Professional Documents
Culture Documents
1. Interpretasi data
Hematologi
Protein - 1+ Proteinuria
Keton - 1+ Ketonuria
Darah - +++ Perdarahan
Bilirubin - - Normal
Silinder - - Normal
Pigmen pada Halus; coklat Kasar; coklat Kasar; hitam; Kasar; kuning
tropozoit yang muda; tersebar gelap; sedikit kelompok coklat gelap;
sedang berkelompok tersebar
berkembang tersebar;
banyak
Tropozoit yang Sangat Kadang kadang Padat dan bulat Padat dan bulat
lebih tua pleomorfik berbentuk pita
Skizon matang Lebih dari 12 Kurang dari 12 Biasanya lebih Kurang dari 12
(segmenter) merozoit (14- merozoit besar dari 12 merozoit merozoit besar
24) (6-12). Sering (8-32). Sangat (6-12). Sering
dalam bentuk jarang di darah dalam bentuk
roset perifer roset
Gametosit Bundar atau Bundar atau Bualn sabit Bundar atau
oval oval oval
Distribusi di Semua bentuk Semua bentuk Hanya cincin dan semuabentuk
darah perifer bentuk bulan
sabit (gametosit)
a. Suhu udara
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi
intrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda pula bagi tiap spesies malaria. Pada suhu 26,7° C
masa inkubasi ekstrinsik untuk tiap spesies adalah (1) Plasmodium Falsifarum 10-12 hari
(2) Plasmodium Vivax 8-11 hari (3) Plasmodium Malaria 14 hari dan Plasmodium Ovale
15 hari (Depkes RI, 1995).
b. Kelembaban udara
c. Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan dan perkembangan larva nyamuk menjadi
bentuk dewasa. Hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiaknya anopheles.
d. Angin
Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang merupakan saat terbanyak
nyamuk ke dalam dan ke luar rumah adalah salah satu faktor yang ikut menentukan
jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
e. Sinar matahari
f. Arus air
Anopheles Barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir
sedikit. Anopheles Minimus menyukai tempat perindukan yang aliran airnya cukup deras
dan Anopheles Letifer di tempat yang airnya tergenang.
Dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat
perindukan. Sebagai contoh Anopheles Sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang
kadar garamnya berkisar antara 12-18% dan tidak padat berkembangbiak pada kadar
garam 40% ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara Anopheles
Sundaicus ditemukan pada dalam air tawar. Anopheles Letifer dapat hidup di tempat
yang asam/pH rendah.
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang
masuk atau melindungi dari serangan makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan
pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair akan mempengaruhi
populasi nyamuk di suatu daerah.
Penularan malaria terjadi secara lokal di sekitar pemukiman, dan resiko penularan
diperbesar oleh ketiadaan tindakan proteksi terhadap gigitan nyamuk, baik karena tidak
memakai kelambu sewaktu tidur, maupun karena konstruksi rumah yang mudah dimasuki
vektor. Vektor malaria yang ditemukan adalah Anopheles Barbirostris, dimana kepadatan
gigitan pada manusia lebih tinggi di dalam rumah daripada di tempat perindukan/mata air
atau di luar rumah dan istirahat sementara di dinding rumah dan sekitar ternak. Tempat
perindukan Anopheles adalah genangan, mata air, kobakan di hilir mata air, bekas sawah
dan sungai dangkal berarus lambat. Pelayanan pengobatan terhadap penderita malaria
belum memadai, sebab kuantitas maupun kualitas alat dan bahan pemeriksaan masih
kurang dan persediaan obat anti malaria tertentu masih terbatas.
5. Klasifikasi malaria
Soemirat (2009) mengatakan malaria yang disebabkan oleh protozoa terdiri dari empat
jenis species yaitu plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana, plasmodium
malariae menyebabkan malaria quartana, plasmodium falciparum menyebabkan malaria
tropika dan plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.
Menurut Achmadi (2010) di Indonesia terdapat empat spesies plasmodium, yaitu:
1. Plasmodium vivax, memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah beriklim
dingin, subtropik hingga daerah tropik. Demam terjadi setiap 48 jam atau setiap hari
ketiga, pada siang atau sore. Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari
dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau splenomegali.
Splenomegaly
Splenomegali adalah pembesaran pada limpa. Limpa biasanya berada pada Left
Upper Quadrant (LUQ) dari abdomen.1 Organ ini berbatasan dengan rusuk 9-12,
abdomen, ginjal kiri, splenic flexure dari kolon, dan pankreas pars caudal. Limpa normal
memiliki berat 150 g dan kira-kira berukuran 11 cm dalam panjang craniocaudal. Limpa
yang normal biasanya tidak teraba saat palpasi, walau begitu terkadang teraba pada
remaja dan individu dengan tubuh yang terlalu ramping. Limpa adalah organ yang
memiliki fungsional beragam dengan peran aktif dalam immunosurveillance dan
hematopoiesis.
Empat fungsi normal yang paling penting dari limpa adalah sebagai berikut:
Hepatomegali
8. Hemopoesis normal
1. Mesoblastik
Dari embrio umur 2 – 10 minggu. Terjadi di dalam yolk sac. Yang dihasilkan adalah
HbG1, HbG2, dan Hb Portland.
2. Hepatik
Dimulai sejak embrio umur 6 minggu terjadi di hati Sedangkan pada limpa terjadi pada
umur 12 minggu dengan produksi yang lebih sedikit dari hati. Disini menghasilkan Hb.
3. Mieloid
Dimulai pada usia kehamilan 20 minggu terjadi di dalam sumsum tulang, kelenjar
limfonodi, dan timus. Di sumsum tulang, hematopoiesis berlangsung seumur hidup
terutama menghasilkan HbA, granulosit, dan trombosit. Pada kelenjar limfonodi terutama
sel-sel limfosit, sedangkan pada timus yaitu limfosit, terutama limfosit T.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di antaranya adalah
asam amino, vitamin, mineral, hormone, ketersediaan oksigen, transfusi darah, dan
faktor- faktor perangsang hematopoietik
Malaria masih merupakan salah satu penyakit infeksi parasitik yang menjadi
masalah serius di dunia. Terdapat sekitar 198 juta kasus malaria di tahun 2013 dengan
perkiraan 584.000 kasus kematian dan 78% meninggal akibat malaria terjadi pada anak di
bawah usia 5 tahun (World Health Organization, 2015). Malaria termasuk penyakit
kosmopolit yang tersebar sangat luas di seluruh dunia, baik di daerah tropis, subtropics
maupun daerah beriklim dingin. Malaria ditemukan pada 64o LU (Archangel di Rusia)
sampai 32o LS (Cordoba di Argentina), dari daerah ketinggian 2666 m sampai daerah
433 m dibawah permukaan air laut (Laut Mati). Diantara garis lintang dan bujur, terdapat
daerah yang bebas malaria, yaitu Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia
Baru).Keadaan ini dikarenakan tidak ada vektor di tempat bebas malaria tersebut,
sehingga siklus hidup parasit tidak dapat berlangsung.
Suatu daerah dikatakan endemis malaria jika secara konstan angka kejadian malaria dapat
diketahui serta penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun.Peningkatan
perjalanan udara internasional dan resistensi terhadap obat antimalaria dapat
meningkatkan kasus malaria impor pada turis, pelancong dan imigran.
Menurut WHO (1963), malaria di suatu daerah ditemukan dari beberapa kasus, kasus
autokhton yaitu kasus malaria pada suatu daerah yang terbatas. Kasus indigen, yaitu
kasus malaria yang secara alami terdapat pada suatu daerah.Kasus impor, yaitu
didapatnya kasus malaria di luar daerah yang biasa dan masuk dari luar daerah.Kasus
introdus, kasus malaria yang terbukti terbatas pada suatu daerah dan diperoleh dari
malaria impor.Kasus sporadik, yaitu merupakan kasus autokhton yang terbatas pada
sedikit daerah tapi tersebar. Kasus Indus, didapatnya infeksi secara parenteral misalnya,
melalui jarum suntik dan transfusi darah. Klasifikasi dari epidemiologi malaria
menggunakan parameter ukur spleen rate (angka limpa) atau parasite rate (angka parasit),
yaitu sebagai berikut :
Hipoendemik : spleen rate atau parasite rate 0-10%
Mesoendemik : spleen rate atau parasite rate 10-50%
Hiperendemik : spleen rate atau parasite rate 50-75%, dewasa biasanya lebih
tinggi
Holoendemik : spleen rate atau parasite rate > 75%, dewasa biasanya rendah
Malaria adalah penyakit dengan gejala demam, yang terjadi tujuh hari sampai dua
minggu sesudah gigitan nyamuk yang infektif. Adapun gejala-gejala awal adalah demam,
sakit kepala, menggigil dan muntah-muntah (Soedarto, 2011).
Menurut Harijanto, dkk (2010) gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium
(trias malaria) yaitu:
1. Periode dingin. Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus diri dengan selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering
bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan peningkatan
temperatur.
2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas
badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala,
terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat
sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat.
3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan
dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Menurut Anies (2006) malaria komplikasi gejalanya sama seperti gejala malaria ringan,
akan tetapi disertai dengan salah satu gejala dibawah ini:
- Kejang.
- Kelemahan umum.
- Nafas pendek.
Patogenesis malaria falsifarum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host).
Yang termasuk faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi
parasit. Yang masuk ke dalam faktor pejamu (host) adalah tingkat endemisitas daerah
tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit
mengalami 2 stadium yaitu stadium cincin pada 24 jam pertama dan satdium matur pada
24 jam kedua. Permukaan EP stadiumm cincin akan menampilkan antigen RESA yang
menghilang setelah parasit masuk stadium matur, Permukaan membran EP Stadium
matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan histidin Rich-protein-I
sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan
dilepaskan toksin malaria berupa GPI (GlikosilPosfatidilinasitol) yang merangsang
pelepasan TNF alfa dan interleukin-I (IL-I) dari makrofag
Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa dapat dilakukan beberapa cara
yaitu:
a. Penyemprotan rumah
Pencegahan ditujukan untuk orang yang tinggal di daerah endemis maupun yang ingin pergi
ke daerah endemis :
1. Pengendalian vektor
Bisa menggunakan larvasida untuk memberantas jentik-jentik.
Semprot insektisida untuk membasmi nyamuk dewasa.
Penggunaan pembunuh serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin 7%.
2. Proteksi personal/Personal Protection
Adalah suatu tindakan yang dapat melindungi orang terhadap infeksi, seperti :
Menghindari gigitan nyamuk pada waktu puncak nyamuk mengisap (petang dan matahari
terbenam).
Penggunaan jala bed (kelambu) yang direndam insektisida sebelumnya, kawat nyamuk,
penolak serangga.
Memakai baju yang cocok dan tertutup.
Penggunaan obat-obat profilaksis jika ingin bepergian ke daerah endemis.
3. Vaksin Malaria
Parasit malaria mempunyai siklus hidup yang komplek, sehingga vaksin berbeda-beda untuk
setiap stadium, seperti :
Stadium aseksual eksoeritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya gejala klinis maupun transmisi penyakit di daerah
endemis. Contohnya, circumsporozoite protein (CSP), Thrombospondin-related adhesion protein
(TRAP), Liver stage antigen (LSA).
Stadium aseksual eritrositik
Cara kerjanya menghambat terjadinya infeksi parasit terhadap eritrosit, mengeliminasi parasit
dalam eritrosit dan mencegah terjadinya sekuesterasi parasit di kapiler organ dalam sehingga
dapat mencegah terjadinya malaria berat. Contohnya, merozoite surface protein (MSP), ring
infected erythrocyte surface antigen (RESA), apical membrane antigen-1 (AMA-1).
Stadium seksual
Cara kerjanya menghambat atau mengurangi transmisi malaria di suatu daerah. Contohnya,
Pfs 28 dan Pfs 25.
21. Eritropoesis
Ada 4 langkah utama dalam eritropoiesis, adalah.
Eritrosit berasal di sumsum tulang merah dari sel punca (Stem sel) berpotensi majemuk
yang menimbulkan semua jenis sel darah. Sel punca myeloid yang sebagian sel
dibedakan menimbulkan eritrosit dan beberapa jenis sel darah.
Erithroblast berinti bertujuan untuk menjadi eritrosit matang. Sel-sel mengeluarkan inti
dan organel mereka, membuat lebih banyak ruang untuk hemoglobin. Retikulosit adalah
sel-sel darah merah yang belum matang yang mengandung sisa-sisa organel lainnya.
Eritrosit matang kemudian dilepaskan ke dalam kapiler.
Perbedaan Karakteristik Eritrosit selama eritropoiesis
Karakteristik ini dapat dilihat selama pematangan eritrosit:
• Ukuran sel menurun
• Volume sitoplasma meningkat
• Awalnya ada inti dan karena sel matang ukuran inti berkurang sampai hilang dengan
pelarutan materi kromatin.
Regulasi eritropoiesis
Anda mungkin berpikir logis dengan menduga bahwa karena fungsi utama dari eritrosit
adalah untuk mengangkut O2 dalam darah, stimulus utama untuk produksi eritrosit
adalah kadar O2 rendah. Anda akan benar, tetapi tingkat O2 rendah tidak merangsang
eritropoiesis dengan bertindak langsung pada sumsum tulang. Sebaliknya, merangsang
ginjal untuk mengeluarkan hormon eritropoetin ke dalam darah, dan hormon ini dalam
efek domino merangsang sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit.
Eritropoetin bekerja pada turunan dari sel-sel terdiferensiasi yang telah terikat untuk
menjadi sel-sel darah merah, merangsang proliferasi dan pematangan sel-sel menjadi
eritrosit matang. Peningkatan aktivitas eritropoietik mengangkat jumlah eritrosit yang
beredar, sehingga meningkatkan daya dukung O2 darah dan mengembalikan pengiriman
O2 ke jaringan tubuh normal. Setelah tingkat O2 di jaringan ginjal dibawa kembali
normal, sekresi eritropoietin ditolak sampai dibutuhkan lagi. Ini adalah contoh dari
mekanisme umpan balik negatif.