Professional Documents
Culture Documents
NPM : 16144400067
Prodi : Pendidikan Sejarah/A2
Pada fase pertama SI berbagi peran dengan Muhammadiyah yang sama-sama sebagai
gerakan pembaharu Islam modern. Bila Muhammadiyah berorientasi dan bergerak di bidang
sosial keagamaan,maka SI lebih memilih berorientasi pada bidang politik.
Ketika SI mengalami perkembangan pesat dan memiliki jumlah anggota yang banyak,
telah menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda. Ketika itulah SI mulai disusupi oleh
paham sosialisme revolusioner. Paham ini disebarkan oleh H.F.M Sneevliet yang mendirikan
organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada tahun 1914. Pada
mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya. Namun organisasi yang didirikan
orang Belanda di Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan
“Gerakan Penyusupan” ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi
tokoh-tokoh muda SI seperti Semaoen, Darsono, Muso Alimin Prawirodirdjo, dan H.
Misbach, untuk tujuan yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme
namun dengan cara yang berbeda.
Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam
cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut
Serikat Islam Merah yang berhaluan Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat
Islam Merah dipimpin oleh Semaun dan Darsono, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus
Salim dan Abdul Muis, Cokroaminoto.
Di bawah pimpinan Semaoen, para pendukung Sarekat Islam berasal dari kalangan
kaum buruh dan rakyat kecil. Pergantian pengurus itu adalah wujud pertama dari perubahan
gerakan Sarekat Islam Semarang dari gerakan kaum menangah menjadi gerakan kaum buruh
dan tani.Sehingga, pandangan perjuangan lebih bersifat radikal. Dengan
demikian,perkembangan pemikiran kiri pada SI Semarang tidak lepas dari peran Semaoen
sebagai tokoh sentra.
Perpecahan dalam tubuh Sarekat Islam mencapai puncaknya pada saat diadakan
kongresluar Biasa Central Sarekat Islam di Surabaya pada tanggal 6-10 Oktober 1921.
Semaoen habis-habisan berdebat dengan Agus Salim, tapi tidak dapat mempertahankan posisi
kader-kader PKI di Sarekat Islam. Karena debat sepenuhnya dikuasai Agus Salim sebab
Semaoen dan Tan Malaka masing-masing hanya diberi kesempatan berbicara selama 5 menit.
Selain itu secara tidak langsung Semaoen melontarkan ide-ide pluralisme gerakan Sarekat
Islam. Hal ini sama artinya dengan mengusulkan perubahan asas Sarekat Islam dari
“Islam”menjadi “Komunis” yang lebih plural. Lontaran ini dimanfaatkan oleh Agus Salim
untuk membangkitkan sentimen agama para peserta kongres dan memberlakukan disiplin
partai. Akhirnya Semaoen dan anggota Sarekat Islam yang merangkap menjadi anggota PKI
secara resmi dikeluarkan dari Sarekat Islam.