Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Burst abdomen atau disebut juga sebagai Wound dehiscence
merupakan komplikasi serius dari tindakan post operatif yang dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Lotfy, 2009). Menurut Sander
(2012), angka mortalitas pasien dengan burst abdomen rata-rata 18,1%,
dengan range 9,4% – 43,8%. Terpisahnya jahitan luka pada abdomen
secara partial atau komplit salah satu atau seluruh lapisan dinding abdomen
pada luka post operatif harus segera ditangani karena pasien tersebut
memiliki kemungkinan mortalitas 30%.
Burst abdomen adalah terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan
evirasi atau pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini
merupakan salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam
perut. Meskipun kasus ini jarang ditemukan di Indonesia namun tidak sedikit
pasien yang pernah mengalami burst abdomen. Pada tahun 1972 terdapat
18 (3%) kasus burst abdomen diantara 593 operasi yang terjadi pada anak-
anak. Pada orang dewasa terdapat 45 kasus diantara 5156.Dari 45 kasus,
80% terjadi pada lansia. Lalu perbandingan untuk pria dan wanita adalah 2 :
1. Namun, saat ini insiden burst abdomen tidak berbeda jauh dengan tahun
1972. Insiden sebanyak 0,2% - 6% dengan tingkat kematian 10% - 30%.
Apabila insiden ini terus berlanjut dan tidak ada perhatian dari masyarakat
tentang kasus ini, maka akan ada kemungkinan bertambahnya pasien
dengan burst abdomen setiap tahunnya.
Burst abdomen terjadi lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Biasanya burst abdomen terjadi pada minggu kedua, dengan puncaknya
pada hari kesepuluh pasca-operasi, dan memiliki angka kematian sekitar 20.
Burst abdomen yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat
menimbulkan berbagai komplikasi yang serius yang akan meningkatkan
resiko kematiaan. Melalui makalah ini kami memberikan pengetahuan dan
cara pencegahan terjadinya burst abdomen sehingga angka kejadian
penyakit tersebut dapat menurun. Selain itu, makalah ini diharapkan dapat
bermanfaat pula bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
pada pasien burst abdomen yang benar.
2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan dengan
pendekatan Manajemen Kebidanan pada ibu nifas patologi sesuai
pendokumentasian SOAP pada kasus “Asuhan Kebidanan Nifas Patologi
pada Ny.M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence di
Ruang Nifas RSUD Kota Mataram”.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswi Mampu :
1) Mahasiswi mampu melakukan pengumpulan data subyektif
dengan benar pada “Asuhan Kebidanan Nifas Patologi pada Ny.
M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence di
Ruang Nifas RSUD Kota Mataram”.
2) Mahasiswi mampu melakukan pengumpulan data obyektif
dengan benar pada “Asuhan Kebidanan Nifas Patologi pada Ny.
M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence di
Ruang Nifas RSUD Kota Mataram”.
3) Mahasiswi mampu menganalisa dengan benar pada “Asuhan
Kebidanan Nifas Patologi pada Ny. M P1A0H1 Post SC hari ke-
8dengan Wound Dehiscence Post SC hari ke-8 di Ruang Nifas
RSUD Kota Mataram”.
4) Mahasiswi mampu melaksanakan dengan benar pada “Asuhan
Kebidanan Nifas Patologi pada Ny. M P1A0H1 Post SC hari ke-
8dengan Wound Dehiscence di Ruang Nifas RSUD Kota
Mataram”.
C. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah pengetahuan mahasiswa akademi kebidanan untuk
melakukan pelayanan asuhan kebidanan pada ibu nifas patologi dengan
wound dehiscence.
2. Bagi Lahan Praktek
Dengan adannya presentasi kasus ini dapat diharapkan mampu
mempertahankan kualitas pelayanan asuhan kebidanan pada ibu nifas
patologi dengan wound dehiscence.
3. Mahasiswa
Mampu melakukan asuhan kebidanan pada Asuhan Kebidanan Nifas
Patologi dalam bentuk pendokumentasian SOAP.
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya plasenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara
normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Ambarwati, 2010).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari
persalinan selesai hingga alat-alat kandungan kembali seperti prahamil.
Lama masa nifas ini, yaitu 6-8 minggu (Bahiyatun, 2010, p.2)
Masa nifas (puerperium), berasal dari bahasa Latin, yaitu puer
yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah
melahirkan (Saleha, 2010, p.4).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Sarwono,2010)
Masa nifas di mulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira- kira 6 minggu atau 42 hari. Masa nifas atau
post partum disebut juga puerperium yang berasal dari bahasa latin yaitu
kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” berati melahirkan (Anggraeni,
Yetti, 2010, p.1).
b. Rasa Sakit
Yang disebut after paint (mules-mules) disebabkan karena
kontraksi rahim, biasanya berlangsung 3-4 hari pasca
persalinan(Anggraeni,p.2010)
c. Lochea
Adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina
selama puerperium (Varney, 2007, p.960).
Ada beberapa jenis lochea, yakni (Suherni, Hesty Widyasih, Anita
Rahmawati, 2009, pp.78-79) :
1) Lochea Rubra ( Cruenta)
Lochea ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-
sel darah desidua (Desidua yakni selaput tenar rahim dalam keadaan
hamil), venix caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep terdiri atas
palit atau semacam noda dan sel-sel epitel yang mnyelimuti kulit
janin), lanugo (yakni bulu halus pada anak yang baru lahir), dan
6
mekonium (yakni isi usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah
kelenjar usus dan air ketuban berwarna hijau).
2) Lochea Sanguinolenta
Warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada
hari ke 3-7 pasca persalinan.
3) Lochea Serosa
Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-
14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba
Cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu.
5) Lochea Purulenta
Ini terjadi karena infeksi, keluarnya cairan seperti nanah berbau
busuk.
6) Locheohosis
Lochea yang tidak lancar keluarnya.
d. Respirasi
Pada umumnya respirasi lambat atau bahkan normal. Hal itu
disebabkan karena ibu dalam kedaan pemulihan/dalam kondisi
istirahat. Bila ada respirasi cepat postpartum (>30x per menit)
mungkin karena ikutan tanda-tandasyok (Suherni, Hesty Widyasih,
Anita Rahmawati, 2009, pp.83-84).
B. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006)
Bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan
melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen
seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara
ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah
pada komplikasi-komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai
pengganti kelahiran normal (Dewi, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea adalah pengeluaran
hasil konsepsi dengan cara pembedahan yang menembus abdomen
sampai ke uterus.
2. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka
dikelompokkan 4 kategori (Edmonds,2007) :
a. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin.
Contohnya abrupsio plasenta, atau penyakit parah janin lainnya.
b. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu
mengancam jiwa ibu ataupun janinnya. Contohnya distosia.
c. Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
d. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
9
3. Komplikasi Luka
a. Hematoma
Balutan dilihat terhadap perdarahan (hemoragi) pada interval yang
sering selama 24 jam setelah pembedahan. Setiap perdarahan dalam
jumlah yang tidak semestinya dilaporkan. Pada waktunya, sedikit
perdarahan terjadi pada bawah kulit. Hemoragi ini biasanya berhenti
secara spontan tetapi mengakibatkan pembentukan bekuan didalam
luka. Jika bekuan kecil, maka akan terserap dan tidak harus
ditangani. Ketika lukanya besar dan luka biasanya menonjol dan
penyembuhan akan terhambat kecuali bekuan ini dibuang. Proses
10
C. Wound Dehiscence
1. Definisi
Burst abdomen atau abdominal wound dehiscence adalah
terbukanya tepi-tepi luka sehingga menyebabkan evirasi atau
pengeluaran isi organ-organ dalam seperti usus, hal ini merupakan
salah satu komplikasi post operasi dari penutupan luka di dalam perut.
Abdominal wound dehiscence dan hernia insisional adalah bagian
yang sama dari proses kegagalan penyembuhan luka operasi.
Abdominal wound dehiscence terjadi sebelum penyembuhan kulit,
sedangkan hernia insisional terjadi saat penyembuhan insisi kulit yang
membaik
13
2. Etiologi
a. Pre operasi
1) Batuk
2) Anemia
3) Malnutrisi
4) Hypoalbumin
b. Operasi
1) Tipe insisi
2) Jahitan luka
c. Post operasi
1) Batuk
2) Distensi abdominal
3) Ascites
4) Vomiting
5) Kebocoran usus
6) Infeksi
7) Hematoma
8) Ketidakseimbangan elektrolit
9) Jaundice
3. Patofisiologi
Burst Abdomen bisa disebabkan oleh faktor pre operasi, operasi dan
post operasi. Pada faktor pre operasi, hal-hal yang berpengaruh dalam
factor pre operasi ini adalah usia,kebiasaan merokok, penyakit diabetes
mellitus, dan malnutrisi. Pada umur tua otot dinding rongga perut
melemah. Sejalan dengan bertambahnya umur, organ dan jaringan
tubuh mengalami proses degenerasi. Kejadian tertinggi burst abdomen
sering terjadi pada umur > 50-65 tahun. Selain itu adanya anemia,
hypoproteinaemia, dan beberapa kekurangan vitamin bisa
menyebabkan terjadinya burst abdomen. Hemoglobin menyumbang
oksigen untuk regenerasi jaringan granulasi dan penurunan tingkat
hemoglobin mempengaruhi penyembuhan luka.
Kebiasaan merokok sejak muda menyebabkan batuk-batuk yang
persisten, batuk yang kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intra abdomen. Penyakit-penyakit tersebut tentu saja amat sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh sehingga akan mengganggu
14
4. Manifestasi klinis
1. Dehiscence selalu ditunjukkan pada 7-14 hari setelah operasi
2. Luka distrupsi mungkin terjadi tanpa tanda
3. Ketegangan atau perpindahan struktur
15
5. Pemeriksaan diagnostic
1. Tes BGA (Darah lengkap)
Hemoglobin, serum protein, gula darah, serum kreatinin, dan urea.
Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah
putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.
2. CT scan atau MRI
3. Sinar X abdomen
Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam
usus atau obstruksi usus.
6. Penatalaksanaan
a. Tindakan operasi:
Operasi pembedahan, dilakukan untuk menutup lubang dan
memperkuat bagian yang lemah, Otot perut dirapatkan menutupi
lubang yang ada.
1) Kebanyakan untuk pasien akut atau baru saja terjadi luka
disarankan untuk operasi kembali.
2) Kebanyakan teknik yang utama dalah segera menjahit kembali
pada tempat jahitan semula yang mengalami perobekan.
3) Pemberian antibiotic preoperative spektum meluas.
4) Bebaskan lipatan peritonim dan usus untuk jarak yang pendek
pada permukaan yang dalam dari luka pada kedua sisi.
5) Masukkan jahitan luka yang dalam.
6) Kemudian proses akir dari dinding abdomen, yakinlah untuk
mengambil potongan yang dalam dari jari, memakai materi
jahitan yang banyak dan hindari tegangan yang berlebihan pada
luka.
16
b. Penumpukan Jahitan.
Ada beberapa teknik, tetapi pada prinsipnya adalah :
1) Memakai jahitan luka yang padat dan tidak menyerap.
2) Luas potongan paling tidak 3cm dari tepi luka dan interval stik
jahitan 3 cm atau kurang.
3) Salah satu dari eksternal (menggabungkan semua lapisan
peritonium melewati kulit) atau (semua lapisan kecuali kulit)
mungkin digunakan.
4) Penumpukan jahitan luka internal dapat menghindari
pembentukan bekas luka yang tidak sedap dipandang akan
tetapi luka itu tidak dapat dipindahkan pada waktu
berikutnya(meningkatkan resiko infeksi)
5) Jangan mengikat terlalu kuat
6) Penumpukan jahitan luka eksternal biasanya dibiarkan selama
paling tidak tiga minggu.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Data Subjektif
Masuk tanggal/Jam : Rabu, 21 Februari 2018 /13.00 WITA
Pengkajian tanggal/jam : Kamis, 22 Februari 2018 /10.00 WITA
Nomor Register Pasien : 22.48.17
Tempat :Ruang Nifas RSUD Kota Mataram
1. Identitas
No Identitas Klien Istri Suami
1 Nama Ny “M” Tn “I”
2 Umur 20 tahun 25 tahun
3 Agama Islam Islam
4 Suku bangsa Sasak Sasak
5 Pendidikan SMA SMA
6 Pekerjaan IRT Swasta
7 Alamat Rembiga Rembiga
2. Keluhan Utama : Ibu mengeluh nyeri pada bekas luka operasi dan
bernanah
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
a. Ibu datang pada tanggal 21 Februari 2018 pukul 10.00 WITA rujukan
dari Puskesmas Selaparang dengan diagnosa ILO. Tindakan yang
telah dilakukan di Puskesmas adalah dilakukan perawatan luka
dengan cara mengeluarkan pus pada luka ibu. Kemudian ibu
diarahkan ke ruang poli kandungan kemudian diarkan ke ruang nifas
dengan diagnosa wound dehiscence post SCTP hari ke 7 mengeluh
demam dari kemarin, nyeri pada bekas luka jahitan operasi dan
bernanah.
19
Minum
Jenis Air putih,pocari sweat
Banyaknya 4-6 gelas
Masalah Tidak ada
b. Pemberian ASI :
Pemberian ASI
Frekuensi Setiap 2 jam
Lamanya 30 menit
Kesulitan Tidak ada
c. Pola Eleminasi
BAB
Konsistensi Padat –Lunak
Warna Kuning
BAK
\Konsistensi Cair
Warna Kuning jernih
Frekuensi Tidak dilakukan pengkajian
Masalah Takut, karena jahitan.
d. Istirahat
Istirahat
Siang
Lama ±2 jam
Masalah Tidak ada
Malam
Lama Tidak dilakukan pengkajian
Masalah Tidak dilakukan pengkajian
22
e. Ketidaknyamanan Nyeri
Ketidaknyamanan Nyeri
Lokasi Bagian yang dijahit
Intensitas -
Cara Mengatasi nyeri -
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Emosi : Stabil
2. Tanda-tanda Vital
Nadi :89 x/menit
Suhu :37 0C
Tekanan Darah :110/80 mmHg
Respirasi :20 x/menit
3. Pemeriksaan fisik
a. Wajah
1) Inspeksi : Simetris, tidak tampak pucat, ada cloasma
gravidarum
2) Palpasi : Tidak ada oedema
b. Mata
1) Inspeksi : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus.
23
c. Leher
1) Palpasi :Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
pembesaran kelenjar getah bening / limfe , tidak
ada bendungan vena jugularis.
d. Payudara
1) Inspeksi : Simetris, putting susu menonjol, tidak ada lesi,
tidak ada retraksi / dimpling.
2) Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, ada
pengeluaran air susu pada payudara kanan dan
kiri.
e. Abdomen
1) Inspeksi : Ada luka bekas operasi dan tampak ada nanah.
2) Palpasi : Ada pengeluaran pus ± 10 cc, Kontraksi uterus
baik, TFU pertengahan pusat simpisis, kandung
kemih kosong.
f. Genetalia
1) Inspeksi : Tidak ada luka pada labia mayora dan minora,
tidak ada tanda-tanda infeksi, ada pengeluran
lokhia ± 5 cc
g. Ekstremitas atas
1) Inspeksi : Simetris, tidak ada kemerahan, ada terpasang
infus pada tangan kiri
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ada oedema,
h. Ekstremitas bawah
1) Inspeksi : Simetris, tidak ada kemerahan, tidak ada varices.
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, ada oedema.
C. Analisa
1. Diagnosa
Ny.M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence.
2. Masalah
Kekhawatiran oleh karena rasa nyeri pada bekas luka operasi dan
bernanah.
3. Kebutuhan
Penatalaksanaan rasa nyeri pada bekas luka operasi dan bernanah.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran umum : Baik
Kesadaran :Compos mentis
Emosi : Stabil
2. Tanda-tanda Vital
Nadi :89 x/menit
Suhu :37 0C
Tekanan Darah :110/80 mmHg
Respirasi :20 x/menit
3. Pemeriksaan fisik
a. Abdomen
1) Inspeksi : Ada luka bekas operasi.
2) Palpasi : Ada pengeluaran pus ± 5 cc,
Kontraksi uterus baik, TFU
pertengahan pusat simpisis, kandung
kemih kosong.
C. Analisa
1. Diagnosa
Ny.M P1A0H1 Post SC hari ke-9 dengan
Wound Dehiscence.
2. Masalah
Kekhawatiran oleh karena rasa nyeri pada
bekas luka operasi dan bernanah.
3. Kebutuhan
Penatalaksanaan rasa nyeri pada bekas
luka operasi dan bernanah.
27
D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa
keadaan ibu belum baik dan masaih perlu
penanganan.
2. Melakukan konseling tentang nutrisi ibu,
yaitu menganjurkan ibu untuk rutin
mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein seperti telur.
3. Melakukan konseling tentang pentingnya
mobilisasi, yaitu dengan menganjurkan ibu
untuk rajin melakukan mobilisasi untuk
mempercepat penyembuhan lukanya.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan Asuhan kebidanan dalam nifas patologi , penyusun
telah mampu menerapkan manajemen SOAP, meliputi:
1. Mahasiswa sudah mampu melakukan pengkajian data subjektif pada Ny.
M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence;
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada Ny. M
P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence;
3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa kebidanan pada Ny. M P1A0H1
Post SC hari ke-8 dengan Wound Dehiscence;
4. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan serta pelaksanaan asuhan
kebidanan pada Ny. M P1A0H1 Post SC hari ke-8 dengan Wound
Dehiscence;
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapatlah penyusun mengajukan
beberapa saran, antara lain
1. Untuk Institusi Pendidikan
Agar tetap membimbing dan membantu mahasiswa untuk memahami
dan menerapkan teori yang telah diberikan dari institusi sehingga mampu
memberikan asuhan yang sesuai dan mampu menganalisa kesenjangan
antara teori dengan praktik serta mengetahui sejauh mana mahasiswa
mampu menerapkan ilmu pendidikan yang diperoleh mahasiswa di
bangku kuliah sehingga dapat menjadi bahan analisa untuk pendidikan
kasus patologi dalam asuhan kebidanan kehamilan.
2. Untuk Institusi Pelayanan
Agar tetap mempertahankan pelayanan asuhan kebidanan yang telah
diberikan terkait masalah-masalah kesehatan yang terjadi pada
masyarakat, khususnya masalah yang terkait dengan kebidanan,
sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik.
3. Untuk Mahasiswa
Agar meningkatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan
kebidanan kehamilan patologi dengan terus memperbaharui
35