You are on page 1of 15

Volksraad

Selasa, 15 April 2014


MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DESA
DALAM PEMBERDAYAAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN BAGI
MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH

Pendahuluan
Di Era Otonomi Daerah seperti sekarang ini setiap Negara dituntut untuk menjadikan kondisi
kehidupan ekonominya menjadi semakin efektif, efisien, dan kompetitif (sujamto,1983:13).
Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus mengupayakan pembangunan. Tujuan dari
pembangunan adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta
menciptakan inovasi di dalam masyarakat tersebut (Awang, 2010:59)
Berdasarkan kalkulasi statistik,lebih dari 60 persen penduduk Indonesia adalah penghuni
desa,sebagaian dari mereka hidup dalam kemiskinan structural yang tidak pernah
berakhir(Rozaki, 2005:1). wilayah pedesaan selalu dicirikan dengan rendahnya tingkat
produktivitas kerja, tingginya tingkat kemiskinan, dan rendahnya kualitas hidup dan pemukiman.
Pedesaan dianggap sebagai daerah yang tertinggal, miskin, dan pembangunannya lambat karena
jauh dari pusat pemerintahan. Padahal sebenarnya kawasan pedesaan memiliki potensi sumber
daya alam yang melimpah, hanya saja belum dimanfaatkan dengan maksimal (Awang, 2010:45) .
Masyarakat desa masih menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian, dan bergantung
pada alam (musim). Pengembangan potensi sumber daya alam maupun sumber daya manusianya
masih sangat minim. Hal tersebut dilatar belakangi oleh faktor pendidikan yang rendah,
minimnya modal untuk pengembangan, dan anggapan bahwa masyarakat desa adalah
masyarakat yang miskin yang hidup dengan sederhana dan kemiskinan tersebut merupakan
warisan dari nenek moyangnya (Roziki, 2005:2).
Indonesia merupakan Negara agraris, dan pedesaan merupakan pusat perekonomian rakyat. Saat
ini Indonesia dalam fase berkembang, untuk itu potensi-potensi yang dimiliki harus terus
dikembangkan. Terutama potensi yang ada di desa yang selama ini masih belum optimal
pengembangannya. Desa memiliki dua potensi yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangannya,
yaitu sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kedua sumber daya tersebut harus saling
mendukung dan melengkapi, pengembangan sumber daya alam harus dibarengi dengan
peningkatan sumber daya manusianya (Roziki, 2005:107)
Dengan Implementasi kebijakan bagian dari dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu
aktivitas atau kegiatan (Solichin, 1990:6). sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil
yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.Impelmentasi kebijakan
pemberdayaan pemerintahn desa kiranya sangat urgen untuk dilakukan (Awang, 2010:38)
.Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang mandiri, mampu
menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada didaerahnya, dan membantu masyarakat
untuk terbebas dari keterbelakangan atau kemiskinan,pemberdayaan juga sebagai memberian
atau meningkatkan kekuasaan keberdayaan kepada masyarakat yang lemah (Awang, 2010:47) .
Setiap desa memiliki potensi, kondisi daerah, dan karakteristik masyarakat yang berbeda-beda.
Intinya bahwa masing-masing desa memiliki ciri khas yang berbeda dengan desa lainnya. Untuk
itu dalam upaya pemberdayaan, masyarakat desa setempat harus lebih banyak terlibat dalam
kegiatan tersebut. Karena masyarakatnya lebih mengetahui potensi dan kondisi desanya.
Pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator yang mendukung program pemberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, karena yang
menjadi subyek dari pemberdayaan adalah masyarakat desa itu sendiri (Awang, 2010:49).
Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan dipusat,provinsi,dan kabupaten atau
kota dalam rangka penataan kembali desa dengan Kebijakan ini dapat membangun otonomi
daerah yang membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil
keputusan yang dianggap sesuai (Awang, 2010:39). Pelaksanaan otonomi daerah yang telah
dimulai sejak 2001 mengandung konsekuensi yang cukup “menantang” bagi daerah. Di satu sisi,
kebebasan berkreasi membangun daerah benar-benar terbuka lebar bagi daerah (Sujamto,
1983:21) .
Namun demikian, di sisi yang lain telah menghadang setumpuk masalah yang harus diselesaikan.
Masalah yang sangat mendasar adalah perubahan pola pengelolaan daerah dari sentralistik
menjadi desentralisasi, misalnya sumber dana untuk membiayai pembangunan, sumber daya
manusia sebagai aparat pelaksana seluruh aktivitas pembangunan, dan masih banyak yang lain
(Roziki, 2005:11) .

B. Kebijakan Publik
1. Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Adalah suatu proses dinamis,dimana pelaksana kebijakan melakukan suatu aktivitas atau
kegiatan,sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau
sasaran kebijakan itu sendiri.”implementasi kebijakan publik terjadi karena tindakan-tindakan
pemerintahan dalam mengatasi masalah yang timbul dalam masyarakat sehingga melahirkan
keputusan-keputusan tersebut.Kebijakan ini dipandang sebagai proses perumusan kebijakan yang
diterapkan,dilaksanakan dan di evaluasi melalui tahap-tahap”(Awang, 2010:27).
2. Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan Publik
(Awang, 2010:31) menyatakan bahwa tahap implementasi kebijakan merupakan tahap
diantara pembentukan kebijakan dan konsekuensi atau akibat dari kebijakan pada kelompok
sasaran ,mulai dari perencanaan sampai evaluasi,dan implementasi dimaksudkan untuk mencapai
tujuan kebijakan yang membawa konsekuensi langsung pada masyarakat yang terkena kebijakan,
Dari pendapat ini dapat diartikan proses implementasi sebagai suatu system pengendalian untuk
mencaga agar tidak terjadi penyimpangan sumber dan penyimpangan dari tujuan
kebijakan.selain itu proses implementasi adalah merupakan tawar-menawar antara instansi
pemerintah.
Impelementasi diartikan sebagai apa yang terjadi setelah peraturan per-undangan
ditetapkan yang memberikan perioritas pada suatu program,manfaat atau suatu bentuk output
yang jelas(Solichin, 2008:14). Implementasi kebijakn publik sungguh tidak hanya menyangkut
perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan
menimbulakan ketaatan pada kelompok sasaran,melainkan pula menyangkut kekuatan-kekuatan
politik,ekonomi,dan sosial yang berlangsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku
dari semua pihak yang terlibat,dan akhirnya berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan
(Solichin, 2008:15).

C. Faktor-faktor Implementasi Kebijakan


Implemetasi kebijakan sesungguhnya bukan sekedar berhubungan dengan mekanisme
penjabaran atau operasional dan keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat
saluran birokrasi,melainkan juga menyangkut masalah konflik,keputusan dan siapa yang akan
memperoleh apa dari suatu kebijakan(Awang, 2010:35).Dalam aktivitas implementasi kebijakan
melibatkan berbagai factor,baik supra struktur maupun infrakstruktur termasuk kesiapan
birokrasi dalam tataan implementasi kebijakan(Awang, 2010:36).
Faktor pertama,yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah kondisi
lingkungan.kebijakan timbul dari sosio-ekonomi dan lingkungan politik yang spesifik dan
kompleks yang bentuknya tidak hanya substansi kebijakan tetapi juga bentuk hubunganter-
organisasi dan karakteristik implementor,demikian juga sejumlah determinasi dan tipe sumber
daya yang tersedia dalam implementasi kebijakan (Awang, 2010:38).
Faktor kedua,yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah hubungan inter-
organisasi.kesuksesan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh hubungan dan koordinasi dari
berbagai organisasi pada tingkatan yang berbeda ,keiatan pemerintahan daerah,maupaun pusat
serta organisasi non pemerintahan dan organisasi non profit lainnya(Awang, 2010:39).
Faktor ketiga,adalah sumber daya untuk kebijakan dan implementasi program,lingkungan yang
kondusif dan efektivitas organisasi merupakan bagian penting dalam implementasi kebijakan
desentralisasi,termasuk dalam sumber daya ini adalah ketersediaan dana,administrasi,dukungan
teknis juga determinasi pengeluaran dan efek dari program desentralisasi. pengetahuan
implementor dalam control keuangan,ketersediaan dan alokasi dana untuk fungsi-fungsi tertentu
serata ketepatan dan ketersediaan waktu implementor untuk meningkatkan otoritasnya,juga
mempengaruhi implementasi kebijakan.dari sisi lain,pemerintahan dan organisasi local juag
memberikan dukungan politik pada pimpinan,perangkat daerah dan para elitenya dan mereka
juga harus menerima dukungan teknisi dan administrasi dari pusat birokrasi(Awang, 2010:39-
40).
Faktor keempat,adalah karakteristik implementor yang menentukan determinasi suksesnya
pelaksanaan kebijakan.didalamnya termasuk teknik,manajerial,kemampuan politik dan
staf,kapasitas untuk berkoordinasi dan integrasi dengan sub unit,kekuatan dukungan politik dari
pimpinan politik nasional dan kelompok-kelompok pendukung.selain hal tersebut kualitas
komunikasi internal,hubungan implementor dengan pendukungnya,efektivitas organisasi formal
atau non formal juga sangat penting. Selain itu,kualitas kepemimpinan dan komitmenbawahan
terhadap sasaran kebijakan dan hirarki birokrasi menentukan keberhasilan implementasi
kebijakan(Awang, 2010:40).
Faktor tersebut dapat meninjau konsep dan implementasi proses perencanaan
pembangunan.Pelaksanaan pembangunan desa dilakukan proses yang relative baku yaitu proses
perencanaan,pelaksanaan dan pengadilan pembangunan (Awang, 2005:40) .proses ini dimulai
dari tingkat bawah (masyarakat) dalam bentuk musyawarah pembangunan desa,kemudian
dilanjutkan dengan musyawarah unit Daerah kerja pembangunan ditingkat kecamatan,Rapat
koordinasi pembangunan di Kabupaten dan di Provinsi,berakhir dengan Rapat koordinasi
pembangunan nasioanal.
Secara konsepsual telah mencoba melibatkan masyarakat semaksimal mungkin dan
mencobamemadukan perencanaan dari masyarakat dengan perencanaan dinas atau instansi
sektoral,akan tetapi yang diperoleh dari gambaran bahwa implementasi perencanaan
pembangunan selama ini belum partisipatif seperti konsep kebijakan yang dikembangkan
pemerintah(Awang, 2005:40-41).
D. Pemerintahan Desa
1. Pemerintahan Desa dalam Sistem Administrasi
Secara umum di Indonesia, desa (atau yang disebut dengan nama lain sesuai bahasa daerah
setempat) dapat dikatakan sebagai suatu wilayah terkecil yang dikelola secara formal dan
mandiri oleh kelompok masyarakat yang berdiam di dalamnya dengan aturanaturan yang
disepakati bersama, dengan tujuan menciptakan keteraturan, kebahagiaan dan kesejahteraan
bersama yang dianggap menjadi hak dan tanggungjawab bersama kelompok masyarakat tersebut.
Wilayah yang ada pemerintahannya Desa/Kelurahan langsung berada di bawah Camat. Dalam
sistem administrasi negara yang berlaku sekarang di Indonesia, wilayah desa merupakan bagian
dari wilayah kecamatan, sehingga kecamatan menjadi instrumen koordinator dari penguasa supra
desa (Negara melalui Pemerintah dan pemerintah daerah) (Sujamto, 1997:141-142).
Pada awalnya, sebelum terbentukya sistem pemerintahan yang menguasai seluruh bumi
nusantara sebagai suatu kesatuan negara,1 urusan-urusan yang dikelola oleh desa adalah urusan-
urusan yang memang telah dijalankan secara turun temurun sebagai norma-norma atau bahkan
sebagian dari norma-norma itu telah melembaga menjadi suatu bentuk hukum yang mengikat
dan harus dipatuhi bersama oleh masyarakat desa, yang dikenal sebagai hukum adat(Sujamto,
1997:65). Urusan yang dijalankan secara turun temurun ini meliputi baik urusan yang hanya
murni tentang adat istiadat, maupun urusan pelayanan masyarakat dan pembangunan (dalam
administrasi pemerintahan dikenal sebagai urusan pemerintahan), bahkan sampai pada masalah
penerapan sanksi, baik secara perdata maupun pidana (Sujamto, 1997:67).
2. Undang-Undang tentang Pemerintahan Desa
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Desa atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal- usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia(Sujamto, 1997:89).
Pemerintah mengaktualisasikan paradigma pembangunan harus lebih mengarah
kepada langkah-langkah yang menuju pemerataan kemakmuran. Karena itu visi pembangunan
nasional terhadap wilayah pedesaan hendaknya merupakan pembangunan pedesaan untuk
kemakmuran rakyat demi tercapainya keserasian dengan masyarakat kota, sedangkan misi yang
diemban perlu antara lain memprioritaskan upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan (Sujamto,
1983:93).

E. Pembangunan Masyarakat Desa


1. Proses Pembangunan Pedesaan
Perlu untuk disadari bahwa proses pembangunan adalah suatu proses perubahan
masyarakat. Proses perubahan ini mencerminkan suatu gerakan dari situasi lama (tradisional)
menuju suatu situasi baru yang lebih maju (modern) dan belum dikenal oleh masyarakat.
Perubahan yang dilakukan tersebut akan melalui proses transformasi dengan mengenalkan satu
atau beberapa fase antara(Sujamto, 1997:154). Pembangunan masyarakat (pedesaan)
memerlukan suatu proses dan model tranformasi dari model lama menuju model baru (tujuan).
Di sisi lain perlu pula untuk dipahami bahwa proses pembangunan merupakan suatu konsep yang
optimistik dan memberikan pengharapan kepada mereka yang secara sukarela berpartisipasi
dalam proses pembangunan. Sehingga perencanaan pembangunan baik sosial maupun budaya
selalu perlu menyadari dan menemukan indikasi-indikasi perubahan tuntutan (Sujamto,
1997:155) .
2.SasaranPembangunanDesa
Agar pembangunan wilayah pedesaan menjadi terarah dan sesuai dengan apa yang
menjadi kepentingan masyarakat desa, maka perencanaan mekanisme pelaksanaan pembangunan
desa dilakukan mulai dari bawah. Proses pembangunan yang dilaksanakan merupakan wujud
keinginan dari masyarakat desa. Dalam hal ini koordinasi antara pemerintah desa dengan jajaran
di atasnya (Pemerintahan Kecamatan, Pemerintahan Kabupaten) harus terus menerus dilakukan
dan di mantapkan. Apalagi pelaksanaan otonomi daerah dititikberatkan pada Pemerintah
Kabupaten(Widarta, 2001:49).
Pelaksanaan pembangunan pun hendaknya tidak hanya menjadikan desa sebagai obyek
pembangunan tetapi sekaligus menjadikan desa subyek pembangunan yang mantap. Artinya
obyek pembangunan adalah desa secara keseluruhan yang meliputi potensi manusia (SDM),
Sumber Daya Alam (SDA) dan teknologinya, serta mencakup segala aspek kehidupan dan
penghidupan yang ada di pedesaan(Rozaki, 2005:7). Sehingga menjadikan desa memiliki
klasifikasi desa swasembada.Yaitu suatu desa yang berkembang dimana taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakatnya meningkat.Oleh karena masyarakat pedesaan sebagian besar
berada di sektor pertanian, maka sasaran yang ingin dicapai adalah membantu pemenuhan
kebutuhan pangan dengan mengacu pada peningkatan taraf hidup masyarakat desa dan
peningkatan ketrampilan pada sektor pertanian, pertukangan kayu, dan kesejahteraan keluarga
(Rozaki, 2005:9).

F. Pemberdayaan Masyarakat Desa


1. Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Rangka Pengembangan Pedesaan
Secara konseptual, Pemberdayaan atau Pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata
’power’ (kekuasaan atau keberdayaan) Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan
konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk
membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat
mereka(Awang, 2010:49).
Menurut(Awang.2010:50) pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam
beberapa hal yaitu: Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari
kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan.
a) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatan dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka perlukan.
b) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi
mereka.
Dibawah ini mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara-cara
pemberdayaan.
(Awang.2010:62) Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang
lemah atau tidak beruntung
(Awang.2010:46) Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat
untuk berpartisipasi dalam, berbagai pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-
kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan
bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk
mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan oarang lain yang menjadi perhatiannya.
Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan
kelompok lemah dalam masyarakat, termaksud individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin
dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan
aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya(Awang, 2010:16) .
2. Penyelenggaraan Pemberdayaan Desa
Pemerintah berupaya pemberdayaan masyarakat pedesaan yang mengaktualisasikan paradigma
pembangunan harus lebih mengarah kepada langkah-langkah yang menuju pemerataan
kemakmuran. Karena itu visi pembangunan nasional terhadap wilayah pedesaan hendaknya
merupakan pembangunan pedesaan untuk kemakmuran rakyat demi tercapainya keserasian
dengan masyarakat kota, sedangkan misi yang diemban perlu antara lain memprioritaskan upaya
pemberdayaan masyarakat pedesaan(Muin, 2006:33).
Disi lain, realisasi konsep otonomi daerah mensyaratkan adanya distribusi hasil pembangunan
secara adil dan proporsional pada setiap daerah, serta secara politis mensyaratkan adanya
pemencaran kekuasaan . Pembinaan terhadap masyarakat desa dilakukan dengan pendekatan
sosial budaya yang mempergunakan sistem sosisal politik masyarakat setempat untuk
berkomunikasi. Walaupun memperhitungkan kemungkinan perubahan sosial secara sosial pula.
Pengetahuan masyarakat tentang bertani pun juga masih sangat tradisional sekali(Muin,
2006:34).
Dengan itu,strategi pembagunan Indonesia yaitu dengan cara peningkatan pemerataan
pembagunan beserta hasil-hasilnya arah kebijakan pembagunan sektoral dan pemberdayaan
masyarakat terutama dipedesaan(Muin, 2006:33).Pembangunan desa bersifat multisektoral
dalam arti pertama sebagai metode pembagunan masyarakat sebagai subyek pembagunan, kedua
sebagai program dan ketiga sebagai gerakan masyarakat dalam melaksanakan pembagunn
dilandasi oleh kesadaran untuk meningkatkankehidupan yang lebih baik.
PP No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pemberdayaan Masyarakat memiliki makna bahwa
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program
dan kegiatan yang sesuai dengan esensi dan prioritas kebutuhan masyarakat (Awang, 2010:49).
3. Tahap-Tahap Pemberdayaan Desa
Pemberdayaan adalah sebuah ”proses menjadi”, bukan sebuah ”proses instan”. Sebagai proses,
pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu: Tahap pertama Penyadaran, pada tahap
penyadaran ini, target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk pemberian
penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai ”sesuatu’, prinsip dasarnya adalah
membuat target mengerti bahwa mereka perlu (membangun ”demand”) diberdayakan, dan proses
pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (bukan dari orang luar) (Mudrajat, 2004:25).
Setelah menyadari, tahap kedua adalah Pengkapasitasan, atau memampukan (enabling) untuk
diberi daya atau kuasa, artinya memberikan kapasitas kepada individu atau kelompok manusia
supaya mereka nantinya mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan diberikan. Tahap
ketiga adalah Pemberian Daya itu sendiri, pada tahap ini, kepada target diberikan daya,
kekuasaan, otoritas, atau peluang, namun pemberian ini harus sesuai dengan kualitas kecakapan
yang telah dimiliki mereka(Mudrajat, 2004:26).
Menurut (Mudrajat.2004:27) Pembangunan ialah upaya untuk meningkatkan kemampuan
manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Ada lima implikasi utama defenisi tersebut yaitu:
1. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan optimal manusia, baik manusia maupun
kelompok (capacity).
2. Pembangunan berarti mendorong tumbuhnya kebersamaan dan kemerataan nilai dan
kesejahteraan (equity).
3. Pembangunan berarti menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya
sendiri sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Kepercayaan ini dinyatakan dalam bentuk
kesempatan yang sama, kebebasan memilih, dan kekuasaan untuk memutuskan (empowerment).
4. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara mandiri
(sustainability).
5. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yang satu dengan negara yang lain dan
menciptakan hubungan saling menguntungkan dan saling menghormati (interdependence).
Berdasarkan catatan statistik diketahui bahwa hampir 60 % penduduk di Indonesia
bertempat tinggal dipedesaan.Dengan jumlah penduduk yang besar dan komponen alam yan
berpotensial akan mendapat asset pembagunan,apabila dikembangkan dan diaktifkan secara
intensif dan efektif untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa.
Kebijakan dan pembagunan desa secara bottom up pada hakikatnya menjadi tidak lain
dari dari suatu upaya politik developmentalisme didesa,yang peyelenggaraannya ditekankan pada
dua aspek yaitu pertama,menciptakan ruang atau peluang yang tercipta. Namun terjadidemokrasi
krisis,suatu kondisi dimana proses pengambilan keputusan (kebijakan) yang menyangkut hajat
hidup masyarakat,berjalan tanpa keterlibatan substansial (Rozaki, 2005:1).
Pembatasan akses rakyat desa dalam arena pengembalian kebijakan ,para pengambil
kebijakan menempatkan diri layaknya pihak yang memiliki otonomi untuk mengambil
keputusan,meskipun tanpa partisipasi politik dan persetujuan dari rakyat desa. Kebijakan didesa
lebih merupakan konvensi yang secara incremental dibangun atau berupa cetusan-cetusa
pemikiran aparat yang secara spontan dan sedikit impulsif diterapkan sebagi arah gerak
laju(Indiahono, 2009:60).
Pemerintahan desa dengan masyarakat desa merupakan satu kesatuan integral yang tidak
terpisahkan .meskipun secara konsep dapat dibedakan dan mengandung makna tersendiri.
Pemerintah desa secara historis dibentuk oleh masyarakat desa dengan memilih beberapa orang
anggota masyarakat yang dipercaya dapat
mengatur,menata,melayani,memelihara,mempertahankan dan melindungi berbagai aspek
kehidupan mereka(Indiahono, 2009:66). Aspek kehidupan masyarakat desa biasanya yang utama
adalah hukum adat(istiadat) tertulis maupun tidak tertulis,sosial budaya
kemasyarakatan,ekonomi,pertanian,perkebunan,perikanan,perdagangan.
ketertiban,keamanan,pengelolahan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh
sector Negara,dan pertahanan diri,serta pemerintahan desa merupakan bentuk formalisasi
organisasi kelembagaan masyarakat (Rozaki, 2005:83-84).

G. Pelayanan terhadap masyarakat


Menurut (Sujamto.1983:86) Pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat
diharapkan menjadi lebih responsif terhadap kepentingan masyarakat itu sendiri, di mana
paradigma pelayanan masyarakat yang telah berjalan selama ini beralih dari pelayanan yang
sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang
berorientasi kepuasan masyarakat sebagai berikut :
a. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui kebijakan yang memfasilitasi
berkembangnya kondisi kondusif bagi pelayanan masyarakat.
b. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan aparat desa dan masyarakat sehingga masyarakat
juga mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah
dibangun bersama.
c. Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan tertentu sehingga masyarakat
memperoleh pelayanan yang berkualitas.
d. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil, sesuai
dengan masukan atau aspirasi yang diharapkan masyarakat.
e. Lebih mengutamakan pelayanan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
f. Memberi akses kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang
pelayanan yang diterimanya.
Namun dilain pihak, pelayanan yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat
diharapkan juga memiliki :
(a).Memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya,(b)Memiliki perencanaan dalam
pengambilan keputusan,(c)Memiliki tujuan sosial dalam kehidupan bermasyarakat,(d)Dituntut
untuk akuntabel dan transparan kepada masyarakat,(e.)Memiliki standarisasi pelayanan yang
baik pada masyarakat.
Semenjak gerakan reformasi digulirkan dalam rangka merubah struktur kekuasaan
menuju demokrasi dan desentralisasi, maka kebutuhan masyarakat terhadap suatu pelayanan
prima dari pemerintah, dalam hal ini pemerintah desa menjadi sangat penting. Diawali dengan
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan selanjutnya dilakukan revisi menjadi Undang-Undang
No 32 Tahun 2004 , yang telah dijadikan landasan yuridis untuk menggeser fokus politik
ketatanegaraan, diawali desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah.Dan
sekarang menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 73 tentang Pemerintahan
Kelurahan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 tentang Pemerintahan Desa
(Awang, 2010:79).
Inti dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah tersebut adalah penyelenggaraan
pemerintahan lokal yang menekankan pada prinsip demokrasi dan peran serta masyarakat,
pemerataan dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman budaya yang
dimiliki oleh daerah. Perencanaan pembangunan didaerah pedesaan tidak dapat dipisahkan dari
penyelenggaraan pemerintah kelurahan yang merupakan unit terdepan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan menjadi tonggak strategis dalam pembangunan desa (Sujamto,
1983:41).

H. Konsep Pemerintah dalam Pengelolahan Sumber Daya


Kebijakan pemerintah desa yang sejahtera dan mandiri merupakan konsep pemberdayaan
masyarakat desa . Dengan asumsi apabila masyarakat desa berdaya maka mereka mempunyai
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri secara mandiri. Selanjutnya mereka dapat
membentuk pemerintahan sejahtera dan mandiri tidak ketergantungan dari pihak luar,Jadi
pertama-tama masyarakat desa harus diberdayakan dulu dengan pemberdayaan.Selanjutnya
setelah berdaya ,masyarakatn menjadi mandiri,maupun memenuhu kebutuhan ,mengatur,dan
mengurus diri merka sendiri.
Konsep “governance” melibatkan tidak sekedar pemerintah dan Negara,tapi juga peran berbagai
actor diluar pemerintah dan Negara,sehingga pihak-pihak yang terlibat juga sangat luas(Awang,
2010:70).Governance adalah mekanisme pengelolahan sumber daya ekonomi dan sosial yang
melibatkan pengaruh sector negara dan sector non pemerintahan dalam suatu kegiatan kolektif.
Governence dapat diartikan juga sebgai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan
oleh pemerintah dalam pengelolahan urusan pemerintahan secara umum dan pembagunan
ekonomi pada khususnya(Awang, 2010:71).
Good governance,memiliki kriteria yang berkemampuan untuk memacu
kompetisi,akuntabilitas,responsip terhadap perubahan,transparan,berpegang pada aturan
hukum,mendorong adanya partisipasi pengguna jasa,mementingkan kualitas,efektif dan
efisien,mempertimbangkan rasa keadilan bagi seluruh pengguna jasa,dan terbagunnya satu
orientasi pada nilai-nilai.Lebih lanjut ditegaskan bahwa apabila dilihat dari segi aspek
fungsional,governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi secara efektif dan
efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya(Awang, 2010:72) .
Di setiap Komunitas masyarakat desa memiliki entitas berupa kebutuhan,tuntutan,dan
dukungan terhadap pemerintah,sama seperti komunitas lainnya.Sudah menjadi kewajiban
pemerintah dalam pendekatan untuk berupaya melayani dan memenuhi kebutuhan dan
memuaskan tuntutan masyarakat desa.Dalam paraktek ketatanegaraan,pemerintah menetapkan
berbagai kebijakan,utamanya kebijakan pemerintah desa yang mengatur tatanan kehidupan
masyarakat desa(Rozaki, 2005:53)..
Menurut(Rozaki, 2005:54) perubahan kebijakan mempunyai dua sisi orientasi yang bertolak
belakang memperebutkan posisi dan dominasi antara kepentingan pemerintah
pusat,provinsi,kabupaten/kota dengan kepentingan pemerintahan desa.Selama ini,memeang
kebanyakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan bersimbolkan otonomi desa.
Padahal secara substansi tercantum pada pasal dan ayat dalam undang-undang masih
memberikan ruang kosong untuk dominasi kekuasaan dan kewenangan pemerintah
pusat,provinsi,kabupaten/kota untuk kekuatan mengatur pemerintahan desa,ada empat tipe
kewenangan desa yaitu:
1. Kewenang (generic ) asli, sering disebut hak dan kewenangan asal-usul yang melekat pada desa
sebagai keasatuan masyarakat hukum (self-governing community).
2. Kewenangan devolutif,yaitu kewenangan yang melekat kepada desa karena posisinya ditegaskan
sebagai pemerintahan lokal (local-self government).
3. Kewenangan distributive,yakni kewenangn bidang pemerintahan yang dibagi oleh pemerintah
kepala desa
4. Kewenangan “negative”,yaitu kewenangan desa menolak tugas pembantu dari pemerintah jika
tidak disertai pendukungnya atai jika tugas itu tidak sesuai dengan kondisi masnyarakat
setempat.

I. Otonomi Daerah
1. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi secara harfiah adalah kewenangan mengurus diri sendiri. Kewenangan dapat
dipahami sebagai hak legal secara penuh untuk bertindak,mengatur,dan mengelolah urusan
rumah tangga sendiri.Kewenangan juga merupakan instrument administrative untuk mengelolah
berbagai urusan. Kewenangan desa adalah hak dan kekuasaan pemerintahan desa dalam rangka
otonomi desa,yang berarti desa mempunyai hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan atau
kebutuhan masyarakat desa sesuai kondisi dan sosial adat budaya local setempat.Kewenangan
akan memperkuat posisi dan eksistensi subyek pemilik kewenangan itu untuk secara leluasa dan
otonom dalam mengambil keputusan(Awang, 2010:76).
Otonomi desa adalah kemandirian desa. Kemandirian desa merupakan maslah internal
desa,rumah tangganya sendiri,yakni kemampuan mengelolah maupun membiayai
pemerintahan,pembangunan,dan kemasyarakatan dengan bertumpu pada hasil sumber daya
local,swadaya,dan gotong royong masyarakat..Swadaya masyarakat desa adalah kemampuandan
keberdayaan masyarakat desa sendiri untuk melakukan aktifitas dan mengatasi masalah
mereka.Sedangkan gotong royong adalah solidaritas sosial dan bagian dari modal sosial untuk
menyangga kehidupan mereka berkelanjutan(Awang, 2010:77).
Otonomi desa tidak bisa lepas dari konteks hubungan pemerintahan antara desa dengan
pemerintah tingkat atasnya,sebab desa menjadi bagian integral dari Negara yang menjalankan
sejumlah kewajiban.Otonomi desa bukan hanya sekedar swadaya masyarakat,tetapi juga
persoalan pemerataan dan keadilan hubungan antara pemerintah tingkat atas dengan
desa.Khususnya pemerintah desa,mempunyai hak bila berhadapan dengan Negara atau
pemerintah tingkat atasnya,sebaliknya pemerintah desa mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab kepada masyarakat desa(Awang, 2010:78).
Melampaui batas-batas lokalitas internal desa,otonomi desa mengandung prinsip
keleluasaan mengatur diri sendiri,mempunyai hukum adat sendiri,dan kemampuan atau kapasitas
sumber daya lokal.Keterpaduan antara keleluasaan dan kapasitas sumber daya local akan
melahirkan kemandirian desa,yakni dalam urusan pemerintahan,mengambil keputusan,dan
mengelolah berbagai sumber daya sesuai dengan preferensi yang diingini oleh masyarakat
desa.Kemandirian merupakan kekuatan atau peningkatan kualitas peyelenggaraan pemerintahan
desa,pembangunan desa,pengembangan prakarsa dan potensi lokal,pelayanan umum dan kualitas
hidup masyarakat desa secara berkelanjutan (Rozaki, 2005:53).
Keleluasaan mengurus rumah tangga sendiri merupakan sebuah isu persoalan yang terus
mengemuka dalam konteks hubungan antara pemerintah pusat,pemerintah daerah,dan
desa.Ketika format hubungan pusat,daerah,desa bersifat sentralistik,hirarkis,organisatoris,dan
birokratis,maka desa tidak mempunyai hak untuk secara leluasa mengatur dirinya
sendiri.keleluasaan juga tidak selalu muncul karena terjadi interverensi pusat kepada
daerah,pusat kepada desa,dan daerah kepada desa ,melalui berbagai kebijakan dari masa ke masa
selalu menempatkan desa sebagi obyek dari pemerintah tingkat atasnya(Rozaki, 2005:58).

2. Peran Pemerintah dalam pemberdayakan masyarakat di era otonomi daerah


Menurut(Mudrajat.2004:56) Pelaksanaan mengenai tugas dan fungsi seorang Kepala Desa dalam
pemerintahan merupakan salah satu bentuk kegiatan aparat pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memberikan deskripsi mengenai pelaksanaan fungsi tersebut. Untuk itu dalam melaksanakan
tugasnya aparat Desa mempunyai fungsi :
(1).Kegiatan dalam rumah tangganya sendiri,(2).Menggerakkan partisipasi masyarakat,
(3).Melaksanakan tugas dari pemerintah di atasnya,(4).Keamanan dan ketertiban masyarakat,
(5).Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah di atasnya
Untuk menyelenggarakan fungsi tersebut di atas maka seorang Kepala Desa harus
mengusahakan :
(a).Terpenuhinya kebutuhan esensial masyarakat,(b).Tersusunnya rencana dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan kemampuan setempat,(c).Terselenggaranya peningkatan
koordinasi, sinkronisasi dan integrasi secara lintas sektoral,(d).Terselenggaranya program yang
berkelanjutan,(e).Adanya peningkatan perluasan kesempatan kerja.
Selain fungsi Kepala Desa yang telah dijelaskan di atas, Kepala Desa masih mempunyai
peranan yang lebih penting terhadap kemajuan dan perkembangan wilayahnya yaitu
melaksanakan pembinaan terhadap masyarakat Desa dalam meningkatkan peran serta mereka
terhadap pengembangan pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dideskripsikan
tentang peranan pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat di Desa Sederhana yang
Secara garis besar mencakup berbagai bidang yang dapat dijabarkan (Sujamto, 1997:49).

1. Pembinaan Terhadap Masyarakat


a. Pembinaan masyarakat dalam bidang ekonomi.
Usaha untuk menggalakkan pembangunan desa yang dimaksudkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan taraf hidup serta kondisi sosial masyarakat desa yang merupakan bagian terbesar
dari masyarakat Indonesia, melibatkan tiga pihak, yaitu pemerintah, swasta dan warga desa.
Dalam prakteknya, peran dan prakarsa pemerintah masih dominan dalam perencanaan dan
pelaksanaan maupun untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan teknis warga desa dalam
pembangunan desa. Berbagai teori mengatakan, bahwa kesadaran dan partisipasi warga desa
menjadi kunci keberhasilan pembangunan desa. Sedangkan untuk menumbuhkan kesadaran
warga desa akan pentingnya usaha-usaha pembangunan sebagai sarana untuk memperbaiki
kondisi sosial dan dalam meningkatkan partisipasi warga desa dalam pembangunan banyak
tergantung pada kemampuan pemimpin

b. Pembinaan masyarakat desa pada bidang hukum.


Pembinaan di bidang hukum dilakukan oleh pemerintah desa dengan bekerjasama
dengan dinas terkait dan pihak kepolisian yang dimaksudkan agar pemuda dapat memberikan
bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak di lembaga-lembaga pemasyarakatan anak
negara. Contoh pemuda berkumpul untuk mendiskusikan bahaya akibat narkotika, diberi
penyuluhan akibat adanya perkelahian pelajar.
c. Pembinaan masyarakat pada bidang agama
Pembinaan ini untuk meningkatkan kehidupan beragama dikalangan pemuda.
Contohnya mengadakan pengajian setiap minggu serta kerja bakti untuk membangun tempat
ibadah.

2. Pembinaan masyarakat pada bidang Kesehatan


Pembinaan ini ditujukan untuk pembentukan generasi muda yang sehat, baik fisik maupun
mental serta mampu berperan dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan
lingkungannya. Dalam rangka pembinaan, pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan
pemerintah daerah. Yang dimaksud dengan memfasilitasi adalah upaya memberdayakan daerah
otonomi melalui pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.
Pemerintah Desa Sederhana Kecamatan Khusus Kabupaten Umum dalam melaksanakan
pembinaan terhadap masyarakat dengan cara mengumpulkan masyarakat untuk memberikan
pengertian tentang apa-apa yang perlu dilaksanakan suatu kegiatan dan bagaimana
pelaksanaannya nanti di lapangan. Apabila masyarakat telah memahami dan mengerti tentang hal
tersebut maka pemerintah desa tinggal mengarahkan dan memberikan bimbingan bagaimana
system pengelolaan suatu program baik program pemberdayaan masyarkat di bidang pendidikan,
kesehatan, sosial budaya dan ekonomi maupun program pemberdayaan masyarakat di bidang
pertanian dan perkebunan(Rozaki, 2005:93).
Pembinaan yang paling giat dilakukan oleh Pemerintah Desa Sederhana adalah pembinaan dalam
kegiatan keagamaan, sosial budaya dan pembinaan kepada ibu-ibu pkk. Fasilitasi kegiatan
ditindaklanjuti dengan pemberian bantuan alat-alat seni dan ceramah agama yang biasanya
didatangkan dari luar desa, sebagaimana yang disampaikan oleh H.Tansi, seorang tokoh agama
di Desa Sederhana.
“Kegiatan yang telah disusun oleh pemerintah desa untuk melakukan kegiatan pembersihan
secara bergotong-royong di tempat ibadah setiap dua minggu sekali merupakan bentuk
kepedulian yang ditanamkan untuk memupuk semangat tali silaturrahim dengan sesama warga,
dan pengajian yang rutin diadakan setiap minggu yang disertai dengan ceramah agama biasanya
banyak dihadiri oleh anak-anak muda. Mungkin tujuan dari pemerintah desa adalah menanamkan
pemahaman agama sejak dini kepada generasi muda” (27 Maret 2012) (Rozaki, 2005:94-98).

J. Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia


Selama kurang lebih 60 tahun Indonesia medeka, otonomi daerah turut mengiringi pula
perjalanan bangsa Indonesia(Rozaki, 2005:1). Pada masa Orde Lama otonomi daerah belum
sepenuhnya dilaksanakan, karena pimpinan negara yang menerapkan demokrasi terpimpin
cenderung bersikap otoriter dan sentralistis dalam melaksanakan pemerintahannya. Demikian
pula pada masa pemerintahan Orde Baru dengan demokrasi Pancasilanya, pelaksanaan
pemerintahan masih cenderung bersifat sentralistis dan otoriter . Selain itu pada kedua masa
tersebut banyak terjadi distorsi kebijakan yang terkait dengan otonomi daerah. Tentu saja kita
belum dapat melihat dampak dan pengaruh dari pelaksanaan otonomi daerah pada kedua masa
itu, karena pada kenyataannya otonomi daerah belum dilaksanakan sepenuhnya, walaupun sudah
banyak Undang-undang dan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan otonomi daerah
tersebut(Widarta, 2001:65).
Pada masa Reformasi tuntutan untuk melaksanakan otonomi daerah sangat gencar
sehingga pemerintah secara serius pula menyusun kembali Undang-undang yang mengatur
otonom daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Setelah 2 tahun memalui masa transisi dan sosialisasi untuk melaksanakan kebijakan otonomi
daerah tersebut,maka otonomi daerah secara resmi berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001, pada
masa pemerintahan presiden Abdurachaman Wachid. Setelah kurang lebih 4 tahun otonomi
daerah diberlakukan, dampak yang terlihat adalah muncul dua kelompok masyarakat yang
berbeda pandangan tentang otonomi daerah.
Di satu sisi ada masyarakat yang pasif dan pesimis terhadap keberhasilan kebijakan
otonomi daerah, mengingat pengalaman-pengalaman pelaksanaan otonomi daerah pada masa
lalu. Kelompok masyarakat ini tidak terlalu antusias memberikan dukungan ataupun menuntut
program-program yang telah ditetapkan dalam otonomi daerah. Di sisi yang lain ada kelompok
masyarakat yang sangat optimis terhadap keberhasilan kebijakan otonomi daerah karena
kebijakan ini cukup aspiratif dan didukung oleh hampir seluruh daerah dan seluruh
komponen(Awang, 2010:56).
Antusiasme dan tuntutan untuk segera melaksanakan otonomi daerah juga berdatangan
dari kelompok-kelompok yang secara ekonomis dan politis mempunyai kepentingan dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Selain itu masyarakat yang masih dipengaruhi oleh euforia
reformasi menganggap otonomi daerah adalah kebebasan tanpa batas untuk melaksanakan
pemerintahan sesuai dengan harapan dan dambaan mereka.
Masyarakat dari daerah yang kaya sumberdaya alamnya, tetapi tidak menikmati hasil-
hasil pembangunan selama ini, menganggap otonomi daerah memberikan harapan cerah untuk
meningkatkan kehidupan mereka. Harapan yang besar dalam melaksanakan otonomi daerah
telah mengakibatkan daerah-daerah saling berlomba untuk menaikan pendapatan asli daerah
(PAD). Berbagai contoh upaya gencar daerah-daerah untuk meningkatkan PAD dengan cara
yang paling mudah yaitu dengan penarikan pajak dan retrebusi secara intensif. Contoh lain, tidak
jarang terjadi sengketa antar daerah yang memperebutkan batas wilayah yang mempunyai
potensi ekonomi yang tinggi. Perebutan sumber pendapatan daerah sering juga terjadi antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemikiran yang bersifat regional, parsial, etnosentris,
primordial , seringkali mewarnai pelaksanaan otonomi daerah sehingga dikhawatirkan dapat
menjadi benih disintegrasi bangsa(Sujamto, 1997:109).
Selain dampak negatif dari pelaksanaan otonomi daerah seperti tersebut di atas, juga
ada dampak positif yang memberikaan harapan keberhasilan otonomi daerah. Suasana di daerah-
daerah dewasa ini cenderung saling berpacu untuk meningkatkan potensi daerah dengan
berbagai macam cara. Seluruh komponen masyarakat mulai dari pemerintah daerah dan anggota
masyarakat umumnya diharapkan dapat mengembangkan kreativitasnya dan dapat melakukan
inovasi diberbagai bidang . Pengembangan dan inovasi bidang-bidang dan sumberdaya yang
dahulu kurang menarik perhatian untuk dikembangkan, sekarang dapat menjadi potensi andalan
dari daerah. Selain itu otonomi daerah memacu menumbuhkan demokratisasi dalam kehidupan
masyarakat, memacu kompetisi yang sehat, pendstribusian kekuasaan sesuai dengan kompetensi
(Awang, 2010:80).

Kesimpulan

Jadi Kebijakan Pemerintah dalam memberdayakan masyarakat meliputi 3 hal yaitu pembinaan
masyarakat, pelayanan terhadap masyarakat dan pengembangan terhadap masyarakat. Ketiga
variabel tersebut telah berjalan secara maksimal. Pembinaan terhadap masyarakat meliputi
kegiatan keagamaan, kegiatan sosial budaya dan pelayanan kesehatan, Pelayanan masyarakat
meliputi pelayanan di bidang pertanian, kesehatan dan perekonomian, sedangkan pengembangan
masyarakat lebih banyak difokuskan pada pengembangan SDM melalui pembangunan
infrastruktur baik formal maupun non formal, termasuk pula diantaranya pengembangan
ekonomi kerakyatan.
Dengan demikian adanya otonomi Desa,Otonomi desa tidak bisa lepas dari konteks hubungan
pemerintahan antara desa dengan pemerintah tingkat atasnya,sebab desa menjadi bagian integral
dari Negara yang menjalankan sejumlah kewajiban.Otonomi desa bukan hanya sekedar swadaya
masyarakat,tetapi juga persoalan pemerataan dan keadilan hubungan antara pemerintah tingkat
atas dengan desa.Khususnya pemerintah desa,mempunyai hak bila berhadapan dengan Negara
atau pemerintah tingkat atasnya,sebaliknya pemerintah desa mempunyai kewajiban dan tanggung
jawab kepada masyarakat desa.
Melampaui batas-batas lokalitas internal desa,otonomi desa mengandung prinsip
keleluasaan mengatur diri sendiri,mempunyai hukum adat sendiri,dan kemampuan atau kapasitas
sumber daya lokal.Keterpaduan antara keleluasaan dan kapasitas sumber daya local akan
melahirkan kemandirian desa,yakni dalam urusan pemerintahan,mengambil keputusan,dan
mengelolah berbagai sumber daya sesuai dengan preferensi yang diingini oleh masyarakat
desa.Kemandirian merupakan kekuatan atau peningkatan kualitas peyelenggaraan pemerintahan
desa,pembangunan desa,pengembangan prakarsa dan potensi lokal,pelayanan umum dan kualitas
hidup masyarakat desa secara berkelanjutan
Daftar Pustaka
Awang,Azam.2010.ImpelementasiPemberdayaanPemerintahDesa.Yogyakarta:
PustakaPelajar.

Indiahono,Dwiyanto.2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis.


Yogyakarta:GavaMedia.

Mudrajat.2004.Otonomi dan Pembangunan Daerah. Surabaya : Erlangga.

Muin Fahmal.Januari 2006. Peran Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Layak


Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih . Jakarta : UII Press Yogyakarta.

Solichin,Abdul Wahab.maret 1990.Pengantar Analisis Kebijakasanaan Negara. Jakarta


:RINEKA CIPTA.

Solichin ,Abdul Wahab.2008.Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta :Bumi Aksara.

Sujatmo.NoerdinAchmad.Sumarno.1997.Pokok-PokokPemerintahanDi Daerah.Jakarta:Rineka
Cipta.

Sujamto.1983.Otonomi Daerah yang nyata dan bertanggung jawab.Jakarta:Ghalia Indonesia.

Rozaki, Abdur.Maret 2005.Prakarsa Desentralisasi dan otonomi Desa,Yogyakarta :


IRE PRESS.

Widarta.2001. Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah. Jakarta : Larela Pustaka Utama.

Diposting oleh Niningnur Lailirahmah di 01.38


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

1 komentar:

1.

FBS Indonesia16 November 2015 19.42

FBS Indonesia – FBS ASIAN adalah salah satu Group Broker Forex Trading FBS
Markets Inc
yang ada di ASIA dimana kami adalah online support partner fbs perwakilan yang sah
dipercayakan oleh perusahaan FBS untuk melayani semua klien fbs
di asia serta fbs yang ada di indonesia.
-----------------
Kelebihan Broker Forex FBS
1. FBS MEMBERIKAN BONUS DEPOSIT HINGGA 100% SETIAP DEPOSIT ANDA
2. FBS MEMBERIKAN BONUS 5 USD HADIAH PEMBUKAAN AKUN
3. SPREAD FBS 0 UNTUK AKUN ZERO SPREAD
4. GARANSI KEHILANGAN DANA DEPOSIT HINGGA 100%
5. DEPOSIT DAN PENARIKAN DANA MELALUI BANK LOKAL Indonesia dan
banyak lagi yang lainya
Buka akun anda di fbsasian.com.
-----------------
Jika membutuhkan bantuan hubungi kami melalui :
Tlp : 085364558922
BBM : fbs2009

Balas

Muat yang lain...


Posting Lebih Baru Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Niningnur Lailirahmah
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog
 ▼ 2014 (2)
o ▼ April (2)

 MAKALAH PERAN INDONESIA DALAM PEREKONOMIAN


GLOBAL
 MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAHAN
DESA ...

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like