You are on page 1of 21

DK2P1 MODUL HEMATO DAN ONKOLOGI

NAMA : NOVIA KAISARIANTI

NIM : FAA 113 002

1. Interpretasi data

Hematologi

Data Normal Pemicu Keterangan

Hemoglobin (Hb) 13-16 g/dL 9,8 g/dL Menurun

Hematokrit (Ht) 40-48% 30% Menurun

Eritrosit 4,5-5,5 juta/uL 3,6 juta/uL Menurun

MCV 82-92 fl 79 fl Normal

MCHC 32-36 g/dL 33 g/dL Normal

Leukosit 5000-10000/uL 9200/uL Normal

Trombosit 150000-400000/uL 145000/uL Menurun

Hapusan darah Tidak ditemukan kelainan Plasmodium bentuk Infeksi


tipis cincin dengan inti ganda plasmodium
per eritrosit dan gametosit
bentuk pisang
Tes faal Hati dan Ginjal

Data Normal Pemicu Keterangan

SGPT < 46 U/L 86 U/L Meningkat

SGOT < 33 U/L 60 U/L Meningkat

Bilirubin total < 1 mg/dL 6 mg/dL Meningkat

Bilirubin direk < 0,3 mg/dL 2 mg/dL Meningkat

Bilirubin indirek 0,1-0,7 mg/dL 4 mg/dL Meningkat

Kreatinin 0,6-1,2 mg/dL 6,4 mg/dL Meningkat

Urinalisis dan sedimen

Data Normal Pemicu Keterangan

Warna urin Bening Coklat kehitaman Kemunkinan


memiliki
penyakit hati
/dehidrasi

Berat jenis 1,005-1,030 1,020 Normal

pH 4,5-8 6,5 Normal

Protein - 1+ Proteinuria

Keton - 1+ Ketonuria
Darah - +++ Perdarahan

Bilirubin - - Normal

Eritrosit 0-2/LPB 0-2/LPB Normal

Leukosit 1-5/LPB 3-5/LPB Normal

Silinder - - Normal

Kristal Ca Oxalate - + Ca oxalate

Sel epitel - + Infeksi,


radang dan
batu saluran
kemih

2. Perbedaan karakteristik plasmodium

P. vivax p. malariae p. palcifarum p. ovale


(malaria (malaria (malaria tersiana (malaria ovale)
tersiana kuartana) maligna)
benigna)
Sel darah Membesar, Tidak Tidak membesar. Membesar,
merah yang pucat. Bintik membesar.tidak Bintik pucat. Bintik
mengandung halus (bintik adabintik kasar(celah schuffnerjalas
parasit schuffner). (kecuali dengan murer). terlihat. Sel
Terutama pewarnaan Menginvasi sering
menyarang khusus). semua sel darah berbentuk oval,
retikulosit, sel Terutama merah berfimbria,
darah merah menginvasi sel tanpamemandang atau berbentuk
muda darah tua usia remis
Derajat Sampai Kurang dari Dapat melebihi Kurang dari
parasitemia 30.000/µl 10.000/µl darah 200.000/µl 10.000/µl
maksimum darah
umumnya
Trofozoit Cincin besar Cincin besar Cincin kecil (1/5 Cincin besar
stadium cincin (1/3. ½ (1/3 diameter diameter sel (1/3 diameter
diameter sel sel darah darah merah). sel darah
darah merah). merah). Sering dua merah).
Biasanya satu Biasanya satu granula; infeksi Biasanya satu
granula granula multipel sering; granula
kromatin; kromatin; cincin halus, kromatin;
cincin halus cincin tebal dapatmenempel cincin tebal
pada sel darah
merah

Pigmen pada Halus; coklat Kasar; coklat Kasar; hitam; Kasar; kuning
tropozoit yang muda; tersebar gelap; sedikit kelompok coklat gelap;
sedang berkelompok tersebar
berkembang tersebar;
banyak
Tropozoit yang Sangat Kadang kadang Padat dan bulat Padat dan bulat
lebih tua pleomorfik berbentuk pita
Skizon matang Lebih dari 12 Kurang dari 12 Biasanya lebih Kurang dari 12
(segmenter) merozoit (14- merozoit besar dari 12 merozoit merozoit besar
24) (6-12). Sering (8-32). Sangat (6-12). Sering
dalam bentuk jarang di darah dalam bentuk
roset perifer roset
Gametosit Bundar atau Bundar atau Bualn sabit Bundar atau
oval oval oval
Distribusi di Semua bentuk Semua bentuk Hanya cincin dan semuabentuk
darah perifer bentuk bulan
sabit (gametosit)

3. Mekanisme urin berwarna coklat kehitaman


 Makanan. Memakan sejumlah besar makanan seperti kacang fava, rubarb
(kelembak) atau aloe vera dapat menyebabkan urin berwarna coklat gelap.
 Obat-obatan. Sejumlah obat dapat menyebabkan urin berwarna gelap, termasuk
obat antimalaria klorokuin dan primakuin, antibiotik metronidazole dan
nitrofurantoin, obat pencahar yang mengandung cascara atau senna, dan
methocarbamol (obat untuk merelaksasi otot).
 Kondisi medis. Beberapa gangguan hati dan ginjal serta beberapa jenis infeksi
saluran kemih dapat mengubah warna urin menjadi coklat gelap.

4. Hubungan lingkungan dengan penyakit malaria


1). Lingkungan fisik

a. Suhu udara

Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi
intrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda pula bagi tiap spesies malaria. Pada suhu 26,7° C
masa inkubasi ekstrinsik untuk tiap spesies adalah (1) Plasmodium Falsifarum 10-12 hari
(2) Plasmodium Vivax 8-11 hari (3) Plasmodium Malaria 14 hari dan Plasmodium Ovale
15 hari (Depkes RI, 1995).

b. Kelembaban udara

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, kelembaban mempengaruhi


kecepatan berkembang biak, kebiasaan menggigit dari nyamuk.

c. Hujan

Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
bentuk dewasa. Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya anopheles.

d. Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbanyak
nyamuk ke dalam dan ke luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.

e. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Anopheles


Sundaicus lebih suka tempat yang teduh sebaliknya Anopheles Hyrcanus lebih menyukai
tempat yang terbuka. Anopheles Barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh
maupun di tempat yang terang.

f. Arus air

Anopheles Barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir
sedikit. Anopheles Minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras
dan Anopheles Letifer di tempat yang airnya tergenang.

2). Lingkungan kimiawi

Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat
perindukan. Sebagai contoh Anopheles Sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang
kadar garamnya berkisar antara 12-18% dan tidak padat berkembangbiak pada kadar
garam 40% ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara Anopheles
Sundaicus ditemukan pada dalam air tawar. Anopheles Letifer dapat hidup di tempat
yang asam/pH rendah.

3). Lingkungan biologik (flora dan fauna)

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang
masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair akan mempengaruhi
populasi nyamuk di suatu daerah.

4). Lingkungan Sosial Budaya

Faktor ini kadang-kadang besar sekali pengaruhnya dibandingkan dengan faktor


lingkungan yang lain, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam, dimana
vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan pengguna zat penolak
nyamuk (reppellent) yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan sosial. Pada
penelitian Ompu Sunggu, et al., (2002) menyatakan telah dilakukan survei penularan
malaria di kawasan perbukitan Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur pada
bulan Juli-Agustus 2002. Survei meliputi pemeriksaan darah tepi, wawancara mendalam
dengan penderita malaria falciparum, observasi perilaku masyarakat pada malam hari,
observasi pemukiman dan lingkungan fisik, penangkapan nyamuk dewasa dan larva, serta
observasi pelayanan pengobatan dan wawancara mendalam dengan petugas malaria.
Hasil menunjukkan bahwa resiko penularan tertinggi menurut umur adalah pada
kelompok umur 12-23 bulan dan terendah pada umur ≥15 tahun. Sedangkan menurut
jenis kelamin, resikonya adalah sama antara laki-laki dan perempuan. Spesies parasit
malaria yang dominan adalah Plasmodium falciparum dan spesies lainnya adalah
plasmodium vivax.

Penularan malaria terjadi secara lokal di sekitar pemukiman, dan resiko penularan
diperbesar oleh ketiadaan tindakan proteksi terhadap gigitan nyamuk, baik karena tidak
memakai kelambu sewaktu tidur, maupun karena konstruksi rumah yang mudah dimasuki
vektor. Vektor malaria yang ditemukan adalah Anopheles Barbirostris, dimana kepadatan
gigitan pada manusia lebih tinggi di dalam rumah daripada di tempat perindukan/mata air
atau di luar rumah dan istirahat sementara di dinding rumah dan sekitar ternak. Tempat
perindukan Anopheles adalah genangan, mata air, kobakan di hilir mata air, bekas sawah
dan sungai dangkal berarus lambat. Pelayanan pengobatan terhadap penderita malaria
belum memadai, sebab kuantitas maupun kualitas alat dan bahan pemeriksaan masih
kurang dan persediaan obat anti malaria tertentu masih terbatas.

5. Klasifikasi malaria

Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari empat
jenis species yaitu plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, plasmodium
malariae menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Menurut Achmadi (2010) di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah beriklim
dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari
ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari
dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.

2. Plasmodium falciparum, plasmodium ini merupakan penyebab malaria tropika, secara


klinik berat dan dapat menimbulkan komplikasi berupa malaria celebral dan fatal. Masa
inkubasi malaria tropika ini sekitar 12 hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu,
demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.
3. Plasmodim ovale, masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale adalah
12 sampai 17 hari, dengan gejala demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.
4. Plasmodium malariae, merupakan penyebab malaria quartana yang memberikan gejala
demam setiap 72 jam. Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung, dataran
rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa gejala, dan ditemukan secara
tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan (Achmadi, 2010).

6. Mekanisme anemia pada malaria


Penyebab yang mendasarianemia malaria beratpada manusiadapat mencakup satu ataul
ebihdari beberapamekanisme berikut:
(1) penghilangan dan / ataupenghancuransel darah merahyang terinfeksi,
(2) penghilangan Sel darah merah yang tidak terinfeksi,
(3) penekanan erythropoietic dan dyserythropoiesis. Setiapdari mekanisme ini telah
terlibat dalam anemia malaria pada manusia.

7. Hepatomegaly dan splenomegaly

Splenomegaly

Splenomegali adalah pembesaran pada limpa. Limpa biasanya berada pada Left
Upper Quadrant (LUQ) dari abdomen.1 Organ ini berbatasan dengan rusuk 9-12,
abdomen, ginjal kiri, splenic flexure dari kolon, dan pankreas pars caudal. Limpa normal
memiliki berat 150 g dan kira-kira berukuran 11 cm dalam panjang craniocaudal. Limpa
yang normal biasanya tidak teraba saat palpasi, walau begitu terkadang teraba pada
remaja dan individu dengan tubuh yang terlalu ramping. Limpa adalah organ yang
memiliki fungsional beragam dengan peran aktif dalam immunosurveillance dan
hematopoiesis.

Splenomegali biasanya berhubungan dengan peningkatan beban kerja (seperti


pada anemia hemolitik), yang menunjukkan bahwa ini adalah respon terhadap
hiperfungsi.

Empat fungsi normal yang paling penting dari limpa adalah sebagai berikut:

 Klirens mikroorganisme dan antigen partikulat dari aliran darah;


 Sintesis imunoglobulin G (IgG), properdin (komponen penting dari jalur pengganti
aktivitas komplemen), dan tuftsin (immunostimulatory tetrapeptide);
 Menghancurkan/mengeliminasi sel darah merah (eritrosit) yang abnormal;
 Hematopoiesis extramedullary pada penyakit tertentu.
Ada begitu banyak mekanisme yang dapat menyebabkan splenomegaly.
Meskipun berbagai macam penyakit dikaitkan dengan pembesaran limpa, enam etiologi
splenomegali berikut dianggap primer:
 Immune response work hypertrophy - Seperti pada endokarditis bakteri subakut atau
mononukleosis infeksius.
 RBC destruction work hypertrophy – seperti pada talasemia
 Congestive – Seperti pada trombosis vena limpa, hipertensi porta, atau penyakit banti
 Myeloproliferative – seperti pada metaplasia myeloid kronis
 Infiltrasi – seperti pada sarkoidosis dan beberapa neoplasma
 Neoplastik – seperti pada leukemia limfositik kronis dan limfoma
Penyebab lain dari splenomegali meliputi:
 Trauma
 Cysts
 Hemangiomas
 Metastasis
 Giant abscess
 Beberapa obat-obatan (contoh: Rho(D) immune globulin [RhoGAM])

Hepatomegali

 Hepatomegali Pembesaran Hati adalah pembesaran organ hati yang disebabkan


oleh berbagai jenis penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid,
amoeba, penimbunan lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia,
kanker hati (hepatoma) dan penyebaran dari keganasan (metastasis).
 Malaria juga dapat menyebabkan hepatomegali:

Siklus Hidup Plasmodium Penyebab Malaria

1. Siklus Hidup Plasmodium, Siklus aseksual

Sporozoit infeksius dari kelenjar ludah nyamuk anopheles betina dimasukkan


kedalam darah manusia melalui tusukan nyamuk tersebut. Dalam waktu tiga puluh
menit jasad tersebut memasuki sel-sel parenkim hati dan dimulai
stadium eksoeritrositik dari pada daur hidupnya. Didalam sel hati parasit tumbuh
menjadiskizon dan berkembang menjadi merozoit (10.000-30.000 merozoit,
tergantung spesiesnya) . Sel hati yang mengandung parasit pecah dan merozoit keluar
dengan bebas, sebagian di fagosit. Oleh karena prosesnya terjadi sebelum memasuki
eritrosit maka disebut stadium preeritrositik atau eksoeritrositik yang berlangsung
selama 2 minggu. Pada P. Vivax dan Ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung
berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoitdapat tinggal didalam hati sampai bertahun-tahun. Pada
suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat
menimbulkan relaps (kekambuhan).

8. Hemopoesis normal

Hematopoiesis pada manusia terdiri atas beberapa periode :

1. Mesoblastik
Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah
HbG1, HbG2, dan Hb Portland.
2. Hepatik
Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi pada
umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.
3. Mieloid
Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar
limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup
terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama
sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya adalah
asam amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan
faktor- faktor perangsang hematopoietik

9. Demam naik turun pada pemicu


Demam terjadi sehubungan dengan pecahnya skizon matang secara periodic dan merozoit
masuk dalam aliran darah (sporulasi). Timbulnya demam tergantung jumlah parasit.
Demam biasanya bersifat intermiten dan juga remiten. Serangan malaria biasanya
dimulai dengan gejala prodormal, yaitu lesu, sakit kepala, hilangnya nadsu makan, mual
dan muntah.
10. Definisi malaria
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit (protozoa) dari genus
plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Istilah malaria
diambil dari dua kata bahasa Italia yaitu mal (buruk) dan area (udara) atau udara buruk
karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk.
Penyakit ini juga mempunyai nama lain, seperti demam roma, demam rawa, demam
tropik, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme

11. Etiologi malaria


Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium
malariae, dan plasmodium ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum
merupakan penyebab infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian

a. Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria (plasmodium) mempunyai dua siklus daur hidup, yaitu pada tubuh
manusia dan didalam tubuh nyamuk Anopheles betina

Gambar 1. Siklus hidup plasmodium penyebab malaria.


1. Siklus didalam tubuh manusia
Pada waktu nyamuk Anopheles spp infeksi menghisap darah manusia, sporozoit yang
berada dalam kelenjar ludah nyamuk Anopheles masuk kedalam aliran darah selama lebih
kurang 30 menit. Setelah itu sporozoit menuju ke hati dan menembus hepatosit, dan
menjadi tropozoit. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000
sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus
eksoeritrositik yang berlangsung selama 9-16 hari. Pada plasmodium falciparum dan
plasmodium malariae siklus skizogoni berlangsung lebih cepat sedangkan plasmodium
vivax dan plasmodium ovale siklus ada yang cepat dan ada yang lambat. Sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, akan tetapi ada yang menjadi
bentuk dorman yang disebut bentuk hipnozoit. Bentuk hipnozoit dapat tinggal didalam
sel hati selama berbulan-bulan bahkan sampai bertahun-tahun yang pada suatu saat bila
penderita mengalami penurunan imunitas tubuh, maka parasit menjadi aktif sehingga
menimbulkan kekambuhan.

2. Siklus didalam tubuh nyamuk Anopheles betina


Apabila nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung gematosit, didalam
tubuh nyamuk gematosit akan membesar ukurannya dan meninggalkan eritrosit. Pada
tahap gematogenesis ini, mikrogamet akan mengalami eksflagelasi dan diikuti fertilasi
makrogametosit. Sesudah terbentuknya ookinet, parasit menembus dinding sel midgut,
dimana parasit berkembang menjadi ookista. Setelah ookista pecah, sporozoit akan
memasuki homokel dan pindah menuju kelenjar ludah. Dengan kemampuan bergeraknya,
sporozoit infektif segera menginvasi sel-sel dan keluar dari kelenjar ludah.
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk kedalam tubuh sampai
timbulnya gejala klinis berupa demam. Lama masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
plasmodium.
Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat
dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.

b. Tahapan Siklus Plasmodium


Dalam tahapan siklus plasmodium dapat berlangsung keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Siklus preeritrositik: periode mulai dari masuknya parasit ke dalam darah sampai
merozoit dilepaskan oleh skizon hati dan menginfeksi eritrosit.
2. Periode prepaten: waktu antara terjadinya infeksi dan ditemukannya parasit didalam
darah perifer.
3. Masa inkubasi: waktu antara terjadinya infeksi dengan mulai terlihatnya gejala
penyakit.
4. Siklus eksoeritrositik: siklus yang terjadi sesudah merozoit terbetuk di skizoit
hepatik, merozoit menginfeksi ulang sel hati dan terulangnya kembali skizogoni.
5. Siklus eritrositik: waktu yang berlangsung mulai masuknya merozoit kedalam
eritrosit, terjadinya reproduksi aseksual didalam eritrosit dan pecahnya eritrosit yang
melepaskan lebih banyak merozoit.
6. Demam paroksismal: Serangan demam yang berulang pada malaria akibat pecahnya
skizoit matang dan masuknya merozoit kedalam aliran darah.
7. Rekuren: Kambuhnya malaria sesudah beberapa bulan tanpa gejala.

12. Epidemiologi malaria

Malaria masih merupakan salah satu penyakit infeksi parasitik yang menjadi
masalah serius di dunia. Terdapat sekitar 198 juta kasus malaria di tahun 2013 dengan
perkiraan 584.000 kasus kematian dan 78% meninggal akibat malaria terjadi pada anak di
bawah usia 5 tahun (World Health Organization, 2015). Malaria termasuk penyakit
kosmopolit yang tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropics
maupun daerah beriklim dingin. Malaria ditemukan pada 64o LU (Archangel di Rusia)
sampai 32o LS (Cordoba di Argentina), dari daerah ketinggian 2666 m sampai daerah
433 m dibawah permukaan air laut (Laut Mati). Diantara garis lintang dan bujur, terdapat
daerah yang bebas malaria, yaitu Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia
Baru).Keadaan ini dikarenakan tidak ada vektor di tempat bebas malaria tersebut,
sehingga siklus hidup parasit tidak dapat berlangsung.
Suatu daerah dikatakan endemis malaria jika secara konstan angka kejadian malaria dapat
diketahui serta penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun.Peningkatan
perjalanan udara internasional dan resistensi terhadap obat antimalaria dapat
meningkatkan kasus malaria impor pada turis, pelancong dan imigran.
Menurut WHO (1963), malaria di suatu daerah ditemukan dari beberapa kasus, kasus
autokhton yaitu kasus malaria pada suatu daerah yang terbatas. Kasus indigen, yaitu
kasus malaria yang secara alami terdapat pada suatu daerah.Kasus impor, yaitu
didapatnya kasus malaria di luar daerah yang biasa dan masuk dari luar daerah.Kasus
introdus, kasus malaria yang terbukti terbatas pada suatu daerah dan diperoleh dari
malaria impor.Kasus sporadik, yaitu merupakan kasus autokhton yang terbatas pada
sedikit daerah tapi tersebar. Kasus Indus, didapatnya infeksi secara parenteral misalnya,
melalui jarum suntik dan transfusi darah. Klasifikasi dari epidemiologi malaria
menggunakan parameter ukur spleen rate (angka limpa) atau parasite rate (angka parasit),
yaitu sebagai berikut :
 Hipoendemik : spleen rate atau parasite rate 0-10%
 Mesoendemik : spleen rate atau parasite rate 10-50%
 Hiperendemik : spleen rate atau parasite rate 50-75%, dewasa biasanya lebih
tinggi

Holoendemik : spleen rate atau parasite rate > 75%, dewasa biasanya rendah

13. Tanda & gejala malaria

Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari sampai dua
minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala awal adalah demam,
sakit kepala, menggigil dan muntah-muntah (Soedarto, 2011).
Menurut Harijanto, dkk (2010) gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium
(trias malaria) yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang

kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan
temperatur.

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.

3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.

Menurut Anies (2006) malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria ringan,
akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:

- Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit).

- Kejang.

- Panas tinggi disertai diikuti gangguan kesadaran.

- Mata kuning dan tubuh kuning.

- Pendarahan dihidung, gusi atau saluran pencernaan.


- Jumlah kencing kurang (oliguri).

- Warna air kencing (urine) seperti air teh.

- Kelemahan umum.

- Nafas pendek.

14. Pathogenesis dan patofisiologi malaria


Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan fagosit eritrosit yang mengandung
parasit dan yang tidak mengandung parasit, sehingga terjadi anemia dan anoksia jaringan.
Dengan hemolisis intravaskuler yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black water
fever) dan dapat mengandung gagal ginjal.
-Mediator endotoksin-makrofag : Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit
memacu makrofag yang sensitif endotoksin untuk melepaskan mediator yang
menyebabkan perubahan patofisiologi malaria.
Endotoksin berasal dari saluran pencernaan, sedangkan parasit menghasilkan TNF yang
merupakan monoksin yang terdapat dalam peredaran darah manusia dan hewan yang
terinfeksi malaria. TNF dapat menghancurkan plasmodim falsifarum invitro dan dapat
meningkatkan perlekatan eritrosit yang dihinggapi parasit dengan endotel kapiler.
Konsentrasi TNF dalam serum pada anak dengan malaria falsifarum akut, berhubungan
langsung dengan motilitas, hipoglikemia, hiperparasitemia dan beratnya penyakit.
- Sekuestrasi eritrosit yang terinfeksi : Eritrosit yang terinfeksi dengan stadium lanjut
plasmodium falsifarum membentuk tonjolan (knobs) pada permukaannya, yang
mengandung antigen malaria dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan
dengan afinitas eritrosit yang mengandung plasmodium falsifarum terhadap endotelium
kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung disirkulasi alat dalam hingga terjadi
gumpalan yang membendung kapiler-kapiler alat-alat dalam. Protein dan cairan
merembes melalui membran kapiler yang bocor (menjadi permeabel) yang menimbulkan
anoksia dan edema jaringan. Anoksia jaringan yang luas dapat menyebabkan kematian
yang punya 4 protein kaya histidin yang berperan dalam sitoadheren sel endotel eritrosit
yang terinfeksi plasmodium falsifarum.
- Patogenesis malaria ada 2 cara : pertama yang alami melalui gigitan nyamuk ke tubuh
manusia dan kedua yaitu induksi jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam
darah manusia melalui transfusi, suntikan atau pada bayi baru lahir melalui plasenta ibu
yang terinfeksi (kongenital).

Patogenesis malaria falsifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host).
Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi
parasit. Yang masuk ke dalam faktor pejamu (host) adalah tingkat endemisitas daerah
tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit
mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama dan satdium matur pada
24 jam kedua. Permukaan EP stadiumm cincin akan menampilkan antigen RESA yang
menghilang setelah parasit masuk stadium matur, Permukaan membran EP Stadium
matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin Rich-protein-I
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan
dilepaskan toksin malaria berupa GPI (GlikosilPosfatidilinasitol) yang merangsang
pelepasan TNF alfa dan interleukin-I (IL-I) dari makrofag

15. Diagnosis malaria

Soerdarto (2011) mengatakan diagnosis malaria ditegakkan setelah dilakukan wawancara


(anamnesis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Akan tetapi diagnosis
pasti malaria dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan sediaan darah menunjukakan hasil
yang positif secara mikroskopis atau Uji Diagnosis Cepat (Rapid Diagnostic Test= RDT).
a. Wawancara (anamnesis)
Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penderita
malaria yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang dapat disertai
sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot, pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di
daerah endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti malaria
satu bulan terakhir, maupun riwayat pernah mendapat tranfusi darah.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami demam dengan suhu
tubuh dari 37,50C sampai 400C, serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva
palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran hati
(hepatomegali).
c. Pemerikasaan laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan darah yang menurut
teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah (SDr, sediaan darah) tebal dan
preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah. Tes
diagnostik cepat Rapid Diagnostic Test (RDT) adalah pemeriksaan yang
16. Penatalaksanaan malaria
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria dikonfirmasi melalui
pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan sebaiknya memperhatikan tiga faktor
utama, yaitu spesies plasmodium, status klinis penderita dan kepakaan obat terhadap
parasit yang menginfeksi. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas
malaria diantaranya malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona
alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksin-pirimetamin, dan proguanil. Sedangkan
untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria
klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian klorokuin diikuti
dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium
malariae, jenis obat klorokuin tetap digunakan.

17. Komplikasi malaria

Penyakit malaria dapat mengakibatkan beberapa komplikasi, diantaranya adalah :


 Rupture lienalis
 Malaria cerebral
 Anemia hemolitik
 Black water fever
 Algid malaria

18. Prognosis malaria


Pada serangan primer dengan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium
malariae akan terjadi penyembuhan sempurna pada pemberian terapi yang adekuat dan
prognosisnya baik.
Pada Plasmodium falciparum prognosis berhubungan dengan tingginya parasitemia, jika
parasit dalam darah > 100.000/mm3 dan jika hematokrit < 30% maka prognosisnya
buruk. Apabila cepat diobati maka prognosis bisa lebih baik, namun apabila lambat
pengobatan akan menyebabkan angka kematian meningkat.

19. Edukasi pada pemicu

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria


Pada daerah yang jumlah penderitanya sangat banyak, tindakan untuk menghindari
gigitan nyamuk sangat penting, di daerah pedesaan atau pinggiran kota yang banyak
sawah, rawa-rawa atau tambak ikan (tambak sangat ideal untuk perindukan nyamuk
malaria), disarankan untuk memakai baju lengan panjang dan celana panjang saat keluar
rumah, terutama pada malam hari karena nyamuk penular malaria aktif menggigit pada
waktu malam hari.
Kemudian mereka yang tinggal di daerah endemis malaria sebaiknya memasang kawat
kasa di jendela pada ventilasi rumah, serta menggunakan kelambu saat akan tidur. Setelah
itu masyarakat juga bisa memakai anti nyamuk (mosquito repellent) saat hendak tidur
terutama malam hari agar bisa mencegah gigitan nyamuk malaria (Prabowo, 2008).
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa

Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa dapat dilakukan beberapa cara
yaitu:
a. Penyemprotan rumah

Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah endemis malaria, sebaiknya dilakukan


dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.
b. Larvaciding

Merupakan kegiatan penyemprotan pada rawa-rawa yang potensial sebagai tempat


perindukan nyamuk malaria.

20. Pencegahan dari kasus di pemicu

Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin pergi
ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
 Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
 Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
 Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
 Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan matahari
terbenam).
 Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat nyamuk,
penolak serangga.
 Memakai baju yang cocok dan tertutup.
 Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-beda untuk
setiap stadium, seperti :
 Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di daerah
endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related adhesion protein
(TRAP), Liver stage antigen (LSA).
 Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit, mengeliminasi parasit
dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga
dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring
infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
 Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah. Contohnya,
Pfs 28 dan Pfs 25.

21. Eritropoesis
Ada 4 langkah utama dalam eritropoiesis, adalah.
Eritrosit berasal di sumsum tulang merah dari sel punca (Stem sel) berpotensi majemuk
yang menimbulkan semua jenis sel darah. Sel punca myeloid yang sebagian sel
dibedakan menimbulkan eritrosit dan beberapa jenis sel darah.
Erithroblast berinti bertujuan untuk menjadi eritrosit matang. Sel-sel mengeluarkan inti
dan organel mereka, membuat lebih banyak ruang untuk hemoglobin. Retikulosit adalah
sel-sel darah merah yang belum matang yang mengandung sisa-sisa organel lainnya.
Eritrosit matang kemudian dilepaskan ke dalam kapiler.
Perbedaan Karakteristik Eritrosit selama eritropoiesis
Karakteristik ini dapat dilihat selama pematangan eritrosit:
• Ukuran sel menurun
• Volume sitoplasma meningkat
• Awalnya ada inti dan karena sel matang ukuran inti berkurang sampai hilang dengan
pelarutan materi kromatin.
Regulasi eritropoiesis
Anda mungkin berpikir logis dengan menduga bahwa karena fungsi utama dari eritrosit
adalah untuk mengangkut O2 dalam darah, stimulus utama untuk produksi eritrosit
adalah kadar O2 rendah. Anda akan benar, tetapi tingkat O2 rendah tidak merangsang
eritropoiesis dengan bertindak langsung pada sumsum tulang. Sebaliknya, merangsang
ginjal untuk mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam darah, dan hormon ini dalam
efek domino merangsang sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit.

Eritropoetin bekerja pada turunan dari sel-sel terdiferensiasi yang telah terikat untuk
menjadi sel-sel darah merah, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel menjadi
eritrosit matang. Peningkatan aktivitas eritropoietik mengangkat jumlah eritrosit yang
beredar, sehingga meningkatkan daya dukung O2 darah dan mengembalikan pengiriman
O2 ke jaringan tubuh normal. Setelah tingkat O2 di jaringan ginjal dibawa kembali
normal, sekresi eritropoietin ditolak sampai dibutuhkan lagi. Ini adalah contoh dari
mekanisme umpan balik negatif.

You might also like