You are on page 1of 17

BAB III

FLOKULATOR

3.1. Tujuan Percobaan


- Mengetahui proses flokulasi
- Mengetahui pengaruh konsentrasi flokulan, jenis flokulan, waktu pengadukan dan
kondisi pH terhadap % kejernihan pada limbah cair.
3.2. Tinjauan Pustaka
Koagulasi adalah proses distabilisasi partikel senyawa koloid daalam limbah cair.
Proses pengendapan dengan menambahakan bahan koagulan ke dalam limbah cair,
sehingga terjadi endapan pada dasar tangki pengendapan. Proses penggumpalan partikel
koloid karena penambahan bahan kimia sehingga partikel-partikel tersebut bersifat netral
(Suharto,2017). Proses koagulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
1. Koagulasi karena proses mekanik, yaitu pengadukan, pemanasan, atau pendinginan.
Proses tersebut digolongkan pada pemisahan secara fisika, bukan secara kimia.
2. Koagulasi karena penambahan elektrolit. Pada proses tersebut senyawa kimia yang
bersifat elektrolit di dalam larutan akan bereaksi dan membentuk endapan.
3. Koagulasi karena pencampuran dua koloid yang berbeda muatan. Apabila semakin
besar muatan ion yang berperan dalam proses koagulasi, maka semakin efektif proses
itu terjadi (Prasodjo, 2007).
Flokulasi adalah proses pengendapan pencemar dalam limbah cair dengan
penambahan bahan koagulan utama dan koagulan pendukung, sehingga terjadi gumpalan
sebelum mencapai dasar tangki pengendap. Dengan kata lain proses flokulasi merupakan
proses pertumbuhan flok (mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang lebih besar
(makroflok) (Suharto,2017). Pada proses flokulasi, dengan adanya penambahan bahan
kimia menyebabkan partikel-partikel kecil terikat bersama-sama membentuk gumapalan
(flok). Gumpalan tersebut akan mengendap pada lapisan bawah. Di dalam proses flokulasi
ini pengadukan dilakukan secara bertahap yaitu dari kekuatan besar kemudian mengecil
supaya flok yang sudah dibentuk tidak terpecah kembali (Kamilati, 2006).
Koagulasi-flokulasi merupakan cara untuk menyisihkan partikel koloid. Koagulasi
adalah proses penambahan bahan kimia atau koagulan yang bertujuan untuk
menghilangkan bahan-bahan limbah dalam bentuk organik yang kemudian akan

41
42

membentuk flok. Lanjutan dari proses koagulasi adalah flokulasi, dimana terjadinya
penggumpalan mikroflok dari hasil koagulasi menjadi flok-flok yang lebih besar
(makroflok) dan dapat diendapkan. Proses pengumpulan partikel-partikel ukuran halus
yang dapat diendapkan, menjadi partikel yang berukuran lebih besar sehingga bisa
diendapkan, dengan jalan menambahkan bahan koagulasi (Puspitasari, 2014).
Unit proses koagulasi-flokulasi biasanya terdiri dari tiga langkah pengolahan yang terpisah
yaitu:
1. Pada proses pengadukan cepat, bahan-bahan kimia yang sesuai ditambahkan ke dalam
aliran air limbah yang kemudian diaduk pada kecepatan tinggi secara intensif,
2. Pada proses pengadukan lambat, air limbah diaduk pada kecepatan sedang supaya
membentuk flok-flok besar sehingga mudah diendapkan,
3. Pada proses sedimentasi, flok yang terbentuk selama flokulasi dibiarkan mengendap
kemudian dipisahkan dari aliran Effluent(Kristijarti, 2013).
Koagulasi-flokulasi dapat dilakukan melalui beberapa tahapan proses sebagai berikut:
1. Penambahan koagulan/flokulan disertai pengadukan dengan kecepatan tinggi dalam
waktu yang singkat.
2. Destabilisasi sistem koloid
3. Penggumpalan partikel yang telah mengalami destabilisasi sehingga terbentuk
mikroflok.
4. Penggumpalan lanjutan untuk menghasilkan makroflok yang dapat diendapkan,
disaring, atau diapungkan (Siregar, 2005).
Flokulator merupakan alat dimana proses flokulasi dilakukan, salah satu flokulator
yang efisien yaitu flokulator dengan menggunakan media kerikil. Keuntungan dari
flokulator dengan media kerikil adalah mampu mempersingkat waktu flokulasi. Waktu 3-5
menit flokulasi pada media kerikil setara dengan 15 menit pada waktu jar tes hal ini
dikarenakan media kerikil efektif membentuk flok-flok besar. Flok yang mengendap akan
menjadi sludge yang berfungsi sebagai penyaring air untuk menjadikan air bersih.
Flokulator berjalan dengan kecepatan lambat dengan maksud terjadi pembentukan flok
yang siap untuk diendapkan (Puspitasari, 2014).
43

Gambar 3.1. Flokulator


Faktor–faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi:
a. pH
Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi proses koagulasi. Bila proses koagulasi
dilakukan tidak pada rentang pH optimum, maka akan mengakibatkan gagalnya proses
pembentukan flokdan rendahnya kualitas air yang dihasilkan.
b. Dosis koagulan
Secara umum juga dapat dilihat bahwa penurunan kekeruhan berbanding lurus dengan
dosis koagulan. Semakin tinggi dosis koagulan diperoleh tingkat penurunan kekeruhan
yang semakin baik. Banyak sedikitnya inti flok yang terbentuk tergantung pada banyak
sedikitnya koagulan yang ditambahkan.
c. Kekeruhan
Semakin rendah kekeruhan, semakin sulit untuk membentuk flok. Semakin sedikit
partikel berarti peluang bertumbukan dan peluang flok untuk terakumulasi sedikit
(Rachmawati, 2009).
Beberapa jenis koagulan yang dapat digunakan untuk pengolahan air limbah di
antaranya:
a. Aluminium Sulphate (Alum)
Alum merupakan salah satu koagulan yang paling lama dikenal dan paling luas
digunakan. Alum dapat dibeli dalam bentuk likuid dengan konsentrasi 8,3% atau dalam
bentuk kering (bisa berupa balok, granula, atau bubuk) dengan konsentrasi 17%. Alum
padat akan langsung larut dalam air tetapi larutannya bersifat korosif terhadap
aluminium, besi, dan beton sehingga tangki-tangki dari bahan-bahan tersebut
membutuhkan lapisan pelindung. Rumus kimia alum adalah Al2(SO4)3.18H2O tetapi
44

alum yang disuplai secara komersial kemungkinan hanya memiliki 14H2O. Dalam hal
ini, Aluminium sulfat akan menyebabkan kotoran menggumpal yang dapat disingkirkan
sebagai partikel yang mengendap di dasar wadah atau lebih mudah disaring (Kristijarti,
2013). Kisaran pH yang efektif untuk koagulasi dengan alum pada pH 5,5-8,0. Pada pH
tersebut sebagian besar aluminium hadir sebagai bagian terlarut, karena monomer dan
polimer aluminium mempunyai kondisi pH yang rendah (Rachmawati, 2009).

Gambar 3.2.Aluminium Sulphate (Alum)


b. Ferric Sulphate
Ferric Sulphate tersedia dalam bentuk granula atau bubuk yang berwarna merah
kecoklatan. Rumus kimianya adalah Fe2(SO4)3.9H2O. Koagulan ini sedikit bersifat
higroskopik tetapi sulit untuk larut. Larutannya bersifat korosif terhadap aluminium,
beton, dan hampir semua besi-besian. Seperti reaksi alum, flok Ferric Hydroxide
merupakan hasil dari reaksi antara koagulan yang asam dan alkalinitas alami dalam air.
Disini peran koagulan ini sangat membantu dalan penurunan kekeruhan dan penurunan
terhadap kontaminasi yang terkandung di dalam larutan (Kristijarti, 2013). Ferric
Sulphate bekerja pada rentangpH yang lebih luas yaitu pada pH 4–12 (Rachmawati,
2009).
45

Gambar 3.3.Ferric Sulphate


c. Ferrous Sulphate
Ferrous Sulphate disebut juga Copperas atau Iron Sulphate atau gula besi, merupakan
garam termurah yang dapat digunakan untuk koagulasi. Ferrous Sulphate bersifat
positif sehingga dapat melemahkan gaya tolak-menolak antar partikel koloid yang
bermuatan negatif. Ketika elektrolit diserap partikel koloid dalam air, Ferrous Sulphate
dapat menurunkan bahkan menghilangkan kekokohan partikel koloid dan menetralkan
muatannya. Disini akan terdapat gaya tarik menarik antar partikel karena mempunyai
sifat penetralan terhadap koagulan dengan konsentrasi yang ada (Kristijarti, 2013).
KisaranpH koagulan Ferrous Sulphate antara pH 8–10 (Kristianto, 2014).

Gambar 3.4.Ferrous Sulphate


d. Polyelectrolyte
Larutan dari Polyelectrolyte bersifat sangat viskos dan sering kali dibutuhkan hanya
dalam dosis yang sangat kecil. Oleh karenanya turbulensi yang cukup harus tersedia
pada titik pengumpanan untuk memastikan pencampuran yang cepat dan menyeluruh.
Larutan Polyelectrolyte yang encer lebih mudah terdispersi ke dalam aliran
46

dibandingkan larutan terkonsentrasi. Disini viskositas sangat menentukan larutan untuk


terdispersi, maka dari itu perlu adanya turbulensi agar dapat mencampurkan dengan
cepat (Kristijarti, 2013). Untuk kisaran pHPolyelectrolyte yaitu berkisar 5–9 (Ayuni,
2015).

Gambar 3.5.Polyelectrolyte

e. Polyaluminium Chloride (PAC)


PAC memiliki rumus kimia umum AlnCl(3n-m)(OH)m banyak digunakan karena
memiliki rentang pH yang lebar sesuai nilai n dan m pada rumus kimianya. PAC yang
paling umum dalam pengolahan air adalah Al12Cl12(OH)24. Senyawa-senyawa
modifikasi PAC di antaranya Polyaluminium Hydroxidechloride Silicate (PACS) dan
Polyaluminium Hydroxidechloride Silicate Sulfate (PASS). PAC digunakan untuk
mengurangi kebutuhan akan penyesuaian pH untuk pengolahan, dan digunakan jika pH
badan air penerima lebih tinggi dari 7,5. Dapat disimpulkan bahwa PAC sangat
membantu dalam menghasilkan koagulasi air dengan kekeruhan yang berbeda dengan
cepat dan akan meninggalkan residu aluminium pada air yang diolah (Kristijarti, 2013).
PAC efektif bekerja pada rentang yang cukup luas yaitu pH 6 sampai dengan 9
(Karamah, 2008).

Gambar 3.6.Polyaluminium Chloride (PAC)


47

Berikut adalah beberapa aplikasi dari koagulasi-flokulasi:


- Pengolahan air limbah hasil proses Laundry
Sistem ini diharapkan dapat menurunkan kadar polutan dalam air limbah
Laundry atau detergen sampai kadar baku mutu lingkungan dan mengurangi
Sludgeyang dihasilkan. Air limbah Laundrydisini mempunyai sifat sangat sukar
untuk diolah. Jadi koagulasi-flokusi berperan untuk memperbesar partikel
sehingga mudah diendapkan.
- Pretreatment Industri Binatu
Salah satu metode yang banyak digunakan dalam pretreatment dari industri
binatu adalah teknik koagulasi dan flokulasi yang diikuti dengan flotasi
menggunakan udara dengan cara menambahkan senyawa kimia seperti garam-
garam Al3+ dan Fe3+ atau senyawa polimer organik. Pada flokulasi terjadi proses
penggabungan beberapa partikel menjadi flok yang berukuran besar. Partikel
yang ukurannya besar akan lebih mudah diendapkan dari pada yang kecil (Nasir,
2013)
- Pengolahan limbah cair industri tapioka
Limbah cair industri tapioka yang telah terolah dengan proses koagulasi-
flokulasi optimal menggunakan Al2(SO4)3.8H2O-poli aluminium klorida (PAC).
Suspensi diekspos dengan sinar UV pada panjang gelombang366 nm sebagai
sumber foton dalam reaktor tertutup. Pada pengolahan ini flokulasi berperan
dalam proses pertumbuhan flok (mikroflok) menjadi flok dengan ukuran yang
lebih besar (makroflok) (Fatimah, 2005).
3.3. Tinjauan Bahan
A. Natrium Hidroksida
- rumus molekul : NaOH
- berat molekul : 40 g/mol
- bentuk fisik : Padat
- titik didih : 1388 °C
- titik leleh : 323 °C
- pH : 13,5
48

B. Aquadest
- rumus molekul : H2O
- berat molekul : 18,02 g/mol
- bentuk fisik : cairan tak berwarna dan tidak berbau
- titik didih : 100 oC
- titik leleh : 0 °C
- pH :7
C. Aluminium Sulphate(Alum)
- rumus molekul : [Al2(SO4)3.14H2O]
- berat molekul : 594 g/mol
- bentuk fisik : Cair
- titik didih : 101 oC
- titik leleh : -13oC
- pH : <2,5
D. PAC (Poly Alumunium Chloride)
- rumus molekul : [All2(OH)3Cl]10
- bentuk fisik : Cair
- titik didih : 120 oC
- titik leleh : -12 oC
- pH : 2–4
3.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat yang digunakan: B. Bahan-bahan yang digunakan:
- batang pengaduk - Air limbah tahu
- botol Aquadest - Aquadest(H2O)
- Ball pipet - Alum([Al2(SO4)3.14H2O])
- Beakerglass - Natrium hidroksida (NaOH)
- corong kaca - PolyAlumunium Chloride (PAC)
- Erlenmeyer [All2(OH)3Cl]10
- Flokulator
- gelas arloji
- indikator pH
- karet penghisap
49

- kertas saring
- kuvet
- labu ukur
- neraca digital
- pipet tetes
- pipet volume
- Spektrofotometer
- Stopwatch
3.5. Variabel Percobaan
A. Variabel tetap
- Jenis sampel : air limbah tahu
- Volume air limbah tahu : 350mL
- Volume koagulan : 5 mL
B. Variabel berubah
- Konsentrasi koagulan : 6000ppm, 5500 ppm, dan 5000 ppm
- Jenis koagulan : Alum dan PAC
- Kecepatan pengadukan : 60 rpm dan 100 rpm
- Waktu pengadukan : 15 menit dan 20 menit
- pH : 3 dan 6
3.6. Prosedur Percobaan
A. Menentukan panjang gelombang maksimum
 Membuat larutan Alum dan PAC dengan konsentrasi yang telah ditentukan
sebanyak 250 mL
 Membuat larutan Alum dan PAC dengan konsentrasi terendah sampai
konsentrasi tertinggi dengan kelipatan 500 ppm sebanyak dua buah konsentrasi
dan larutan yang telah dibuat pada point pertama sebanyak 50 mL.
 Mencari panjang gelombang maksimum untuk larutan koagulan dengan
menggunakan Spektrofotometer. Panjang gelombang yang diperoleh digunakan
untuk menentukan absorbansi air limbah rumah tangga.
 Mengulangi prosedur di atas dengan koagulan yang berbeda.
50

B. Untuk keadaan pH sesuai dengan kondisi limbah mula-mula (pH= 3)


 Limbah cair yang digunakan sebagai sampel, dilakukan prasedimentasi selama ±
30 menit
 Membuat larutan NaOH 0,1 N sebanyak 50 mL
 Membuat larutan Alum dengan konsentrasi 6000 ppm sebanyak 250 mL
 Membuat larutan PAC dengan konsentrasi 6000 ppm sebanyak 250 mL
 Membuat larutan Alum dari konsentrasi 6000 ppm menjadi 5000 ppm, 5500
ppm dan mengencerkan dengan Aquadestmasing-masing larutan sampai volume
100 mL
 Mengambil sampel air sebanyak 350 mL dan memasukkan masing-masing ke
dalam 6 buah Beakerglass
 Menyiapkan Flokulator (Jar Test), memasukkan pengaduk dalam Beakerglass
yang berisi sampel air limbah tahu
 Pada saat yang bersamaan tambahkan 5 mL larutan tawas ke dalam 3 buah
beakerglass dan 5 mL larutan Alum ke dalam 3 buah Beakerglass, dengan
konsentrasi 5000 ppm, 5500 ppm, 6000 ppm bersamaan start permulaan waktu
 Mengatur kecepatan pengadukan pada kecepatan 100 rpm selama 1 menit
 Mengatur kecepatan pengadukan pada kecepatan 60 rpm selama 15 menit dan 20
menit
 Mengamati flok yang terbentuk
 Diamkan selama 15 menit sampai flok mengendap
 Menyaring dengan kertas saring
 Mengamati hasilnya dengan menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum tiap koagulan
C. Untuk pH kurang dari atau lebih dari 2 dan 11
 Mengukur pH air limbah tahu terlebih dahulu
 Menambahkan natrium hidroksida (NaOH) sampai pH 6
 Mengulangi prosedur diatas (B) pada Point 5-15
51

3.7. Data Pengamatan


A. Tabel 3.1. Data pengamatan %T pada pH sesuai dengan kondisi air limbah tahu
B.
C.
pH 3 mula-mula untuk koagualan Alum dajn PAC
%T PAC %T Alum
No Konsentrasi (ppm)
15 menit 20 menit 15 menit 20 menit

1. 6000 43,33 42,00 31,00 39,00


2. 5500 42,33 41,67 29,00 29,67
3. 5000 38,67 38,67 35,67 42,33

Tabel 3.2. Data pengamatan %T pada pH 6 air limbah tahu untuk 2 koagulan Alum
dan PAC
Konsentrasi %T Alum %T PAC
No.
(ppm) 15 menit 20 menit 15 menit 20 menit
1. 6000 39,33 43,00 36,67 42,67
2. 5500 44,67 41,33 44,33 43,00
3. 5000 46,00 45,00 45,00 49,67

3.8. Tabel Hasil Perhitungan


Tabel 3.3. Hasil perhitungan berbagai konsentrasi Alum
N1 (ppm) V1 (mL) N2 (ppm) V2 (mL)
6000 250 6000 250
5500 50 6000 45,83
5000 50 6000 41,66
Tabel 3.4. Hasil perhitungan berbagai konsentrasi PAC
N1 (ppm) V1 (mL) N2 (ppm) V2 (mL)
6000 250 6000 250
5500 50 6000 45,83
5000 50 6000 41,66

Tabel 3.5. Analisa regresi konsentrasi PAC dengan %T dalam waktu pengadukan 15
menit pada pH 3
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 43,33 259980 36000000
2 5500 42,33 232815 30250000
3 5000 38,67 193350 25000000

Σ 16500 124,33 686145 91250000


52

Tabel 3.6.Analisa regresi konsentrasi PAC dengan %T dalam waktu pengadukan 20


menit pada pH 3
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 42,00 252000 36000000
2 5500 41,67 229185 30250000
3 5000 38,67 193350 25000000

Σ 16500 122,34 674535 91250000

Tabel 3.7. Analisa regresi konsentrasi PAC dengan %T dalam waktu pengadukan 20
menit pada pH 6
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 43,00 258000 36000000
2 5500 41,33 227315 30250000
3 5000 45,00 225000 25000000

Σ 16500 129,33 710315 91250000

Tabel 3.8. Analisa regresi konsentrasi PAC dengan %T dalam waktu pengadukan 15
menit pada pH 6
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 36,67 220020 36000000
2 5500 44,33 243815 30250000
3 5000 45,00 225000 25000000

Σ 16500 126,00 688835 91250000

Tabel 3.9. Analisa regresi konsentrasi Alum dengan %T dalam waktu pengadukan
15 menit pada pH 3
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 31,00 186000 36000000
2 5500 29,00 159500 30250000
3 5000 35,67 178350 25000000

Σ 16500 95,67 523850 91250000


53

Tabel 3.10. Analisa regresi konsentrasi Alum dengan %T dalam waktu pengadukan
20 menit pada pH 3
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 39,00 234000 36000000
2 5500 29,67 163185 30250000
3 5000 42,33 211650 25000000

Σ 16500 111,00 608835 91250000

Tabel 3.11. Analisa regresi konsentrasi Alum dengan %T dalam waktu pengadukan
15 menit pada pH 6
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 39,33 235980 36000000
2 5500 44,67 245685 30250000
3 5000 46,00 230000 25000000

Σ 16500 130,00 711665 91250000

Tabel 3.10. Analisa regresi konsentrasi Alum dengan %T dalam waktu pengadukan
20 menit pada pH 6
No. Ppm (x) % T (y) x.y x2
1 6000 42,67 256020 36000000
2 5500 43,00 236500 30250000
3 5000 49,67 248350 25000000

Σ 16500 135,34 740870 91250000


54

3.9. rafik

50
y = 0.0047x + 15.813
45
R² = 0.902
40
35
30
%T

25 y = -0.0047x + 57.575
R² = 0.4654 PAC
20
15 ALUM
10
5
0
4500 5000 5500 6000 6500
Konsentrasi ppm

Grafik 3.1. Hubungan antara konsentrasi alum dan PAC dengan %T untuk pH 3
dengan waktu pengadukan 15 menit
60
y = -0.007x + 83.613
50 R² = 0.7853

40
y = -0.002x + 54.11
%T

30 R² = 0.2962
PAC
20 ALUM
10

0
4500 5000 5500 6000 6500
Konsentrasi ppm

Grafik 3.2. Hubungan antara konsentrasi alum dan PAC dengan %T untuk pH 6
dengan waktu pengadukan 20 menit
55

45 y = 0.0033x + 22.465
40 R² = 0.8235
35
30
25 y = -0.0033x + 55.315
%T

20 R² = 0.0644 PAC
15 ALUM
10
5
0
4500 5000 5500 6000 6500
Konsentrasi ppm

Grafik 3.3. Hubungan antara konsentrasi alum dan PAC dengan %T untuk pH 3
dengan waktu pengadukan 20 menit

50
y = -0.0067x + 80.018
45 R² = 0.8925
40
35
30 y = -0.0083x + 87.815
R² = 0.8099
%T

25
PAC
20
15 ALUM
10
5
0
4500 5000 5500 6000 6500
Konsentrasi ppm

Grafik 3.4. Hubungan antara konsentrasi alum dan PAC dengan %T untuk pH 6
dengan waktu pengadukan 15 menit

3.10. Pembahasan
 Hubungan antara konsentrasi Alum dan PAC dengan %T dengan untuh pH 3
dengan waktu pengadukan 15 menit.Berdasarkan teori semakin lama pengadukan
maka %T yang didapat akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin
lama waktu pengadukan maka pertikel-pertikel yang saling berikan menjadi flok
semakin banyak. Pada percobaan yang telah kami lakukan, pada pengadukan 15
56

menit PAC didapatkan %T lebih tinggi dibandingkan pengadukan 15 menit dari


Alum.
 Hubunganantara konsentrasi Alum dan PAC dengan %T dengan untuh pH 6
dengan waktu pengadukan 20 menit. Berdasarkan teori semakin lama pengadukan
maka %T yang didapat akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin
lama waktu pengadukan maka pertikel-pertikel yang saling berikan menjadi flok
semakin banyak. Pada percobaan yang telah kami lakukan, pada pH 6 didapatkan
%T lebih tinggi dibandingkan pH 3.Pada percobaan yang telah kami lakukan,
pada pengadukan 20 menit Alum didapatkan %T lebih tinggi dibandingkan
pengadukan 20 menit dari PAC. Ini dapat terjadi karena pada waktu tersebut tidak
semua partikel koagulan membentuk flok-flok dalam limbah cair secara sempurna
dan koagulan tidak bekerja secara optimal sehingga membuat koagulan tidak
terlalu berpengaruh terhadap penyerapan kotoran.nHal yang menyebabkan
penyimpangan adalah kegagalan dalam pengadukan menyebabkan spesies yang
terbentuk tidak dapat tersebar dan memenpel pada permukaan koloid.
 Hubunganantara konsentrasi Alum dan PAC dengan %T dengan untuh pH 3
dengan waktu pengadukan 20 menit. Berdasarkan teori semakin lama pengadukan
maka %T yang didapat akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin
lama waktu pengadukan maka pertikel-pertikel yang saling berikan menjadi flok
semakin banyak. Pada percobaan yang telah kami lakukan, pada pH 6 didapatkan
%T lebih tinggi dibandingkan pH 3. Pada percobaan yang telah kami lakukan,
pada pengadukan 15 menit PAC didapatkan %T lebih tinggi dibandingkan
pengadukan 15 menit dari Alum. Ini dapat terjadi karena pada waktu tersebut
tidak semua partikel koagulan membentuk flok-flok dalam limbah cair secara
sempurna dan koagulan tidak bekerja secara optimal sehingga membuat koagulan
tidak terlalu berpengaruh terhadap penyerapan kotoran.nHal yang menyebabkan
penyimpangan adalah kegagalan dalam pengadukan menyebabkan spesies yang
terbentuk tidak dapat tersebar dan memenpel pada permukaan koloid.
 Hubungan antara konsentrasi Alum dan PAC dengan %T dengan untuh pH 6
dengan waktu pengadukan 15 menit. Berdasarkan teori semakin lama pengadukan
maka %T yang didapat akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena semakin
lama waktu pengadukan maka pertikel-pertikel yang saling berikan menjadi flok
57

semakin banyak. Pada percobaan yang telah kami lakukan, pada pengadukan 15
menit Alum didapatkan %T lebih tinggi dibandingkan pengadukan 15 menit dari
PAC.
 Dari percobaan diatas terlihat bahwa air limbah tahu akan bekerja dengan baik
menggunakan jenis koagulan PAC pada konsentrasi 6000 yang memiliki optimum
pada kerja pH 5–8 dengan lama waktu pengadukan selama 20 menit.
3.11. Kesimpulan
- Flokulasi adalah proses pengendapan pencemar dalam limbah cair dengan
penambahan bahan koagulan utama dan koaguylan pendukung, sehingga terjadi
gumpalan sebelum mencapai dasar tangki pengendap.
- Semakin tinggi konsentrasi koagulan yang ditambahkan pada air limbah pabrik
tahu yang tercemar maka % T yang didapat semakin tinggi.Penambahan koagulan
PAC pada air limbah tahu menghasilkan %T yang lebih besar dibandingkan
penambahan koagulatan Alum.Semakin lama waktu pengadukan maka semakin
besar %T.Dari percobaan diatas terlihat bahwa air limbah tahu akan bekerja
dengan baik menggunakan jenis koagulan PAC pada konsentrasi 6000 yang
memiliki optimum pada kerja pH 5–8 dengan lama waktu pengadukan selama 20
menit.

You might also like