You are on page 1of 4

1.

1 Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pada JIA berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
laboratorium tidak dapat digunakan sebagai acuan diagnosis namun semua temuan
laboratorium digunakan untuk menyingkirkan penyebab lain, klasifikasi dari atrhitis dan
evaluasi manifestasis ekstraartikuler. Pemeriksaan pencitraan diindikasikan untuk
mengevaluasi sendi pada JIA. (Giancane, et al, 2016 )

A. Pemeriksaan Laboratorium
- Marker inflamasi
Sedimen Eritrosit (ESR atau sed rate) dan C-reaktive protein (CRP) biasanya
menigkat pada anak dengan JIA dengan onset sistemik juga menigkat pada
kelainan polyarticular. Pemeriksaan laboratorium awal berupa pemeriksaan
darah lengkap, hitung jenis, level CRP dan ESR. Pemeriksaan tambahan
berupa ada atau tidaknya inflamasi sitemik, pepemeriksaan ini untuk
mengidentifikasi adanya keganasan haematologi.` pemeriksaan serologi
dianjurkan pada pasien anak dengan Lynne disease dengan oligoarthiris dan
tinggal di negara dengan endemik Lynne disease.marker ini dapat
mengevaluasi aktivitas penyakit . (Giancane, et al, 2016 )

- Anti Nuklear Antibody (ANA)


Sebanyak 70% anak dengan oligoarticular JIA menunjukan hasil positif pada
pemeriksaan ANA. Namun hasil positif pada ANA harus dipikirkan
kecurigaan pada SLE yang dapat menyebabkan misdiagnosis SLE dengan
JIA. Pada anak yang telah di komfirmasi dengan JIA dengan ANA test dapat
menentukan resiko terjadinya uveitis dan membutuhkan slit lamp screening
setiap 3-4 bulan. Hasil pemeriksaan ANA dapat positif pada 20% anak sehat.
Walaupun peningkatan ANA level bukan merupakan diagnosis JIA dan harus
dipertimbangkan pada anak yang tidak memiliki gejala arthitis. (weiss, 2007)

- Rhematoid factor dan HLA-B27 Typing (marker genetik)


RF positif dapat ditemukan pada JIA dan jarang pada anak kurang dari 7
tahun, oleh karena itu ini tidak dapat digunakan sebagai screening untuk
diagnosis. RF positif ditemukan pada anak dengan JIA pada usia yang lebih
tua, poliarthitis atau dengan nodul rhematoid subkutaneus. Seropositif
berhubungan dengan sinovitis erosif dan prognosis yang lebih jelek. HLA-B27
tidak dapat menjadi acuan diagnosis namun berhubungan dengan arthitis
reaktif, IBD dan ERA. (Giancane, et al, 2016 )
- Complete blood count dan metabolic Panel
Dapat terjadi lymphopenia akibat emigrasi aktivasi limfosit ke sirkulasi
hingga ke sinovium. Namun jarang terjadi neutropenia dan jika diikuti dengan
limfositosis dan trombositopenia dicurigai merupakan ALL.
Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati untuk menyingkirkan
kemungkinan infeksi virus dan autoimun hepatitis, dan pemeriksaan fungsi
ginjal dengan menilai kadar kreatinin harus dilakukan sebelum memulai terapi
dengan NSAIDs, methotexate, atau TNF α inhibitor.

- Analisis cairan sinovial


Analisis dan kultur caira sinovial harus dilakukan pada anak dengan
acute joint swelling disertai nyeri dan demam atau untuk mendiagnosis
kecurigaan terhadap adanya infeksi yang belum jelas penyebabnya. Gout dan
pseudogout jarang terjadi pada anak dan hanya terjadi pada keadaan tertentu
dan membutuhkan pemeriksaan cairan sinovial untuk analisis kristal. Analisis
cairan sinovial dilakukan saat injeksi kortikosteroid intra-artikular jika
mungkin. Pada JIA cairan sinovial kekuningan dan keruh dengan menurunan
viskositas.Terjadi peningkatan leukosit (15.000-20.000/μL atau lebih tinggi )
dengan predominat neutrofil. Leukosit cairan sinovial ditemukan 2000-
50.000/μL merupakan suatu inflamasi, jika lebih tinggi perlu difikirkan adanya
infeksi. (weiss, 2007)

- urinalisis
Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk mengingkirkan kemungkinan infeksi
sebagai triger JIA atau transien arthitis post infeksi. Proteinuria (>0,5 g/d atau
positif 3 dari dipstick testing atau cellular casts yang tetap ada pada SLE
dengan keterlibatan ginjal. (weiss, 2007)

B. Pencitraan (Baron A, et al)


1. Radiologi konvensional
Merupakan gold stadart dalam mendeteksi kelainan struktur sendi,
pertumbuhan dan gangguan maturasi tulang pada pasien JIA. Namun pada
rontgent foto polos memiliki keterbatasan dalam menilai perubahan erosif
pada tahap awal, sehingga dilakukan metode lain dalam pencitraan.
2. MRI
Merupakan pemeriksaan yang dapat menilai kelainan sendidan mengevaluasi
aktivitas penyakit pada sendi temporomandibular, panggul, sacroilliaca, sendi
vetebra. Keuntungan utam MRI dapat memvisualisasi langsung synovitis,
cartilago, lesi erosif awal. Lesi peculiar dideteksi pada MRI jika terdapat
edema periartikular sumsum tulang. Keadaaan abnormal ini merupakan kunci
adanya erosi sendi terutama pada psien arthitis dewasa, namun masih di
perdepatkan pada JIA. Prosedur ini tidak dilakukan secara rutin pada anak
namun dilakukan ketika terdapat nyeri pada punggung bawah yang merupakan
gejala keterlibatan sendi sacroilliaca.
3. USG
Memiliki beberapa keuntungan dibandingkan modalitas pencitraan lainnya
berupa, prosedur yang non infansif, prosedur cepat, murah, dapat dilakukan
pada lebihdari satu sendi dan berulang, aman dan dapat diterima pasien. USG
dapat menilai sinovitis dan kelainan yang terkait. Dengan USG Doppler dapat
mengevaluasi penyakit yang aktif. Namun modalitas ini tergantung pada
kemampuan operator dalam melakukan dan menginterpretasikan hasil. USG
digunakan untuk sebagai panduan dalam injeksi lokal pada sendi, tendon atau
struktur periartikular lainnya.

C. Pemeriksaan Biomarker (Alyasin S, et al, 2014)


Pemeriksaan biomarker telah dilakukan dalam membagi suptipe dari JIA dan
menilai aktifitas penyakit, penyebab, respon terapi, resiko dan komplikasi. Hunter
et al menemukan perbedaan dalam frekuensi sel, level protein inflamasi dan
ekspresi gen pada sendi yang dikenai diantara anak dengan oligoarthitis yang
meluas sebelum menjadi oligoarthiris persiten. Ditemukannya peningkatan
metalloproteinase-3 (MMP-3) serum level yang merupakan suatu endopeptidase
yang dapat secara langsung merusak katilago dan tulang. Hal ini terkait dengan
klinis dan aktivitas penyakit. Protein ini dianggap dapat menjadi marker derajat
penyakit dan progesifitas kerusakan struktur sendi.
Dua jenis protein pro-inflamasi S100 dan myeloid related protein (MRP 8/14)
dan derifat netrofil S100A12 menunjukan sensitivitas terhadap aktivitas penyakit
JIA. Dan dapat membantu mengidentifikasi pasien yang respon terhadap terapi
antirhematik, seperti methotrexan atau IL-1 atau tumor nekrosis faor.ktor inhibit.
Adanya peningkatan konsentrasi MRP 8/14 berhubungan dengan resiko relaps
setelah pengobatan tidak dilanjutkan dimana hal ini mempengaruhi hipotesi
bahwa penghitungan protein ini mendukung dalam penentuan kapan obat
dihentikan.
Biomarker merupakan modalitas dalam mendiagnosis dan memprediksi MAS
pada pasien JIA sistemik. Serum level dari soluble interleukin-2 reseptor α ( CD
25) dan soluble CD163 mengambarkan derajat aktivitas dan ekspansi sel T dan
fagositosis makrofag.

Daftar Pustaka
1. Giancane, et al, Juvenile Idiopathic Arthitis : Diagnosis and Treatment.
Rheumathol Ther. 2016 3: 187-7
2. Alyasin S, et al, Clinical serological Finding in juvenile patients with
idiopathic atrhitis in south west of Iran. International Journal of Paediatric.
2014. Vol.2 N. 4-1
3. Baron A, et al Genetic suscepyibility to rhematoid arthitis imaging .
arthitis rheum. 2009. Oct.(10) 1441-6
4. Weiss JE, Early identification of Juvenile Idiopathic Arthitis.Rheum Dis
clin North Am. 2007. 23-6

You might also like