You are on page 1of 21

BAB 1

PENDAHULUAN

Tingkat prevalensi dan diagnosis hipertensi pada anak dan remaja tampak
semakin meningkat sekarang ini. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan
meningkatnya prevalensi obesitas pada anak dan meningkatnya kepedulian
terhadap penyakit ini. Prevalensi hipertensi pada anak diperkirakan sebesar 1-2%.
Hipertensi diketahui merupakan salah satu faktor risiko terhadap terjadinya
penyakit jantung koroner pada orang dewasa, dan adanya hipertensi pada masa
anak mungkin berperan dalam perkembangan dini penyakit jantung koroner
tersebut. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan bukti klinis nyata kerusakan organ
target pada kasus hipertensi pada anak. Hipertensi berat juga meningkatkan risiko
berkembangnya ensefalopati hipertensif, kejang, kelainan serebrovaskular, dan
gagal jantung kongestif. Komplikasi hipertensi tersebut dapat dicegah bila
dilakukan pengawasan dan pengobatan dini yang adekuat terhadap hipertensi.
Pengukuran tekanan darah secara rutin berguna untuk mendeteksi hipertensi pada
anak sedini mungkin. Tekanan darah normal anak-anak bervariasi oleh karena
banyak faktor mempengaruhinya antara lain umur, jenis kelamin, tinggi, dan berat
badan.
Hipertensi pada anak dibagi menjadi hipertensi primer dan hipertensi
sekunder. Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat
dijelaskan penyakit yang mendasarinya. Hipertensi sekunder adalah hipertensi
yang terjadi oleh karena adanya penyebab yang jelas. Perbedaan hipertensi pada
anak dengan orang dewasa adalah kejadian hipertensi sekunder yang lebih lazim
terjadi pada masa anak dan hampir 80% penyebabnya berasal dari penyakit ginjal,
sedangkan hipertensi primer atau esensial lebih sering didapatkan pada orang
dewasa dan jarang didapatkan pada anak dibawah 10 tahun. Edukasi, deteksi dini,
diagnosis yang akurat dan terapi yang tepat akan memperbaiki luaran jangka
panjang anak-anak dan remaja yang menderita hipertensi ini. Dalam referat ini
akan diuraikan mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, pendekatan
diagnosis dan terapi hipertensi pada anak.
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

DEFINISI

Tekanan darah normal pada anak adalah tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah
diastolik (TDD) di bawah persentil 90 berdasarkan jenis kelamin, usia dan tinggi badan.
Definisi hipertensi pada anak dan remaja didasarkan pada distribusi normal tekanan darah
pada anak sehat. Berdasarkan data dari National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES), tingkatan tekanan darah anak laki-laki dan anak perempuan berdasarkan persentil
usia dan tinggi badan yang sudah direvisi.
Hipertensi didefinisikan sebagai rerata TDS dan/atau TDD ≥ persentil 95 sesuai dengan
jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada ≥ 3 kali pengukuran berturut-turut. Pre-hipertensi
pada anak didefinisikan sebagai rerata TDS atau TDD ≥ persentil 90 tetapi < persentil 95,
keadaan ini berisiko tinggi berkembang menjadi hipertensi. Terdapat istilah ”white-coat
hypertension” yang merujuk pada suatu keadaan penderita memiliki tekanan darah > persentil
95 pada pemeriksaan di klinik atau praktek dokter, sedangkan di luar tempat kesehatan
tersebut penderita memiliki tekanan darah yang normal. Hipertensi tingkat 1 (hipertensi
bermakna) yaitu rerata TDS atau TDD yang berada ≥ 95 sampai dengan 5 mmHg di atas
persentil 99. Hipertensi tingkat 2 (hipertensi berat) yaitu rerata TDS atau TDD > 5 mmHg di
atas persentil 99. Krisis Hipertensi yaitu rerata TDS atau TDD > 5 mmHg di atas persentil 99
disertai gejala dan tanda klinis seperti gejala gagal jantung, ensefalopati, gagal ginjal, maupun
retinopati.
Kriteria hipertensi juga dibagi atas derajat ringan, sedang, berat, dan krisis berdasarkan
kenaikan tekanan darah sistolik normal sesuai dengan umur.
Age (years)
Formula untuk menghitung tekanan darah pada anak juga dikembangkan untuk
memfasilitasi deteksi dini hipertensi pada anak yaitu:
 Tekanan darah sistolik (persentil 95)
1-17 tahun = 100 + (usia dalam tahun x 2)
 Tekanan darah diastolik (persentil 95)
1-10 tahun = 60 + (usia dalam tahun x 2)
11-17 tahun = 70 + (usia dalam tahun)
Batasan hipertensi menurut the fourth report NHBLI tahun 2005 :
Klasifikasi Persentil TDS atau TDD
Normal TD sistolik dan diastolic persentil < 90
menurut umur dan jenis kelamin
Prehipertensi Persentil 90 sampai <95 atau jika TD >
120/80 mmHg meskipun berada di bawah
persentil 90 dan di atas persentil < 95
Hipertensi I persentil 95th sampai persentil 99th
ditambah 5 mmHg
Hipertensi II Lebih dari persentil 99th ditambah 5 mmHg

ETIOLOGI

1.1 Hipertensi Primer


Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan
penyakit yang mendasarinya. Meskipun demikian, identifikasi faktor-faktor yang dapat
diperkirakan menjadi penyebab terjadinya hipertensi primer telah dilakukan. Beberapa
predictor diidentifikasi seperti faktor keturunan, berat badan, respon terhadap stres fisik dan
psikologis, abnormalitas transpor kation pada membran sel, hipereaktivitas sistem saraf
simpatis, resistensi insulin, dan respon terhadap masukan garam dan kalsium.
Tekanan darah yang tinggi pada masa anak-anak merupakan faktor risiko hipertensi pada
masa dewasa muda. Hipertensi primer pada masa anak biasanya ditandai oleh hipertensi
ringan atau bermakna. Evaluasi anak dengan hipertensi primer harus disertai dengan evaluasi
beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan risiko berkembangnya suatu penyakit
kardiovaskular. Obesitas, kolesterol lipoprotein densitas tinggi yang rendah, kadar trigliserida
tinggi, dan hiperinsulinemia merupakan faktor risiko yang harus dievaluasi untuk
berkembangnya suatu penyakit kardiovaskular.

1.2 Hipertensi Sekunder


Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi oleh karena adanya penyebab yang
jelas. Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding orang dewasa.
Evaluasi yang lebih teliti diperlukan untuk setiap anak untuk mencari penyebab yang
mendasarinya. Anak dengan hipertensi berat, anak dengan umur yang masih muda, serta anak
remaja dengan gejala klinis suatu kondisi sistemik disertai hipertensi harus dievaluasi lebih
lanjut. Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama evaluasi anak dengan
kenaikan tekanan darah yang menetap sehingga dapat mengarahkan pada suatu kelainan
sistemik yang mendasari terjadinya hipertensi. Jadi, sangat penting untuk mencari gejala dan
tanda klinis yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria nyata, edema, kelelahan),
penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi), atau penyakit dari sistem organ lain (seperti
kelainan endokrinologis, reumatologis). Riwayat penyakit dahulu diperlukan untuk
mengungkap penyebab hipertensi. Pertanyaan berupa riwayat opname sebelumnya, trauma,
infeksi saluran kemih, diabetes, atau masalah gangguan tidur. Riwayat penyakit keluarga
berupa riwayat hipertensi, diabetes, obesitas, apnea pada waktu tidur, penyakit ginjal,
hiperlipidemia, stroke, dan kelainan endokrinologis pada keluarga.
Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan penyakit parenkim
ginjal.9 Kebanyakan hipertensi akut pada anak berhubungan dengan glomerulonefritis.
Hipertensi kronis pada anak paling sering berhubungan dengan penyakit parenkim ginjal (70-
80%), sebagian karena hipertensi renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-10%),
feokromositoma dan penyebab endokrin lainnya (1-5%). Pada anak yang lebih kecil (< 6
tahun) hipertensi lebih sering sebagai akibat penyakit parenkim ginjal, obstruksi arteri renalis,
atau koartasio aorta. Anak yang lebih besar bisa mengalami hipertensi dari penyakit bawaan
yang baru menunjukkan gejala hipertensi dan penyakit dapatan seperti refluks nefropati atau
glomerulonefritis kronis.
Penyebab tersering hipertensi berdasarkan usia:
Infant Anak Remaja
1-6 tahun 7-12 tahun
Thrombosis of arteri atau Stenosis arteri penyakit parenkim hipertensi
vena renalis renalis ginjal esensial

Anomali kongenital renal


penyakit parenkim abnormalitas penyakit
ginjal renovaskular parenkim ginjal
koarktasio aorta

tumor Wilms penyebab endokrin penyebab


dysplasia bronkopulmoner endokrin

Neuroblastoma hipertensi esensial

koarktasio aorta

PATOFISIOLOGI HIPERTENSI

Patogenesis hipertensi pada anak dengan penyakit ginjal melibatkan beberapa


mekanisme.
1. Hipervolemia
Hipervolemia oleh karena retensi air dan natrium, efek kelebihan mineralkortioid
terhadap peningkatan reabsorpsi natrium dan air di tubuli distal, pemberian infuse
larutan garam fisiologik, koloid, atau transfusi darah yang berlebihan pada anak
dengan laju filtrasi glomerolus yang buruk. Hipervolemia menyebabkan peningkatan
curah jantung sehingga menyebabkan hipertensi. Keadaan ini sering terjadi pada
glomerulonefritis dan gagal ginjal
2. Gangguan sistem Renin, Angiotensin dan Aldosteron
Renin adalah enzim yang diproduksi oleh sel apparatus jukstaglomerolus. Bila terjadi
penurunan aliran darah intrarenal dan penurunan laju filtrasi glomerolus, apparatus
jukstaglomerolus akan terangsang untuk mensekresi renin yang akan mengubah
angiotensinogen yang berasal dari hati menjadi Angiotensin I. Kemudian Angiotensin
I akan diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II menimbulkan vasokonstriksi
pembuluh darah tepid an menyebabkan tekanan darah meningkat. Selanjutnya
angiotensin II merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan aldosteron.
Aldosteron meningkatkan retensi natrium dan air di tubuli ginjal dan menyebabkan
hipervolemia dan tekanan darah menjadi meningkat.
3. Berkurangnya zat vasodilator.
Zat vasodilator yang dihasilkan oleh medulla ginjal yaitu prostaglandin A2, kilidin,
dan bradikinin. Zat tersebut berkurang pada penyakit ginjal kronis.

MANIFESTASI KLINIS

Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala. Namun dari
penelitian yang baru-baru ini dilakukan, kebanyakan anak yang menderita hipertensi tidak
sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik berupa nyeri kepala, insomnia, rasa lelah,
nyeri perut atau nyeri dada dapat dikeluhkan. Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat
mengancam jiwa atau fungsi organ vital timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut krisis
hipertensi.
Krisis hipertensi ini dibagi menjadi dua kondisi yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi
emergensi. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi namun komplikasi utama pada anak
melibatkan sistem saraf pusat, mata, jantung, dan ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa
sakit kepala, pusing, nyeri perut, muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat
pula bermanifestasi sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang
mengancam jiwa atau organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial, edema
paru, atau gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun
umum diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma. Gejala-gejala yang tampak
pada anak dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan segera menghilang bila pengobatan
segera diberikan dan tekanan darah diturunkan menjadi normal. Gejala dan tanda
kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran neurologis yang berat sangat penting
karena menunjukkan hipertensi yang telah berlangsung lama

PENDEKATAN DIAGNOSIS

Anak yang benar-benar mengalami peningkatan tekanan darah harus diklasifikasikan


menjadi salah satu dari dua kemungkinan kategori berdasarkan manifestasi klinisnya. kategori
I adalah anak-anak dengan peningkatan tekanan darah yang bermakna dan dengan
kemungkinan komplikasi dengan onset akut. Yang termasuk kategori ini biasanya anak yang
lebih muda dengan hipertensi sekunder yang memerlukan terapi emergensi, terapi terhadap
komplikasi yang terjadi, dan terapi spesifik terhadap penyebab hipertensi. Kategori II adalah
anak-anak dengan peningkatan tekanan darah yang ringan dan dengan kemungkinan
komplikasi jangka panjang yang biasanya adalah anak remaja dengan hipertensi esensial.
Klasifikasi ini penting baik untuk tujuan diagnostik maupun terapi.

1.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi adalah pemeriksaan
tekanan darah.
Tekanan darah adalah hasil kali tahanan vaskuler perifer dan curah jantung. Pengukuran
tekanan darah yang tepat tergantung dari kondisi penderita saat diperiksa, kualitas peralatan,
dan keterampilan pemeriksa. Pengukuran tekanan darah pada anak memerlukan ruang
pemeriksaan yang tenang, serta kondisi anak yang tenang agar tidak mempengaruhi hasil
pengukuran. Anak dapat berbaring telentang dengan tangan lurus di samping badan ataupun
duduk dengan lengan bawah yang diletakkan di atas meja sehingga lengan atas berada
setinggi jantung. Peralatan standar untuk mengukur tekanan darah adalah sfigmomanometer
air raksa pada anak berusia lebih dari tiga tahun. Metode terpilih untuk pengukuran tekanan
darah adalah dengan auskultasi. Manset yang digunakan harus sesuai dengan ukuran tubuh
anak. Tekanan darah akan terlalu tinggi apabila manset yang dipakai terlalu kecil dan terlalu
rendah bila ukuran manset terlalu besar. Lebar kantong manset harus menutupi 1/2 sampai 2/3
panjang lengan atas atau panjang tungkai atas. Panjang manset juga harus melingkari setidak-
tidaknya 2/3 lingkar lengan atas atau tungkai atas. Manset dipasang melingkari lengan atas
atau tungkai atas dengan batas bawah lebih kurang 3 cm dari siku atau lipat lutut. Manset
dipompa sampai denyut nadi arteri radialis atau dorsalis pedis tidak teraba kemudian
diteruskan dipompa sampai 20-30 mmHg lagi. Stetoskop diletakkan di denyut arteri brakialis
atau poplitea, kemudian manometer dikosongkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3
mmHg per detik. Pada penurunan air raksa ini akan terdengar bunyi-bunyi Korotkoff. Bunyi
Korotkoff I yaitu bunyi yang pertama kali terdengar berupa bunyi detak yang perlahan. Bunyi
Korotkoff II seperti bunyi Korotkoff I tetapi disertai bunyi desis (swishing sign). Bunyi
Korotkoff III seperti bunyi Korotkoff II tetapi lebih keras. Bunyi Korotkoff IV bunyi tiba-tiba
melemah. Bunyi Korotkoff V bunyi menghilang. Tekanan sistolik adalah saat mulai
terdengarnya bunyi Korotkoff I, sedangkan tekanan diastolik adalah saat mulai terdengarnya
bunyi Korotkoff IV, yang biasanya pada bayi dan anak bersamaan atau hampir bersamaan
dengan menghilangnya bunyi (Korotkoff V). Dalam keadaan normal, tekanan darah sistolik di
lengan 10-15 mmHg lebih rendah dibanding dengan tekanan darah tungkai.
Pada bayi baru lahir penggunaan sfignomanometri konvensional tidak direkomendasikan
karena suara Korotkoff tidak dapat terdengar dengan jelas. Untuk itu digunakan alat
ultrasonik Doppler, puls oksimetri, atau osilometri. Teknik puls oksimetri menggunakan
muncul dan hilangnya gelombang phletysmographic saat manset menaik dan menurun di
sekitar tekanan sistolik. Manometer osilometrik digunakan secara luas dalam praktek klinis
tetapi lebih kurang akurat jika dibandingkan dengan alat ultrasonik Doppler dan puls
oksimetri saat dibandingkan dengan baku emas yaitu tekanan darah intraarterial.
Peningkatan tekanan darah harus dikonfirmasi pada kunjungan ulang sebelum
menetapkan anak menderita hipertensi. Konfirmasi dari hasil pengukuran tekanan darah yang
meningkat sangat penting karena tekanan darah yang tinggi dapat turun pada pengukuran
berikutnya karena terpengaruh oleh faktor-faktor: (1) berkurangnya kecemasan penderita dari
kunjungan pertama ke kunjungan berikutnya. (2) regresi rerata tekanan darah karena sifat
tekanan darah yang bersifat tidak statis tetapi bervariasi bahkan dalam kondisi tenang.

Ukuran-ukuran manset yang tersedia di pasaran untuk evaluasi pengukuran tekanan darah
anak:
Nama manset Lebar kantong karet (cm) Panjang kantong karet (cm)
Neonatus 2-4 5-9
Bayi 4-6 11,5-18
Anak 7,5-9 17-19
Dewasa 11,5-13 22-26
Lengan besar 14-15 30,5-33
Paha 18-19 36-38

Diagnosis Banding berdasarkan temuan fisik pada pemeriksaan fisik :


Pemeriksaan Yang ditemukan Kemungkinan Etiologi
Fisik
Tanda-tanda Takikardi Hipertiroid, feokromositoma,
vital neuroblastoma, hipertensi primer
Penurunan pulsasi ekstremitas Koarktasio aorta
inferior,
Penurunan tekanan darah saat
mengukur tekanan darah dari
ekstremitas atas menuju ekstremitas
bawah
Mata Perubahan retina Krisis hipertensi
Telinga, hidung, Hipertrofi adenotonsilar Berhubungan dengan gangguan
tenggorokan bernafas saat tidur (sleep apnea),
mendengkur
Tinggi/berat Retardasi pertumbuhan Gagal ginjal kronis
Obesitas Hipertensi primer
Kepala dan Wajah seperti bulan “moon facies” Sindrom Cushing
leher
Webbed neck Sindrom turner
Tiromegali Hipertiroid
Kulit Pucat, diaphoresis feokromositoma
Jerawat, hirsutisme, strie Sindrom Cushing,
penyalahgunaan anabolik steroid
Malar rash Lupus eritematous sistemik
Dada Murmur pada jantung Koarktasio aorta
Friction rub Lupus eritematous sistemik
(perikarditis), stadium penyakit
renal dengan uremia
Perut Massa Tumor Wilms, neuroblastoma,
feokromositoma
Bruit pada epigastrium Stenosis arteri renalis
Terabanya ginjal Penyakit ginjal polikistik,
hidronefrosis,
Genetalia Ambigu/firilisasi Hyperplasia adrenal
Ekstremitas Pembengkakan pada persendian Lupus eritematous sistemik
Kelemahan otot hiperaldosteronisme
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan tahapan I untuk mengevaluasi diagnostic kearah penyebab hipertensi
sekunder :
 Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit ginjal:
i. Urinalisis, tes dipstick urin  hasil positif untuk darah dan atau protein
mengindikasikan kepada penyakit ginjal. Peningkatan jumlah natrium
pada urin menunjukkan adanya diet asupan natrium yang berlebihan.
ii. Biakan urin  digunakan untuk mengevaluasi pasien untuk
mengetahui kronik pielonefritis.
iii. Kimia darah (kolesterol, albumin, globulin, asam urat, ureum,
kreatinin)  peningkatan serum kreatinin mengindikasikan adanya
penyakit ginjal, temuan hipokalemia mengarahkan kepada
hiperaldosteronisme.
iv. Darah lengkap  adanya anemia menunjukkan adanya gagal ginjal
kronik
v. Pemeriksaan hormone darah  peningkatan renin plasma
mengindikasikan adanya hipertensi vascular renal, koarktasio aorta,
peningkatan hormone aldosteron menunjukkan adanya
hiperaldosteronisme. Peningkatan jumlah katekolamin merupakan
diagnosis adanya feokromositoma atau neuroblastoma.
vi. Pielogram intravena
 Pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit endokrin:
i. Elektrolit serum
ii. Aktivitas renin plasma dan aldosteron  hiperaldosteronisme,
hipertensi vascular renal
iii. Katekolamin plasma  feokromositoma, neuroblastoma
iv. Katekolamin urin dan metabolitnya dalam urin  feokromositoma,
neuroblastoma
v. Aldosteron dan metabolit steroid dalam urin  sindrom cushing
vi. Hormone tiroid  hipertiroid
 Evaluasi akibat hipertensi terhadap organ target
i. EKG
ii. Foto rontgen dada  kardiomegali
iii. Ekokardiografi  terlihat adanya pembesaran ventrikel kiri
mengindikasikan adanya hipertensi kronis
b. Pemeriksaan tahap II untuk evaluasi diagnostic ke arah penyebab hipertensi sekunder:
 ASTO, Komplemen (C3), kultur apus tenggorok/keropeg infeksi kulit  jika
positif, diagnosis mengarahkan pada diagnosis GNAPS
 Sel LE, uji serologi untuk SLE  jika positif , diagnosis mengarahkan pada
SLE
 Biopsi ginjal
 CT ginjal
 Arteriografi
 CT kelenjar adrenal atau abdomen
 Uji supresi dengan dexametason  diagnosis mengarahkan kepada sindrom
Cushing

TATALAKSANA

Penanganan anak dengan hipertensi ditujukan pada penyebab naiknya tekanan darah dan
mengurangi gejala yang timbul. Kerusakan organ target, kondisi-kondisi lain yang terjadi
bersamaan, serta faktor-faktor risiko juga mempengaruhi keputusan terapi. Terapi
nonfarmakologis dan terapi farmakologis direkomendasikan berdasarkan usia anak, tingkatan
hipertensi, dan respon terhadap terapi. Pemantauan ditujukan pada komplikasi yang timbul.
Terapi mencapai keberhasilan jika memenuhi kriteria: tekanan diastolic turun di bawah 90
persentil, efek samping obat minimal, penggunaan obat untuk mengontrol tekanan darah
hanya diperlukan dalam jumlah sedikit.
A. Terapi nonfarmakologis
Pada anak dengan kondisi pre-hipertensi atau hipertensi tingkat 1 terapi berupa perubahan
gaya hidup direkomendasikan. Terapi ini berupa pengontrolan berat badan, olahraga yang
teratur, diet rendah lemak dan garam, pengurangan kebiasaan merokok pada anak remaja
yang merokok, dan tidak mengkonsumsi alkohol. Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang
memiliki berat badan lebih dengan peningkatan tekanan darah. Pengurangan berat badan telah
terbukti efektif pada anak obese disertai hipertensi. Pengontrolan berat badan tidak hanya
menurunkan tekanan darah juga menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam,
menurunkan risiko kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin. Pada
penelitian tersebut disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10% menurunkan
tekanan darah dalam jangka waktu pendek sebesar 8 sampai 10 mmHg. Aktivitas fisik yang
teratur membantu menurunkan berat badan dan sekaligus menurunkan tekanan darah sistolik
dan diastolik. Aktivitas fisik tersebut minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari.
Intervensi diet pada anak dapat berupa ditingkatnya diet berupa sayuran segar, buah segar,
serat, dan makanan rendah lemak, serta konsumsi garam yang adekuat hanya 1,2 g/hari (anak
4-8 tahun) dan 1,5 g/hari untuk anak yang lebih besar membantu dalam manajemen
hipertensi. Pengurangan garam pada anak dan remaja disebutkan dapat mengurangi tekanan
darah sebesar 1 sampai 3 mmHg. Peningkatan masukan kalium, magnesium, asam folat juga
dikaitkan dengan tekanan darah yang rendah.
B. Terapi farmakologis
Indikasi penggunaan terapi farmakologis hipertensi pada anak dan remaja jika ditemukan
keadaan hipertensi yang bergejala, kerusakan organ target (seperti: hipertrofi ventrikel kiri,
retinopati, proteinuria), hipertensi sekunder, hipertensi tingkat 1 yang tidak berespon dengan
perubahan gaya hidup, dan hipertensi tingkat 2. Tujuan terapi adalah mengurangi tekanan
darah kurang dari persentil 95. Jika terdapat kerusakan organ target atau penyakit yang
mendasari, tujuan terapi adalah tekanan darah kurang dari persentil 90. Dalam memilih terapi
farmakologi harus dipertimbangkan efikasi ketersediaan obat, frekuensi pemberian, efek
samping dan biaya. Farmakoterapi harus mengikuti tahapan peningkatan dosis obat secara
bertahap.
Menggunakan satu macam obat dengan dosis terendah kemudian meningkatkan dosis
sampai efek terapetik terlihat. Bila terdapat efek samping atau dosis obat maksimal dapat
digunakan obat kedua yang memiliki mekanisme kerja berbeda. Angiotensin-Converting
Enzyme Inhibitors (ACEI) (seperti: kaptopril, enalapril, lisinopril, ramipril) dan Calcium
Channel Blocking Agents (seperti: nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin) adalah obat
antihipertensi yang sering digunakan karena efek sampingnya yang rendah. Diuretika
(diuretik tiazid, loop diuretic, dan diuretik hemat kalium biasanya digunakan sebagai terapi
tambahan. Obat-obatan baru seperti penghambat reseptor angiotensin (seperti: irbesartan) juga
digunakan pada hipertensi yang terjadi pada anak dan remaja. Obat ini mungkin bisa menjadi
pilihan pada anak yang menderita batuk kronik akibat penggunaan penghambat ACE.
Penghambat reseptor adrenergic (seperti: propanolol, atenolol, metoprolol, dan labetolol),
penghambat reseptor adrenergik, agonis reseptor, vasodilator langsung, agonis reseptor
adrenergik perifer jarang digunakan pada pasien anak karena efek samping yang
ditimbulkannya, akan tetapi obat-obatan ini dapat menjadi pilihan bila terjadi kegagalan terapi
dengan obat-obatan Calcium Channel Blocking Agents, Angiotensin-Converting Enzyme
Inhibitors, atau penghambat reseptor angiotensin.
Langkah-langkah pendekatan pengobatan hipertensi:

Diuretika dimulai dengan Pengh


Langkah 1 atau dimu
dosis minimal

Jika diperlukan dosis dapat dinaikkan sampai dosis


maksimal

Tekanan darah tidak turun

Langkah 2 Tambahkan atau ganti Tamb


dengan penghambat atau
dengan
adrenergik

Lanjutkan sampai mencapai dosis maksimal

Tekanan darah tidak turun

Langkah 3 Tambahkan golongan


atau Rujuk p
vasodilator kons
TATA LAKSANA KRISIS HIPERTENSI

The Fourth Report On The Diagnosis, Evaluation, And Treatment Of High Blood
Pressure In Children And Adolescents mendefinisikan hipertensi berat bila tekanan darah
melebihi 5 mmHg di atas persentil 99 menurut usia. Krisis hipertensi yaitu rerata TDS atau
TDD > 5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala dan tanda klinis. Pendapat lain
menyebutkan bahwa hipertensi krisis dapat bersifat emergensi (HE) yaitu peningkatan TDS
atau TDS yang telah atau dalam proses menyebabkan kerusakan organ dalam beberapa menit-
jam atau urgensi (HU) yang perlu diturunkan dalam 12-24 jam karena sewaktu-waktu dapat
progresif menjadi hipertensi emergensi.
Krisis hipertensi yang disertai gejala ensefalopati hipertensif memerlukan pengobatan
dengan antihipertensi intravena untuk mengontrol pengurangan tekanan darah dengan tujuan
terapi menurunkan tekanan darah 25% selama 8 jam pertama setelah krisis dan secara
perlahan-lahan menormalisasikan tekanan darah dalam 26 sampai 48 jam. Krisis hipertensi
dengan gejala lain yang lebih ringan seperti sakit kepala berat atau muntah dapat diobati
dengan obat antihipertensi oral atau intravena. Pengawasan secara berhati-hati dilakukan
terhadap reaksi pupil, penglihatan, kesadaran, dan temuan neurologis.
Pengobatan krisis hipertensi:
 Lini pertama : Nifedipin oral diberikan dengan dosis 0,1 mg/kgBB/kali, dinaikkan
0,1 mg/kgBB/kali (dosis maksimal 10 mg/kali) setiap 5 menit pada 15 menit pertama,
kemudian setiap 15 menit pada 1 jam pertama, selanjutnya setiap 30 menit sampai
tercapai tekanan darah yang stabil. Furosemid diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB/kali, 2
kali sehari; bila tensi tidak turun diberi kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali, 2-3 kali sehari.
 Lini kedua : klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam + 100 ml dekstrose 5%. Tetesan awal 12
mikrodrip/menit, bila tekanan darah belum turun, tetesan dinaikkan 6 mikrodrip/menit
setiap 30 menit (maksimum 36 mikrodrip/menit), bila tekanan darah masih belum turun
ditambahkan kaptopril 0,3 mg/kgBB/kali, diberikan 2-3 kali sehari (maksimal 2
mg/kgBB/kali) bersama furosemid 1 mg/kgBB/kali 2 kali sehari.

Sodium nitroprusid, nikardipin, dan labetalol direkomendasikan sebagai obat intravena


yang aman dan efektif karena mudah dititrasi dan dengan toksisitas yang rendah. Obat lain
yang direkomendasikan adalah hidralazin, klonidin, esmolol, enalaprilat. Nipedipin oral yang
diberikan secara sublingual juga direkomendasikan. Keamanan dan efikasi nipedipin kerja
cepat telah terbukti aman dan hanya menimbulkan sedikit efek samping saat digunakan pada
anak dengan hipertensi yang dirawat inap. Obat oral perlu mendapat perhatian khusus karena
efek yang tidak terkontrol dalam penurunan tekanan darah sehingga responnya terhadap

penurunan tekanan darah tidak dapat diprediksi.


ALGORITMA MANAJEMEN HIPERTENSI PADA ANAK

berdasarkan algoritma di atas anak dengan peningkatan tekanan darah perlu dilakukan
pemeriksaan tekanan darah ulang dan menyingkirkan adanya peningkatan reaktif dalam
tekanan darah seperti anak gelisah, takut dan lain-lain. Kemudian tekanan darah yang didapat
dari pemeriksaan diklasifikasikan menjadi kategori I dan kategori II. Jika hasilnya masuk ke
dalam kategori I maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan dilakukan pengobatan baik
secara oral maupun intravena. Jika masuk ke dalam kategori II, dilakukan follow up, jika
terdapat kerusakan organ target atau selama 3 kali pengukuran tekanan darah tetap > persentil
95 maka diklasifikasikan ke dalam kategori I.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman et.al. 2002. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Vol. 2. EGC. Jakarta. Fam
Phys.

Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.20. EGC. Jakarta.

Gleadle, Jonathan. 2005. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga

Guyton, Arthur C. 2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. EGC. Jakarta.

Kliegman, Marchdante, Jehnson, Behrman. 2008. Nelson Essential of Pediatric, Fifth edition.
SF: Elsevier

National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in
Children and Adolescents. 2005. The Fourth Report on the Diagnosis, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure in Children and Adolescents. US: Departement of
Health and Human Services.

Silbernagl, Stefan. 2007. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC. Jakarta

Sulistia dan Gunawan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI

WHO dan DEPKES RI. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: WHO
Indonesia press.

You might also like