You are on page 1of 20

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanah memiliki banyak peranan dalam kehidupan mahluk hidup, seperti
berperan dalam penyimpanan bahan-bahan mineral, tempat hidup mikroorganisme
maupun makroorganisme tanah, media tumbuh tanaman, dan masih banyak lagi.
Tanah sangat penting bagi pertanian di Indonesia sebagai negara agraris yang
sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Pertanian
didukung dengan kondisi tanah yang baik dapat meningkatkan produktivitas
pangan sehingga kebutuhan pangan di negara Indonesia dapat terpenuhi secara
berkelanjutan.
Pertanian di Indonesia dalam aspek pengolahan tanah perlu mendapat
perhatian yang lebih. Pengolahan tanah yang baik dapat menunjang kualitas dan
kuantitas hasil produktivitas pertanian. Dengan demikian, kebutuhan pangan di
negara Indonesia akan tercukupi serta menjaga kondisi tanah agar tetap subur dan
produktif.
Faktor tanah berpengaruh besar terhadap pertumbuhan tanaman karena
peranan tanah sebagai media tumbuh tanaman. Baik atau tidaknya pertumbuhan
tanaman tergantung dengan kondisi tanah di lahan tersebut. Tanah yang baik tentu
memiliki beberapa kriteria. Kondisi tanah tersebut dapat dilihat dari tiga sifat
diantaranya adalah sifat biologi, sifat fisik, sifat kimia dan pedologi tanah.
Dengan mengetahui ketiga sifat tersebut, dapat diketahui bagaimana cara
mengelola tanah sesuai dengan jenis penggunaan lahan sehingga dapat
meningkatkan produktivitas dalam bidang pertanian. Oleh karena itu, diperlukan
fieldtrip untuk mengetahui sifat fisik, kimia, biologi tanah pada masing-masing
penggunaan lahan dan mengetahui pedologi tanah UB Forest Bocek.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan kegiatan fieldtrip ini yaitu untuk mengetahui
perbedaan sifat fisik tanah pada masing-masing penggunaan lahan, untuk
mengetahui perbedaan sifat biologi tanah pada masing-masing penggunaan lahan,
untuk mengetahui perbedaan sifat kimia tanah pada masing-masing penggunaan
lahan, serta untuk mengetahui pedologi di kawasan UB Forest Bocek.
2

1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari kegiatan fieldtrip ini adalah praktikan dapat
mengetahui bagaimana cara mengelolah tanah pada masing-masing lahan dengan
mengetahui perbedaan sifat fisik tanah, sifat biologi, sifat kimia tanah, dan
pedologi di kawasan UB Forest Bocek.
15

III. KONDISI UMUM WILAYAH


3.1 Kondisi Biofisik
3.1.1 Penggunaan Lahan
Lahan di desa Boncek, pada pengamatan di sub titik 1, jenis penggunaan
lahan berupa agroforestri. Hal tersebut dapat dilihat dari adanya tumbuhan berupa
pohon – pohon, semak belukar, dan adanya tanaman budidaya seperti kopi. Pada
pengamatan sub titik 2, jenis penggunaan lahan berupa hutan produksi dengan
tanaman pohon mahoni sebagai tanaman utamanya.
Pada pengamatan sub titik 3, jenis penggunaan lahan berupa tanaman
musiman dengan adanya berbagai tanaman seperti cabai, sawi, kacang
tanah,wortel, talas, dan jahe. Sedangkan pada pengamatan pedologi, jenis
penggunaan lahan tersebut berupa agroforestri yang di dominasi oleh pohon
mahoni dan tanaman talas.
3.1.2 Tutupan Lahan
Pada pengamatan yang kami lakukan, tutupan lahan di desa Boncek,
Malang, Jawa Timur secara garis besar di dominasi oleh pohon–pohon besar
berupa pohon Mahoni, semak dan tanaman penutup tanah sebangsa rerumputan.
Pada beberapa teras ditanami tanaman budidaya. Pada sub titik 1 seperti kopi, sub
titik 2 berupa tanaman tahunan yaitu pohon mahoni, pada sub titik 3 ada tanaman
yang dibudidayakan secara tumpangsari seperti cabai, wortel, sawi, kacang tanah
dan jahe. Sedangkan pada pengamatan pedologi, tutupan lahan berupa talas dan
pohon mahoni. Sebagian besar lahannya tertutup oleh vegetasi tersebut.
Selain vegetasi diatas, terdapat juga semak belukar, rumput liar, dan
seresah dari tanaman budidaya dan pohon tahunan yang jatuh menutupi
permukaan tanah. Hal itu membuktikan bahwa pada daerah tersebut tanahnya
mempunyai kandungan bahan mineral dan organik dalam jumlah yang banyak
yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan agar tumbuh dengan baik.
16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Fisiografis
Berdasarkan hasil pengamatan fisiologi yang dilakukan di UB Forest
Bocek , mendapatkan data hasil analisis sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fisiologi
Pengamatan Fisiologi Keterangan
Daerah Survei UB Forest Bocek
Pemeta Kelompok 1
Tanggal 18 November 2017
Lokasi UB forest
Koordinat geografi Zona UTM
Dukuh Tumpang rejo
Desa Ngantep
Kecamatan Karang ploso
Kabupaten Malang
Propinsi Jawa Timur
Relief Makro Berombak
Lereng 64,8°
Relief Mikro Gilgai
Stasiun iklim BMKG Karang Ploso
Lereng Majemuk
Kemiringan 64,8°
Aliran permukaan Cepat
Drainase alami Cepat
Permeabilitas Cepat
Genangan/banjir Jarang
Pengolaan air Drainase
Erosi Alur
Kelas Sedang
Bahaya erosi Cukup
Vegetasi dan penggunaan lahan Hutan
Vegetasi alami (dominan) Mahoni
17

Spesifik Cabai, Talas (budidaya)


Lahan pertanian Budidaya
Tanaan utama Mahoni
Tanaman lain Sawi, pisang
Tanaman lain Cabai,wortel
Tanaman lain Talas, bawang
Sistem penanaman Rotasi/tumpang sari
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di UB Forest Bocek, dukuh
Tumpang Rejo, Desa Ngantep, Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang,
pada tanggal 18 November 2017, didapatkan hasil relif makro yang terdapat
berombak yang berarti permukaan tanahnya berbukit-bukit kecil sedangkan relif
mikro gilgai yang berarti lekukan tanahnya bertebaran dan tidak rapat, dan lereng
dengan kemiringan 64,8° yang dapat dikatakan terjal yang dan termasuk kedalam
lereng majemuk. Aliran permukaan, drainase alami dan permeabilitas yang ada
tergolong cepat karena air mudah diserap oleh tanah. Oleh karena itu, bahaya
erosi yang terdapat di UB Forest Bocek terbilang cukup berbahaya karena erosi
yang terdapat pada UB Forest bocek termasuk erosi alur yang berarti erosi yang
terbentuk akibat alur bekas aliran dari genangan suatu lereng. Vegetasi alami yang
dominan yaitu mahoni, mahoni juga termasuk tanaman utama yang berada di UB
Forest Bocek. Selain mahoni juga terdapat tanaman lain seperti sawi, pisang,
cabai, wortel, talas dan bawang. Sistem penanaman yang berada termasuk pada
sistem tumpang sari.
4.1.2 Morfologi Tanah
Berdasarkan hasil pengamatan di UB Forest Bocek, didapatkan hasil data
analisis morfologi tanah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Pengamatan Morfologi

Horizon Horizon Horizon


Pengamatan Morfologi
1 2 3

Kedalaman (cm) 0-9,5 cm 9,5-22 cm 22-50 cm

Batas
Kejelasan Abstrak Netral Jarang
Horison
18

Warna
Lembab 7,5 YR 2,5/1 10 YR 3/3 10 YR 3/4
Matriks
Lempung Liat
Teksur Liat Berdebu Debu
Berdebu

Struktur Gumpal Gumpal


Tipe Granular
Bersudut Membulat

Lembab Gembur Gembur Gembur


Konsistensi Agak Lekat & Agak Lekat & Agak Lekat &
Basah
Plastis Plastis Plastis

Horizon Horizon Horizon


Pengamatan Morfologi
1 2 3

Jenis Pori Mikro Mikro Mikro

Perakaran Halus Halus Halus


Berdasarkan hasil pengamatan morfologi tanah di UB Forest Bocek
didapatkan tiga horizon dengan kedalaman yang berbeda yakni, horizon 1
memilki kedalaman 9,5 cm, horizon 2 dengan kedalaman 10,5 cm dan horizon 3
dengan kedalaman 30 cm. Masing-masing dari ketiga horizon memiliki perbedaan
dari warna tanah, struktur dan struktur tanah.
Pada horizon 1 memilki batas horizon dengan kejelasan abstrak dan warna
horizon ini adalah hue 7,5YR, value gelap dengan nilai 2,5 dan chroma sangat
rendah dengan nilai 1, tekstur liat berdebu dengan rasa halus dan berat agak licin
saat dipegang, menempel sangat lekat pada ibu jari dan dapat dibentuk bola yang
teguh dan mudah digulung membentuk cincin serta berstruktur granular yang
berbentuk porus dan bulat.
Horizon 2 memilki batas horizon dengan kejelasan yakni netral, dan
memiliki warna yakni, hue 10YR berwarna hitam, value gelap bernilai 3, dan
chroma dengan nilai 3, tekstur berdebu dengan rasa yang licin saat dipegang, agak
lekat ketika menempel pada ibu jari dan dapat membentuk bola teguh serta
19

berstruktur gumpal bersudut yang berbentuk seperti kubus dengan sudut-sudut


tajam.
Sedangkan, horizon 3 memilki batas horizon dengan kejelasan jarang dan
warna hue 10YR, value yang bernilai 3 dan chroma rendah bernilai 4 dengan
tekstur lempung liat berdebu yang memilki ciri yaitu, rasa halus agak licin,
melekat pada ibu jari dan dapat dibentuk bola agak teguh dan gulungan yang
mengkilat.
Konsistensi pada ketiga horizon dalam keadaan lembab adalah gembur
yakni, tanah yang mudah diolah dengan dan dalam keadaan basah memilki
konsistensi agak lekat saat menempel pada ibu jari dan telunjuk dan plastis saat
digulung membentuk cincin. Masing-masing horizon memiliki jenis pori yang
sama yakni mikro. Pori jenis ini merupakan pori halus yang berisi air kapiler dan
udara dengan kemampuan mengikat air yang cukup kuat Ruang pada pori ini
sangat sempit sehingga menyebabkan sirkulasi air atau udara menjadi lamban.
Perakaran pada ketiga horizon memilki ukuran yang sama yakni ukuran halus.
4.2 Hasil Pengamatan Sifat Fisik, Biologi dan Kimia Tanah
4.2.1 Pengamatan Fisika Tanah
Tabel 3. Pengamatan Erosi
Deskripsi dan upaya
Erosi Tingkat
pengendalian
Sub Titik 1.1 Agroforestry Kopi dan Mahoni
Percik Sedang Air yang dituangkan ke tanah
membentuk percikan tanah
yang tergolong sedang
karena massa tanah yang
berpindah dari tanah menuju
permukaan bawah daun
berjumlah sedang.
Pengendalian dilakukan
dengan meningkatkan
konsistensi pada tanah.
Sub Titik 1.2 Hutan Produksi Kopi
Percik Rendah Tanah yang di aliri air
membentuk percikan tanah
yang tergolong sedikit.
karena massa tanah yang
berpindah dari tanah menuju
permukaan bawah daun
berjumlah sedikit.
Pengendalian dilakukan
20

dengan menambah
konsistensi pada tanah.
Sub Titik 1.3 Tanaman Semusim Cabai, Bawang, Sawi
Percik Tinggi Tanah dituangkan air
membentuk percikan tanah
yang banyak dan menyebar.
Pengendalian dilakukan
dengan memperkuat
konsistensi dan memperkuat
tekstur tanah.
Pada pengamatan lahan agroforestry, didapatkan erosi dengan tingkat
sedang. Hal ini terjadi karena massa tanah yang berpindah dari massa tanah yang
berpindah dari tanah menuju permukaan bawah daun berjumlah sedang.
Pengendalian erosi ini dapat dilakukan dengan menambah konsistensi pada tanah.
Pada pengamatan lahan hutan produksi, didapatkan erosi dengan tingkat
rendah. Hal ini terjadi karena massa tanah yang berpindah dari massa tanah yang
berpindah dari tanah menuju permukaan bawah daun berjumlah sedikit.
Pengendalian erosi ini dapat dilakukan dengan menambah konsistensi pada tanah.
Pada pengamatan lahan semusim, didapatkan erosi dengan tingkat tinggi.
Tanah pada lahan semusim membentuk percikan yang banyak dan menyebar.
Pengendalian erosi ini dapat dilakukan dengan memperkuat konsistensi dan
tekstur tanah.
Tabel 4. Pengamatan Sifat Fisik
No. Sifat Fisik Keterangan
Penggunaan Lahan Agroforestri
1 Struktur Granular
2 Tekstur Liat
3 Konsistensi Gembur
4 Permiabilitas Cepat
5 Drainase Baik
6 Berat Isi dan Berat Jenis 0,822 g dan 1,739 g/cm3
Penggunaan Lahan Hutan Produksi
1 Struktur Gumpal Membulat
2 Tesktur Liat
3 Konsistensi (Lembab) Agak Keras
4 Permiabilitas Cepat
5 Drainase Baik
6 Berat Isi dan Berat Jenis 0,705 g dan 2,198 g/cm3
Penggunaan Lahan Tanaman Semusim
1 Struktur Granular
2 Tekstur Pasir
3 Konsistensi (Lembab) Sangat gembur
21

4 Permiabilitas Cepat
5 Drainase Baik
6 Berat Isi dan Berat Jenis 0,749 g dan 1,149 g/cm3
Pada pengamatan lahan agroforestry, didapatkan sifat-sifat fisik tanah.
Tanah pada lahan agroforestri memiliki struktur granular dengan tekstur liat.
Konsistensi pada tanah agroforestri yaitu gembur dengan permeabilitas yang
tergolong cepat sehingga tingkat drainase menjadi baik. Berat isi yang didapat
berjumlah 0,822 gram dengan berat jenis yang berjumlah 1,739 g/ cm3.
Pada pengamatan lahan hutan produksi, didapatkan sifat-sifat fisik tanah.
Tanah pada lahan hutan produksi memiliki struktur gumpal membulat dengan
tekstur liat dan konsistensi pada keadaan lembab agak keras. Permeabilitas
tergolong cepat sehingga tingkat drainase menjadi baik. Selain itu, didapatkan
berat isi sebesar 0,705 g dan berat jenis sebesar 2,198 g/cm3.
Pada pengamatan lahan semusim, didapatkan sifat-sifat fisik tanah. Tanah
pada lahan semusim memiliki struktur granular dengan tekstur berpasir.
Konsistensi tanah semusim pada kondisi lembab tergolong sangat gembur.
Tingkat permeabilitas tergolong cepat sehingga tingkat drainase pada lahan
semusim baik. Berat isi yang didapat sebesar 0,749 g dan berat jenis yang terdapat
sebesar 1,149 g/cm3.
4.2.2 Pengamatan Biologi Tanah
Tabel 5. Pengamatan Biologi Tanah
No. Pengamatan Jumlah
Frame 1 Frame 2
Sub Titik 1 Pengunaan Lahan Agroforestri
1. Vegetasi
a. Kopi Sedikit -
b. Tumbuhan Boneset - Banyak
2. Seresah Banyak Banyak
3. Makro Organisme
a. Cacing Banyak Sedang
b. Kelabang Sedikit Sedikit
4. Kascing Tidak Tidak
didapatkan didapatkan
Sub Titik 2 Pengunaan Lahan Hutan Produksi
1. Vegetasi - Sedikit
a. Talas Sedang Banyak
22

b. Bunga Kancing Sedang Banyak


c. Tanaman Boneset
2. Seresah Sedang Sedang
3. Makro Organisme
a. Semut Sedang Banyak
b. Ulat Sedikit -
c. Cacing Sedikit Banyak
d. Kecoa Sedikit -
e. Laba-laba - Banyak
f. Jangkrik - Sedikit
g. Kelabang - Sedang
4. Kascing Tidak Tidak
didapatkan didapatkan
Sub Titik 3 Pengunaan Lahan Semusim
1. Vegetasi
a. Paku Sedang -

2. Seresah Sedikit Sedikit


3. Makro Organisme
a. Semut Banyak Banyak
b. Kelabang Sedikit Sedikit
c. Laba-Laba Sedikit Sedikit
d. Cacing Sedikit Sedikit
4. Kascing Tidak Tidak
didapatkan didapatkan
Hasil pengamatan aspek biologi sub titik 1 pada lahan agroforestri,
didapatkan beberapa vegetasi yaitu Tanaman budidaya seperti kopi dan tumbuhan
bonset. Pada lahan agroforestri terdapat juga beberapa biodiversitas bagian atas
yaitu seresah di bagian atas seperti daun dan ranting dengan jumlah banyak yang
menutupi permukaan tanah. Sedangkan untuk biodiversitas bagian bawah,
didapatkan beberapa makro organisme tanah seperti Cacing dengan jumlah
banyak pada frame 1 dan sedikit pada frame 2. Selain cacing didapatkan Kelabang
pada frame 1 dan 2 dengan jumlah sedikit
Hasil pengamatan aspek biologi sub titik 2 pada penggunaan lahan Hutan
Produksi, didapatkan beberapa biodiversitas. Pada biodiversitas bagian atas,
didapatkan vegetasi seperti Talas, Bunga Kancing dan Tumbuhan Bonset dengan
jumlah sedang pada frame 1 dan relatif banyak pada frame 2. Selain vegetasi
23

tersebut, didapatkan seresah dengan jumlah sedang yang menutupi permukaan


tanah. Sedangkan untuk biodiversitas bagian bawah, didapatkan makro organisme
tanah seperti semut, ular, cacing, kecoa, laba – laba, jangkrik, dan kelabang.
Hasil pengamatan aspek biologi di sub titik 3, penggunaan lahan tersebut
berupa lahan musiman. Pada biodiversitas bagian atas di temukan vegetasi seperti
Tumbuhan paku dalam jumlah sedang. Sedangkan pada pengamatan biodiversitas
bagian bawah, didapatkan beberapa makro organisme seperti semut dalam jumlah
yang banyak, kelabang dalam jumlah yang relatif sedikit, laba – laba dalam
jumlah relatif sedikit, dan Cacing dalam jumlah yang relatif sedikit.
4.2.3 Pengamatan Kimia Tanah
Tabel 6. Pengukuran pH
Pengolahan Lahan pH
Sub Titik 1. Penggunaan Lahan Agroforestri 5,556
Sub Titik 2. Penggunaan Lahan Hutan Produksi 5,769
Sub Titik 3. Penggunaan Lahan semusim 5,136
Pada pengamatan pH tanah di lahan agroforestry didapatkan hasil 5,556
setelah pengujian di laboratorium. Selan itu, pada penggunaan lahan hutan
produksi didapatkan pH sebesar 5,769 setelah pengujian di laboratorium.
Selanjutnya, pada penggunaan lahan semusim didapatkan pH sebesar 5,136
setelah pengujian di laboratorium.
Tabel 7. Kesehatan Tanah

Kekurangan/Kelebihan
No. Tanaman Gejala
Unsur

Sub Titik 1. Penggunaan Lahan Agroforestri

1. Kopi Tepi Daun Menguning Kekurangan Phospor

Sub Titik 2. Penggunaan Lahan Hutan Produksi

1. Talas Tepi Daun Menguning Kekurangan Phospor

2. Talas Daun Menguning Kekurangan Nitrogen

Sub Titik 3. Penggunaan Lahan semusim


24

1. Talas Daun Menguning Kekurangan Nitrogen

2. Wortel Daun Menguning Kekurangan Nitrogen

3. Jahe Ujung Daun Menguning Kekurangan Phospor


Berdasarkan data hasil pengamatan di atas, dapat diketahui pada
penggunaan lahan agroforestri ditemukan tanaman kopi yang kekurangan
phosphor dengan gejala tepi daunnya menguning.
Kemudian, pada penggunaan lahan hutan produksi terdapat tanaman talas
yang kekurangan phosphor dan kekurangan nitrogen dapat diketahui dengan
timbulnya gejala tepi daunnya menguning dan daunnya menguning keseluruhan.
Sedangkan, pada penggunaan lahan semusim terdapat tanaman talas
kekurangan nitrogen dengan gejala daunnya menguning, wortel kekurangan
nitrogen dengan gejala daunnya menguning, dan jahe kekurangan phosphor
dengan gejala ujung daunnya menguning.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Perbandingan Sifat Fisik Tanah Pada Masing-Masing Pengunaan Lahan
Berdasarkan hasil pengamatan, sifat fisik tanah yang didapatkan dari tiga
titik berbeda-beda. Menurut Kumalasari (2012) sifat fisik tanah merupakan sifat
yang berhubungan dengan kondisi tanah yang meliputi tekstur, struktur,
konsistensi, warna, maupun suhu tanah. Pengamatan sifat fisik tanah pada UB
Forest terdapat tiga titik yakni, titik pertama di lahan agroforestri, titik kedua di
hutan produksi, dan titik ketiga di lahan semusim.
Tanah pada lahan agroforestri memiliki struktur granular dengan ciri-ciri
dengan tekstur liat. Dengan begitu, tanah pada lahan agroforestri dapat menyerap
air lebih banyak. Menurut Pairunan, dkk. (1985) dalam Intara (2011) tanah
dengan tekstur liat lebih banyak menyerap air daripada tekstur lainnya, karena liat
memiliki permukaan yang lebih luas. Selain itu, lahan agroforestri memiliki
konsistensi dengan permeabilitas cepat dan drainase yang baik. Permeabilitas
dapat mempengaruhi penyerapan air. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rohmat
(2009) bahwa permeabilitas mencakup bagaimana air, bahan organic bahan
mineral, udara, dam partikel-partikel lainnya yang terbawa bersama air yang akan
diserap masuk ke dalam tanah. Berat isi yang terdapat pada lahan agroforestri
yaitu 0,822 g dan berat jenis yang terdapat yaitu 1,739 g/cm3. Dengan begitu,
25

lahan agroforestri sulit ditumbuhi tumbuh-tumbuhan. Hal ini terjadi karena


menurut Nugroho (2009), pada tanah dengan berat isi yang tinggi, akar-akar
tanaman tidak dapat menembus lapisan tersebut.
Hutan produksi memiliki struktur gumpal membulat dengan tekstur liat.
Kusmawati, dkk. (2012) menyatakan bahwa pada tanah dengan tekstur liat
memiliki ikatan antar partikel yang kuat, sehingga memiliki kemampuan untuk
memantapkan agregat tanah sehingga tidak mudah tererosi. Hal ini diperkuat
dengan pernyataan Sudana (2005) bahwa struktur tanah akan bagus apabila
kandungan bahan organik meningkat, dengan begitu menghasilkan tanah yang
dapat diserap air dengan mudah.Selain itu, tanah hutan produksi memiliki
konsistensi basah agak lekat, permeabilitas cepat, dan drainase baik. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Wardah,dkk. (2016) bahwa laju permeabilitas pada
hutan produksi tergolong tinggi,kemudian disusul oleh lahan agroforestri. Berat
isi yang terdapat pada lahan hutan produksi yaitu 0,705 g dan berat jenis yaitu
2,198 g/cm3. Menurut Hardjowigeno (2003) berat isi menunjukkan perbandingan
antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah.
Tanah semusim memiliki struktur granular dengan tekstur liat. Struktur
granular menurut (2012), memiliki keporousan tanah yang tinggi yang dapat
meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. Konsistensi tanah semusim yaitu lempung
liat berpasir dengan pemeabilitas cepat dan drainase baik. Laju permeabilitas pada
tanaman semusim terendah dibandingkan dengan lahan lainnya. Hal ini
disampaikan Wardah dkk. (2016) bahwa laju permeabilitas pada hutan produksi
tergolong tinggi,kemudian disusul oleh lahan agroforestry, dan lahan semusim
memiliki permeabilitas terendah. Berat isi yang terdapat pada lahan semusim
yaitu 0,749 g dan berat jenis yang terdapat yaitu 1,149 g/cm3. Menurut
Hardjowigeno (2003) beberapa jenis tanah mempunyai nilai bobot isi kurang dari
0,90 g cm-3 , salah satunya adalah tanah andisol.
Erosi yang terdapat pada tiga lahan tersebut memiliki erosi percik. Erosi
percik terjadi karena air hujan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kartasapoetra,
dkk.(2005) bahwa daerah Indonesia merupakan daerah tropis yang lembab
sehingga terjadinya erosi yang disebabkan oleh air (curah hujan).
26

4.3.2 Perbandingan Sifat Biologi Tanah Pada Masing-Masing Pengunaan Lahan


Berdasarkan hasil pengamatan dari tiga lahan yang berbeda yaitu lahan
agroforestri, hutan produksi dan tanaman semusim, didapatkan hasil sifat biologi
tanah yang berbeda-beda. Hasil pengamatan didapatkan dari berbagai aspek yaitu
keragaman vegetasi, jumlah seresah, keragaman makro organisme dalam tanah,
dan ada tidaknya kascing di dalam tanah. Pada pengunaan lahan agroforestri
memiliki vegetasi berupa tanaman kopi dan boneset. Lahan agroforestri memiliki
ketebalan seresah yang tergolong banyak, serta ditemukan makroorganisme
berupa cacing dan kelabang. Pada pengamatan lahan agroforestri tidak ditemukan
kascing. Variasi vegetasi yang terjadi pada pengunaan lahan agroforestri menurut
Weber, dkk dalam Dawson, dkk (2010), ditentukan oleh kesesuaian tempat
tumbuh dan variasi jenis tanaman serta akses petani terhadap sumber genetik yang
cocok. Ketebalan seresah pada lahan agroforestri menurut Kurniatun, dkk (2010),
lebih sedikit dibandingkan ketebalan seresah pada hutan alami. Secara umum
terdapat kecenderungan bahwa makin besar ukuran populasi suatu spesies di suatu
habitat, maka semakin tinggi derajat keanekaragaman genetik.
Pada pengamatan kedua di sub titik lahan hutan produksi ditemukan tiga
macam vegetasi yaitu tanaman talas, bunga kancing, dan boneset. Variasi vegetasi
yang terjadi pada hutan produksi menurut Asmanah Widiarti dan Sukaesih
Prajadinata (2008), lebih rumit dibandingkan dengan lahan pada kebun campuran.
Lahan ini memiliki ketebalan seresah yang tergolong sedang dengan keberagaman
makroorganisme yang beragam diantara lain semut, ulat, cacing, kecoa, laba-laba,
jangkrik, dan kelabang. Banyaknya makroorganisme di lahan hutan produksi
disebakan karena banyaknya bahan organik tanaman sebagai sumber energi. Hal
ini sejalan dengan pernyataan Borror, dkk., (1992) dalam Sugiyarto dan Wiryanto
(2007) bahwa makanan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam
menentukan banyaknya fauna tanah dan tempat ia hidup. Pada lahan hutan
produksi ini tidak ditemukan kascing yang terdapat di dalam tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan ketiga di sub titik lahan semusim
ditemukan dua vegetasi berupa tumbuhan paku dan tanaman beri. Variasi vegetasi
yang terdapat pada lahan semusim menurut Asmanah Widiarti dan Sukaesih
Prajadinata (2008), lebih sederhana dibandingkan dengan struktur vegetasi pada
27

hutan alam. Ketebelan seresah pada lahan semusim ini tergolong sedikit. Menurut
Kurniatun dkk (2010), banyak sedikitnya seresah dipengaruhi oleh keberagaman
jenis tanaman, keadaan lingkungan dan waktu. Makroorganisme yang ditemukan
diantaranya semut, kelabang, laba-laba, dan cacing. Pada lahan semusim tidak
ditemukan kascing.
4.3.3 Perbandingan Sifat Kimia Tanah Pada Masing-Masing Pengunaan Lahan
Pada pengamatan di UB Forest yang dilakukan di tiga sub titik dengan
jenis lahan yang berbeda yaitu agroforestri, hutan produksi, dan lahan musiman
sehingga menyebabkan perbedaan sifat kimia seperti pH dan indikator kesehatan
tanah. Dalam pengamatan pH tanah, ketiga sub titik memiliki pH berkisar antara
5,1-5,8. Sub titik 2 pada penggunaan lahan sebagai hutan produksi memiliki pH
yang paling tinggi, dikuti pada agroforestri sub titik 1 dan yang paling kecil yaitu
tanaman musiman pada sub titik 3. Hal ini sesuai dengan Rusdiana dan Lubi
(2012), yang menyatakan bahwa tanah pada ketiga lahan tergolong masam.
Kandungan ion H+ pada pH asam lebih tinggi daripada OH- sehingga akan
memengaruhi perkembangan mikroorganisme karena unsur haranya sulit diserap
oleh akar tanaman.Pada pengamatan indikator kesehatan tanah yang diuji di 3 titik
yang berbeda serta penggunaan lahan berbeda, sehingga biodiversitas tanaman
juga berbeda.
Pada sub titik 1 penggunaan lahan agroforestri, ditemukan tanaman kopi
yang kekurangan Phosphor sehingga tepi daunnya berubah menjadi keunguan.
Hal ini sesuai dengan Sudomo dan Handayani (2013), yang menyatakan bahwa
kandungan Phospor pada agroforestri memiliki tanah masam yang umumnya
rendah atau sangat rendah.
Pada sub titik 2 dengan penggunaan lahan hutan produksi, ditemukan
tanaman talas yang kekurangan kalium sehingga tepi daunnya menjadi kuning.
Hal ini sesuai dengan Rusdiana dan Lubi (2012), yang menyatakan bahwa secara
keseluruhan diperkirakan bahwa hutan produksi memiliki kandungan K yang
dapat dikategorikan ke dalam kategori sedang. Hal ini akan sedikit mempengaruhi
pada proses fisiologis dalam tanaman, penyerapan unsur-unsur hara lain, rentan
terhadap kekeringan dan penyakit, dan perkembangan akar.
28

Pada sub titik 3 dengan penggunaan lahan semusim, ditemukan pada


tanaman talas dan wortel kekurangan nitrogen sehingga daunnya berubah menjadi
kuning, kemudian ditemukan juga pada tanaman jahe kekurangan nitrogen
sehingga ujung daunnya menguning. Hal ini sejalan dengan literatur Hanafiah
(2005) dalam Wasis (2012) bahwa hilangnya N dari tanah juga disebabkan
penggunaan untuk metabolisme tanaman dan mikrobia selain itu juga N dalam
bentuk nitrat sangat mudah tercuci oleh air hujan, sehingga terjadi kekurangan N
yang terjadi pada penggunaan tanaman semusim.
29

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil fieldtrip yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
wilayah UB Forest Bocek memiliki keragaman biodiversitas yang cukup tinggi
yang dinilai dari aspek biologi Hal ini dibuktikan dengan banyaknya spesies
tumbuhan yang ada, seperti talas, kopi, cabai, jahe, wortel, ubi jalar, kacang, dan
singkong.
Kemudian dari sifat tanah yang rata-rata struktur pada tiap sub titik adalah
granular dengan tekstur yang bervariasi yang berpengaruh terhadap penyerapan
air. Selain itu, permeabilitas yang didapatkan umunya tinggi serta tingkat drainase
tergolong baik.
Sedangkan, pada sifat kimia tanah UB Forest Bocek memiliki kandungan
unsur yang bervariasi dengan kelebihan dan kekurangan pada masing-masing sub-
titik serta pH tanah yang memiliki nilai rata-rata 5,5 yang bersifat sedikit asam
dan baik bagi pertumbuhan tanaman.
Dapat dikatakan bahwa semua aspek dalam tanah, baik itu aspek biologi,
kimia maupun fisik sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman pada UB Forest Bocek.
5.2 Saran
Penggunaan lahan pada UB Forest Bocek sebaiknya berupa Agroforestri.
Agroforestri dapat memberikan keuntungan sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Penggunaan lahan agroforestri dapat mempertahankan kesehatan tanah, karena
dapat menjaga sifat fisik, biologi, dan kimia tanah untuk mengoptimalkan
produksi tanaman.
30

DAFTAR PUSTAKA

Borror, D.J., Triplehorn, C.A., dan Johnson, N.F . 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Yogyakarta: Penerbit Universitas Gadjah Mada.
Dawson, I.K., Vinceti, B., Weber, J.C., Neufeldt, H., Russel, J., Leengkek, A.G.,
Kalinganire, A., Kindt, R., Lilleso, J.P.B., Rhosetko dan Jamnadas, R.
2010. Climate Change and Tree Genetic Resources Management:
Maintaining and Enhancing the Productivity and Value of Smallholder
Tropical Agroforestry Landscapes. Springer Science Business Media.
Hairiah, K., Suprayugo, D., Widianto., Berlian., Suhara, E., Mardiastuning, A.,
Widodo H.R., Prayogo, C dan Rahayu, S. 2012. Alih Guna Lahan Hutan
Menajdi Lahan Agroforestri Berbasis Kopi: Ketebalan Seresah, Populasi
Cacing Tanah dan Makroporositas Tanah. Jurnal Analisis Kebijakan
Kehutanan 9(1): 1-10.
Hardjowigeno. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta
Intara, Yazid Ismi, Asep Sapei, Erizal, Namaken Sembiring, M.H. Bintoro
Djoefrie. 2011. Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat dan
Lempung Berliat Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu
Pertanian Indonesia. H 130-135 ISSN: 0853-4217. Vol.16 No. 2 Agustus
2011
Kartasapoetra, A.G., Kartasapoetra, G., Sutedjo Mul Mulyani. 2005. Teknologi
Konservasi Tanah & Air. Rineke Cipta. Jakarta
Kumalasari, Nina Indah. 2012. Perbandingan Sifat Fisik Tanah Lintasan Sepeda
Gunung Dan Tanah Hutan Di Hutan Pendidikan Gunung Walat,
Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor
Kusmawati, Tatiek, Ni Made Trigunasih, I Gusti Ayu Surya Utami Dewi. 2012.
Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air Pada Daerah
Aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN:2301-6515.
Vol. 1, No.1, Juli 2012
Nugroho.Y. 2009. Analisis Sifat FisikKimia Dan Kesuburan Tanah Pada Lokasi
Rencana Hutan Tanaman Industri PT Prima Multibuwana. Prodi Budidaya
Universitas Lambung Mangkurat. Kal - Sel.Volume 10 No. 27.
31

Rohmat, A. 2009. Tipikal Kuantitas Infiltrasi Menurut Karakteristik Lahan.


Erlangga. Jakarta
Sudana, W. 2005. Potensi dan Prospek Lahan Rawa sebagai Sumber Produksi
Pertanian. Analisis Kebijakan Pertanian. 3(2): 141-151
Sugiyarto dan Wiryanto. 2007. Pengaruh Keanekaragaman Mesofauna dan
Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi Bahan Organik Tanaman di
Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal
Bioteknologi 4 (1) : 20-27.
Wardah, dkk. 2016. Sifat Fisik Tanah Pada Hutan Tanaman Kemiri, Lahan
Agroforestri, dan Lahan Hutan Sekunder Di Desa Labuan Kungguma
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Warta Rimba vol 4 no. 2 hal 40-
46.
Widiarti, S dan Prajadinata, S. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat Pola Kebun
Campuran. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 5(2): 145-156.
32

LAMPIRAN
1. Dokumentasi Pengamatan Fisika Tanah
2. Dokumentasi Pengamatan Biologi Tanah
3. Dokumentasi Pengamatan Kimia Tanah
4. Hasil Deskripsi Morfologi Tanah

You might also like