You are on page 1of 20

PRESENTASI KASUS

Tinea Cruris et Corporis

MODERATOR:
dr. Lilik Norawati, Sp.KK

DISUSUN OLEH:
Lakwari Agthaturi
11.2015.101

Fakultas Kedokteran UKRIDA

DIPRESENTASIKAN TANGGAL:
26 Oktober 2017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
PERIODE 16 OKTOBER – 18 NOVEMBER 2017
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 49 tahun
Alamat : Sumur Batu, Gang Udang, RT 7/ RW 8
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal pemeriksaan : 18 Oktober 2017

II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 18 Oktober 2017 pukul 10.00 WIB

Keluhan utama :
Bercak kemerahan di payudara kiri dan kanan, ketiak kiri, punggung, lipat paha kiri
dan kanan, dan bokong yang terasa gatal.

Keluhan tambahan :
Tidak ada.

Riwayat perjalanan penyakit :


Sembilan bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS), pasien merasakan gatal
disertai bercak kemerahan di bokong dan lipat pangkal paha kanan dan kiri. Gatal
dirasakan terus-menerus dan bertambah gatal terutama saat malam dan berkeringat.
Karena gatal yang dirasakan semakin hebat, pasien sering menggaruk bokong dan
lipat pangkal paha kanan dan kirinya hingga kulit di daerah tersebut terkelupas dan
terasa perih. Pasien mengatakan semakin hari daerah yang gatal semakin meluas
dan bercak kemerahan berkumpul menjadi satu. Pasien mengatakan sudah berobat

1
ke dokter dan diberi salep dan pasien merasa ada perbaikan sehingga tidak kontrol
kembali ke dokter.
Tiga bulan SMRS, pasien mengatakan timbul bercak kemerahan di daerah
perut bawah, payudara kiri, ketiak kiri, dan punggungnya yang disertai gatal,
terutama saat berkeringat. Pasien mengatakan gatal yang dirasakan mirip dengan
keluhan gatalnya pada daerah bokong dan lipat pangkal paha. Pasien sering
menggaruk daerah yang gatal tersebut hingga lecet dan terasa perih. Pasien
mencoba memakai obat Kalpanax cair yang dibelinya sendiri dan dirasakan
keluhan gatal mulai berkurang
Satu bulan SMRS, pasien mengatakan timbul bercak kemerahan di daerah
payudara kanan disertai gatal terutama saat berkeringat. Karena sudah tidak tahan
dengan gatal yang dirasakan, pasien datang ke poliklinik kulit RSPAD Gatot
Subroto untuk berobat.
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi dan rajin menjaga kebersihan
tubuh dengan mandi dua kali sehari dan mengganti pakaian setiap kali mandi. Di
keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan serupa.

Riwayat penyakit dahulu :


Tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada.

III. STATUS GENERALIS


Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : baik
Tanda-tanda vital
Frekuensi nadi : 88 kali/menit
Frekuensi napas : 21 kali/menit
Suhu tubuh : afebris
Berat badan/tinggi badan : 75 kg / 157 m2 (IMT = 30,427 kg/m2)

2
Kepala : Normocephal
Mata : Sclera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-)
Telinga : Bentuk normal, Serumen (-/-)
Hidung : Sekret hidung (-), Septum deviasi (-).
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tenang, Faring tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tiroid
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung : Bunyi jantung I dan II normoreguler, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema dan sianosis

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS


Lokasi : Payudara kiri dan kanan, punggung kiri dan kanan, dan ketiak kiri.
Efloresensi : Tampak bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi, berukuran
lentikular hingga plakat, berbatas tegas dengan skuama halus disertai erosi dengan
papul eritema di pinggir lesi dengan tepi polisiklik.

Gambar 1. Lesi di punggung Gambar 2. Lesi di punggung kiri

3
Gambar 3. Lesi di punggung kanan Gambar 4. Lesi di payudara dan ketiak kiri

Gambar 5. Lesi di payudara kanan

Lokasi : bokong, kedua lipat paha, dan perut bagian bawah.


Efloresensi : tampak bercak-bercak hiperpigmentasi, berukuran numular hingga
plakat, berbatas tegas dengan skuama kasar disertai erosi dan likenifikasi dengan
papul di pinggir lesi dengan tepi polisiklik.

4
Gambar 6. Lesi di bokong Gambar 7. Lesi di perut bawah dan lipat paha

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan KOH 10%  sediaan diambil dari tepi lesi kulit bokong kiri.
Hasil (18 Oktober 2017) : hifa sejati dan artrospora

Gambar 8. Pemeriksaan KOH 10%

VI. RESUME
Pasien perempuan Ny. N berusia 49 tahun, datang dengan keluhan timbul
bercak-bercak kemerahan yang terasa gatal. Awalnya timbul di bokong dan lipat
paha kiri dan kanan sejak sembilan bulan SMRS, lalu timbul di perut bawah,
payudara kiri, ketiak kiri, dan punggung sejak tiga bulan SMRS, kemudian timbul

5
di payudara kanan, dan bokong sejak satu bulan SMRS. Bercak semakin melebar
dan berkumpul menjadi satu. Gatal bertambah berat terutama saat malam dan saat
berkeringat. Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan rajin menjaga kebersihan
tubuh dengan mandi dua kali sehari dan mengganti pakaian setiap kali mandi. Di
keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Dari pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal dan dari status
dermatologikus, payudara kiri dan kanan, punggung kiri dan kanan dan ketiak kiri:
tampak bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi, berukuran lentikular
hingga plakat, tersebar regional, berbatas tegas dengan skuama kasar disertai erosi
dengan papul eritema di pinggir lesi. Bokong, kedua lipat paha, dan suprapubis:
tampak bercak-bercak hiperpigmentasi, berukuran numular hingga plakat, tersebar
regional, berbatas tegas dengan skuama kasar disertai erosi dan likenifikasi dengan
papul di pinggir lesi dengan gambaran polisiklik.
Pada pemeriksaan sediaan langsung dengan larutan KOH 10% yang diambil
dari kulit di daerah pinggir lesi (bokong kiri) ditemukan hifa sejati dan artrospora.

VII. DIAGNOSIS KERJA


Tinea Cruris et Corporis.

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Tidak ada.

IX. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa :
1. Menjaga agar daerah lesi tetap kering dan menjaga kebersihan diri.
2. Menggunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat
seperti katun dan tidak ketat.
3. Mengganti pakaian basah segera dengan pakaian yang kering. Mengganti
pakaian dalam minimal dua kali sehari, mandi dua kali sehari.
4. Untuk menghindari penularan penyakit, jangan menggunakan handuk bersama
dengan anggota keluarga yang lain.

6
5. Hindari tindakan menggaruk dengan kuku.
6. Menyarankan pasien untuk diet rendah kalori (untuk menurunkan berat badan).

Medikamentosa
a. Sistemik
 Cetirizine 1 x 10 mg (selama 7 hari)
 Ketokonazol 1 x 200 mg diminum sewaktu makan (selama 2-4 minggu)
b. Topikal
 Mikonazol krim 2% 2 x sehari dioles setiap habis mandi pagi dan sore

X. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinea Cruris et Corporis

DEFINISI
Tinea cruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural saja atau
bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah atau bagian
tubuh yang lain. Effloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder
(polimorf). Tinea cruris mempunyai nama lain eczema marginatum, jockey itch, ringworm
of the groin.1
Tinea corporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai.
Sinonim dari tinea corporis adalah tinea sirsinata, tinea glabrosa.1,2

ETIOLOGI
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
memiliki sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi imperfecti, yang terbagi
dalam 3 genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Ketiga genus ini
memiliki sifat keratolitik. Penyebab dari tinea cruris adalah Trichopyhton rubrum (90%),
Epidermophython fluccosum, Trichophyton mentagrophytes (4%), dan Trichopyhton
tonsurans (6%).3,4 Infeksi tinea cruris dapat disebabkan oleh infeksi langsung
(autoinoculation) misalnya karena penderita sebelumnya menderita tinea manus,
tinea pedis, atau tinea unguium, dapat juga ditularkan secara tidak langsung, misalnya
melalui handuk. Penularan tinea corporis dapat melalui kontak langsung dengan penderita,
kontak dengan hewan atau dengan benda.5

8
EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris banyak terjadi pada daerah tropis dan ketika musim panas di mana tingkat
kelembabannya cukup tinggi. Penyakit ini lebih sering mengenai laki-laki, terutama pada
individu dengan obesitas atau pada individu yang sering menggunakan pakaian ketat.
Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-
anak.1,6
Tinea corporis banyak didapatkan pada daerah dengan kelembaban tinggi. Prevalensi
antara laki-laki dengan perempuan sama dan ditemukan di semua kelompok umur.5

PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis epitel, rambut yang mengandung jamur dari manusia,
binatang atau tanah. Penularan tidak langsung melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk
atau sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea unguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi atau cabang-cabangnya di
dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi
ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola
radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.1,5,6
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:6
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik,
atau geofilik. Selain afinitas ini masing-masing jamur berbeda pula satu dengan
yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh
misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython
fluccosum paling sering menyerang lipat paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

9
c. Faktor suhu dan kelembaban
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada
lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari
paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden
penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering
ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik.
e. Faktor host
Usia, diabetes melitus, immunocompromised, pemakaian kortikosteroid topikal
dan sistemik.

GAMBARAN KLINIS
Gambaran Klinis Tinea Cruris
Kelainan kulit yang tampak pada tinea cruris pada lipat paha merupakan lesi berbatas
tegas yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun. Mula-
mula sebagai bercak eritema yang gatal, lama kelamaan meluas secara sentrifugal dan
membentuk bangun setengah bulan dengan batas tegas, yang dapat meliputi skrotum,
pubis, gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah. Tepi lesi aktif (peradangan
pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), bentuk polimorf, ditutupi skuama dan
kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel disekelilingnya.1 Bila penyakit ini
menjadi menahun (kronis), dapat berupa bercak hitam disertai sedikit skuama. Erosi dan
ekskoriasi, keluarnya cairan serum maupun darah, biasanya akibat garukan maupun
pengobatan yang diberikan.2 Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-
garuk dan timbul erosi dan infeksi sekunder.6

Gambaran Klinis Tinea Corporis


Kelainan kulit yang tampak pada tinea corporis merupakan lesi bulat atau lonjong
(anular/polisiklik), berbatas tegas terdiri atas bercak eritema, skuama, kadang-kadang
dengan papul dan vesikel di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang (central
healing). Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya

10
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Lesi dapat berupa polisiklik
karena beberapa lesi menjadi satu. Bentuk tanpa radang lebih sering dilihat pada anak-anak
daripada orang dewasa karena mereka umumnya mendapat infeksi baru pertama kali. Pada
tinea corporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan
ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha.
Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau tinea cruris et corporis.5

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas pemeriksaan
langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk mendapatkan
jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya dibersihkan dengan
alkohol 70%.3-5
1. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok dari bagian tepi lesi (sisik dan
kulit) hingga sedikit di luar lesi dengan scalpel tumpul steril → taruh di obyek glass
→ tetesi KOH 10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan
atau dilewatkan di atas api kecil → lihat di mikroskop dengan pembesaran 10x
kemudian 40x, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis sejajar, terbagi oleh sekat,
dan bercabang, atau spora berderet (artrospora) pada kelainan kulit yang lama atau
sudah diobati, dan miselium.3-5
2. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan kloramfenikol dan cyclohexamide (mycobyotic-
mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu.3-5
3. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya
dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff, jamur akan
tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver, jamur akan
tampak coklat atau hitam.3-5

11
4. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya eritrasma
dimana akan tampak floresensi merah bata.3-5

DIAGNOSIS
Cara mendiagnosis tinea cruris maupun tinea corporis adalah sama. Dari anamnesis,
gambaran klinis dan lokalisasinya, tidak sulit untuk mendiagnosis. Sebagai penunjang
diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dari kerokan bagian tepi lesi
dengan KOH dan biakan, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood,
yang mengeluarkan sinar ultraviolet dengan gelombang 3650 Å. Pemeriksaan sediaan
langsung dengan KOH 10-20% positif bila memperlihatkan elemen jamur berupa hifa
panjang dan artrospora.1,7
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan langsugn
sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini
adalah medium agar dekstrosa Sabouraud. Biakan memberikan hasil lebih lengkap, akan
tetapi lebih sulit dikerjakan, lebih mahal biayanya, hasil diperoleh dalam waktu lebih lama
dan sensitivitasnya kurang (±60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan sediaan
langsung.7

DIAGNOSIS BANDING
Sebagai diagnosis banding dari tinea cruris adalah sebagai berikut:
1. Kandidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia,
dapat menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.1,3
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembaban, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki

12
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.1,3,7
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga
mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis
(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat,
pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat,
kadang-kadang disertai rasa panas seperti terbakar.1,3
Gejala klinis pada penyakit ini antara lain gatal, kemerahan, maserasi kulit
pada daerah lipatan dengan vesiko pustul satelit yang mudah pecah sehingga
menimbulkan gambaran kolarette. Pada pemeriksaan KOH ditemukan
pesudohifa, sel ragi, dan blastospora.1,3

Gambar Candidosis intertriginosa.3

2. Eritrasma
Eritrasma adalah infeksi kulit superfisial, ditandai oleh makula eritematosa
hingga kecoklatan, berbatas tegas, di daerah lipatan (intertriginosa), atau
berbentuk fisura dengan maserasi putih di sela-sela jari. Eritrasma merupakan
penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
Corynebacterium minitussismum, ditemukan lesi berupa makula eritematosa
hingga cokelat, berbatas tegas, dengan skuama halus di atasnya. Tempat predileksi
adalah daerah intertriginosa, terutama di aksila dan genito-krural, sela jari kaki ke-
4 dan ke-5. Lesi biasanya bersifat asimtomatik, kecuali di daerah selangkangan,

13
yang bisa terasa gatal dan menyengat. Ko-eksistensi eritrasma dengan kelainan
kulit akibat dermatofita dan kandida sering ditemukan terutama pada lesi
interdigital. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood’s lesi terlihat berfluoresensi
merah membara (coral red), akibat adanya porfirin. Pemeriksaan mikroskopik
langsung dengan pewarnaan Gram menunjukkan banyak bakteri batang pendek
Gram positif di stratum korneum. Pengobatan pada eritrasma yang terlokalisir
dapat diberikan sabun dan gel benzoil peroksida 5%, Klindamisin atau eritromisin
(solutio 2%) atau krim azol, sedangkan untuk eritrasma yang luas, eritromisin oral
merupakan terapi yang efektif dengan pemberian eritromisin 4 x 250 mg selama
satu minggu.1

Gambar eritrasma.7

Sebagai diagnosis banding dari tinea corporis adalah sebagai berikut:


1. Psoriasis
Dimulai dengan makula dan papula eritematosa dengan ukuran lentikular
sampai numular, menyebar secara sentrifugal. Lokasi biasanya pada siku, lutut,
kulit kepala, telapak kaki dan tangan, punggung, tungkai atas dan bawah, serta
kuku. Efloresensi berupa makula eritematosa yang besarnya bervariasi dari miliar
sampai numular, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar, sirsinar,
polisiklik, dan geografis. Makula ini berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang
kasar berwarna putih mengkilat. Jika skuama digores dengan benda tajam
menujukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan maka akan timbul
titik-titik perdarahan yang disebut sebagai Auspitz sign. Dapat pula menunjukkan

14
fenomena Koebner atau reaksi isomorfik, yaitu timbul lesi-lesi psoriasis pada
bekas trauma atau garukan.1
2. Pitiriasis rosea
Pitiriasis rosea ialah erupsi kulit akut yang sembuh sendiri, dimulai dengan
sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh
lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan tungkai atas yang tersusun sesuai
dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. Penyakit
dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk
oval dan anular, diameternya kira-kira 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama
halus di pinggir. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi
gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya
sejajar dengan kosta, sehingga menyerupai pohon cemara terbalik. Tempat
predileksi pada batang tubuh, lengan atas bagian proksimal dan tungkai atas,
sehingga menyerupai pakaian renang perempuan zaman dahulu.1

PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa
Edukasi kepada pasien di rumah:1,2,3
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, jangan menggunakan handuk bersama
dengan anggota keluarga yang lain.

Medikamentosa
Pada umumnya pengobatan untuk infeksi jamur dermatofitosis secara topikal saja
cukup, kecuali untuk lesi-lesi kronik dan luas serta infeksi pada rambut dan kuku yang

15
memerlukan pula pengobatan sistemik, oleh karena dermatofitosis merupakan penyakit
jamur superfisial.
1. Topikal
a. Golongan Azol
 Klotrimazol
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spectrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan klotrimazol ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu
jika tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa.
Obat ini tersedia dalam bentuk krim 1%, solutio, dan lotio. Diberikan 2 kali sehari
selama 4 minggu.3,4,5
 Mikonazol nitrat
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akan
menghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk krim 2%, solutio,
lotio, dan bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu. Penggunaan pada anak
sama dengan dewasa.1,4,5
 Ketokonazol
Mekanisme kerja ketokonazol sebagai turunan imidazol yang bersifat broad
spectrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu.1,3,5
b. Golongan alilamin
 Terbinafine hydrochloride merupakan derifat sintetik dari alilamin yang bekerja
menghambat skualen epoxide yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol
jamur yang menghasilkan kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel
jamur. Secara luas pada penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin.
Terbinafin dapat ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Tersedia dalam bentuk
krim 1%. Digunakan 1-2x sehari selama 1-4 minggu.3,5

16
c. Golongan Benzilamin
 Butenafin, anti jamur yang poten yang berhubungan dengan alilamin. Kerusakan
membran sel jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya.
Digunakan dalam bentuk krim 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak
dianjurkan. Untuk dewasa dioleskan sebanyak 4 kali sehari.3,5
d. Golongan lainnya
 Siklopiroks
Memiliki sifat broad spektrum antifungal. Kerjanya berhubungan dengan sintesi
DNA. Tersedia dalam bentuk krim dan lotio 1%. Dipakai 2x sehari, re-evaluasi
setelah 4 hari.3,5
 Haloprogin
Tersedia dalam bentuk solutio atau spray, 1% krim. Digunakan selama 2-4 minggu
dan dioleskan sebanyak 3 kali sehari.3,5
 Tolnaftate
Tersedia dalam krim 1%, bedak, solutio. Dioleskan 2 kali sehari selama 2-4
minggu.3,5
2. Sistemik
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk lesi yang luas atau gagal dengan
pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam pengobatan tinea
cruris:
 Ketokonazol
Sebagai turunan imidazol, ketokonazol merupakan obat jamur oral yang
berspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari untuk dewasa
atau 3-6 mg/kgBB/hari untuk anak-anak lebih dari 2 tahun selama 2-4 minggu.1,4,5
 Itrakonazol
Sebagai turunan triazol, itrakonazol merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependen sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen
penting pada selaput sel jamur. Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole
lebih baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah
perawatan. Dosis dewasa 200 mg po selama 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan

17
100 mg jika tidak ada perbaikan, tetapi tidak boleh melebihi 400 mg/hari. Untuk
anak-anak 5mg/hari po selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada
penderita yang hipersensitivitas, dan jangan diberikan bersama dengan cisapride
karena berhubungan dengan aritmia jantung.4,5
 Griseofulvin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur dengan
mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat keefektifannya
dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500 mg microsize (330-375
mg ultramicrosize) per oral selama 2-4 minggu, untuk anak-anak dengan berat
badan 15 sampai 25 kg dosisnya 10-25 mg/kgBB/hari per oral, sedangkan untuk
anak dengan berat badan lebih dari 25 kg dapat diberikan antara 125/250 mg per
hari.1,4,5
 Terbinafin
Pemberian secara oral pada dewasa 250 mg/hari selama 2 minggu. Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan :
 12-20kg : 62,5 mg/hari selama 2 minggu
 20-40kg : 125 mg/ hari selama 2 minggu
 >40kg : 250 mg/ hari selama 2 minggu.4,5

PENCEGAHAN
Beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea cruris dan tinea
corporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain:7
a. Temperatur lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari karet atau nilon.
b. Pekerjaan yang banyak berhubungan dengan air.
c. Kegemukan : selain faktor kelembaban, gesekan yang kronis dan keringat berlebihan
disertai higiene yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi.

PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga. Kekambuhan masih dapat terjadi apabila
kulit masih dalam keadaan lembab dan basah.1,3

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Suriadiredja ASD, Sudharmono A, Wiryadi BE, Kurniati DD, Daili


ESS, et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-7. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI; 2017.
2. Siregar RS. Atlas berwarna saripati enyakit kulit. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005.
3. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ. Fitzpatrick’s
dermatology in general medicine. 7th ed. Vol 2. USA: Mcgraw hill companies;
2008.p.1807-22.
4. Lesher JL. Tinea Corporis. MedScape Reference. [Online] Juni 2017, 20. [diakses:
24 Oktober 2017] https://emedicine.medscape.com/article/1091473- overview
5. Wiederkehr, M. Tinea Cruris. MedScape Reference. [Online] Juli 2017, 11.
[diakses: 24 Oktober 2017] https://emedicine.medscape.com/article/1091806-
overview
6. David V (2012). “Understanding the main principles of skin care in older adults”.
Nursing Standard 27. 11 (Nov 14-Nov 20, 2012): 59-60, 62-4, 66-8.
http://search.proquest.com/docview/1178959349?accountid=50673. Diakses
tanggal 20 September 2017.
7. Wirya Duarsa. Pedoman diagnosis dan terapi penyakit kulit dan kelamin RSUP
Denpasar. Denpasar: Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana; 2000.

19

You might also like