You are on page 1of 18

ABSTRAK

“KONSTRUKSI SOSIAL MAHASISWA TERHADAP GAYA HIDUP


METROSEKSUAL”
Studi Pada Mahasiswa Metroseksual di Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Airlangga

Metroseksual merupakan salah satu gaya hidup modern yang berkembang di


masyarakat, khususnya masyarakat metropolitan sebagai konsekuensi dari adanya
modernisasi, dimana saat ini semakin banyak mahasiswa yang menjalani gaya hidup
metroseksual tersebut. Penelitian ini bermaksud untuk menjawab fokus penelitian
mengenai bagaimana mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga
mengkonstruksi gaya hidup metroseksual yang dijalaninya. Teori dari Peter L. Berger
yaitu teori tentang Konstruksi Sosial digunakan untuk menafsirkan fenomena
mahasiswa metroseksual. Peneliti menggunakan metodologi kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi sehingga menghasilkan temuan data yang bersifat
deskriptif serta mendalam. Informan yang terkait dengan penelitian ini akan diambil
secara purposive. Informan yang dipilih berjumlah 5 orang dan terdaftar sebagai
mahasiswa pada 4 fakultas yang menjadi lokasi penelitian di Universitas Airlangga,
yaitu Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakulta Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik dan Fakultas Ilmu Budaya. Data yang dikumpulkan berasal dari wawancara
mendalam terhadap informan dan melalui observasi non-partisipan.
Hasil temuan data menunjukkan bahwa mahasiswa metroseksual mulai
mengkonstruksi tentang gaya hidup metroseksual berawal dari proses eksternalisasi,
objektivasi, hingga pada internalisasi. Gaya hidup metroseksual bermula dari
terciptanya pemaknaan dalam diri individu yang dipengaruhi oleh latar belakang
sosial dan keluarga. Metroseksual juga menimbulkan dampak seperti label dari
masyarakat hingga dampak prestasi akademis.

Kata Kunci: Konstruksi, Gaya Hidup, Metroseksual.


Pendahuluan
Gaya hidup metroseksual muncul pertama kali dari istilah yang dilontarkan

oleh Mark Simpson dalam artikelnya yang diterbitkan pada tanggal 15 November

1994, di harian The Independent. Dalam artikel tersebut dia menulis “Pria

Metroseksual, pria lajang belia dengan pendapatan berlebih, hidup dan bekerja di

kawasan perkotaan (karena disitulah toko-toko terbaik tersedia), mungkin adalah

pasar produk konsumen yang paling menjanjikan pada dekade ini. Pada dekade 80-an

pria seperti ini hanya dapat ditemukan di dalam majalah fashion seperti GO, dalam

iklan televisi jeans Levi’s atau dalam bar gay. Pada dekade 90-an ia ada di mana-

mana dan ia gemar berbelanja” (www.wikipedia.org, diakses pada 25 maret 2013).

Ciri-ciri pria metroseksual dapat dilihat dari beberapa indikator (Kartajaya, 2006: 65),

yaitu :

1. Pada umumnya hidup dan tinggal di kota besar di mana hal ini tentu saja berkaitan

dengan kesempatan akses informasi, pergaulan, dan gaya hidup yang dijalani dan

secara jelas akan mempengaruhi keberadaan mereka.

2. Berasal dari kalangan berada dan memiliki banyak uang karena banyaknya materi

yang dibutuhkan sebagai penunjang gaya hidup yang dijalani.

3. Memilih gaya hidup urban dan hedonis1.

4. Secara intens mengikuti perkembangan Fashion di majalah-majalah mode pria agar

dapat mengetahui perkembangan fashion terakhir yang mudah diikuti.

1
Gaya hidup hedonis berasal dari sebuah pemahaman hedonisme, dimana hedonism itu sendiri
merupakn pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari
kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang
menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan
merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Metroseksual
5. Umumnya memiliki penampilan yang klimis, dandy dan sangat memperhatikan

penampilan serta perawatan tubuh.

Pada masyarakat Indonesia saat ini, sering kita lihat adanya fenomena dimana

banyak mahasiswa, khususnya di Universitas Airlangga Surabaya yang

berpenampilan seperti pria metroseksual dalam kesehariannya setelah mereka masuk

dalam dunia perkuliahan. Peneliti ingin melihat faktor apakah yang mempengaruhi

konstruksi sosial para mahasiswa ini untuk memilih berpenampilan sebagai pria

metroseksual, apakah perubahan penampilan menjadi pria seksual ini dipengaruhi

oleh perkembangan budaya di kota metropolitan.

Yang menjadi permasalahan dari para mahasiswa yang menjadi pria

metroseksual dan menarik untuk dibahas adalah adanya kontradiksi dari konstruksi

sosial yang berkembang di masyarakat dengan kebiasaan dari pria metroseksual ini

yang cenderung terlalu berlebihan dalam memperhatikan penampilannya. Pria pada

umumnya telah dikonstruksikan oleh masyarakat secara sosial dan budaya sebagai

sosok yang jantan, perkasa, tidak terlalu memperdulikan penampilan, tidak suka

dengan rumitnya mode, tidak suka memasak, ke salon, dan semua kegiatan yang

“biasanya” dilakukan para wanita. Masyarakat juga telah memiliki asumsi bahwa

yang seharusnya berdandan adalah seorang wanita. Sejak dini, masyarakat pada

umumnya telah disosialisasikan nilai-nilai bahwa laki-laki tidak boleh berdandan

seperti layaknya perempuan. Hal ini semakin memperjelas adanya kontradiksi yang

terjadi di kalangan pria metroseksual dengan lebih mementingkan penampilannya dan

suka merawat diri layaknya yang dilakukan oleh perempuan.


Pada perkembangannya, semakin banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-

hari mahasiswa yang menjalani gaya hidup metroseksual. Pada konsep awal

berkembangnya gaya hidup metroseksual, gaya hidup metroseksual ini dapat kita

temui pada kalangan atas pada umumnya, dan pada kalangan eksekutif muda

khususnya. Namun jika kita melihat fenomena yang berkembang sekarang, semakin

banyak mahasiswa menjalani gaya hidup metroseksual, yang belum tentu dari mereka

semua yang menjalani gaya hidup metroseksual berasal dari kalangan atas dan

menjadi eksekutif muda.

Dengan melihat fenomena metroseksual semakin berkembang di kalangan

masyarakat khususnya mahasiswa Universitas Airlangga, dan berbagai

permasalahannya. Peneliti ingin mengajukan satu fokus penelitian, yaitu :

 Bagaimana mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga

mengkonstruksi gaya hidup metroseksual yang dijalaninya ?

Dari fokus penelitian tersebut peneliti ingin menggali informasi yang lebih

mendalam bagaimana proses konstruksi yang dialami oleh mahasiswa yang menjalani

gaya hidup metroseksual. Mulai dari proses eksternalisasi, objektifikasi, hingga

internalisasi (teori dialektika konstruksi sosial Peter L. Berger) yang terjadi. Serta dari

fokus penelitian itu akan diketahui mengapa para mahasiswa tersebut memilih untuk

menjadi pria metroseksual, sedangkan di sisi lain banyak pandangan negatif

mengenai pria metroseksual.

Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Tujuan umum merupakan sasaran yang ingin dicapai oleh peneliti dalam

melakukan penelitian ini yang bersifat umum. Sedangkan tujuan khusus merupakan

sasaran yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini yang bersifat lebih

khusus.

Tujuan Umum

 Untuk dapat mengetahui bagaimana tren gaya hidup yang berkembang di

kalangan mahasiswa saat ini

Tujuan Khusus

 Untuk mencari tahu bagaimana gaya hidup yang berkembang di tempat-tempat

yang memiliki setting sosial yang khusus. Dalam hal ini untuk mengetahui untuk

mengetahui gaya hidup metroseksual di lingkup kampus (universitas Airlangga)

yang memiliki karakteristik berbeda-beda.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini selain memiliki tujuan, juga memiliki manfaat yang diharapkan

dapat berguna baik bagi mahasiswa, maupun bagi pihak lain yang membaca

penelitian ini.

Bagi Mahasiswa
1. Untuk melatih kepekaan mahasiswa dalam melihat fenomena yang terjadi dibalik

realitas sehari-hari, khususnya di lingkungan kampus sebagai lingkungan

akademis.

2. Untuk mengembangkan wawasan serta membantu mahasiswa untuk lebih

mendalami teori-teori tentang konstruksi sosial.

3. Untuk mengembangkan pengetahuan mahasiswa mengenai dunia penelitian ilmiah.

4. Untuk dapat memahami dan mengerti pola kehidupan, motif tindakan, interaksi,

ikatan sosial, fenomena-fenomena yang terjadi didalam masyarakat

Bagi Pihak Lain

1. Sebagai bahan pertimbangan serta masukan untuk pelaksanaan penelitian sejenis di

masa mendatang

2. Membantu memberikan informasi serta penjelasan tentang fenomena-fenomena

yang sejenis di masa yang akan datang dengan sosial setting yang berbeda untuk

berbagai pihak.

Kajian Teoritik
Dalam sebuah penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif, teori menjadi

pisau analisis yang penting dalam membantu mengungkap secara mendalam fakta

dibalik realitas dari suatu fenomena sosial yang ada. Dalam penelitian yang berjudul

“Konstuksi Sosial Mahasiswa Terhadap Gaya Hidup Metroseksual : Studi Pada

Mahasiswa Metroseksual di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga” dibahas dan

dianalisa menggunakan teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger sebagai teori

utama.
Konsep Metroseksual
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi mahasiswa metroseksual dengan ciri-

ciri sebagai berikut:

 Dari Segi Penampilan

1. Melakukan Perawatan Muka seperti menggunakan krim atau facial

2. Sangat Memperhatikan Bentuk Tubuh dengan berolahraga di Fitness Center

3. Mengikuti Perkembangan Fashion Saat ini

 Dari Segi Gaya Hidup

1. Sering “nongkrong” di tempat yang memiliki nilai prestis tinggi.

2. Memiliki gaya hidup hedon, seperti suka membeli dan memakai barang-

barang dengan merk terkenal dan mahal

3. Suka menghabiskan waktu di Mall, dan sebagainya.

Teori Konstruksi Sosial

Berger diilhami oleh beberapa tokoh sosiologi yang mempunyai ciri khas

masing-masing yaitu makna subjektif berasal dari weber yang berpengaruh terhadap

kajian gejala yang manusiawi, dialektika marx yang berasumsi bahwa individu

merupakan produk dari masyarakat namun dapat terjadi sebaliknya; serta masyarakat

sebagai realitas objektif dari Durkheim. (Samuel, 2012). Teori konstruksi sosial

dalam pemikiran Berger, memiliki relevansi dalam mengungkap makna dibalik

realitas mengenai fenomena metroseksual di kalangan mahasiswa yang semakin

berkembang saat ini. Pada awal perkembangan pemikiran Berger, dia

mengembangkan gagasan-gagasan yang lebih humanis ketimbang teori-teori


fungsionalisme yang mulai ditinggalkan oleh para sosiolog muda di Amerika pada

tahun 1960an. Dalam pemikirian berger, dapat dilihat tarik relevansi dan adanya

benang merah antara teori dialektika Marx, fungsionalisme Durkheim dan

hermeneutika Weber Benang merah itu bertemu pada tatanan historisitas.

Secara umum, Teori Peter L. Berger yang menekuni makna “realitas” dan

“pengetahuan” dapat diringkas dalam tahapan sebagai berikut:

1. ekstrenalisasi: penyesuaian diri dengan dunia sosiokultural sebagai produk

dunia manusia (“society is a human product”);

2. objektivasi: interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan

atau mengalami proses institusionalisasi, (“society is an objective reality”);

3. internalisasi: individu mengidentifikasikan diri dengan lembaga-lembaga

sosial atau organisasi sosial, tempat individu menjadi anggotanya (“man is a

social product”). (Poloma, 2010),

Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Peter L. Berger, juga dapat

dipahami bahwa gaya hidup metroseksual yang dijalani oleh para mahasiswa sebagai

produk dari lingkungan masyarakat sekitar tempat mahasiswa itu berada, seperti

teman maupun keluarga sebagai institusi sosial pertama yang menjadi tempat

individu dikenalkan ke masyarakat pertama kali. Karena setiap individu melakukan

tindakan dengan melalui tiga tahapan yakni ekstrenalisasi, objektivasi dan

internalisasi. Oleh karena itu peneliti ingin mengungkap fenomena metroseksual di

kalangan mahasiswa, ditinjau dari tiga tahapan dialektis dari teori konstruksi sosial

Peter L. Berger. Bagaimana proses eksternalisasi yang terjadi di lingkungan


mahasiswa sebagai individu dengan gaya hidup metroseksual. Kemudian bagaimana

individu tersebut melalui proses objektivasi hingga menjadikan gaya hidup

metroseksual menginternalisasi ke dalam dirinya dan menjadi sebuah habitus dalam

kesehariannya.

Pembahasan

Semua manusia tentunya pasti akan memiliki sebuah konstruksi sosial atau

pembentukan sebuah makna sosial di dalam dirinya masing-masing yang kemudian

dapat dipahami oleh orang lain. Kehidupan sehari-hari menampilkan diri sebagai

kenyataan yang ditafsirkan oleh manusia mempunyai makna subyektif bagi diri

mereka. Semua kenyataan yang ada pada tataran sosio-kultural, baik kenyataan

subjektif maupun objektif, mempengaruhi konstruksi yang terbentuk pada suatu

individu maupun masyarakat.

Dengan menggunakan perspektif teori konstruksi sosial milik Peter L. Berger,

peneliti berusaha mengungkap konstruksi pemikiran para mahasiswa metroseksul di

kampus B Universitas Airlangga. Dengan fokus penelitian ” Bagaimana mahasiswa

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Airlangga mengkonstruksi gaya hidup metroseksual

yang dijalaninya ?”.

Relevansi teori konstruksi Berger adalah ketika melihat adanya fakta bahwa

individu dan masyarakat selalu terjadi interaksi sosial dimana yang mana keduanya

saling mempengaruhi. Dalam masyarakat berkembang realitas objektif dan realitas

subjektif yang mempengaruhi konstruksi pada tataran individu. Bagaimana realitas


objektif dan realitas subjektif tersebut mempengaruhi terbentuknya konstruksi sosial

pada mahasiswa terhadap gaya hidup metrosekual yang dijalaninya.

Bagaimana para mahasiswa metroseksual melalui proses dialektika

konstruktivis hingga sampai kepada gaya hidup yang dijalani mereka saat ini.

Bagaimana perspektif penampilan di mata mereka, hingga bagaimana mereka

memilih gaya hidup dibahaas secara mendalam menggunakan pendekatan

fenomenologi dari teori konstruksi sosial Peter L. Berger.

Fokus penelitian yang telah diuraikan tersebut akan dibedah menggunakan

pisau teori konstuki sosial dari Peter L. Berger yang dalam terminologinya

mengkonsepkan tiga tahap proses konstruksi realitas, eksternalisasi, obyektifikasi dan

internalisasi. Para mahasiswa metroseksual mengalami ketiga proses tersebut

sehingga sampai pada konstruksi pemikiran mereka yang sekarang dalam menjalani

gaya hidup metroseksual.

Sebelum melakukan analisis teoritik mengenai konstruksi sosial mahasiswa

terhadap gaya hidup metroseksual yang dijalaninya, peneliti melakukan beberapa

tahapan. Tahapan yang dilakukan sesuai dengan tahapan penelitian kualitatif yang

digunakan dalam penelitian ini. Menurut Denzin dan Lincoln kata kualitatif merujuk

pada penekanan pada proses dan makna yang tidak di kaji secara ketat atau belum di

ukur dari segi kuantitas, jumlah, intensitas atau frekuensinya. Metode ini merupakan

suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah yang terdapat pada kehidupan

manusia.
Pada metode kualitatif, peneliti menekankan sifat realitas yang terbangun

secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subyek yang di teliti. Untuk dapat

mengetahui sejauh mana realitas yang terbentuk dalam konstruksi pemikiran para

narasumber penelitian tentang gaya hidup metroseksual yang mereka jalani, peneliti

menggunakan beberapa tahap:

1. Menyusun pedoman wawancara berdasarkan hal-hal yang memiliki relevansi

dengan topik penelitian, yang ditujukan kepada narasumber atau informan.

2. Melakukan wawancara mendalam dengan informan mahasiswa yang menjalani

gaya hidup metroseksual.

3. Memindahkan data penelitian melalui transkrip untuk memudahkan analisis data

hingga berbentuk table matriks yang berisi semua pertanyaan yang diajukan

kepada narasumber atau narasumber yang sesuai dengan topik penelitian.

4. Menganalisis hasil data wawancara yang telah dilakukan dengan menggunakan

teori konstruksi sosial dari Peter L. Berger.

Jika dilihat pada hasil temuan data penelitian ini mengenai konstruksi

mahasiswa metroseksual terhadap gaya hidupnya, diketahui bahwa proses tahapan

konstruksi dimulai dari proses eksternalisasi. Kemudian berlanjut pada proses

objektivasi dan berakhir pada proses internalisasi. Untuk mempermudah

menggambarkan proses stimultan dialektika konstruksi sosial milik Peter L. Berger,

peneliti menyajikannya dalam bentuk bagan sebagai berikut


Bagan Dialektika Konstruksi Sosial Peter L. Berger

Eksternalisasi

Objektivasi
Internalisasi

Proses terjadinya dialektika konstruksi sosial pada mahasiswa metroseksual

dimulai dari proses eksternalisasi. Ketika para mahasiswa metroseksual tersebut

mulai memasuki dunia baru, baik dunia perkuliahan maupun dunia pekerjaan, mereka

melakukan sebuah proses eksternalisasi. Mereka mengaktualisasikan dirinya terhadap

lingkungan barunya tersebut dengan cara mencari sebuah pengetahuanbaru akan

kesadaran subjektif yang dimilikinya dengan kesadaran objektif yang tercipta di

masyarakat diluar mereka. Baik dari segi penampilan, hingga gaya hidup yang

mereka jalani juga mengalami sebuah proses eksternalisasi.

Pada tahap objektivasi, individu-individu yang menjalani gaya hidup

metroseksual dihadapkan pada sebuah kenyataan yang bersifat objektif dari

masyarakat diluar individu tersebut. Mereka dihadapkan pada pilihan-pilihan tentang

gaya hidup dan penampilan yang mencirikan sebagai sebuah pria metroseksual.

pilihan tersebut antara lain melakukan perawatan muka, menjalani fitness, hingga
pilihan gaya hidup metropolitan yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

metroseksual.

Tahap internalisasi merupakan tahap yang paling menentukan dalam proses

pembentukan konstruksi mahasiswa metroseksual sehingga mereka memilih untuk

menjalani gaya hidup tersebut. Mereka melakukan sebuah penanaman nilai tentang

gaya hidup metroseksual melalui sosialisasi sekunder yang mereka dapatkan dari

lingkungan pertemanan dan lingkungan pekerjaannya hingga mereka sampai pada

gaya hidup metroseksual yang kini mereka jalani.

Namun proses dialektika milik berger tidak berhenti pada tahapan internalisasi

saja. Dialektika tersebt bersifat stimultan, dan akan terus berputar sehingga mencapai

sebuah tahapan eksternalisasi baru. Dalam kaitannya dengan mahasiswa

metroseksual, terjadi sebuah tahapan eksternalisasi baru dimana mereka

mengaktualisasikan diri mereka saat kuliah secara berbeda dari cara mereka

melakukan eksternalisasi di masa SMA. Eksternalisasi baru juga dialami oleh

informan M.B dimana dampak negatif yang ia terima selama menjalani gaya hidup

metroseksual mengakibatkan ia cenderung lebih mengurangi intensitas gaya hidup

metropolitannya.

Hal ini menunjukkan bahwa proses dialektika milik Berger tidak bersifat

kaku, ia akan terus berubah menuju sebuah proses eksternalisasi baru yang

perubahannya sangat dipengaruhi oleh realitas subjektif dan realitas objektif yang

berkembang baik dari individu tersebut maupun masyarakat sekitar individu tersebut.
Secara keseluruhan, faktor yang mempengaruhi mahasiswa metroseksual yang

menjadi subjek penelitian ini dalam menjaga penampilannya dengan menggunakan

perawatan dan merubah gaya hidup yang dijalaninya pada waktu SMA adalah:

1. Faktor Lingkungan (lingkungan perkuliahan, lingkungan keluarga, dsb)

2. Faktor teman

3. Faktor Agama (mensyukuri pemberian Tuhan)

4. Faktor pengaruh dari pacar.

5. Tuntutan pekerjaan.

6. Nilai-nilai dalam diri

Latar belakang informan secara ekonomi memiliki kesamaan yaitu berada

pada status ekonomi tinggi. Adanya modal ekonomi yang tinggi memungkinkan para

informan untuk menjalani gaya hidup metroseksual. Selain ditunjang dengan

ekonomi yang tinggi, pengaruh dari lingkungan (pekerjaan, kuliah, keluarga) dan

teman juga menjadi faktor yang mempengaruhi para informan dalam memilih gaya

hidup metroseksual untuk mereka jalani.

Kesimpulan
Dari hasil temuan data yang didapat dari wawancara mendalam terhadap lima

informan yang menjalani gaya hidup metroseksual diketahui bahwa ada beberapa

kesimpulan yang dapat ditarik, antara lain.

1. Ciri-ciri mahasiswa metroseksual dapat diketahui dari beberapa hal, yaitu:

 menjaga penampilan dengan melakukan berbagai perawatan, baik tubuh

maupun wajah.
 Aktivitas yang mencirikan bahwa mereka narsistik, yaitu dengan cara

mengupload foto dirinya ke dalam berbagai media sosial.

 Mengoleksi barang-barang fashion bermerk seperti zara, levi’s, lee cooper,

dan sebagainya.

 Menggunakan parfum/wewangian dengan merk terkenal seperti Gucci,

bulgari, channel, dan lain sebagainya untuk menunjang penampilannya.

 Mengikuti perkembangan trend, baik trend fashion maupun trend gaya

rambut anak muda saat ini.

 Menggunakan gadget untuk menunjang aktivitas narsisnya

 Memilih tempat nongkrong dengan nilai prestis tinggi seperti starbucks,

eclectic, foreplay, dan lain sebagainya.

2. Mahasiswa (dalam hal ini informan) yang masih menggantungkan pendapatan

dari orang tuanya menganggap gaya hidup metroseksual yang dijalaninya

merupakan gaya hidup yang biasa saja, jika dibandingkan dengan mahasiswa

metroseksual yang sudah memiliki pendapatan sendiri

3. Gaya hidup metroseksual menimbulkan beberapa problematika kepada para

mahasiswa (terutama informan) yang menjalaninya, antara lain

 Mendapatkan label dari lingkungan sekitar yang sering diidentikkan

sebagai homoseksual/gay

 Menghambat proses perkuliahan karena waktu yang digunakan sering

dihabiskan untuk menjalani gaya hidup metroseksual


4. Proses konstruksi sosial mahasiswa terhadap gaya hidup metroseksual terjadi,

dimulai dari tahap eksternalisasi, lalu berlanjut pada objektivasi, hingga menuju

pada tahapan internalisasi.

5. Eksternalisasi terjadi ketika aktualisasi diri dilakukan terhadap dunia dan

lingkungan baru, yakni lingkungan perkuliahan dan pekerjaan. Eksternalisasi

berlangsung ketika para mahasiswa (dalam hal ini informan) mengaktualisasikan

dirinya terhadap gaya hidup metroseksual yang terjadi di lingkungan barunya.

6. Objektivasi terjadi setelah proses eksternalisasi membentuk sebuah kesadaran

objektif. Mahasiswa metroseksual dihadapkan pada pilihan untuk melakukan

perawatan guna menjaga penampilannya, dan juga pilihan untuk menjalani gaya

hidup metropolitan.

7. Internalisasi terjadi ketika nilai-nilai gaya hidup metroseksual mulai merasuk ke

dalam diri individu. Nilai-nilai gaya hidup metroseksual merasuk ke dalam diri

para mahasiswa metroseksual selama proses sosialisasi berlangsung, terutama

sosialisasi sekunder sehingga para mahasiswa tersebut memilih untuk menjalani

gaya hidup metroseksual.


DAFTAR PUSTAKA

Adlin, Alfathri. 2006. Resistensi Gaya Hidup: Teori dan Realitas. Yogyakarta dan

Bandung: Jalasutra

Berger, Peter L. dan Luckman, Thomas L. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan:

Sebuah Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3S.

Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga

Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Poloma Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Samuel, Hanneman. 2012 Peter Berger: Sebuah Pengantar Ringkas. Depok: Kepik.

Siahaan, Hotman M. 1986. Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi. Jakarta:

Erlangga.

Soeadjatmiko, Haryanto. 2006. Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi

dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris. Yogyakarta dan Bandung:

Jalasutra),

Jurnal dan Artikel

Bachrudin, dalam http:google.com//pasca.sunan-ampel.ac.id/wp-

content/uploads/2011/09/Ringkasan-Badruddin1.pdf
Chamim, Mardiyah. Dalam Handoko, Tri. 2004. Metroseksualitas Dalam Iklan

Sebagai Wacana Gaya Hidup Posmodern.

http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/dkv/article/view/16337/16329

Kartajaya, Hermawan, “Marketing In Venus” dalam

http://www.books.google.co.id/books?isbn=9792222472)

Skripsi

Pamungkas, Akwila Saputro. Psikologi: 2007, “Dinamika Gaya Hidup Metroseksual


Pada Pria Dewada

Vidya, Ayuningtyas Fransiska. Antropologi: 2010. “Pria Metroseksual (Studi


Etnografi tentang Gaya Hidup Metroseksual Pada Masyarakat Surabaya)”

Website

Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Metroseksual

_______ http://www.sarimarga.multiply.com/journal/item/8

_______ http://sidomi.com/56451/makin-banyak-pria-kurang-percaya-diri-dengan-
penampilan/

_______ http://www.marketing.co.id/blog/2011/07/07/pertumbuhan-produk-
perawatan-untuk-pria/

_______ http://www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/163-
penelitian-deskriptif.html

_______ www,wordspy.com

_______ http://id.wikipedia.org/wiki/Universitas_Airlangga

_______ http://feb.unair.ac.id/id/tentang-feb/sejarah-feb-unair.html

_______ http://www.fh.unair.ac.id/tentang-kami/profil-fh-ua.html

_______ http://www.slideshare.net/keyarema/6-wawancara2

You might also like