You are on page 1of 22

BAB IX

Biokimia Respirasi

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 165
A. RESPIRASI DAN FOSFORILASI OKSIDATIF

Mitokondria merupakan pusat energi sel yang memproduksi zat berenergi tinggi dalam
ATP melalui reaksi fosforilasi oksidatif. Mitokondria berisi sejumlah rangkaian katalisator dalam
rantai respirasi serta menangkap energi bebas (fosfat energi tinggienzim-enzim penghasil
energi).

Gambar 9A.1 Struktur membran mitokondria


Membran mitokondria terdiri atas :
 Membran eksternal yang bersifat permeable, mengandung enzim monoamin oksidase,
asil-KoA sintetase, gliserolfosfat asiltransferase, monoasilgliserolfosfat asiltranferase,
fosfolipase
 Membran internal bersifat selektif, struktur berlipat terdiri atas fosfolipid, bagian luar
mengandung suksinat dehidrogenase dan bagian dalam mengandung enzim gliserol-3-
Fosfatase
 Ruang antar membran mengandung enzim adenilil kinase dan kreatin kinase
 Matriks mengandung enzim-enzim siklus asam sitrat (Siklus Krebs) dan enzim oksidasi-β-
asam lemak

Gambar 9A.2 Rantai espirasi dimana energi makanan menjadi ATP

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 166
Gambar 9A.3 Ekuivalen pereduksi rantai pernafasan

Ubiquinon/Q/Koenzim Q merupakan karier penghubung flavoprotein dan sitokrom,


pembentuk lipid/fosfolipid mitokondria. Pada tanaman identik dengan flastokuinon di
kloroplas.

Gambar 9A.4 Peranan ubiquinon dalam rantai respirasi

Gambar 9A.5 Struktur ubiquinon

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 167
Protein besi-sulfur merupakan FeS jenis ikatan besi non-heme, berikatan dengan
koenzim falvoprotein (metaloprotein) dan sitokrom b serta berperan dalam oksidasi reduksi
antara falvin dan Q

Gambar 9A.6 Peranan metaloprotein

Gambar 9A.7 Komponen respirasi di membran internal mitokondria

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 168
Gambar 9A.8 Komplek I. II. III dan IV pada rantai respirasi

Gambar 9A.9 Inhibitor rantai respirasi

Laju Pengndalian Respirasi


 Status 1 : tersedianya ADP dan substrat
 Status 2 : tersedianya substrat saja
 Status 3 : kapasitas rantai respirasi pada kondisi substrat dan komponen respirasi jenuh
 Status 4 : tersedia ADP saja
 Status 5 : tersedia oksigen saja kondisi dimana proses yang memerlukan energi

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 169
Contoh kondisi istirahat terjadi pada status 4, saat olah raga pada status 3 atau status 5
pada kapasitas rantai respirasi jenuh atau PO 2 turun di Sit.aa3 jumlah ADP/ATP konstan
akibatnya transloksi ADP/ATP

Gambar 9A.10 Pengendalian Respirasi Mitokondria


A. Status 4 diberi ADP terjadi reaksi fosforilasi menjadi ATP akibatnya
pemutusan rangkaian uncoupler menjadi status 4
B. Penambahan oligomisin dalam pemutusan fosforilasi ADP menjadi ATP

Peran ADP dalam hal ini ADP terfosfolrilasi menjadi ATP serta memungkinkan lebih
banyak reaksi respirasi dalam memperbaharui simpanan ATP

Gambar 9A.11 Fosforilasi ADP

Inhibitor penghambat respirasi dapat melalui inhibitor rantai respirasi, inhibitor


fosforilasi oksidatif dan pemutusan rangkaian (uncoupler) fosforilasi oksidatif. Inhibitor rantai
respirasi dalam hal ini berperan dalam mencegah substrat berikatan dengan enzim, inhibitornya
yaitu amobarbital (barbutirat), antibiotik pierrisidin A, insektisida rotenon; menghambat antara
sit b dan sit c denganinhibitor dimerkaprol dan antimisin A; menghambat respirasi secara total

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 170
yaitu inhibitor oksidase antara lain H2S, CO dan sianida; inhibitor suksinat dehidrogenase ke Q
yaitu karboksin dan TTFA; inhibitor kompetitif untuk suksinat dehidrogenase oleh malonat.
Inhibitor fosforilasi oksidatif yitu inhibitor pada keseluruhan proses dan fosforilasi oleh
oligomisin.
Pemutusan rangkaian (uncoupler) fosforilasi oksidatif melalui cara oksidasi tanpa
fosforilasi yang diakibatkan dinitrofenol; inhibitor fosforilasi oksidatif tergantung pengangkutan
senyawa nukleotida meliputi inhibitor pengangkutan ADP dan ATP keluar oleh atraktilosid;
serta memisahkan proses oksidasi dan fosforilasi dalam rantai respirasi oleh 2,4 dinitrofenol,
dinitrokresol, pentaklorofenol, CCCP (m-klorokarbonial sianida fenil hidrazon).
Sistem pengankutan dalam membran mitokondria melalui pengangkut fosfat, pengangkut
piruvat, pengangkut dikarboksilat, pengangkut trikarboksilat, pengangkut α-Ketoglutarat dan
pengangkut nukleotida adenin. Inhibitor system pengangkutan ini dihambat oleh N-
tilmaleimida, hidroksinamat, araktilosida.

Gambar 9A.12 Sistem Pengangkutan Mitokondria dapat bersifat sinport-antiport

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 171
Teori Kimiosmotik (Kimia Osmotik) menyatakan translokasi proton H oleh pompa proton
terdapat pada kompleks I,III,IV. F1 & F0/subprotein yang menggunakan energi; zat pemutus
rangkaian oleh dinitrofenol melalui kebocoran H dalam mengurangi proton. Oligomisin bersifat
menghambat hantaran H lewat Fo.

Gambar 9A.13 Teori kimiosmotik

Hasil kimiosmotik yaitu penambahan proton (asam) kepada media eksternal


mitokondria yang utuh akan menimbulkan produk ATP. Terjadinya fosforilasi oksidatif serta
dapat menjelaskan pengendalian respirasi, menjelaskan kerja zat pemutus rangkaian dan dapat
menjelaskan keberadaan sistem pengangkutan pertukaran mitokondria.

Gambar 9A.14 Pengangkut Fosfat melalui pengangkutan nukleotida dengan adenin yang terjadi
dalam sintesis ATP.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 172
Gambar 9A.15 Transport gliserolfosfat dari sitosol ke mitokondria

Gambar 9A.16 Transport Malat dari sitosol ke mitokondria

Transport Kreatin Fosfat dalam matriks ke sitosol dimana Cka suatu kreatin kinase u
reaksinya membutuhkan ATP yang besar.CKb berupaya mempertahankan kreatin, kreatin
fosfat, ATP dan ADP, selanjutnya Ckg mensintesis kreatin fosfat dengan bantuan kreatin kinase
dan CKm melakukan pembentukan kreatin fosfat dari ATP Fosforilasi Oksidatif.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 173
Gambar 9A.17 Transport kreatin fosfat

Gambar 9A.18 Pembentukan keasaman

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 174
Kimia Pernafasan (Kesetimbangan asam basa)

Pernafasan secara biokimia didefinisikan pertukaran 2 gas yaitu O2 dan CO2 antara
tubuh dan lingkungan. Proses respirasi meliputi 4 tahap yaitu
1. Ventilasi paru-paru : masuk-keluarnya udara pernafasan antara atmosfir dan alveoli
2. Difusi O2 dan CO2 antara alveoli dan darah
3. Transport O2 dan CO2 oleh darah ke sel-sel tubuh
4. Pengaturan ventilasi

Gambar 9B.1 Sistem respirasi

Proses difusi O2 dan CO2 yaitu membutuhkan udara normal yang mengandung78,62%
N2; 20,84% O2; 0,04% CO2 dan 0,5% uap air. Semua aliran gas tunduk pada Hk Boyle, Hk. Gay-
Lussac dan Hk Dalton. Hk Boyle berkaitan dengan gas yaitu bila suhu dan massa (jumlah molar
suatu gas dalam suatu ruangan konstan, tetapi volume ruangan bertambah atau berkurang,
maka tekanan gas dalam ruangan tersebut akan berubah sebaliknya denganvolume yaitu pada
massa dan suhu gas ideal tetap.
► Tekanan = konstante : Volume
Tekanan x Volume = konstan
Contoh pada O°C dan tekanan 1 atm (760 mmHg), 1 gram molekul gas menempati 22,4 L, bila
volume berkurang setengah menjadi 11,2 L maka tekanan naik 2x menjadi 1520 mmHg, dan
sebaliknya volume gas bertambah 44,8 L tekanan turun 0,5x menjadi 380 mmHg
Hk. Gay-Lussac menyatakan bila suatu gas dengan massa tetap pada tekanan yang
konstan, bila suhu berubah, volume gas juga berubah sebanding dengan kenaikan atau
penurunan suhu.
► Volume = konstan x Suhu (°Kelvin)

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 175
Contoh : 1 gram ideal molekul gas pada 273°K (O°C) menempati volume 22,4 L, bila gas
dinaikkan menjadi 37°C (310°K), gas tersebut akan menempati volume 25,4 L
Hk Dalton (Hukum Gas Ideal) Gabungan Hukum Boyle dan Gay-Lussac
► PV = nRT
► P = tekanan (mm Hg)
V = Volume (L)
n = jumlah massa gas (gram molekul)
R = Konstante ((62,36)
T = suhu (Absolut/Kelvin)
Tekanan parsial menyatakan desakan yang ditimbulkan oleh gas dalam usahanya untuk
meninggalkan cairan disebut tekanan gas. Daya yang dikeluarkan oleh gas dalam usahanya
memasuki cairan sama dengan daya usaha gas dalam meninggalkan gas.Tekanan gas sama
denga tekanan parsial menjadi antara lain PO2, PCO2, PN2
Tekanan parsial keseluruhan gas 760 mmHg meliputi :
Ekspirasi
78,62% N2 = 597 mmHg 79%
20,84% O2 = 159 mmHg 15%
0,04% CO2 = 0,3 mmHg 5%
0,5% uap air = 3,7 mmHg
Catatan :
► Pada suhu 37oC , P uap air 47 mmHg, total 713 mmHg
► Perbedaan kadar O2 dan CO2 : O2 berkurang 5% (diambil darah) dan CO 2 bertambah dari
jaringan

Tabel 9B.1 Tekanan parsial gas-gas pernafasan dalam udara

Steady state equilibrium menyatakan molekul gas memasuki fasa air, gas yang larut
dalam cairan meninggalkan fasa cair. Steady state equilibrium adalah jumlah molekul gas yang
masuk dalam fasa cair = jumlah molekul gas yang keluar dari fasa cair atau tekanan parsial sama
dengan tekanan gas. Faktor yang mempengaruhi steady state equilibrium yaitu tekanan parsial
gas yang mengelilingi cairan dan kelarutan gas dalam cairan pada suhu tertentu. Koefisien
kelarutan gas CO2 pada 37oC, 1 atm adalah 20 kali lebih besar dari pada gas O 2. Koefisien
kelarutan gas pernafasan dalam air pada 37oC pada P 1 atm. Benturan dan masuknya molekul
gas dalam cairan disebut difusi.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 176
Tabel 9B.2 Komposisi beberapa senyawa di atmosfir

Proses difusi belangsung melalui kecepatan difusi (diffusion rate/DR) yang dipengaruhi oleh :
1. Perbedaan tekanan parsial gas dan tekanan gas antara alveoli dan darah
2. Makin luas penampang gas-cairan, difusi makin cepat
3. Jarak tempuh yang ditembus molekul-molekul panjang, difusi makin lambat
4. Daya larut gas makin besar makin banyak molekul yang berdifusi, makin cepat
pergerakan kinetik dan makin besar kecepatan difusi.

Difussion rate (DR)

Gambar 9B. 2 Kapasitas difusi CO, O2 dan CO

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 177
Koefisien difusi gas antara lain gas CO 2 = 20,3; CO = 0,81 dan N2 = 0,53. Difusi alveoli
adalah ideal, dengan alasan yaitu :
1. gas-gas larut dalam lipid (membran sel), mudah larut dalam membran sel
2. Daerah permukaan untuk pertukaran gas sangat luas karena kedua paru-paru terdapat
300 juta alveoli sehingga seluruh luas permukaan membran pernafasan sekitar 70 m 2
3. Jarak yang harus dilalui gas tipis (dinding alveoli sangat tipis)

Pertukaran Gas disebabkan adanya perbedaan tekanan gas antara alveoli dan darah yaitu :
O2 CO2
P alveoli /darah : 104/40 mmHg 40/45 mmHg
P jaringan/darah : 40/95 mmHg 45/40 mmHg
Perbedaan tekanan parsial O2 antara alveoli / darah 104-40 = 64 menyebabkan O2 berdifusi dari
alveoli ke darah. Perbedaan tekanan parsial O2 antara jaringan dan darah = 95-40 = 55 mmHg
menyebabkan O2 berdifusi dari darah ke jaringan. Tekanan dan tegangan parsial O2 , CO2 dan air
pada sistem pulmonari.
Pertukaran gas juga dapat disebabkan perbedaan tekanan parsial CO2 antara alveoli dan
darah 45 – 40 = 5 mmHg menyebabkan CO2 berdifusi dari darah ke alveoli. Perbedaan tekanan
Parsial CO2 antara jaringan dan darah 45-40 = 5 mmHg, CO2 berdifusi dari jaringan ke darah.
Perbedaan tekanan parsial O2 besar menyebab difusi O2 cepat. Perbedaan tekanan parsial CO2
kecil, tetapi Koefisien difusi besar : 20x Koefisien difusi O 2. Pada pertukaran gas, volume gas
yang terlarut tergantung pada tekanan parsial gas (P) dan Koefisien Kelarutan gas () yaitu : Vol
gas yang larut = . Pgas dan  gas CO2 = 20x  gas O2.
Kapasitas Difusi yaitu volume gas yang berdifusi melalui membran pernafasan dalam 1
menit dan perbedaan tekanan 1 mmHg. Contohnya kapasitas difusi O2 = 21 mL/menit,
perbedaan tekanan antara membran pernafasan = 11 mmHg,volume O2 yang berdifusi = 11 x 21
= 231 mL, pada waktu latihan, koefisien O 2 naik menjadi 65 mL/menit, 11x65=715 (volume O 2
yang berdifusi lebih besar/ 3x lipat normal). Koefisien difusi CO2 = 20 x Koef. Dif. O2.
Keseimbangan CO2 cepat tercapai karena Koefisien difusi CO 2 tinggi.
Keseimbangan O2 di Alveoli antara lain pada ujung arteri O2 dari alveoli banyak berdifusi
ke darah, sedang O2 dari darah ke alveoli sedikit. Sehingga tekanan O2 makin tinggi. Semakin
tinggi tekanan O2 darah semakin banyak O2 berdifusi ke dalam alveoli, sehingga pada ujung
vena sudah terjadi keseimbangan.

Gambar 9B.3 Keseimbangan O2 di alveoli

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 178
Tekanan O2 di jaringan yaitu P O2 tinggi = 95 mmHg, P O2 rata-rata = 40 mmHg dengan
selisih 55 mmHg. Akibat tekanan pada jaringan mendorong O2 dan masuk ke jaringan
(terjadi difusi O2 dari darah ke jaringan), hingga pada ujung vena tekanan O 2 sama, yang 40
terjadi keseimbangan). Difusi CO2 dari darah paru-paru ke dalam alveoli.

Gambar 9B.4 Kesimbangan CO2 di alveoli

Keseimbangan tekanan CO2 pada waktu darah sampai dalam kapiler paru-paru, PCO2 =
45 mmHg sedangkan PCO2 dalam udara alveoli adalah 40 mmHg, karena Koefisien CO 2 20 kali
lebih besar maka lebih cepat keseimbangan kurang dari pertengahan waktu aliran darah
melalui kapiler paru-paru.
Cara pengangkutan O2 berdasarkan O2 larut (Hk Henry) = 0,393 ml/ 100 ml darah, O2
yang larut (keadaan sebenarnya) = 20 ml/100 ml darah. sebab adanya perbedaan kemampuan
Hb dalam transport O2. Hb + O2 (red.Hb) → HbO2 (oxy.Hb) dan pada Hb O2 terikat pada residu
Histidin Hb ( 58,  63).
Kemampuan Hb dalam transport O2 meliputi dalam substansi darah, eritrosit jumlahnya
paling banyak dibandingkan leukosit dan trombosit. Eritrosit mengandung heme yang dapat
mengikat O2 , dimana 1 Hb mengikat 4 molekul O 2. Walaupun kelarutan O2 kecil dalam darah
(Hk Henry), karena adanya heme kelarutan menjadi banyak. Makin banyak Hb maka makin
banyak O2 yang dapat diangkut. Bila diketahui P O2 = 104 mmHg ( saturasi 97%) dan P O2 = 50
mmHg O2 (Saturasi 80%), diperoleh selisih saturasi 17% maka pada saat P O2 jaringan 50 mmHg
maka darah melepaskan O2 ( berkisar 15 – 20 Vol %) maka tekanan dimana oksigen akan
dibongkar/ dilepas.
Dalam hal ini O2 yang diangkut adalah 1,34 ml/g Hb. Bila kadar Hb = 14,5% : jumlah O2
yang diangkut 14,5 x 1,34 ml = 19,43 ml akibatnya O2 yang larut secara fisis (Hk Henry) = 0,393
ml menjadi total O2 = 19,823 ml (± 20 vol%). Bila kadar Hb = 10 g% (sedikit anemi) O2 yang
diangkut Hb = 10 x 1,34 = 13,4 O2 yang larut (Hk Henry) = 0,393. Kapasitas pengangkutan O2 ~
kadar Hb. Pada latihan fisiologi jaringan membutuhkan banyak O 2 menyebabkan O2 banyak
dipakai jaringan, akibatnya P O2 jaringan menurun menjadi 15 mmHg akibatnya lebih banyak O2
dibebaskan dari normal.
Disosiasi Oksi-Hb terjadi di jaringan dimana P O 2 rendah, Hb O2 → Hb + O2 dipengaruhi P
O2, P CO2, pH, elektrolit, temperature dan kadar 2,3 BPG. Sirkulasi aliran penghantaran O2 darah
tidak efisien mencapai sekitar 15% O2 berkurang (tidak 100% yang diinspirasi dan ekspirasi)

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 179
yang harus ada yang disimpan untuk emergensi dikeluarkan untuk menghasilkan energi guna
bertahan hidup untuk beberapa menit. Pada P CO2 = 40 mmHg, P O2 = 30 mmHg dengan
kejenuhan tercapai 50% terjadi disosiasi dari pemecahan Hb O 2 → Hb + O2. Contohnya pada P
O2 = 140 mmHg pada saturasi 100% , tetapi pada P O2 = 100 mmHg mencapai saturasi menurun
sampai 97% menunjukkan terjadi proses pemecahan Hb O2 memnyebabkan disosiasi sebesar
3%. Semakin menurun P O2 semakin banyak membutuhkan O2 akibatnya disosiasi meningkat
selanjutnya O2 bebas semakin banyak ke jaringan. Makin menurun P O2 menyebabkan saturasi
HbO2 menurun akibatnya disosiasi meningkat.

Gambar 9B.5 Kurva Disosiasi oksigen Hb

Gambar 9B.6 Pergeseran Kurva Disosiasi oksigen Hb

Pada pergeseran kurva disosiasi oksigen Hb, ada 3 titik untuk untuk mencapai saturasi
50% yaitu jika P CO2 = 20 mmHg dan P O2 = 23 mmHg, jika P CO2 = 40 mmHg dan P O2 = 30
mmHg dan jika P CO2 = 80 mmHg dan P O2 = 50 mmHg. Untuk mencapai saturasi 5% tergantung
pada P CO2 dilakukan penurunan saturasi tidak bersifat linier pada P O2 = 100 mmHg hingga P
O2 = 50 mmHg saturasi meurun 17% dan pada P O2 = 140 hingga P O2 = 100 mmHg saturasi
menurun 3%.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 180
Pengaruh P O2

Pengaruh P O2 yaitu pada kondisi berikut :


P CO2 = 40 (Jaringan) Kejenuhan Oksy Hb
P O2 = 100 mmHg 98%
P O2 = 80 mmHg 93%
P O2 = 50 mmHg 80%
P O2 = 40 mmHg 65%
Pada P O2 = 80 mmHg : kapasitas pengikatan O2 tidak banyak berbeda pada P O 2 = 100
mmHg. Di jaringan P O2 = 40 banyak O2 dilepaskan (30%). Dalam satu sirkulasi darah jumlah O 2
berkurang 15 Vol %, masih ada cadangan yang dapat dipakai bila oksigenasi di paru mengalami
gangguan.

Pengaruh P CO2

Pengaruh P CO2 antara lain dengan kondisi P CO2 = 40 mmHg dikatakan normal
fisiologis, P CO2 = 20 mmHg dikatakan alkalosis respiratorik, P CO2 = 80 mmHg dikatakan
asidosis respiratorik. Pengaruh P CO2 terhadap disosiasi oksi-Hb disebut Efek Bohr yaitu Pada P
O2 = 40 mmHg kejenuhan oksi Hb pada keadaan P CO2 = 20 (80%), P CO2 = 40 (65%) dan P CO2 =
80 (50%). Bila P CO2 meningkat dalam kurva disosiasi Oksi-Hb ke kanan dan P CO2 menurun
menyebabkan kurva disosiasi Oksi-Hb ke kiri. P CO2 =50 mmHg tekanan O2 dimana Hb 50%
jenuh dengan O2.

Pengaruh pH
Pengaryh pH dimana CO2 membentuk H2CO3 selanjutnya H+ menyebabkan penurunan
pH (melepas HCO3-). Peningkatan P CO2 menyebabkan penurunan pH. Semakin tinggai CO2 →
identik dengan penurunan pH karena semakin banyak H + yang akan di hasilkan, sehingga
dissosiasi akan meningkat (karena kebutuhan O 2 meningkat akibatnya saturasi menurun.

Pengaruh Elektrolit
Pengaruh elektrolit mempermudah pembebasan O2 dalam jaringan akibatnya elektrolit
meningkat dan dissosiasi meningkat.

Pengaruh Temperatur
Peningkatan suhu mempermudah pembebasan O 2 ke jaringan. Karena peningkatan
suhu meningkatkan metabolisme serta pengangkutan hasil metabolisme meningkat demikian
pula kebutuhan O2 meningkat untuk metabolism.

Kadar 2,3 Bifosfogliserat (BPG/DPG)


2,3 BPG merupakan zat antara metabolisme dalam glikolisis Emden-Meyerhof, terikat
kovalen dengan gugus alfa amino terminal residu valin pada rantai deoksi Hb. Pada Hb
teroksidasi tidak terdapat DPG, DPG akan menggeser ke kanan, sehingga makin tinggi DPG
makin tinggi pelepasan O2 dari oksi Hb. DPG meningkat dissosiasi meningkat akibatnya P O2

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 181
akan meningkat, arah kurva ke kanan. DPG menurun menyebabkan dissosiasi menurun
akibatnya saturasi Hb O2 menurun , P O2 menurun menyebabkan kurva ke kiri.
Peningkatan DPG, akan terjadi hipoksia ( naik gunung 2500-2750 m). DPG meningkat
agar O2 yang berdissosiasi meningkat serta O2 yang dilepaskan ke jaringan akan meningkat
dalam hal ini DPG menguntungkan. Pada kondisi anemia. Hb mengikat O2 pada paru-paru, tapi
dengan adanya DPG meningkat, maka ikatan Hb dan O2 menjadi menurun, pada keadaan ini
menurunkan afinitas Hb terhadap O2 sehingga udara inspirasi menurun, menyebabkan inspirasi
terganggu dalam hal ini DPG merugikan. Kelainan Kongenital Hb yaitu HB F terjadi peningkatan
Hb, kurva dissosiasi ke kiri menyebabkan eritrosit yang mengandung Hb F mempunyai afinitas
yang besar terhadap O2, dalam hal ini menguntungkan janin karena PO2 plasenta rendah. Hb F
dan Hb A sama, afinitas Hb F terhadap DPG menurun menyebabkan P CO2 rendah sehingga
membutuh suplai O2 yang tinggi.
Kecepatan transport O2 ke jaringan yaitu pada koefisien Pemakaian O2 normal 25%.
Pada latihan berat Koefisien O2 meningkat 3 kali, P CO2 meningkat 5 kali dan transport O2 15
kali. Pemakaian O2 di jaringan di atur berkaitan dengan persediaan O2 dan kadar ADP
(cadangan energi). Bila P O2 > 4 mmHg : reaksi-reaksi kimia dalam jaringan dapat terus tanpa
pengaruh O2 dan bila P O2 < 4 mmHg dipengaruhi persediaan Hb.
Variasi Gambaran Klinis Darah antara lain deoksi-Hb = reduced Hb akan berwarna
merah gelap, Oksi Hb berwarna merah terang dan CO-Hb berwarna merah cerry. Bila reduced
Hb > 5 g% akan menyebabkan sianosis (bibir/mukosa terlihat biru misal gangguan oksigenasi
pada peunomia berat dan keracunan sianida yang sukar terjadi pada anemia berat karena
kadar Hb rendah tidak memungkinkan kadar red-Hb mencapai 5 g%. CO-Hb : Hb mempunyai
afinitas terhadap CO 210 kali lebih besar dari pada terhadap O2 bila kadar CO 0,02% (pusing)
dan 0,1% dalam 1 jam pingsan dan 4 jam meninggal.

Pengangkutan CO2

CO2 diangkut dalam eritrosit dan plasma, bentuk pengangkutan CO2 antara lain :
1. CO2 yang larut 6%
Secara fisiologis sedikit, penting karena mempengaruhi reaksi :
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
2. Asam karbonat 4%
Sebagai H2CO3 sedikit, tetapi mempengaruhi reaksi di atas H2CO3 → H+ + HCO3-
3. Ikatan karbamino 20%
4. Ion karbonat dalam plasma 70%

Ikatan karbamino

Ikatan protein dan Hb , Hb-NH2 → Hb-NHCOOH (melepas CO2), Protein-NH2 → Protein-


NHCOOH (melepas CO2). Penting dimana CO2 dan DPG berikatan dengan NH2 -valin rantai  Hb,
sehingga CO2 dan DPG kompetitif.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 182
Tabel 9B.3 Perbandingan kadar O2 , CO2 dan N

Efek Haldane

Pengikatan O2 pada Hb akan mengeliminasi CO2 (pelepasan CO2 dari ikatannya sebagai
karbamino-Hb). Bila P CO2 > 15 mmHg pembentukan karbamino-Hb tidak dipengaruhi P CO2
tetapi dipengaruhi oksi-Hb, pengikatan O2 oleh Hb mengakibatkan eliminasi CO2 dari ikatan
karbamino. Efek Haldane secara kwantitatif dalam meningkatkan transport CO 2 lebih penting
dari pada Efek Bohr dalam meningkatkan transport O 2. Efek Haldane merupakan akibat dari
red-Hb dimana oksigenasi Hb (menjadi P O 2 ) meningkatkan pelepasan proton (H+) dari molekul
Hb.
HHb → H+ + HbO2-
H + H CO3- → H2CO3 → CO2 + H2O
+

Eliminasi CO2 dari darah setelah oksigenai diakibatkan meningkatnya proton yang kemudian
berikatan dengan H2CO3 yang oleh karbonik anhidrase dipecah menjadi CO 2 dan H2O. Semakin
asam Oksi-Hb, semakin berkurang Krabamino-Hb. Transport CO2 dalam bentuk ikatan
karbamino hanya 10%, tetapi efek haldane meningkatkan hingga 2x lipat pada waktu oksigenasi
dan deoksigenasi di jaringan.

Gambar 9B. 7 Diagram hubungan HCO3-, P O2 , H+ dan pH darah normal

Ion karbonat dalam plasma dimana CO2 yang masuk plasma akan masuk ke dalam
eritrosit, dan di ubah menjadi H2CO3 yang terionisasi menjadi H+ + HCO3-
CO2 + H2O → H2CO3 → H+ + HCO3-
K Hb + H+ → HHb

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 183
H akan diikat oleh K Hb menjadi Hb + K . Sehingga HCO3- akan keluar dari eritrosit
masuk ke plasma dan sebgai gantinya Cl - dari plasma masuk ke eritrosit (Chloride Shift).
Karbonik Anhidrase sangat berperan dalam reaksi ini. Karbonik anhidrase banyak dalam
eritrosit, sel parietal lambung dan sel tubuli ginja. Peranan Karbonik anhidrase yaitu dalam
eritrosit sebagai pengangkutan CO2, pembentukan asam lambung dan sekresi H+ .
Pengaruh CO2 terhadap pH darah yaitu pH darah normal = 7,4; campuran H2CO3 dan
KHCO3 aadalah Dapar bikarbonat (pers. Hendersen-Hasselbach), bila HCO3-/ H2CO3 > 20
(akalosis) dan bila HCO3-/ H2CO3 < 20 (asidosis).

Sistem Buffer Darah

Dalam pengangkutan CO2 diperlukan buffer dalam:


1. Plasma : protein plasma (10%) , bikarbonat plasma (kecil) dan fosfat plasma (kecil)
2. Eritrosit : Hb (60%), oksi-Hb (60%), fosfat (25%) dan bikarbonat (kecil)
3. Kapasitas Dapar :Hb/ oksi-Hb (60%), fosfat eritrosit (25%), protein plasma (10%) dan
bikarbonat plasma-fosfat plasma-bikarbonat eritrosit (5%)

Gambar 9B.8 Normogram sistem dapar HCO3-- CO2 dalam darah

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 184
Dapar Hb dan Oksi-hb

Oksi-Hb merupakan asam yang relatif lebih kuat dari red-Hb, K oksi-Hb = 2,4 x 10-7 dan K
oksi-Hb = 2,4 x 10-9 . Pada sistem dapar di paru-paru, perubahan H Hb menjadi Hb O2 yang
disertai pelepasan H+ selanjutnya bergabung dengan HCO3- membentuk H2CO3, karena tekanan
CO2 dalam paru rendah H2CO3 terurai menjadi CO2 dan H2O yang dikeluarkan bersama udara
ekspirasi .
Sistem dapar di jaringan terjadi karena P CO2 jaringan rendah terjadi pembebasan O2 ,
oksi Hb menjadi H Hb. Pada saat yang sama hasil metabolisme masuk dalam darah. Dalam
eritrosit CO2 meenjadi HCO3- dengan enzim karbonik anhidrase HO2CO3 terurai menjadi H+ dan
HCO3- masuk ke plasma dan diangkut ke paru-paru, sedangkan H+ bereaksi dengan Hb- → H Hb.
Perubahan pH sangat kecil karena : H+ di dapar oleh Hb merupakan asam lemah (sedikit
berionisasi). Pada pH =7,35 : 1 Mol oksi-Hb melepaskan 1,88 mEq H+ , 1 Mol red-Hb melepaskan
1,28 mEq H+ . Di jaringan bila 1 mol oksi-Hb 1 mEq H+ ,di dapar (1,88-1,28) mEq H+ , sehingga H
Hb sebagai pH tidak berubah. Transport CO2 tanpa perubahan pH darah disebut Isohydric
transport of CO2.

Chloride Shift

Dapar Hb dan oksi-Hb 60% menybabkan pengangkutan CO2 (buffer dalam eritrosit).
Pengangkutan CO2 terbesar dalam bentuk HCO3 - dalam plasma. Hal di atas terjadi karena
adanya chloride Shift yaitu HCO3 – yang keluar dari eritrosit di gantikan oleh Cl - yang masuk ke
dalam eritrosit. Akibat : kadar Cl- darah vena < darah arteri atau kadar Cl - darah arteri > darah
vena.

Gambar 9B. 9 Chloride Shift

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 185
Pada Chloride Shift eritrosit permeabel terhadap CO2 , H2CO3, HCO3– dan Cl- , CO2 masuk
ke eritrosit, dengan bantuan karbonik anhidrase membentuk H2CO3. H2CO3, yang terbentuk :
sebagian kecil keluar ke plasma dan sebagian besar berionisasi menjadi H + dan HCO3– . HCO3–
akan keluar dari eritrosit ke plasma dan diangkut menjadi NaHCO 3 H- (dapar). KHb + H+ →K+ +
HHb. HCO3– yang keluar dari eritrosit sebgai gantinya. Cl- Masuk erittrosit dan terbentuk KCl.
Bila P CO2 rendah seperti dalam paru-paru maka terjadi sebaliknya.
Gangguan Keseimbangan Asam Basa antara lain asidosis respiratorik : terjadi
peningkatan asam karbonat dibandingan bikarbonat (penumonia, keracunan morfin). Alkalosis
metabolik : terjadi peningkatan bikarbonat dibandingan asam karbonat (hiperalkali, defisiensi
kalium). Alkalosis respiratorik : penurunan asam karbonat akibat hiperventilas.

Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran (Endah Wulandari & Laifa Annisa Hendarmin)
pg. 186

You might also like