You are on page 1of 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini menuntut pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di setiap tempat kerja. Untuk itu kita
perlu mengembangkan dan meningkatkan K3 disektor kesehatan dalam
rangka menekan serendah mungkin resiko kecelakaan dan penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja, serta meningkatkan produktivitas dan
efesiensi. Dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari kita dihadapkan
dengan risiko bahaya ditempat kerja untuk itu diperlukan pemahaman
terhadap Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K
adalah pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang
menderita sakit atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari
dokter (Mashoed dan Djonet Sutatmo,1979:99). Kecelakaan merupakan
kejadian yang tidak diduga atau pun diharapkan. Karena dalam kecelakaan
tidak ada unsur kesengajaan atau perencanaan. Kecelakaan merupakan
kejadian yang tidak diharapkan, oleh karena peristiwa kecelakaan disertai
kerugian material ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada
yang paling berat.
Kecelakaan ada sebabnya. Kecelakaan biasanya disebabkan oleh dua
golongan penyebab, antara lain :
1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (Unsafe
Human Acts).
2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (Unsafe Conditions).
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) adalah upaya
pertolongan dan perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum
mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau paramedik. Ini
berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang
1
2

sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan sementara yang dilakukan oleh


petugas P3K (petugas medik atau orang awam) yang pertama kali melihat
korban. Pemberian pertolongan harus secara cepat dan tepat dengan
menggunakan sarana dan prasarana yang ada di tempat kejadian. Tindakan
P3K yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cacat atau penderitaan
dan bahkan menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila tindakan P3K
dilakukan tidak baik malah bias memperburuk akibat kecelakaan bahkan
menimbulkan kematian.
Tujuan dari P3K adalah untuk mencegah agar cedera yang timbul tidak
lebih parah atau untuk menghentikan perdarahan yang mungkin terjadi pada
korban serta memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
P3K secara awam merupakan tindakan awal yang dapat
diberikan/dilakukan oleh orang yang terlatih atau memahami tentang konsep
anatomi kesehatan dasar. Kemampuan ini dapat diperoleh melalui pendidikan
umum formal, pelatihan maupun pengalaman. Mencegah nyeri dan
menjamin fungsi saluran napas, sehingga korban dapat diselamatkan dari
bahaya semaksimal mungkin. Agar tindakan P3K dapat dilaksanakan secara
maksimal maka perlu diadakan pelatihan bagi para petugas medis dan juga
perlu ketersediaan peralatan yang memadai agar korban kecelakaan dapat
segera di tolong sehingga tidak berdampak fatal.
Pertolongan pertama pada kecelakaan ditujukan untuk memberikan
perawatan bagi para korban kecelakaan, sebelum pertolongan yang lebih
mantap dapat diberikan oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya. Meskipun
demikian, usaha-usaha yang dijalankan harus dikerjakan semaksimal mungkin
untuk :
1. Menyelamatkan jiwa korban.
2. Meringankan penderitaan serta mencegah agar cedera tidak semakin
parah.
3

3. Mempertahankan daya tahan korban hingga pertolongan lebih


pasti/lanjut.
Oleh karena itu, kami mahasiswa program studi Diploma 4
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta melakukan praktikum P3K. Sehingga mahasiswa mampu
memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan dengan baik dan benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan?
2. Bagaimana akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan tindakan
P3K?
3. Apa yang dimaksud dengan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) ?
4. Bagaimana cara melakukan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) dengan
baik dan benar ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan.
2. Untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan
tindakan P3K.
3. Untuk mengetahui pengertian Resusitasi Jantung dan Paru (RJP).
4. Untuk mengetahui cara melakukan Resusitasi Jantung dan Paru (RJP)
yang baik dan benar.
D. Manfaat
1. Bagi Praktikan
a. Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam pertolongan pertama pada
kecelakaan.
b. Dapat menganalisa akibat yang ditimbulkan jika terlambat melakukan
tindakan P3K.
c. Dapat mengetahui alat-alat yang digunakan dalam pelatihan
P3K.Dapat menganalisa cara-cara dari pengendalian debu.
2. Bagi Program Studi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4

a. Dapat menambah daftar referensi perpustakaan Program Diploma 4


Keselamatan dan Kesehatan Kerja tentang pertolongan pertama pada
kecelakaan.
b. Dapat menjadi sarana pembelajaran yang baik dalam pengetahuan
tentang pelatihan P3K.
c. Dapat menjadi motivasi bagi Diploma 4 Keselamatan dan Kesehatan
Kerja untuk meningkatkan mutu kampus, khususnya aplikasi K3 di
kampus.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
5

Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah


pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit
atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter (Mashoed dan
Djonet Sutatmo,1979:99). Sedangkan menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi
(1991:274) pertolongan pertama pada kecelakaan adalah pertolongan yang
segera diberikan keada korban kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan
dokter. Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pertolongan pertama pada kecelakaan adalah suatu bentuk pertolongan
sementara terhadap korban yang dilakukan secepat dan setepat mungkin
sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter agar korban tidak menjadi
lebih parah.
Tujuan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K), yaitu:
a. Menyelamatkan jiwa penderita.
b. Mencegah cacat.
c. Memberikan rasa nyaman dan menunjang proses penyembuhan.
Ada dua bentuk persetujuan atau izin bagi penolong untuk melakukan
tindakan pertolongan, yaitu:
a. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
Persetujuan yang umumnya diberikan dalam keadaan penderita sadar
(normal) yaitu penderita memberikan isyarat yang mengizinkan tindakan
pertolongan dilakukan atas dirinya, dan dalam keadaan gawat darurat.
b. Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent)
Persetujuan yang dinyatakan secara lisaan atau secara tertulis oleh
penderita itu sendiri.
Kewajiban pelaku pertolongan pertama, yaitu:
a. Menjaga keselamatan diri, anggota, penderita, dan orang sekitarnya.
5
b. Dapat menjangkau penderita.
c. Dapat mengenali dan mengatasi masalah yang mengancam nyawa.
6

d. Meminta bantuan atau rujukan.


e. Memberikan pertolongan dengan cepat dan tepat berdasarkan keadaan
korban.
f. Membantu pelaku pertolongan pertama lainnya.
g. Ikut menjaga kerahasiaan medis penderita.
h. Melakuan komunikasi dengan petugas lain yang terlibat.
i. Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.
Pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan mempunyai prinsip-
prinsip yang harus dipatuhi baik oleh penolong maupun korban. Hal ini perlu
ditegaskan agar tidak menyalahi perlakuan yang semestinya diberikan kepada
korban kecelakaan. Adapun prinsip pertolongan pertama pada kecelakaan
yaitu:
a. Memberikan perasaan tenang kepada korban kecelakaan.
b. Mencegah atau mengurangi rasa takut dan gelisah korban kecelakaan.
c. Mengurangi bahaya yang lebih besar.
d. Tidak merasa bisa untuk memberikan pertolongan pada korban
kecelakaan.
e. Mempunyai pengetahuan tentang pertolongan pertama pada kecelakaan.
f. Mampu melihat situasi dan kondisi korban.
g. Bekerja dengan tenang Berdasarkan beberapa prinsip di atas maka jelaslah
tugas dari penolong sangat penting untuk membantu korban kecelakan.

2. Resusitasi Jantung dan Paru (RJP)


Resusitasi jantung paru (RJP) adalah tindakan pertolongan pertama
pada orang yang mengalami henti napas karena sebab-sebab tertentu. CPR
bertujuan untuk membuka kembali jalan napas yang menyempit atau tertutup
sama sekali atau upaya mengembalikan fungsi nafas dan atau sirkulasi yang
7

berhenti oleh berbagai sebab dan boleh membantu memulihkan kembali


kedua-dua fungsi jantung dan paru ke keadaan normal.
Keberhasilan Resusitasi jantung paru (RJP) dimungkinkan oleh
adanya interval waktu antara mati klinis dan mati biologis, yaitu sekitar 4-6
menit. Dalam waktu tersebut mulai terjadi kerusakan sel-sel otak rang
kemudian diikuti organ-organ tubuh lain. Dengan demikian pemeliharaan
perfusi serebral merupakan tujuan utama pada Resusitasi jantung paru (RJP).
Cardiopulmonary resuscitation (CPR, resusitasi kardiopulmoner)
adalah sebuah langkah darurat yang dapat menjaga pernapasan dan denyut
jantung seseorang. CPR membantu sistem peredaran darah pasien dengan
memasok oksigen melalui mulut pasien dan memberikan kompresi dada untuk
membantu jantung memompa darah.
CPR (Cardio pulmonary Resucitation) / RJP-Resusitasi Jantung Paru
pada orang dewasa terbaru adalah 30 kompresi pada jantung. CPR (Cardio
pulmonary Resucitation) / RJP (Resusitasi Jantung – Paru) adalah hal yang
penting diketahui tenaga kesehatan, termasuk perawat dalam menyelamatan
pasien kegawat daruratan di RS ataupun di luar RS.
CPR/RJP merupakan tehnik dasar untuk safe and rescue jika terdapat
korban yang mengalami henti jantung mendadak (cardiac arrest) atau henti
napas (misalnya : near drowning). RJP dilakukan dengan 2 prinsip bantuan
napas mulut ke mulut (mouth-to-mouth rescue breathing) dan kompresi
jantung (chest compression), sampai pasien respon positif atau bantuan
ambulance datang. Pada 4 menit pertama jantung gagal memompakan darah
terutama ke otak, maka akan mengalami kekurang suplai gula darah
(utamanya) dan oksigen ke otak sehingga otak mengalami iskemia. Lewat dari
itu selama 10 menit akan menyebabkan kematian sel otak yang irreversible ini
merupakan fase kritis.
a. Resusitasi jantung paru (RJP) dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
8

1) Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)


a) C (circulation support), yaitu membuka jalan nafas
b) A (airway control), yaitu ventilasi buatan dan oksigenasi paru
darurat
c) B (breathing support), yaitu pengenalan tidak adanya denyut nadi
dan pengadaan pengadaan sirkulasi sirkulasi buatan dengan
kompresi kompresi jantung jantung luar
2) Bantuan hidup lanjut (BHL/ ALS)
a) D (drugs and intravenous infusion), yaitu pemberian obat dan
cairan tanpa menunggu hasil EKG
b) E (electro cardiography)
c) F (fibrilation treatment), yaitu mengatasi fibrilasi ventrikel atau
merangsang jantung untuk berkontraksi bila item suatu cardiac
asystole. Biasanya dilakukan dengan syok listrik (defibrilasi)
3) Bantuan hidup intensive (PLS)
Untuk pengelolaan intensif pasca resusitasi terdiri dari :
a) G (gauging), yaitu menentukan dan memberi terapi penyebab
kematian dan menilai sampai sejauh mana pasien diselamatkan
b) H (human mentation), yaitu kesadaran diharapkan pulih dengan
tindakan resusitasi otak yang baru (pentotal dosis tinggi untuk
menurunkan BMR agar otak terlindung dari hipoksia)
c) I (intensive care), yaitu perawatan intensif jangka panjang dengan
biaya tinggi
b. Tujuan Resusitasi jantung paru (RJP)
1) Mengembalikan fungsi pernafasan atau sirkulasi pada henti nafas
(respiratory arrest) atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang
dimana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang
9

memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi


tersebut bekerja kembali.
2) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi (nafas).
3) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkukasi (fungsi jantung) dan
ventilasi (fungsi pernafasan/paru) pada pasien/korban yang mengalami
henti jantung atau henti nafas melalui Cardio Pulmonary Resuciation
(CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP).
c. Persiapan Pasien
1) Keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan.
2) Posisi pasien diatur terlentang datar.
3) Baju bagian atas pasien di buka.
d. Bantuan hidup dasar (BHD/ BLS)
Bila Anda melihat seseorang yang tidak sadar maka tindakan
pertama yang perlu anda lakukan adalah sebagai berikut:
1) Anda harus berteriak untuk meminta tolong dan sekalian menjadi saksi
mata.
2) Anda dekati penderita dan coba bangunkan penderita.
3) Respon penderita
Untuk menentukan tingkat respon seseorang penderita berdasarkan
rangsangan yang diberikan penolong, dikenal ada 4 tingkatan yaitu:
a) A : Awas
Penderita sadar dan mengenali keberadaan, lingkungannya serta
waktu.
b) S : Suara
Penderita hanya menjawab/bereaksi jika dipanggil atau mendengar
suara.
c) N : Nyeri
Penderita hanya bereaksi terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong, misalnya dicubit, tekanan pada titik tulang dada.
10

d) T : Tidak respon
Penderita tidak bereaksi terhadap rangsang apapun yang diberikan
oleh penolong. Tidak membuka mata, tidak bereaksi terhadap
suara atau sama sekali tidak bereaksi pada rangsang nyeri.
4) Jika tetap tidak sadar atau tidak ada respon maka bersama bersama-
sama saksi (orang lain sebagai saksi) tersebut posisikan penderita
dalam keadaan telentang di tempat yang datar untuk melakukan
tindakan RJP
e. Langkah - langkah melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1) C (circulation support)
Tindakan paling penting pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan
Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat dilakukan mengingat
sebagian besar jantung terletak di antara tulang dada dan tulang
punggung, sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan
terjadinya efek pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk
mengatur peredaran darah minimal pada keadaan mati klinis.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila jantung berhenti
berdenyut maka pernafasan akan langsung mengikutinya, namun
keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya
mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung yang masih
berdenyut, akan tetapi dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung
karena kekurangan oksigen. Pada saat terhentinya ke dua sistem inilah
seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal pengertian di atas
maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru.
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka
lanjutkan Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke
mulut sampai 1 menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).
Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-
11

cardiac pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan


di kunci dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa
sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di
bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar
dan lakukan kompresi jantung.
Penekanan dilakukan pada garis tengah tulang dada 2 jari di
atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan. Kedalaman penekanan
disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
a) Dewasa : 4 - 5 cm
b) Anak dan bayi : 3 - 4 cm
c) Bayi : 1,5 - 2,5 cm

Gambar 1. Memeriksa Nadi Penderita

Gambar 2. Pijat Jantung Luar


2) A (airway control)
12

a) Membebaskan jalan nafas pada penderita dimana tidak ditemukan


adanya pernafasan, maka harus dipastikan penolong memeriksa
jalan nafas apakah terdapat benda asing ataupun terdapat lidah
penderita yang menghalangi jalan nafas.
 Teknik Head Tilt Chin Lifft (angkat dagu tekan dahi)
Teknik ini dilakukan pada penderita yang tidak mengalami
cedera kepala, leher maupun tulang belakang.

Gambar 3. Teknik Head Tilt Chin Lifft


 Teknik jaw thrus maneuver (mendorong rahang bawah).
Teknik ini digunakan pada penderita yang mengalami cedera
kepala, leher maupun tulang belakang.

Gambar 4. Teknik Jaw Thrus Maneuver


b) Membersihkan Jalan Nafas.
 Teknik sapuan jari.
Teknik ini hanya digunakan pada penderita yang tidak respon /
tidak sadar untuk membersihkan benda asing yang masuk ke
13

jalan nafas penderita. Jari telunjuk ditekuk seperti kait untuk


mengambil benda asing yang menghalangi jalan nafas.
 Posisi pemulihan.
Bila penderita dapat bernafas dengan baik dan tidak ditemukan
adanya cedera leher maupun tulang belakang. Posisi penderita
dimiringkan menyerupai posisi tidur miring. Dengan posisi ini
diharapkan mencegah terjadinya penyumbatan jalan nafas dan
apabila terdapat cairan pada jalur nafas maka cairan tersebut
dapat mengalir keluar melalui mulut sehingga tidak masuk ke
jalan nafas.
c) Sumbatan Jalan Nafas.
Sumbatan jalan nafas umumnya terjadi pada saluran nafas
bagian bawah yaitu bagian bawah laring (tenggorokan) sampai
lanjutannya. Umumnya sumbatan jalan nafas pada penderita
respon/sadar ialah karena makanan dan benda asing lainnya,
sedangkan pada penderita tidak respon / tidak sadar ialah lidah
yang menekuk ke belakang. Untuk mengatasinya umumnya
menggunakan teknik heimlich maneuver (hentakan perut-dada).
 Heimlich maneuver pada penderita respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Tangan penolong
dirangkulkan tepat di antara pusar dan iga penderita.
Hentakkan rangkulan tangan ke arah belakang dan atas dan
minta penderita untuk memuntahkannya. Lakukan berulang-
ulang sampai berhasil atau penderita menjadi tidak respon /
tidak sadar.
 Heimlich maneuver penderita tidak respon / tidak sadar.
Baringkan penderita dengan posisi telentang. Penolong
berjongkok di atas paha penderita. Posisikan kedua tumit
tangan di antara pusat dan iga kemudian lakukan hentakan
perut ke arah atas sebanyak 5 (lima) kali. Periksa mulut
14

penderita bilamana terdapat benda asing yang keluar dari mulut


penderita. Lakukan 2-5 kali sampai jalan nafas terbuka.
 Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita
hamil yang respon / sadar.
Penolong berdiri di belakang penderita. Posisikan kedua tangan
merangkul dada penderita melalui bawah ketiak. Posisikan
rangkulan tangan tepat di pertengahan tulang dada dan lakukan
hentakan dada sambil meminta penderita memuntahkan benda
asing yang menyumbat. Lakukan berulangkali sampai berhasil
atau penderita menjadi tidak respon / tidak sadar.
 Heimlich maneuver pada penderita kegemukan atau wanita
hamil yang tidak respon / tidak sadar.
Langkahnya sama dengan heimlich maneuver pada penderita
tidak respon / tidak sadar di atas namum posisi penolong
berada di samping penderita dan posisi tumit tangan pada
pertengahan tulang dada

3) B (breathing support)
Cek napas korban selama 10 detik dengan : Look – Feel –
Listen (Letakkan pipi penolong di depan mulut korban, sambil rasakan
dan lihat ke arah dada pasien apakah naik – turun (ekspansinya ada).
Kalau tidak ada napas – berikan mouth to mouth ventilation dengan
cara tutup hidung korban dan berikan napas dua kali dengan jarak
antaranya 5 detik, lakukan sampai terlihat rongga dada pasien
ekspansi/naik. Ingat posisi pasien masih hiperfleksi (head till chin lift).
Setelah itu kita periksa denyut nadi di arteri karotis sebelah kanan –
kiri dekat jakun ( 2- 3 jari) selama 10 detik – rasakan. Kompresi
dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu 15,
yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi
per siklus. Ini dilakukan selama 5 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi
15

100 kompresi). Setelah 5 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis
sampai bantuan Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien
terlihat mati biologis – tanda-tanda rigor mortis.
Melakukan RJP yang baik bukan jaminan penderita akan selamat,
tetapi ada hal-hal yang dapat dipantau untuk menentukan keberhasilan
tindakan maupun pemulihan sistem pada korban diantaranya:
a) Saat melakukan pijatan jantung luar suruh seseorang menilai nadi
karotis, bila ada denyut maka berarti tekanan kita cukup baik.
b) Gerakan dada terlihat naik turun dengan baik pada saat
memberikan bantuan pernafasan.
c) Reaksi pupil / manik mata mungkin akan kembali normal.
d) Warna kulit korban akan berangsur-angsur membaik.
e) Korban mungkin akan menunjukkan refleks menelan dan bergerak.
f) Nadi akan berdenyut kembali.
Keputusan untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi
Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah
satu dari berikut ini:
a) Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.
b) Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab.
c) Penolong terlalu capai sehingga tidak sanggup meneruskan
resusitasi.
d) Pasien dinyatakan mati.
e) Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa
pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral
tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi
pada normotermia tanpa RJP.
16

Gambar 5. Cek Napas dengan Look – Feel – Listen

Terdapat beberapa teknik yang dikenal untuk memberikan


bantuan pernafasan pada penderita yang ditemukan tidak terdeteksi
adanya nafas namun nadi masih berdetak dan jalan nafas tidak
mengalami gangguan antara lain :
a) Menggunakan mulut penolong :
 Mulut ke masker RJP (Resusitasi Jantung Paru).
 Mulut ke APD (Alat Pelindung Diri).
 Mulut ke mulut ataupun hidung.
b) Menggunakan alat bantu: Kantung Masker Berkatup ( Bag Valve
Mask/BVM)
Kandungan oksigen di udara bebas kurang lebih 21%. Proses
bernafas manusia hanya memanfaatkan sekitar 5% saja, yang
berarti udara yang kita keluarkan masih mengandung sebanyak
kira-kira 16% oksigen. Udara ini dapat diberikan kepada penderita
yang mengalami henti nafas sampai ada sumber oksigen yang lebih
tinggi kandungannya.
4) Posisi Pemulihan (Recovery Position)
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC (Return of
Spontaneous Circulation). Urutan tindakan recovery position meliputi:
a) Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.
b) Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan
pada pipi pasien.
17

c) Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan


ditarik ke arah penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke
arah penolong.Dengan posisi ini jalan napas diharapkan dapat tetap
bebas (secure airway) dan mencegah aspirasi jika terjadi muntah.
Selanjutnya, lakukan pemeriksasn pernapasan secara berkala
(Resuscitation Council UK, 2010).

Gambar 6. Posisi Pemulihan (Recovery Position)

3. Pembidaian
a. Definisi Pembidaian
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh
yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku
maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.
b. Jenis Pembidaian
1) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara.
a) Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah
sakit.
b) Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
c) Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan
kerusakan yang lebih berat
d) Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan
teknik dasar pembidaian
2) Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitive
Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
18

a) Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi


b) Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan
(gips, dll)
c) Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih
c. Beberapa macam jenis bidai :
1) Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan
lain yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling
baik dan sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah
mendapatkan bahan yang memenuhi syarat di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
2) Bidai traksi.
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada
patah tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
3) Bidai improvisasi.
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk
penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia
dan kemampuan improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
4) Gendongan/Belat dan bebat.
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela
(kain segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana
untuk menghentikan pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.
d. Tujuan Pembidaian
1) Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan
mencegah kerusakan lebih lanjut
2) Mempertahankan posisi yang nyaman
3) Mempermudah transportasi korban
4) Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera
5) Mempercepat penyembuhan
19

e. Indikasi Pembidaian
1) Pembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan :
a) Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
b) Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
c) Dislokasi persendian
2) Kecurigaan adanya fraktur bisa dimunculkan jika pada salah satu
bagian tubuh ditemukan :
a) Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi
“krek”.
b) Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau
mengalami angulasi abnormal.
c) Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera.
d) Posisi ekstremitas yang abnormal.
e) Memar.
f) Bengkak.
g) Perubahan bentuk.
h) Nyeri gerak aktif dan pasif.
i) Nyeri sumbu.
j) Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan
ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi).
k) Fungsiolesa .
l) Perdarahan bisa ada atau tidak.
m) Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera.
n) Kram otot di sekitar lokasi cedera
o) Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.
f. Kontra Indikasi Pembidaian
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas,
pernapasan dan sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat
gangguan sirkulasi dan atau gangguan persyarafan yang berat pada distal
daerah fraktur, jika ada resiko memperlambat sampainya penderita ke
rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu dilakukan.
g. Komplikasi Pembidaian
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut
bisa ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
20

1) Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh
ujung fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau
manipulasi lainnya pada bagian tubuh yang mengalami fraktur saat
memasang bidai.
2) Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat.
3) Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita
menunggu terlalu lama selama proses pembidaian.
h. Prosedur Dasar Pembidaian
1) Persiapan alat
a) Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan,
namun juga bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana,
misalnya ranting pohon, papan kayu, dll. Panjang bidai harus
melebihi panjang tulang dan sendi yang akan dibidai.
b) Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya
dibungkus/dibalut terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut
(kain, kassa, dll)
c) Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk
pembidaian bisa berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan
yang digunakan untuk membalut ini harus bisa membalut dengan
sempurna mengelilingi extremitas yang dibidai untuk
mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh terlalu
ketat yang bisa menghambat sirkulasi.
2) Pelaksanaan pembidaian
a) Prinsip umum dalam tindakan pembidaian
 Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal
daerah fraktur). Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah
sendi di bawah dan di atas patah tulang. Sebagai contoh, jika
tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai harus bisa
mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
 Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang
mengalami fraktur maupun dislokasi secara perlahan dan
21

berhati-hati dan jangan sampai memaksakan gerakan. Jika


terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka pembidaian
dilakukan apa adanya. Pada trauma sekitar sendi, pembidaian
harus mencakup tulang di bagian proksimal dan distal.
 Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat
terbantu dengan traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian.
Jika saat dilakukan tarikan terdapat tahanan yang kuat,
krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa nyeri, jangan
mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum
ekstremitas yang mengalami fraktur telah terfiksasi dengan
baik, karena kedua ujung tulang yang terpisah dapat
menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.
 Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang
dibidai terutama pada daerah tubuh yang
keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk mengisi
sela antara ekstremitas dengan bidai.
 Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat
tepat di bagian yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan
sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni pada beberapa titik yang
berada pada posisi :
o superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
o diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
o inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
o diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
 Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat
sehingga mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai.
Pastikan bahwa pemasangan bidai telah mampu mencegah
pergerakan atau peregangan pada bagian yang cedera.
 Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
22

 Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan


dalam tindakan pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak
ditemukan bahan yang sesuai untuk membidai, cedera pada
tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan merekatkan
tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian
pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada
jari disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
 Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu
dibungkus dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian
khusus untuk melepaskan kantong es secara berkala untuk
mencegah “cold injury” pada jaringan lunak. Secara umum, es
tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10
menit. Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit
ditinggikan posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.
b) Teknik Pembidaian pada berbagai lokasi cedera
 Fraktur cranium dan tulang wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan
penekanan pada tempat yang dicurigai mengalami fraktur.
Pada fraktur ini harus dicurigai adanya fraktur tulang belakang,
sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang belakang.
Ada beberapa bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi
fraktur tulang wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak
dibahas pada sesi ini karena biasanya dilakukan oleh para ahli.
 Pembidaian leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan
pembalutan. Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa
menggerakkan bagian leher dan kepala. Pembalutan dianggap
efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan daerah leher.
Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan
cervical Collar
23

 Tulang klavikula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan
secara konservatif yaitu dengan “ransel bandage” (lihat gambar
2). Pembebatan yang efektif akan berfungsi untuk traksi dan
fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa bertemu
kembali pada posisi yang seanatomis mungkin, sehingga
memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup
baik.
 Tulang iga
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah
upaya untuk mencegah bagian patahan tulang agar tidak
melukai paru. Upaya terbaik yang bisa dilakukan sebagai
pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa dalam
perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan
balutan lembut pada dinding dada, memasang sling untuk
merekatkan lengan pada sisi dada yang mengalami cedera
sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada dada.
 Lengan atas
Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian
sehingga sendi siku membentuk sudut 90%, dengan cara :
o Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu
sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-
kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada
bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di
sisi siku.
o Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar
menempel rapat pada bagian sisi lateral dinding thoraks.
o Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi
lateral lengan atas yang mengalami fraktur.
24

o Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral)


dan dinding thorax (pada sisi medial).
o Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan
dengan pembebatan menggunakan kain yang lebar.
 Lengan bawah
o Imobilisasi lengan yang mengalami cedera.
o Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga
mencapai jarak antara siku sampai ujung telapak tangan.
o Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera.
o Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah
dalam posisi membuat sudut 90° terhadap lengan atas.
Lakukan penekukan lengan secara perlahan dan hati-hati.
o Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada
telapak tangan agar berada dalam posisi fungsional.
o Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga
bidai menempel antara siku sampai ujung jari.
o Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur.
Pastikan bahwa pergelangan tangan sudah terimobilisasi.
o Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan
lengan yang dibidai.
o Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region
distal dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa
pemasangan bidai tidak terlalu ketat
o Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang
dibidai, dengan cara :
Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling
berada pada siku, dan puncak dari sling berada pada bahu
sisi lengan yang tidak cedera. posisikan lengan bawah
sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-
kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada
bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di
sisi siku.
25

 Fraktur Tangan dan Pergelangan Tangan


Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi
mekanik”, yakni posisi yang senatural mungkin. Posisi natural
tangan adalah pada posisi seperti sedang menggenggam sebuah
bola softball. Gulungan pakaian atau bahan bantalan yang lain
dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
 Tulang jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau
difiksasi dengan merekatkan pada jari di sebelahnya yang tidak
terkena injury (buddy splinting).
 Tulang punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang
belakang/punggung, harus dibidai menggunakan spine board
atau bahan yang semirip mungkin dengan spine board.
 Fraktur Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika
seseorang yang berusia tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri
daerah panggul, maka sebaiknya dianggap mengalami fraktur.
Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya
kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul
harus menggunakan tandu. Tungkai yang mengalami cedera
diamankan dengan merapatkan pada tungkai yang tidak cedera
sebagai bidai. Anda bisa melakukan penarikan/traksi untuk
mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah sakit
cukup jauh, dan terdapat orang yang bisa menggantikan anda
saat anda sudah kelelahan.
 Tungkai atas
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung
bawah sampai dengan di bawah lutut pada tungkai yang
26

cedera. Traksi pada cedera tungkai lebih sulit, dan resiko untuk
terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi seringkali
lebih besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi
pada cedera tungkai kecuali jika orang yang membantu
pembidaian telah siap untuk memasang bidai.
 Fraktur/dislokasi sendi lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara
pinggul sampai dengan pergelangan kaki. Bidai ini dipasang
pada sisi belakang tungkai dan pantat.
 Tungkai bawah
o Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk
mengurangi nyeri dan mencegah timbulnya kerusakan yang
lebih berat.
o Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai
jarak antara telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
o Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk
mengikat bidai.
o Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus.
o Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga
bidai dalam posisi memanjang antara sisi bawah lutut
sampai dengan dibawah telapak kaki.
o Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar
dengan bidai yang dipasang di sisi bawah tungkai.
o Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur.
Pastikan bahwa lutut dan pergelangan kaki sudah
terimobilisasi dengan baik.
o Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan
lengan yang dibidai.
o Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region
distal dari lokasi pembidaian, untuk memastikan bahwa
pemasangan bidai tidak terlalu ketat
 Fraktur/dislokasi pergelangan kaki
27

o Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi


cukup dengan menggunakan pembalutan. Gunakan pola
“figure of eight”: Dimulai dari sisi bawah kaki, melalui sisi
atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang
melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian
seterusnya.
o Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang
dan sisi lateral pergelangan kaki untuk mencegah
pergerakan yang berlebihan. Saat melalukan tindakan
imobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu
dijaga pada sudut yang benar.
 Fraktur/dislokasi jari kaki
Sebagai tindakan pertama, cedera pada jari kaki sebaiknya
dibantu dengan merekatkan jari yang cedera pada jari di
sebelahnya.
i. Evaluasi pasca pembidaian
1) Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai
lengan maka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama
kurang lebih 5 detik. Kuku akan berwarna putih kemudian kembali
merah dalam waktu kurang dari 2 detik setelah dilepaskan.
2) Pemeriksaan denyut nadi dan rasa raba seharusnya diperiksa di bagian
bawah bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu
ketat, atau kesemutan, maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan
kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih longgar.
3) (Dengan cara menekan sebagian kuku hingga putih, kemudian
lepaskan. Kalo 1-2 detik berubah menjadi merah, berarti balutan
bagus. Kalau lebih dari 1-2 detik tidak berubah warna menjadi merah,
maka longgarkan lagi balutan, itu artinya terlalu keras)
28

4) ( Meraba denyut arteri ‘dorsalis pedis’ pada kaki [ untuk kasus di


kaki ]. Gambaran tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri
dorsalis pedis. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan
longgarkan )
5) ( Meraba denyut arteri ‘radialis’ pada tangan [ untuk kasus di tangan ].
Gambaran tanda hitam itu adalah tempat kita meraba arteri redialis.
Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan longgarkan ).

B. Perundang-undangan
1. Pasal 531 KUHP Yang Menyebutkan Bahwa “Barangsiapa menyaksikan
sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya maut, lalai memberikan atau
mengadakan pertolongan kepadanya sedang pertolongan itu dapat
diberikannya atau diadakannya dengan tidak akan menguatirkan, bahwa
ia sendiri atau orang lain akan kena bahaya dihukum kurungan selama-
lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-. Jika
orang yang perlu ditolong itu mati, diancam dengan : KUHP 45, 165,
187, 304s, 478, 535, 566.”
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
No:Per.15/Men/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
Di Tempat Kerja.
3. Bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 3 ayat (1) huruf e Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja perlu menetapkan
ketentuan mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat
kerja.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
5. Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 86 tentang Ketenagakerjaan.
“Pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja”.
29

6. Permenaker No. Per-02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan


Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. Pasal 1.

BAB III
HASIL
A. Gambar Alat, Cara Kerja, dan Prosedur Pengukuran
30

1. Gambar Alat
Gambar Keterangan
a. Manekin Half Body CPR 1. Komponen: kepala,
dada mensimulasikan
saluran napas
pembukaan.
2. Mulut ke mulut
pernapasan buatan
(meniup).
3. Manual kompresi dada.

Fungsi:

Media untuk melakukan


praktik resusitasi jantung
dan paru

b. Bidai Kayu 1. Tongkat Bidai

Fungsi :
Untuk pergerakan atau
pergeseran dari ujung
tulang yang patah

c. Bidai segitiga Fungsi :


Untuk membungkus atau
mengikat tongkat bidai
yang dipakai untuk
melakukan pembidaian
32 pada kasus patah tulang.
Kain mitela juga dapat
31

digunakan sebagai kain


pembalutan untuk
perdarahan dan luka.

2. Cara Kerja
a. Perawatan perdarahan pada luka
1) Luka Terbuka
a) Sebelum melakukan perawatan perdarahan pada luka,
pastikan daerah luka terlihat
b) Bersihkan daerah sekitar luka
c) Usahakan bagian tubuh yang terluka yang mengalami
perdarahan dalam posisi lebih tinggi dari tubuhnya
d) Kontrol perdarahan dengan menutup luka menggunakan
kasa steril atau kain mitela. Apabila tidak terdapat keduanya
dapat menggunakan kain seadanya. Lakukan hal tersebut
hingga darah tidak keluar
e) Apabila perdarahan sudah dapat terkendali, maka balut luka.
Jangan terlalu kencang tetapijangan terlalu longgar
f) Baringkan korban apabila dalam kondisi parah
g) Atasi syok yang ada atau akan timbul pada korban
h) Segera rujuk ke Rumah Sakit
2) Luka Tertusuk
a) Bersihkan perdarahan di sekitar luka
b) Jangan menjabut benda yang menancap di tubuh korban
c) Pertahankan posisi benda yang menancap tersebut sebisa
mungkin dengan menggunakan kain mitela atau benda lain.
d) Apabila kondisi sudah bisa dikendalikan, segera rujuk
korban ke Rumah Sakit
b. Pembidaian pada patah tulang dan dislokasi
1) Fraktur tulang PAHA bagian ATAS maupun BAWAH
a) Sebelum memasang bidai usahakan meluruskan tulang
seanatomis mungkin
b) Pasang bidai luar dari tumit hingga pinggang
c) Pasang bidai dalam dari tumit hingga selangkangan
d) Ikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali diatas dan diawah
bagian yang patah
32

e) Tulang betis diikat dengan pembalut dasi lipatan 1 kali


f) Kedua lutut diikat dengan pembalut dasi lipatan 2 kali
g) Tumit diikat dengan pembalut dasi lipatan 3 kali
h) Bagian yang patah ditinggikan
2) Fraktur tulang LENGAN ATAS
a) Pasang bidai luar dari bawah siku hingga melewati bahu dan
bidai dalam sampai ketiak.
b) Ikat dengan 2 pembalut dasi lipatan 3
c) Lipat siku yang sudah dibidai ke dada dan gantungkan ke
leher dengan pembalut segitiga
3) Fraktur tulang LENGAN BAWAH
a) Pasang bidai luar dan dalam sepanjang lengan bawah
b) Ikat dengan pembalut dasi
c) Siku dilipat ke dada dan gantungkan ke leher dengan
pembalut segitiga
b. Resusitasi Jantung Paru (RJP)
1) Circulation Support (C)
Pijat Jantung adalah usaha untuk ”memaksa” jantung
memompakan darah ke seluruh tubuh, pijat jantung dilakukan
pada korban dengan nadi karotis yang tidak teraba. Prosedur Pijat
Jantung :
a) Posisikan diri di samping korban.
b) Posisikan tangan di center of chest (tajuk pedang).
c) Posisikan tangan tegak lurus korban.
d) Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari
sendi panggul (hip joint).
e) Tekanlah dada kira-kira 4-5 cm.
f) Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada
kembali normal.
g) Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan,
untuk memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut : satu dua tiga empat satu, satu dua tiga empat
dua, satu dua tiga empat. Setiap satu kali set pijat jantung,
lakukan dua kali pemberian nafas bantuan (30:2).
Prinsip pijat jantung adalah :
33

(1) push deep


(2) push hard
(3) push fast
(4) maximum recoil (berikan waktu jantung relaksasi)
(5) minimum interruption (pada saat melakukan prosedur ini
penolong tidak boleh diinterupsi)
h) Sekali RCP adalah lima set pijat jantung (lima kali 30:2).
2) Airway Control (A)
a) Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah.
b) Chin lift (angkat dagu).
c) Jaw Thrust (manuver angkat dagu).
3) Breathing Support (B)
Nafas Bantuan adalah nafas yang diberikan kepada pasien untuk
menormalkan frekuensi nafas pasien yang di bawah normal. Misal
frekuensi napas : 6 kali per menit, maka harus diberi nafas bantuan
di sela setiap nafas spontan dia sehingga total nafas permenitnya
menjadi normal (12 kali). Prosedurnya :
a) Posisikan diri di samping korban.
b) Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi
gunakanlah kain sebagai pembatas antara mulut anda dan
korban untuk mencegah penularan penyakit.
c) Sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan yang
digunakan untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien (agar
udara yang diberikan tidak keluar lewat hidung).
d) Mata memperhatikan dada korban, kemudian tutuplah seluruh
mulut korban dengan mulut penolong, hembuskanlah nafas satu
kali (tanda jika nafas yang diberikan masuk adalah dada korban
mengembang) lepaskan penutup hidung dan jauhkan mulut
34

sesaat untuk membiarkan korban menghembuskan nafas keluar


(ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas sesuai dengan
perhitungan agar nafas kembali normal.
B. Hasil
Praktek Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Jum’at, 17 November 2017
Jam : 09.00 – 15.00 WIB
Tempat : Ruang kuliah 3 Program Studi D4 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS
Peserta : Mahasiswa Semester V Kelas B D4 Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS

1. Pembidaian
a. Fraktur tulang PAHA bagian ATAS maupun BAWAH
b. Fraktur tulang LENGAN ATAS

c. Fraktur tulang LENGAN BAWAH


2. RJP/CPR
a. Airway management (Pengelolaan Jalan Nafas)
35

b. Breathing Management (Pengelolaan Fungsi Pernafasan yang


berhenti)

c. Circulation
36

BAB IV
PEMBAHASAN

Praktikum Pertolongan Pertama pada Kecelakaan yang meliputi praktek


Resusitasi Jantung dan Paru (RJP), pembidaian, dan perawatan luka pada umumnya
berjalan baik. Namun, ada beberapa langkah yang belum sesuai dengan prosedur
antara lain :
1. Pertolongan pertama pada luka tusuk
Apabila korban mengalami luka tusuk dengan benda yang masih menacap
pada tubuh korban maka pertolongan yang dapat diberikan yaitu dengan
menstabilkan benda yang menancap agar tidak baergerak dengan menggunakan
penutup luka atau kain apapun yang berada disekitar korban tetapi kain yang
digunakan harus kain yang bersih/ steril agar tidak menimbulkan infeksi.
Menstabilkan benda yang menancap dilakukan agar tidak menyebabkan luka
bertambah lebar dan parah. Jangan mencabut benda yang menancap, benda dapat
dicabut setelah korban mendapat penanganan khusus dari petugas medis atau
dokter karena petugas medis atau dokter yang lebih tahu seberapa dalam luka
tusuk dan seberapa bahayanya bagi korban sehingga dapat dilakukan penanganan
yang lebih baik. Segera menghentikan pendarahan tetapi jangan sampai menekan
benda yang menancap. Segera menghubungi atau membawa korban ke fasilitas
kesehatan untuk mendapatkan pertolongan medis.
2. Pertolongan pada pembidaian
37

Cara yang benar pada saat melakukan pembidaian khususnya pada bidai
keras, pembidaian dilakukan dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah. Dan
jangan terlalu kencang maupun terlalu longgar saat melakukan pembidaian.
Tujuan Pembidaian adalah :
a. Mencegah pergerakan ujung tulang yang patah
b. Mengurangi cedera baru
c. Mengistirahatkan
d. Mengurangi nyeri
e. Mempercepat penyembuhan
39
Pertolongan cedera alat gerak adalah sebagai berikut :
a. Lakukan penilaian dini dan lakukan pemeriksaan fisik
b. Stabilkan bagian patah secara manual
c. Paparkan daerah cedera
d. Atasi pendarahan dan rawat luka
e. Siapkan alat dan lakukan pembidaian
f. Kurangi rasa sakit
g. Baringkan dalam posisi nyaman
Penanganan untuk terkilir adalah :
a. Posisikan nyaman dan istirahatkan daerah cedera
b. Tinggikan
c. Compres dingin ( max 30 menit )
d. Balut tekan
e. Bila ragu bidai
f. Rujuk
3. Pertolongan Resusitasi Jantung Paru ( RJP )
Pada kasus ini yaitu seseorang yang pingsan, tidak ada denyut nadi, dan
tidak dapat bernafas maka pertolongan yang dapat dilakukan kepada korban ini
adalah :
38

b. Cek respon, beri rangsang, bisa dilakukan dengan memanggil korban atau
menepuk area tubuh korban, misalnya bahu atau bisa juga menekan dengan
ujung jari di bawah hidung.
c. Siklus CAB, yaitu :
a) Circulation, cek nadi di temporalis leher satu sisi, gunakan minimal 2 jari.
Bila negatif (nadi tidak terasa), Lakukan compressi selama 5 siklus.
Setelah 5 siklus, cek nadi. Lakukan compressi atau PJL ( Pijat Jantung
Luar ) diantara sternum sebanyak 30 kali selamat 18 detik 1 irama dengan
tekanan dan kecepatan yang sama. Ketentuan pada bayi lakukan
Compressi dengan 2 jari, anak – anak 1 tangan diantara putting susu.
b) Airway Control yaitu membuka jalan nafas. Setelah itu cek leher bagian
belakang, ada cidera atau tidak. Jika tidak, lakukan Headtil chin lift
dengan pengecekan jalan nafas dengan mengangkat dagu dan menarik
kepala bagian atas ke belakang dengan. Pengecekan ini dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya sumbatan. Jika tidak ada sumbatan, beri bantuan
nafas sebanyak 2 kali, bantuan nafas berhasil jika dada korban
mengembang.
c) Breathing atau bantuan nafas lakukan selama 5 – 6 detik dilakukan
sebanyak 2x. Cara Breathing dapat dilakukan dengan :
 Dengan alat Valp Bag Master atau dengan pipa.
 Dari mulut ke mulut dengan hidung di tutup.
 Dari hidung ke hidung mulut ditutup.
 Mulut ke mulut dan hidung yang dilakukan pada bayi.
1) Jika nadi teraba, nafas terasa, cek respon, jika korban sadar, tanyakan
bagaimana kondisinya, bagaimana bisa terjadi seperti itu.
2) Jika nadi teraba namun lemah, nafas tidak terasa, berikan nafas
bantuan sebanyak 12 kali. Setelah itu, posisikan korban ke posisi
lateral stabil.
3) Jika nadi tidak teraba, lakukan compressi ulang, jika ada orang lain,
minta bantuan orang lain untuk mengulanginya.
Beberapa kesalahan yang banyak dilakukan ketika melakukan RJP adalah :
1. Kesalahan pada urutan saat melakukan pertolongan RJP
39

2. Saat mengecek nadi, peletakan jari tidak sesuai seharusnya sehingga nadi
tidak teraba
3. Kecepatan saat memberikan compressi tidak stabil kedalamannya kurang.
4. Dalam pemberian nafas bantuan kurang mantap (masih ada celah antar mulut,
lupa menutup hidung korban, pengangkatan dagu dan penarikan kepala bagian
atas ke belakang kurang tepat) sehingga dada tidak dapat mengembang, udara
tidak masuk.
40

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Pertolongan pertama pada kecelakaan atau yang disingkat P3K adalah
pertolongan sementara yang diberikan kepada seseorang yang menderita sakit
atau kecelakaan sebelum mendapatkan pertolongan dari dokter (Mashoed dan
Djonet Sutatmo,1979:99).
2. Langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah sebagai berikut :
a. Circulation Support (C)
1) Posisikan diri di samping korban.
2) Posisikan tangan di center of chest (tajuk pedang).
3) Posisikan tangan tegak lurus korban.
4) Tekanlah dada korban menggunakan tenaga yang diperoleh dari sendi
panggul (hip joint).
5) Tekanlah dada kira-kira 4-5 cm.
6) Setelah menekan, tarik sedikit tangan ke atas agar posisi dada kembali
normal.
7) Satu set pijat jantung dilakukan sejumlah 30 kali tekanan, untuk
memudahkan menghitung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
satu dua tiga empat satu, satu dua tiga empat dua, satu dua tiga empat.
Setiap satu kali set pijat jantung, lakukan dua kali pemberian nafas
bantuan (30:2).
b. Airway Control (A)
1) Bebaskan jalan nafas dari sumbatan pangkal lidah.
2) Chin lift (angkat dagu).
3) Jaw Thrust (manuver angkat dagu).

43
41

c. Breathing Support (B)


1) Posisikan diri di samping korban
2) Jangan lakukan pernapasan mouth to mouth langsung, tapi gunakanlah
kain sebagai pembatas antara mulut anda dan korban untuk mencegah
penularan penyakit.
3) Sambil tetap melakukan Chin lift, gunakan tangan yang digunakan
untuk Head Tilt untuk menutup hidung pasien (agar udara yang
diberikan tidak keluar lewat hidung). Mata memperhatikan dada
korban, kemudian tutuplah seluruh mulut korban dengan mulut
penolong. hembuskanlah nafas satu kali (tanda jika nafas yang
diberikan masuk adalah dada korban mengembang) lepaskan penutup
hidung dan jauhkan mulut sesaat untuk membiarkan korban
menghembuskan nafas keluar (ekspirasi) lakukan lagi pemberian nafas
sesuai dengan perhitungan agar nafas kembali normal.
3. Langkah-langkah pembidaian adalah sebagai berikut :
a. Sedapat mungkin beritahukan rencana tindakan kepada penderita.
b. Sebelum membidai paparkan seluruh bagian yang cedera dan rawat
perdarahan bila ada.
c. Selalu buka atau bebaskan pakaian pada daerah sendi sebelum membidai,
buka perhiasan di daerah patah atau di bagian distalnya.
d. Nilai gerakan-sensasi-sirkulasi (GSS) pada bagian distal cedera sebelum
melakukan pembidaian.
e. Siapkan alat-alat selengkapnya.
f. Jangan berupaya merubah posisi bagian yang cedera. Upayakan membidai
dalam posisi ketika ditemukan.
g. Jangan berusaha memasukkan bagian tulang yang patah.
h. Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah. Sebelum dipasang
diukur lebih dulu pada anggota badan penderita yang sehat.
i. Bila cedera terjadi pada sendi, bidai kedua tulang yang mengapit sendi
tersebut. Upayakan juga membidai sendi distalnya.
j. Lapisi bidai dengan bahan yang lunak, bila memungkinkan.
42

k. Isilah bagian yang kosong antara tubuh dengan bidai dengan bahan
pelapis.
l. Ikatan jangan terlalu keras dan jangan longgar.
m. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak bergerak,
kemudian sendi atas dari tulang yang patah.
n. Selesai dilakukan pembidaian, dilakukan pemeriksaan GSS kembali,
bandingkan dengan pemeriksaan GSS yang pertama.
o. Jangan membidai berlebihan.
4. Langkah-langkah penanganan luka tusuk adalah sebagai berikut :
a. Stabilkan benda dengan manual
b. Jangan dicabut, kecuali pipi
c. Buka daerah luka
d. Kendalikan perdarahan
e. Stabilkan benda asing dengan penutup tebal
f. Rawat syok (bila ada)
g. Jaga penderita tetap istirahat dan tenang
h. Rujuk ke RS

B. Saran
1. Bagi Praktikan:
a. Praktikan harus mengetahui prosedur praktikum pelaksanaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
b. Sebaiknya praktikan mempersiapkan diri dengan baik sebelum
praktikum
c. Praktikan harus konsentrasi saat praktikum agar saat melakukan uji
praktikum praktikan tidak mengulang lagi.
d. Sebaiknya praktikan lebih teliti dan serius dalam melakukan praktek
sehingga kemungkinan kesalahan dapat diminimalkan.
e. Memberikan fasilitas praktikum yang lebih baik bagi mahasiswa
f. Memberikan ruangan khusus untuk praktikum mengenai pelaksanaaan
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
43

DAFTAR PUSTAKA

Pratondo. Oktavianus. 2010. Persepsi Perawat tentang Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Keberhasilan Resusitasi Jantung Paru (RJP) di UPJ RSUP
Dr. Kariadi Semarang. S1 Keperawatan. Surakarta. Stikes Kusuma Husada.
Sucipto, Tito. 2009. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan.
http://repository.usu.ac.idbitstream123456789997110E00560.pdf. Diakses
pada Tanggal 13 November 2016.
Tim Penyusun. 2016. Buku panduan praktikum kesehatan kerja IV. Surakarta :
Diploma 4 K3 FK UNS.
Firdaus, Muhammad Yusuf. 2012. Dasar-dasar Pertolongan Pertama pada
Patah Tulang.
https://muhammadyusuffirdaus.wordpress.com/2012/01/29/dasar-dasar-
pertolongan-pertama-pada-patah-tulang/ (21 November 2017)
44

Setya D. 2015. Makalah RJP. http://dokumen.tips/documents/makalah-rjp.html/ (21


November 2017)

Tim penyusun. 1991. Pedoman Balut Membalut. Markas besar PMI.

Tim Penyusun. 2002. Pedoman Pertolongan Pertama. Jakarta : Draf Palang Merah
Indonesia.

Tim Penyusun. 2006. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Surakarta : Palang


Merah Indonesia Cabang Surakarta.

You might also like