You are on page 1of 9

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Pengertian
Apendisitis adalah radang yang timbul pada apendiks dan merupakan salah satu
kasus akut abdomen yang paling sering ditemui (Mansjoer et al, 2000). Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Apendisitis perforasi
terjadi ketika sekresi mukus terus berlanjut, dan tekanan dalam ruang appendiks terus
meningkat dan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, bakteri menembus
dinding apendiks, lalu arteri terganggu dan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene dan pecahnya dinding apendiks yang telah rapuh. (Yucel et al, 2012)
1.2 Etiologi
Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:
1.2.1 Faktor Obstruksi
Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan lymphoid sub
mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1%
diantaranya sumbatan oleh fekalit, parasit dan cacing.
1.2.2 Faktor Bakteri
Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut.
Bakteri yang ditemukan biasanya E.coli, Bacteriodes fragililis, Splanchicus,
Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus.
1.2.3 Kecenderungan Familiar
Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ
apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang
memudahkan terjadi apendisitis.
1.2.4 Faktor Ras dan Diet
Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari.

Adapun Penyebab terjadinya perforasi menurut Baretto et al (2010) adalah:


1. Lambatnya diagnosis dan penentuan kebutuhan pembedahan (penundaan pembedahan
karena dianggap tidak memiliki komplikasi)
2. Pada pria, tingginya resiko terjadi appendicular faecoliths and calculi meningkatkan
resiko apendisitis perforasi
3. Perubahan kekuatan dinding kolon termasuk dinding appendix seiring bertambahnya
usia menjadi penyebab tingginya kejadian apendisitis perforasi pada lansia.
4. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Penfold et al (2008) pada anak usia 2 – 20
tahun, penundaan terapi selama 12-20 jam atau bahkan 48 jam menjadi faktor
penyebab terjadinya apendisitis perforasi pada penderita apendisitis akut.
5. Pada sebuah laporan kasus oleh Chen et al (2011) didapatkan bahwa salah satu
penyebab apendisitis akut yang kemudian menjadi apendisitis perforasi adalah tumor
jinak pada apendiks dan menyebabkan obstruksi lumen dan merangsang produksi
mucus pada apendiks hingga terjadi rupture dinding apendiks. Meski demikian, tumor
jinak pada apendiks sangat jarang ditemukan.
1.3 Patofisiologi
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks yang disebabkan oleh bakteria
yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus, kemungkinan oleh fekalit (massa keras
dari feses), tumor atau benda asing Obstruksi pada lumen menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan intralumen. Tekanan di dalam sekum akan meningkat. Kombinasi tekanan
tinggi di seikum dan peningkatan flora kuman di kolon mengakibatkan sembelit, Hal ini
menjadi pencetus radang di mukosa apendiks. Perkembangan dari apendisitis mukosa
menjadi apendisitis komplit, yang meliputi semua lapisan dinding apendiks tentu
dipengaruhi oleh berbagai faktor pencetus setempat yang menghambat pengosongan
lumen apendiks atau mengganggu motilitas normal apendiks.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi
menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena
terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi
apendisitis fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat
terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena
ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila
kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi (Corwin,2000 ; Guyton & Hall, 2006).
Pada anak-anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang menjadi kurang
memudahkan terjadinya perforasi. Pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada
gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
1.4 Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari appendisitis yaitu :
1.4.1 Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam, mual, dan sering kali
muntah.
1.4.2 Pada titik McBurney (terletak dipertengahan antara umbilicus dan spina
anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari
bagian bawah otot rectum kanan.
1.4.3 Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
1.4.4 Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kiri bawah, yang
menyebabkan nyeri pada kuadran kanan bawah)
1.4.5 Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar, terjadi
distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
1.5 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,70C atau lebih tinggi, penampilan toksik,
dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
1.6 Pemeriksaan Penunjang
1.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan
perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
1.6.2 Pemeriksaan Radiologi
Foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnose appendicitis akut, kecuali
bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut :
1. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
2. Kadang ada fekolit (sumbatan)
3. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma
1.7 Penatalaksanaan
1.7.1 Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri:
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri tekan lepas),
peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri tekan rectal pada sisi
kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak diberikan apapun juga per
orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat – obatan seperti laksatif dan
antibiotik harus dihindari jika mungkin.
1.7.2 Terapi bedah:
Appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan setelah
keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting. Bisa dengan open
appendectomy, laparaskopi, atau midline laparatomy.
1.7.3 Terapi antibiotik:
Terapi antibiotik ini diberikan tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7
hari jika appendicitis telah mengalami perforasi.
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
2.1.1 Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
2.1.2 Sirkulasi
Tanda : Takikardi
2.1.3 Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awal awitan, Diare, penurunan bising usus atau
bahkan peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan.
2.1.4 Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia , mual, muntah
2.1.5 Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik McBurney (setengah jarak antara
umbilicus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan,
bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga
perforasi atau infark pada apendiks
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring kesamping atau telentang dengan
lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi ekstensi kaki kanan / posisi duduk tegak.
2.1.6 Keamanan : Demam > 38,00C
2.1.7 Pernapasan : Takipnea, pernapasan dangkal.
2.2 Diagnosa Keperawatan
2.2.1 Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf, pelepasan mediator
kimia (histamine, bradikinin, prostaglandin), distensi jaringan usus oleh
inflamasi.
2.2.2 Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2.2.3 Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah, mual, pembatasan
makanan dan cairan, kadang-kadang diare.
2.2.4 Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan perforasi atau ruptur appendiks,
peritonitis, pembentukan abses.
2.2.5 Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan, nyeri.
2.2.6 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya mual,muntah
dan pembatasan makanan.
2.2.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan Fisiologis : Demam, mual, posisi,
nyeri.
2.3 Perencanaan
2.3.1 Nyeri berhubungan dengan penekanan ujung-ujung saraf, pelepasan mediator
kimia (histamine, bradikinin, prostaglandin), distensi jaringan usus oleh
inflamasi.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :


dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
 comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
DS: Setelah dilakukan tinfakan kualitas dan faktor presipitasi
- Laporan secara verbal keperawatan selama ….  Observasi reaksi nonverbal dari
DO: Pasien tidak mengalami ketidaknyamanan
- Posisi untuk menahan nyeri nyeri, dengan kriteria hasil:  Bantu pasien dan keluarga untuk
- Tingkah laku berhati-hati  Mampu mengontrol nyeri mencari dan menemukan
- Gangguan tidur (mata sayu, (tahu penyebab nyeri, dukungan
tampak capek, sulit atau mampu menggunakan  Kontrol lingkungan yang dapat
gerakan kacau, menyeringai) tehnik nonfarmakologi mempengaruhi nyeri seperti
- Terfokus pada diri sendiri untuk mengurangi nyeri, suhu ruangan, pencahayaan dan
- Fokus menyempit mencari bantuan) kebisingan
(penurunan persepsi waktu,  Melaporkan bahwa nyeri  Kurangi faktor presipitasi nyeri
kerusakan proses berpikir, berkurang dengan  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
penurunan interaksi dengan menggunakan manajemen menentukan intervensi
orang dan lingkungan) nyeri  Ajarkan tentang teknik non
- Tingkah laku distraksi,  Mampu mengenali nyeri farmakologi: napas dala,
contoh : jalan-jalan, (skala, intensitas, frekuensi relaksasi, distraksi, kompres
menemui orang lain dan tanda nyeri) hangat/ dingin
dan/atau aktivitas, aktivitas  Menyatakan rasa nyaman  Kolaborasi pemberian analgetik
berulang-ulang) setelah nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
- Respon autonom (seperti  Tanda vital dalam rentang  Berikan informasi tentang nyeri
diaphoresis, perubahan normal seperti penyebab nyeri, berapa
tekanan darah, perubahan  Tidak mengalami lama nyeri akan berkurang dan
nafas, nadi dan dilatasi gangguan tidur antisipasi ketidaknyamanan dari
pupil) prosedur
- Perubahan autonomic dalam  Monitor vital sign sebelum dan
tonus otot (mungkin dalam sesudah pemberian analgesik
rentang dari lemah ke kaku) pertama kali
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

2.3.2 Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Hipertermia NOC: NIC :


Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
- penyakit/ trauma mungkin
- dehidrasi Setelah dilakukan tindakan  Monitor warna dan suhu kulit
keperawatan  Monitor tekanan darah, nadi
DO/DS: selama………..pasien dan RR
 kenaikan suhu tubuh menunjukkan :  Monitor penurunan tingkat
diatas rentang normal Suhu tubuh dalam batas kesadaran
 serangan atau konvulsi normal dengan kreiteria  Monitor WBC, Hb, dan Hct
(kejang) hasil:  Monitor intake dan output
 kulit kemerahan  Suhu 36 – 37C  Berikan anti piretik:
 pertambahan RR  Nadi dan RR dalam  Kolaborasi pemberian
 takikardi rentang normal antibiotik.
 Kulit teraba panas/ hangat  Tidak ada perubahan  Selimuti pasien
warna kulit dan tidak  Berikan cairan intravena
ada pusing, merasa  Kompres pasien pada lipat
nyaman paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Monitor TD, nadi, suhu, dan
RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor hidrasi seperti turgor
kulit, kelembaban membran
mukosa)
2.3.3 Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan muntah, mual, pembatasan
makanan dan cairan, kadang-kadang diare.

Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Resiko Defisit Volume NOC: NIC :


 Fluid balance
Cairan  Pertahankan catatan intake
 Hydration
dan output yang akurat
Berhubungan dengan:  Nutritional Status: Food
- Kehilangan volume cairan and Fluid Intake  Monitor status hidrasi
secara aktif Setelah dilakukan tindakan (kelembaban membran
keperawatan selama….. mukosa, nadi adekuat,
DS : defisit volume cairan tekanan darah ortostatik),
- Haus teratasi dengan kriteria jika diperlukan
DO: hasil:  Monitor hasil lab yang sesuai
- Penurunan turgor kulit/lidah  Mempertahankan urine dengan retensi cairan (BUN ,
- Membran mukosa/kulit output sesuai dengan Hmt, osmolalitas urin,
kering usia dan BB, BJ urine albumin, total protein)
- Peningkatan denyut nadi, normal,  Monitor vital sign setiap
penurunan tekanan darah,  Tekanan darah, nadi, 15menit–1 jam
penurunan volume/tekanan suhu tubuh dalam batas  Kolaborasi pemberian cairan
nadi normal IV
- Pengisian vena menurun  Tidak ada tanda tanda  Monitor status nutrisi
- Perubahan status mental dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan oral
- Konsentrasi urine turgor kulit baik,  Berikan penggantian
meningkat membran mukosa nasogatrik sesuai output (50–
- Temperatur tubuh lembab, tidak ada rasa 100cc/jam)
meningkat haus yang berlebihan  Dorong keluarga untuk
- Kehilangan berat badan  Orientasi terhadap waktu membantu pasien makan
secara tiba-tiba dan tempat baik  Kolaborasi dokter jika tanda
- Penurunan urine output  Jumlah dan irama cairan berlebih muncul
- HMT meningkat pernapasan dalam batas meburuk
- Kelemahan normal  Atur kemungkinan tranfusi
 Elektrolit, Hb, Hmt  Persiapan untuk tranfusi
dalam batas normal  Pasang kateter jika perlu
 pH urin dalam batas  Monitor intake dan urin
normal output setiap 8 jam
 Intake oral dan intravena
adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Chen,YG et al. 2011. BMC Gastroenterology vol 11 (35). ‘Perforated acute appendicitis
resulting from appendiceal villous adenoma presenting with small bowel obstruction: a
case report.

Mansjoer, A., dkk. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.

Penfold et al. 2008. International Journal of Health Geographics vol 7:56. ‘Geographic
disparities in the risk of perforated appendicitis among children in Ohio: 2001–2003.
Potter, P. A. & Perry, A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik. Edisi 4. Vol 2. Jakarta: EGC.

Wilkinson,J & Ahern, N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Nanda, Intervensi Nic,
Kriteria Hasil Noc. Jakarta : Prima Medika.
Yucel,et al. 2012. Indian Journal of Medical Sciences, Vol. 64. ‘Acute Perforated
Appendicitis: An Analysis Of Risk Factors To Guide Surgical Decision Making.
/

You might also like