Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2.3 Metode dan Tahapan Transfer Embrio
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses transfer embrio :
1. Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan
sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat
perlakuan terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan
dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb:
Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority)
Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High
Reproductivity)sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan
menular terutamapenyakit-penyakit reproduksi
Memiliki nilai pasar tinggi.
Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan
kemampuan fertilitas tinggi
Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut :
Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans
yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg
Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi.
Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai
siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi
normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8 -24
hari.
Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan
berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan
siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan
melahirkan (distokia).
2. Super Ovulasi
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi
setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk
merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon
superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasasuperovulasi adalah
3
hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s SerumGonadotripin
(PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon
gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium
(folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel
telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup
dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali
yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 – 50 mg
(tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke
sembilan sampai hari ke 14 setelah berahi.
3. Penyerentakan Berahi
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang
bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan
resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon
prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan
PGF2a .
Prosedur yang digunakan adalah:
Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan
penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96
jam setelah penyuntikan.
Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a
dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Penyuntikan PGF2a
pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada
donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah
diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 –
60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi
biasanya timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2a
4. Inseminasi Buatan
IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya
berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna
merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang
menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB
4
dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya
mengandung 30 juta spermatozoa unggul.
5. Koleksi Embrio
Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8
setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina
dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung
alkohol 70%. Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley
kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan
dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco
Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam
waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di
transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di
transfer pada waktu lain.
6. Transfer Embrio
Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode
pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan
dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi)
baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle
incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio
kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan
menggunakan cassoue gun insemination. Tiga faktor penting yang harus
diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah :
a. Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kwalitas, jenis embrio
(bela/segar) metode pembekuan adanyakontaminasi atau infeksi
pada embrio.
b. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain
kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga
apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi
tenang/tidak stres.
5
c. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang
digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor)
sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan
CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stress.
6
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan generasi kedua
bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik
TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon
superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur
hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB
sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor
dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi
kelahiran. TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam
jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan
bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga
dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksialamiah, kemampuan
betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan buntingditambah
persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau
2anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu
buntingtetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa
ditransfer(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-
rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting
3.2.Saran
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita
melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum
melakukan transfer embrio.
7
DAFTAR PUSTAKA
Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.