You are on page 1of 5

AFASIA

Penyusun:
1. Dika Lesmana P (171610101059)
2. Millenieo Martin (171610101060)
3. Maria Evata K.S (171610101061)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2018
AFASIA

Manusia menggunakan bahasa dalam memenuhi sistem komunikasi yang komplek.


Produksi bahasa terjadi pada otak manusia. Salah satu gangguan bahasa yang disebabkan oleh
kerusakan otak adalah Afasia (Panggalih, 2014). Afasia adalah istilah umum, yang pertama
kali digunakan pada tahun 1864, yang berarti kehilangan kemampuan sebagian atau seluruhnya
untuk menggunakan atau memahami bahasa (Semiun, 2006). Afasia merupakan suatu
gangguan kemampuan berbahasa dimana penderita dengan afasia menggunakan bahasa secara
tidak tepat atau mengalami gangguan kemampuan pemahaman suatu kata atau kalimat. Afasia
juga merupakan kesalahan penderita dalam pengungkapan pikiran, yaitu tidak terjadinya
sinkronisasi antara sesuatu yang dipikirkan dengan apa yang diungkpkan. Penderita afasia
dapat mendengar orang lain berbicara tetapi sulit untuk memahami.

Afasia dapat terjadi mengikuti stroke dan traumatic brain injury, dapat pula
dihubungkan dengan penyakit yang mempengaruhi unsur dan fungsi otak. Afasia bukan
sederhana semata-mata sebagai kekacauan berbahasa, melainkan sebagai suatu kesatuan klinis
yang kompleks. Secara klinis, afasia adalah bagian dari neurologi dimana gangguan terjadi
pada pusat bahasa yang ditandai oleh paraphasis, kesukaran menemukan kata-kata,
pemahaman yang berbeda dan berubah lemah (Kertesz, 1979).

Afasia secara klinis menunjukkan lokasi lesi pada korteks serebri dan juga
menunjukkan lesi tersebut pada hemisfer kiri otak besar (Weiner, 2000). Berdasarkan
manifestasi klinik, afasia dibagi menjadi afasia lancar dan afasia tidak lancar. Pada afasia
lancar, didapatkan bicara yang lancar, artikulasi baik, serta irama yang baik, namun isi
pembicaranya tidak berisi dan bermakna. Afasia lancar meliputi :

1. Afasia Sensorik (Wrenickle)


Pada afasia ini, bahasa pasien terganggu. Umumnya pasien tidak mampu memahami
kata yang diucapkannya dan tidak mengetahui kata yang diucapkannya benar atau
salah sehingga terjadi kalimat yang isinya kosong. Lesi yang menyebabkan afasia
sesorik terletak di daerah bahasa bagian posterior. Semakin berat kerusakan dalam
komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi mencakup bagian posterior
dari girus temporal superior. Apabila pemahaman kata tunggal terpelihara, namun
kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai area lobus parietal. Selain itu,
afasia ini dapat pula terjadi pada lesi subkortikal yang merusak isthmus temporal
yang menghambat sinyal aferen inferior ke korteks temporal.
2. Afasia Konduksi
Pada afasia konduksi, terdapat gangguan berat pada repetisi (pengulangan). Selain
itu, pasien dengan gangguan ini juga mengalami gangguan dalam menulis, anomia
(ketidak dapat memahami) berat, parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman
bahasa lisan terpelihara. Afasia konduksi terjadi akibat adanya lesi pada daerah
temporal atau parietal yang mengenai fasikulus arkuatus dan/atau jaras yang
menghubungkan area Wrenickle dengan area Broca.

3. Afasia Amnesik (Anomik)


Afasia jenis ini kemungkinan tampak pada adanya lesi kecil di girus angularis,
ensefalopati toksila/metabolik, atau proses desak ruang pada daerah yang jauh dari
area bicara dan menimbulkan dampak tekanan pada girus angularis. Afasia anomik
merupakan jenis afasia dengan lokalisasi yang jelas, oleh karenanya harus diteliti
dengan seksama untuk mencari kemungkinan penyebab yang bersifat reversibel atau
akibat kelainan metabolik. Penderita afasia ini dapat berbicara lancar tetapi buruk
dalam penyampaian informasi karena adanya parafasia dan sirkumkolusi.

4. Afasia transkortikal sensorik


Afasia transkortikal ditandai dengan repetisi bahasa lisan yang baik, namun fungsi
bahasa lainnya tergangu. Pada afasia ini, penderita dapat mengulang dengan baik,
namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Afasia
transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas berupa infark berbentuk bulan sabit di
area perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor.

Pada afasia tidak lancar, pembicaraan pasien terbatas serta sering disertai artikulasi yang buruk.
Afasia jenis ini meliputi :

1. Afasia Motorik (Broca)


Afasia motorik atau afasia broca merupakan bentuk afasia yang paling sering
dijumpai. Gejalanya berupa bicara yang tidak lancar, artikulasi buruk, serta
nampak melakukan upaya bila hendak berbicara. Repetisi dan membaca kuat sama
terganggunya seperti bicara spontan. Pemahaman auditif dan membaca tidak
terganggu namun pemahaman kalimat dengan tata bahasa yang kompleks sering
terganggu. Lesi yang menyebabkan afasia motorik ini mencakup area Broadmann
44 dan sekitarnya. Lesi yang menyebabkan afasia Broca biasanya melibatkan
operkulum frontal (Broadmann 45 dan 44) dan massa alba frontal dalam.

2. Afasia Global
Afasia global merupakan jenis afasia yang paling berat. Keadaan ini ditandai
dengan tidak adanya lagi bahasa spontan. Komprehensi menghilang atau sangat
terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu dua patah kata.
Membaca dan menulis juga terganggu berat. Afasia global disebabkan oleh lesi
luas yang merusak sebagian besar atau semua daerah bahasa. Penyebab lesi yang
sering adalah sumbatan arteri karotis interna atau arteri serebri media pada
pangkalnya. Afasia global hampir selalu disertai hemiparese atau hemiplegia.

3. Afasia Transkortikal Motorik.


Pada afasia ini, penderita mampu melakukan repetisi (pengulangan), memahami
dan membaca dengan baik, namun dalam bicara spontan tampak terbatas seperti
penderita afasia Broca. Penderita afasia transkortikal mengalami kekurangan
dalam kelancaran berbicara (lesi pada daerah anterior) atau pemahaman (lesi pada
daerah posterior).

Gambar 1. Area Wrenickle dan Area Broca


Sumber : www.psychologymania.com

Selain semua jenis afasia di atas, terdapat satu lagi jenis afasia yaitu afasia psikogenik.
Seseorang dapat dikategorikan afasia psikogenik apabila memiliki gejala afasia, namun tidak
dapat diklasifikasikan ke salah satu kategori di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Dachrud, Musdalifah. 2010. Studi Metaanalisis terhadap Intensitas Terapi pada Pemulihan
Bahasa Afasia. Jurnal Psikologi, Vol. 37, No. 1 : 33- 49.

Kertesz, A. 1979. Aphasia and Associated Disorders: Taxonomy, Localization and Recovery.
New York : Grune and Startton.

Panggalih, Putri. 2014. Language Production Disorder by A Broca Aphasic (A Case Study).
Study Program of English, Department of Languages Literature, Faculty of Cultural
Studies, Universitas Brawijaya.

Sanjaya, Nur Arief. 2015. Gangguan Fonologi Keluaran Wicara Pada Penderita Afasia Broca
dan Afasia Wrenickle : Suatu Kajian Neurolinguistik. Arkhais, Vol. 06 No.2.

Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Kanisius.

Weiner, Howard L. 2000. Buku Saku Neurologi Edisi 5. Jakarta : EGC.

You might also like