarannya, stadium tumor dan keganasannya, status reseptor hormon tumor,

penyebaran tumor telah mencapai simpul limfe atau belum.

Tipe pembedahan secara umum dikelompokkan dalam empat kategori meliputi:

a. Mastektomi Preventif (preventife mastectomy)

Operasi ini dapat berupa total mastektomi dengan mengangkat seluruh payudara

dan putting atau berupa subcutaneous mastectomy dimana seluruh payudara

diangkat namun puting tetap dipertahankan .

b. Mastektomi Total

Mengangkat semua jaringan payudara tetapi semua atau kebanyakan nodus limfe

dan otot dada tetap utuh.


12

c. Mastektomi Radikal Modifikasi

Mengangkat seluruh payudara, beberapa atau semua nodus limfe dan kadang-

kadang otot pektoralis minor.otot dada mayor masih utuh. Mastektomi radikal

adalah prosedur yang jarang dilakukan yaitu pengangkatan seluruh payudara,

kulit, otot pektoralis mayor dan minor, nodus limfe ketiak dan kadang-kadang

nodus limfe mamari internal atau supra klavikular.

d. Prosedur Membatasi

Dilakukan pada pasien rawat jalan yang hanya berupa tumor dan beberapa

jaringan sekitarnya diangkat. Lumpektomi dianggap tumor non-metastatik bila

kurang dari 5 cm ukurannya yang tidak melibatkan puting. Prosedur ini untuk

keperluan diagnostik dan atau pengobatan bila dikombinasi dengan terapi radiasi

misalnya : lumpektomi.

Berdasarkan tujuan terapi pembedahan, mastektomi dibedakan menjadi :

a. Terapi Bedah Kuratif

Adalah pengangkatan seluruh sel kanker tanpa meninggalkan sel kanker secara

mikroskopik. Terapi bedah kuratif ini dilakukan pada kanker payudara stadium

dini (stadium 0, I dan II).

b. Terapi Bedah Palliatif

Adalah untuk mengangat kanker payudara secara makroskopik dan masih

meninggalkan sel kanker secara mikroskopik. Pengobatan bedah palliatif ini pada

umumnya dilakukan untuk mengurangi keluhan-keluhan penderita seperti

perdarahan, patah tulang dan pengobatan ulkus, dilakukan pada kanker payudara

stadium lanjut,yaitu stadium III.


13

2.3.3 Indikasi Mastektomi

Adapun indikasi dilakukannya mastektomi menurut Fujin (2008) yaitu :

a. Kanker payudara stadium dini (I,II)

b. Kanker payudara stadium lanjut lokal dengan persyaratan tertentu

c. Keganasan jaringan lunak pada payudara.

2.3.4 Perawatan Pasca Bedah

Menurut Pierce & Neil (2007), perawatan pasca bedah penderita dirawat di

ruangan dengan mengobservasi produksi drain, memeriksa Hb pasca bedah.

Rehabilitasi dilakukan sesegera mungkin dengan melatih pergerakan sendi bahu.

Drain dilepas bila produksi masing-masing drain kurang dari 20cc/24 jam.

Umumnya drain sebelah medial dilepas lebih awal, karena produksinya lebih

sedikit. Jahitan dilepas umumnya hari ke10 s/d 14.

Pada pasien pasca mastektomi perlu adanya latihan-latihan untuk mencegah atropi

otot, kekakuan dan kontraktur sendi bahu. Hal ini dilakukan untuk mencegah

kelainan bentuk (deformity), sehingga latihan harus seimbang dengan

menggunakan sendi bahu secara bersamaan. Latihan awal bagi pasien pasca

mastektomi yaitu pada hari pembedahan dengan melenturkan dan meluaskan

gerakkan jari-jari membalik-balikan lengan. Pada hari pertama pasca operasi

harus sudah dimulai fisioterapi pasif dan aktif seperti, melatih gerakan-gerakan

sendi bahu reduksi, rotasi sendi bahu. Selanjutnya mengangkat lengan keatas,

kesamping dan kedepan. Latihan harus teratur dan pasien dapat beristirahat bila

merasa sakit. Jika fisioterapi diterapkan sedini mungkin maka tidak akan terjadi
14

kontraktur sendi bahu dikemudian hari dan juga dengan fisioterapi dini

diharapkan aliran drain lebih aktif dan lancar.

Follow up dilakukan :

a. Tahun I dan II : kontrol tiap dua bulan

b. Tahun III s/d V : kontrol tiap tiga bulan

c. Setelah tahun V : kontrol tiap enam bulan

d. Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol

e. Thorax foto : tiap enam bulan

f. Laboratorium marker : tiap dua sampai tiga bulan

g. Mammografi kontralateral : tiap tahun atau ada indikasi

h. USG abdomen : tiap enam bulan atau ada indikasi

i. Bone scanning : tiap dua tahun atau ada indikasi

2.3.5 Dampak Mastektomi

Menurut Bard & Sutherland (2009), setelah menjalani mastektomi, masalah-

masalah yang timbul diantaranya :

a. Gangguan Konsep Diri

Kehilangan organ kewanitaan membuat wanita penderita kanker payudara yang

mengalami mastektomi cenderung menyalahkan diri mereka karena merasa tidak

utuh lagi, merasa tidak berguna, merasa dirinya menjijikkan. Setelah mastektomi,

banyak wanita yang beranggapan bahwa tubuhnya menjadi lemah dan rapuh serta

rentan terhadap penyakit. Mereka merasa tubuh mereka telah rusak dan mereka

dan mereka tidak dapat menerima diri mereka, juga orang lain.
15

b. Gangguan Aktivitasi Seksual

Payudara yang diangkat melalui proses mastektomi meninggalkan bekas luka di

tubuh si penderita (D’Orsi & Wilson, 2003). Respon terhadap adanya trauma pada

tubuh merupakan faktor penting dalam aktivitas seksual. Hal ini dapat

menyebabkan berkurangnya tingkat kedekatan fisik suami-istri, timbulnya

perasaan ditolak, menarik diri, dan juga rasa kehilangan dalam hubungan seksual.

Ditegaskan bahwa pria akan merasa terancam oleh wanita yang menjalani

mastektomi jika identitas seksualnya tergantung pada image seksual yang

dibangun oleh istrinya. Jika ia tergantung pada penilaian bahwa istrinya seksi atau

menarik, akan sulit baginya untuk menerima dampak mastektomi terhadap

istrinya. Studi terakhir pada pasien kanker payudara menunjukkan walaupun

terjadi penurunan terhadap keinginan melakukan aktivitas seksual, hasrat untuk

melakukan aktivitas nonseksual meningkat. Jadi suami harus memahami

pentingnya mempertahankan hubungan fisik dengan istri yang menderita kanker

payudara.

c. Gangguan Emosional

Terjadi peningkatan respon emosional setelah mastektomi. Pertama, timbul

depresi yang diikuti dengan mengasihani diri sendiri disertai dengan rasa curiga

dan bersalah. Ekspresi diri kecemasan dan ketegangan sebagai reaksi emosional

yang normal selama masa setelah mastektomi. Pasien menampilkan gangguan

pola makan dan tidur seiring dengan meningkatnnya ketergantungan dan ekspresi

dari kebencian. Reaksi emosional ini dirasakan sebagai hal yang normal, dimana
16

pasien tampaknya ingin menginformasikan pada lingkungan bahwa mereka telah

melalui cobaan yang berat dan mereka memerlukan dukungan.

d. Gangguan Hubungan Sosial

Setelah mastektomi, peran si pasien dalam hubungan sosial dan interpersonal

berubah. Pasien segan berhubungan dengan aktivitas yang membutuhkan kontak

dengan sekelompok orang seperti berbelanja atau travelling. Beberapa wanita

mengalami ketakutan dan kecemasan karena merasa tidak siap bertemu dengan

orang lain serta bersikap merahasiakan tentang mastektomi yang mereka jalani

kepada masyarakat.

e. Dampak Psikologis

Reaksi-reaksi psikologis berhubungan dengan implikasi dilakukannya operasi

pengangkatan dari payudara, bagian tubuh yang sangat berarti dalam hidup

wanita. Terdapat 6 (enam) reaksi psikologis yang muncul secara bersamaan

diantaranya:

1) Dependency Response

Suatu keyakinan diri bahwa penderita tidak mampu membuat keputusan dan

tindakan yang efektif untuk mengatasi penyakitnya yang dinilai sangat berat.

Penderita selalu membutuhkan bantuan dan perhatian orang lain. Hal ini

disebabkan oleh kecemasan dan ketakutan terhadap penyakitnya.

2) Feeling of Damage and Reduction of Self Esteem

Menurunnya keyakinan dan harga diri yang disebabkan oleh proses penyakit dan

pengobatan yang mengakibatkan dampak perubahan penampilan fisik, misalnya


17

rambut menjadi rontok, berat badan turun drastis, dan terutama kehilangan organ

payudara.

3) Anger Response

Munculnya emosi negatif akibat tingginya stres yang mereka alami. Hal ini

mengakibatkan timbulnya kemarahan yang meledak-ledak. Kemarahan adalah

suatu keadaan emosi negatif yang terjadi ketika individu mempersepsikan adanya

ketidakadilan terhadap dirinya sehubungan dengan penyakit yang menimpa

mereka.

4) Guilt Response

Stres yang dialami dapat diakibatkan oleh perasaan bersalah, penderita

menganggap panyakit yang dideritanya sebagai akibat hukuman akan prilaku-

prilakunya di masa lalu. Penderita merasa tidak dapat lagi memenuhi tuntutan

untuk menjadi wanita yang sempurna untuk suami dan anak-anaknya.

5) Loss of Gratification or Pleasure

Banyaknya stressor yang dirasakan mengakibatkan kelelahan baik fisik maupun

emosional. Kelelahan fisik dapat berbentuk ketegangan dan keletihan otot-otot

tubuh serta penurunan fungsi seksual. Sehingga kelelahan membuat penderita

tidak dapat lagi merasakan kepuasan dan kesenangan.

6) Response to The Physician’s Attitude and Behaviour

Respon emosional dapat juga dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dokter terhadap

mereka. Mereka membutuhkan penjelasan yang memuaskan berkaitan dengan

penyakit dan pengobatannya. Perasaan dikhianati dapat muncul apabila dokter


18

yang dijadikan tempat mengadu ternyata menyepelekan dan tidak menanggapi

keluhan mereka.

Meyerowitz’s dikutip dari Keitel (2000), dari beberapa penelitiannya

menyimpulkan bahwa dampak psikososial memunculkan tiga masalah penting

yang perlu untuk diperhatikan dalam proses penanganan psikologis penderita,

yaitu:

1) Adanya depresi, kecemasan dan/atau kemarahan.

2) Adanya gangguan pola hidup sehari-hari termasuk perkawinan dan/atau

hubungan seksual.

3) Tingginya ketakutan dampak pengobatan, terutama kehilangan payudara.

2.4 Persepsi Suami Terhadap Mastektomi

2.4.1 Pengertian

Persepsi merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan

untuk mengetahui, menginterpretasi dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi,

baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri

orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai

objek persepsi tersebut (Setiabudi, 2008).

Mastektomi adalah suatu tindakan pembedahan onkologis pada keganasan

payudara yaitu dengan mengangkat seluruh jaringan payudara. Setelah menjalani

mastektomi, masalah-masalah yang timbul diantaranya adalah penurunan konsep

diri, penurunan atau terhentinya hubungan seksual, gangguan emosional,

gangguan dalam hubungan sosial dan gangguan dalam aktivitas pekerjaan (Bard

& Sutherland, 2009)


19

Jadi persepsi suami dengan istri yang mengalami mastektomi adalah intepretasi

atau penilaian terhadap dampak yang ditimbulkan dari tindakan mastektomi

terhadap istrinya, baik secara fisik maupun psikologis. Umumnya persepsi suami

berkaitan dengan kemampuan seksual, interaksi sosial serta psikologis. Persepsi

yang negatif dari suami akan menambah beban psikologis bagi wanita.

2.4.2 Aspek Yang Mempengaruhi Persepsi Suami

Menurut Keitel (2000), pada beberapa suami dengan istri yang mengalami

mastektomi tidak dapat menerima keadaan istrinya. Hal ini disebabkan karena

persepsi negatif yang muncul pada suami meliputi aspek fisik dan aspek

psikologis.

a. Aspek Fisik

Secara aspek fisik, suami merasa setelah proses mastektomi membuat istrinya

yang kehilangan payudara, sehingga menjadi tidak menarik lagi secara seksual,

hal tersebut karena fungsi payudara yang berperan dalam stimulasi seksual bagi

wanita maupun lawan jenisnya. Serta ketika melakukan aktivitas seksual suami

merasa akan menyakiti istrinya.

Suami tidak dapat menerima keadaan istri yang kehilangan payudara dan

perubahan fisik akibat dari proses pengobatan, sehingga beberapa melakukan

perselingkuhan. Lebih banyak pasangan yang menerima istrinya dengan keadaan

pasca mastektomi dibandingkan dengan pasangan yang membiarkan dan

meninggalkan, meskipun ada itu hanya 1:100. Pasien penderita kanker payudara

pasca mastektomi membutuhkan penerimaan, pengertian dan cinta tanpa syarat

dari keluarga, lingkungan dan terutama adalah dari suami. Keadaan yang paling
20

baik untuk proses penyembuhan kanker payudara adalah rasa tenang dan nyaman

dalam hidup pasien.

b. Aspek Psikologis

Secara psikologis suami merasa stres dan cemas karena istrinya tidak dapat

diandalkan lagi dalam mengurus urusan rumah tangga. Kecemasan pada suami

dapat dimaklumi karena wanita yang mengalami mastektomi akan kehilangan

organ payudaranya sebagai simbol seksual dan daya tarik bagi suami. Stuart

(2007), juga mengatakan kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu

keadaan yang mengancam keutuhan dan keberadaan dirinya dan dimanifestasikan

dalam bentuk prilaku seperti rasa tidak berdaya, rasa tak mampu, rasa takut, phobi

tertentu.

2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Perbedaan seseorang dalam memberikan makna terhadap informasi yang

ditangkap oleh panca inderanya disebabkan karena adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pemaknaan tersebut, baik faktor dari luar maupun faktor

dari diri sendiri. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu akan

mempengaruhi dalam individu mengadakan persepsi. Faktor eksternal antara lain

faktor stimulus itu sendiri dan faktor lingkungan dimana persepsi itu berlangsung

(Walgito, 2003).

Menurut Robbins (2006), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

terjadinya perbedaan persepsi seseorang, yaitu:


21

a. Orang yang Melakukan Persepsi

Persepsi seseorang dipengaruhi oleh sikap individu yang bersangkutan terhadap

objek persepsi, motif atau keinginan yang belum terpenuhi, pengalaman dan

harapan yaitu seseorang akan mempersepsikan suatu objek atau kejadian sesuai

dengan apa yang diharapkan. Individu yang sudah pernah mengalami nyeri hebat

akan lebih rileks dalam mempersepsikan nyeri yang dialaminya dibandingkan

individu yang belum berpengalaman.

b. Target dan objek persepsi

Karakter dari objek yang dipersepsikan dapat mempengaruhi apa yang

dipersepsikan. Rangsang diantara objek yang bergerak dan objek yang diam akan

lebih menarik perhatian.

2.4.4 Proses Persepsi

Proses terjadinya persepsi dimulai dari proses kealaman atau proses fisik dimana

adanya suatu objek yang menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat

indera atau reseptor yang akan diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak yang

disebut proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat

kesadaran yang disebut proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang

dilihat atau apa yang didengar atau apa yang diraba yang merupakan proses

terakhir dari proses persepsi dan merupakan proses persepsi yang sebenarnya.

Stimulus yang akan dipersepsi atau yang akan mendapatkan respon dari individu

tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan dimana perhatian sebagai

langkah persiapan dalam persepsi. Sehingga tidak semua stimulus akan diberikan
22

respon. Individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya

(Walgito, 2003).

You might also like