Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini menuntut pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja. Untuk itu kita
perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam
rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan
efesiensi. Dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari kita dihadapkan
dengan risiko bahaya ditempat kerja untuk itu diperlukan pemahaman
terhadap Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K
adalah pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang
menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari
dokter (Mashoed dan Djonet Sutatmo,1979:99). Kecelakaan merupakan
kejadian yang tidak diduga atau pun diharapkan. Karena dalam kecelakaan
tidak ada unsur kesengajaan atau perencanaan. Kecelakaan merupakan
kejadian yang tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai
kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada
yang paling berat.
Kecelakaan ada sebabnya. Kecelakaan biasanya disebabkan oleh dua
golongan penyebab, antara lain :
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (Unsafe
Human Acts).
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Conditions).
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya
pertolongan dan perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum
mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau paramedik. Ini
berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan?
2. Bagaimana akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan tindakan
P3K?
3. Apa yang dimaksud dengan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) ?
4. Bagaimana cara melakukan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) dengan
baik dan benar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan.
2. Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan
tindakan P3K.
3. Untuk mengetahui pengertian Resusitasi Jantung dan Paru (RJP).
4. Untuk mengetahui cara melakukan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP)
yang baik dan benar.
D. Manfaat
1. Bagi Praktikan
a. Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan.
b. Dapat menganalisa akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan
tindakan P3K.
c. Dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam pelatihan
P3K.Dapat menganalisa cara-cara dari pengendalian debu.
2. Bagi Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
5
d) T : Tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap
suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
4) Jika tetap tidak sadar atau tidak ada respon maka bersama bersama-
sama saksi (orang lain sebagai saksi) tersebut posisikan penderita
dalam keadaan telentang di tempat yang datar untuk melakukan
tindakan RJP
e. Langkah - langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1) C (circulation support)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan
Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat
sebagian besar jantung terletak di antara tulang dada dan tulang
punggung, sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan
terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk
mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun
keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya
mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung yang masih
berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung
karena kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya ke dua sistem inilah
seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas
maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka
lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke
mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-
11
3) B (breathing support)
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel –
Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan
dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan
cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak
antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien
ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift).
Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan –
kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan. Kompresi
dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15,
yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi
per siklus. Ini dilakukan selama 5 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi
15
100 kompresi). Setelah 5 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis
sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien
terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat,
tetapi ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan
tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
a) Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi
karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
b) Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat
memberikan bantuan pernafasan.
c) Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
d) Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
e) Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
f) Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah
satu dari berikut ini:
a) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
b) Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
c) Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan
resusitasi.
d) Pasien dinyatakan mati.
e) Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa
pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral
tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi
pada normotermia tanpa RJP.
16
3. Pembidaian
a. Definisi Pembidaian
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh
yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku
maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
b. Jenis Pembidaian
1) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara.
a) Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
sakit.
b) Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
c) Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
kerusakan yang lebih berat
d) Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan
teknik dasar pembidaian
2) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitive
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
18
e. Indikasi Pembidaian
1) Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :
a) Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
b) Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
c) Dislokasi persendian
2) Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu
bagian tubuh ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi
“krek”.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau
mengalami angulasi abnormal.
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera.
d) Posisi ekstremitas yang abnormal.
e) Memar.
f) Bengkak.
g) Perubahan bentuk.
h) Nyeri gerak aktif dan pasif.
i) Nyeri sumbu.
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan
ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi).
k) Fungsiolesa .
l) Perdarahan bisa ada atau tidak.
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera.
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
o) Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.
f. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas,
pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat
gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal
daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
g. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut
bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
20
1) Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau
manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat
memasang bidai.
2) Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
3) Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita
menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.
h. Prosedur Dasar Pembidaian
1) Persiapan alat
a) Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan,
namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana,
misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus
melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
b) Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya
dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut
(kain, kassa, dll)
c) Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk
pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan
yang digunakan untuk membalut ini harus bisa membalut dengan
sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk
mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu
ketat yang bisa menghambat sirkulasi.
2) Pelaksanaan pembidaian
a) Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal
daerah fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah
sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika
tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang
mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan
21
Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan
secara konservatif yaitu dengan “ransel bandage” (lihat gambar
2). Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksi dan
fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu
kembali pada posisi yang seanatomis mungkin, sehingga
memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup
baik.
Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah
upaya untuk mencegah bagian patahan tulang agar tidak
melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan sebagai
pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam
perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan
balutan lembut pada dinding dada, memasang sling untuk
merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera
sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.
Lengan atas
Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian
sehingga sendi siku membentuk sudut 90%, dengan cara :
o Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu
sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-
kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada
bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di
sisi siku.
o Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar
menempel rapat pada bagian sisi lateral dinding thoraks.
o Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi
lateral lengan atas yang mengalami fraktur.
24
cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan resiko untuk
terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali
lebih besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi
pada cedera tungkai kecuali jika orang yang membantu
pembidaian telah siap untuk memasang bidai.
Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara
pinggul sampai dengan pergelangan kaki. Bidai ini dipasang
pada sisi belakang tungkai dan pantat.
Tungkai bawah
o Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk
mengurangi nyeri dan mencegah timbulnya kerusakan yang
lebih berat.
o Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai
jarak antara telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
o Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk
mengikat bidai.
o Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus.
o Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga
bidai dalam posisi memanjang antara sisi bawah lutut
sampai dengan dibawah telapak kaki.
o Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar
dengan bidai yang dipasang di sisi bawah tungkai.
o Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur.
Pastikan bahwa lutut dan pergelangan kaki sudah
terimobilisasi dengan baik.
o Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan
lengan yang dibidai.
o Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region
distal dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa
pemasangan bidai tidak terlalu ketat
Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
27
B. Perundang-undangan
1. Pasal 531 KUHP Yang Menyebutkan Bahwa “Barangsiapa menyaksikan
sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa
ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika
orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165,
187, 304s, 478, 535, 566.”
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No:Per.15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Di Tempat Kerja.
3. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat
kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.
“Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja”.
29
BAB III
HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran
30
1. Gambar Alat
Gambar Keterangan
a. Manekin Half Body CPR 1. Komponen: kepala,
dada mensimulasikan
saluran napas
pembukaan.
2. Mulut ke mulut
pernapasan buatan
(meniup).
3. Manual kompresi dada.
Fungsi:
Fungsi :
Untuk pergerakan atau
pergeseran dari ujung
tulang yang patah
2. Cara Kerja
a. Perawatan perdarahan pada luka
1) Luka Terbuka
a) Sebelum melakukan perawatan perdarahan pada luka,
pastikan daerah luka terlihat
b) Bersihkan daerah sekitar luka
c) Usahakan bagian tubuh yang terluka yang mengalami
perdarahan dalam posisi lebih tinggi dari tubuhnya
d) Kontrol perdarahan dengan menutup luka menggunakan
kasa steril atau kain mitela. Apabila tidak terdapat keduanya
dapat menggunakan kain seadanya. Lakukan hal tersebut
hingga darah tidak keluar
e) Apabila perdarahan sudah dapat terkendali, maka balut luka.
Jangan terlalu kencang tetapijangan terlalu longgar
f) Baringkan korban apabila dalam kondisi parah
g) Atasi syok yang ada atau akan timbul pada korban
h) Segera rujuk ke Rumah Sakit
2) Luka Tertusuk
a) Bersihkan perdarahan di sekitar luka
b) Jangan menjabut benda yang menancap di tubuh korban
c) Pertahankan posisi benda yang menancap tersebut sebisa
mungkin dengan menggunakan kain mitela atau benda lain.
d) Apabila kondisi sudah bisa dikendalikan, segera rujuk
korban ke Rumah Sakit
b. Pembidaian pada patah tulang dan dislokasi
1) Fraktur tulang PAHA bagian ATAS maupun BAWAH
a) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
seanatomis mungkin
b) Pasang bidai luar dari tumit hingga pinggang
c) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan
d) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan diawah
bagian yang patah
32
1. Pembidaian
a. Fraktur tulang PAHA bagian ATAS maupun BAWAH
b. Fraktur tulang LENGAN ATAS
c. Circulation
36
BAB IV
PEMBAHASAN
Cara yang benar pada saat melakukan pembidaian khususnya pada bidai
keras, pembidaian dilakukan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Dan
jangan terlalu kencang maupun terlalu longgar saat melakukan pembidaian.
Tujuan Pembidaian adalah :
a. Mencegah pergerakan ujung tulang yang patah
b. Mengurangi cedera baru
c. Mengistirahatkan
d. Mengurangi nyeri
e. Mempercepat penyembuhan
39
Pertolongan cedera alat gerak adalah sebagai berikut :
a. Lakukan penilaian dini dan lakukan pemeriksaan fisik
b. Stabilkan bagian patah secara manual
c. Paparkan daerah cedera
d. Atasi pendarahan dan rawat luka
e. Siapkan alat dan lakukan pembidaian
f. Kurangi rasa sakit
g. Baringkan dalam posisi nyaman
Penanganan untuk terkilir adalah :
a. Posisikan nyaman dan istirahatkan daerah cedera
b. Tinggikan
c. Compres dingin ( max 30 menit )
d. Balut tekan
e. Bila ragu bidai
f. Rujuk
3. Pertolongan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )
Pada kasus ini yaitu seseorang yang pingsan, tidak ada denyut nadi, dan
tidak dapat bernafas maka pertolongan yang dapat dilakukan kepada korban ini
adalah :
38
b. Cek respon, beri rangsang, bisa dilakukan dengan memanggil korban atau
menepuk area tubuh korban, misalnya bahu atau bisa juga menekan dengan
ujung jari di bawah hidung.
c. Siklus CAB, yaitu :
a) Circulation, cek nadi di temporalis leher satu sisi, gunakan minimal 2 jari.
Bila negatif (nadi tidak terasa), Lakukan compressi selama 5 siklus.
Setelah 5 siklus, cek nadi. Lakukan compressi atau PJL ( Pijat Jantung
Luar ) diantara sternum sebanyak 30 kali selamat 18 detik 1 irama dengan
tekanan dan kecepatan yang sama. Ketentuan pada bayi lakukan
Compressi dengan 2 jari, anak – anak 1 tangan diantara putting susu.
b) Airway Control yaitu membuka jalan nafas. Setelah itu cek leher bagian
belakang, ada cidera atau tidak. Jika tidak, lakukan Headtil chin lift
dengan pengecekan jalan nafas dengan mengangkat dagu dan menarik
kepala bagian atas ke belakang dengan. Pengecekan ini dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan. Jika tidak ada sumbatan, beri bantuan
nafas sebanyak 2 kali, bantuan nafas berhasil jika dada korban
mengembang.
c) Breathing atau bantuan nafas lakukan selama 5 – 6 detik dilakukan
sebanyak 2x. Cara Breathing dapat dilakukan dengan :
Dengan alat Valp Bag Master atau dengan pipa.
Dari mulut ke mulut dengan hidung di tutup.
Dari hidung ke hidung mulut ditutup.
Mulut ke mulut dan hidung yang dilakukan pada bayi.
1) Jika nadi teraba, nafas terasa, cek respon, jika korban sadar, tanyakan
bagaimana kondisinya, bagaimana bisa terjadi seperti itu.
2) Jika nadi teraba namun lemah, nafas tidak terasa, berikan nafas
bantuan sebanyak 12 kali. Setelah itu, posisikan korban ke posisi
lateral stabil.
3) Jika nadi tidak teraba, lakukan compressi ulang, jika ada orang lain,
minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
Beberapa kesalahan yang banyak dilakukan ketika melakukan RJP adalah :
1. Kesalahan pada urutan saat melakukan pertolongan RJP
39
2. Saat mengecek nadi, peletakan jari tidak sesuai seharusnya sehingga nadi
tidak teraba
3. Kecepatan saat memberikan compressi tidak stabil kedalamannya kurang.
4. Dalam pemberian nafas bantuan kurang mantap (masih ada celah antar mulut,
lupa menutup hidung korban, pengangkatan dagu dan penarikan kepala bagian
atas ke belakang kurang tepat) sehingga dada tidak dapat mengembang, udara
tidak masuk.
40
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah
pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit
atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter (Mashoed dan
Djonet Sutatmo,1979:99).
2. Langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah sebagai berikut :
a. Circulation Support (C)
1) Posisikan diri di samping korban.
2) Posisikan tangan di center of chest (tajuk pedang).
3) Posisikan tangan tegak lurus korban.
4) Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi
panggul (hip joint).
5) Tekanlah dada kira-kira 4-5 cm.
6) Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali
normal.
7) Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk
memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
satu dua tiga empat satu, satu dua tiga empat dua, satu dua tiga empat.
Setiap satu kali set pijat jantung, lakukan dua kali pemberian nafas
bantuan (30:2).
b. Airway Control (A)
1) Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah.
2) Chin lift (angkat dagu).
3) Jaw Thrust (manuver angkat dagu).
43
41
k. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai dengan bahan
pelapis.
l. Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar.
m. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak bergerak,
kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
n. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS kembali,
bandingkan dengan pemeriksaan GSS yang pertama.
o. Jangan membidai berlebihan.
4. Langkah-langkah penanganan luka tusuk adalah sebagai berikut :
a. Stabilkan benda dengan manual
b. Jangan dicabut, kecuali pipi
c. Buka daerah luka
d. Kendalikan perdarahan
e. Stabilkan benda asing dengan penutup tebal
f. Rawat syok (bila ada)
g. Jaga penderita tetap istirahat dan tenang
h. Rujuk ke RS
B. Saran
1. Bagi Praktikan:
a. Praktikan harus mengetahui prosedur praktikum pelaksanaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
b. Sebaiknya praktikan mempersiapkan diri dengan baik sebelum
praktikum
c. Praktikan harus konsentrasi saat praktikum agar saat melakukan uji
praktikum praktikan tidak mengulang lagi.
d. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan serius dalam melakukan praktek
sehingga kemungkinan kesalahan dapat diminimalkan.
e. Memberikan fasilitas praktikum yang lebih baik bagi mahasiswa
f. Memberikan ruangan khusus untuk praktikum mengenai pelaksanaaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
43
DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2002. Pedoman Pertolongan Pertama. Jakarta : Draf Palang Merah
Indonesia.