You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia antara
lain adalah masih rendahnya produktifitas dan mutu genetik ternak. Keadaan ini
terjadi karena sebagian besar peternakan di Indonesia masih merupakan
peternakan konvensional, dimana mutu bibit, penggunaan teknologi dan
keterampilan peternak relatif masih rendah
Penerapan teknologi transfer embrio (TE) atau alih janin merupakan
alternatif untuk meningkatkan populasi dan mutu genetik sapi secara cepat.
Teknologi TE pada sapi merupakan generasi kedua bioteknologi reproduksi
setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik TE adalah rekayasa fungsi
alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon superovulasi sehingga
diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur hasil superovulasi ini
akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB sehingga terbentuk
embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari ternak sapi donor, dikoleksi dan
dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk sapi resipien sampai terjadi kelahiran.
Berdasarkan penjelasan diatas maka didalam makalah ini akan dijelaskan
mengenai pengertian Transfer Embrio, tahapan-tahapan Transfer Embrio dan
manfaat Transfer Embrio itu sendiri.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah bagi penulis maupun pembaca adalah untuk
menambah informasi dan wawasan mengenai perbaikan mutu genetik salah
satunya melalui Transfer Embrio. Perbaikan mutu genetik dapat dilakukan dengan
beberapa cara akan tetapi kini Transfer Embrio mulai banyak dikembangkan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transfer Embrio


Tranfer embrio atau dikenal dengan TE adalah generasi kedua
bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Adapun defenisi transfer
embrio merupakan suatu teknik yang dikenal dengan genetik manipulation.
Transfer embrio juga merupakan suatu teknik dimana embrio dikoleksi dari alat
kelamin ternak betina menjelang nidasi dan ditransplantasikan kedalam saluran
repriduksi betina lain untuk melanjutkan kebuntingan hingga sempurna.
Teknologi transfer embrio merupakan aplikasi bioteknologi reproduksi
ternak melalui teknik Multiple Ovulation Embrio Transfer (MOET) serta rekayasa
genetic untuk meningkatkan mutu genetik dalam waktu yang lebih singkat dan
jumlah yang lebih banyak. Teknik produksi embrio dapat dilaksanakan dengan
beberapa cara seperti cara konvensional atau invivo dan metode invitro serta
Oocyt Pick Up (OPU). Produksi embrio dengan cara invivo ialah salah satu teknik
produksi embrio dimana pembentukan embrio berlangsung di dalam alat
reproduki betina sedangkan metode invitro adalah sebaliknya yaitu proses
pembentukan embrionya berlangsung di luar alat reproduksi. Dan untuk
pengembangan dan peningkatan produksi dalam rangka penekanan biaya
produksi dapat diterapkan teknik kloning Embrio. Embrio yang digunakan untuk
transfer embrio dapat berupa embrio segar atau embrio beku (freezing embrio).

2.2 Tujuan Transfer Embrio


Tujuan Transfer Embrio sendiri yaitu untuk meningkatkan genetik pada
keuturunan, memperbanyak keturunan induk yang unggul, meningkatkan potensi
genetic waktu yang singkat, meningkatkan produksi susu, meningkatkan bibit
unggul untuk disebarkan dan menyelamatkan genetik superior sapi atau
organisme.

2
2.3 Metode dan Tahapan Transfer Embrio
Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing proses transfer embrio :
1. Pengadaan Sapi Donor dan Sapi Resipien
Seleksi dilakukan dengan tujuan agar hewan yang dijadikan
sebagai donor maupun resipien merupakan hewan yang layak mendapat
perlakuan terhadap teknologi transfer embrio. Calon donor yang akan
dipakai harus diseleksi dengan kriteria sbb:
 Memiliki genetik yang unggul (Genetik Superiority)
 Mempunyai kemampuan reproduksi yang tinggi (High
Reproductivity)sehat secara serologis bebas dari penyakit hewan
menular terutamapenyakit-penyakit reproduksi
 Memiliki nilai pasar tinggi.
 Sejarah reproduksi diketahui, mempunyai siklus birahi normal dan
kemampuan fertilitas tinggi
Pada calon resipient diberikan persyaratan berikut :
 Minimal sudah beranak atau dara yang mempunyai performans
yang baik mempunyai berat badan minimal 300 kg
 Bebas penyakit menular terutama penyakit reproduksi.
 Sejarah reproduksi tidak menunjukkan gejala infertil, mempunyai
siklus normal, tanda birahi terlihat jelas, intensitas lendir birahi
normal dan transparan dan mempunyai interval birahi antara l8 -24
hari.
 Sapi resipien tidak harus mempunyai mutu genetik yang baik dan
berasal dari bangsa yang sama, tetapi harus mempunyai organ dan
siklus reproduksi normal, tidak pernah mengalami kesulitan
melahirkan (distokia).
2. Super Ovulasi
Sapi merupakan ternak uniparous, dimana sel telur yang terovulasi
setiap siklus berahi biasanya hanya satu buah. Dalam program TE, untuk
merangsang terjadinya ovulasi ganda, maka diberikan hormon
superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar.
Hormon yang banyak digunakan untuk rekayasasuperovulasi adalah

3
hormon gonadotropin seperti Pregnant Mare’s SerumGonadotripin
(PMSG) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Penyuntikan hormon
gonadotropin akan meningkatkan perkembangan folikel pada ovarium
(folikulogenesis) dan pematangan folikel sehingga diperoleh ovulasi sel
telur yang lebih banyak. Hormon FSH mempunyai waktu paruh hidup
dalam induk sapi antara 2-5 jam. Pemberian FSH dilakukan sehari dua kali
yaitu pada pagi dan sore hari selama 4 hari dengan dosis 28 – 50 mg
(tergantung berat badan). Perlakuan superovulasi dilakukan pada hari ke
sembilan sampai hari ke 14 setelah berahi.

3. Penyerentakan Berahi
Penyerentakan berahi atau sinkronisasi estrus adalah usaha yang
bertujuan untuk mensinkronkan kondisi reproduksi ternak sapi donor dan
resipien. Sinkronisasi estrus umumnya menggunakan hormon
prostaglandin F2a (PGF2a ) atau kombinasi hormon progesteron dengan
PGF2a .
Prosedur yang digunakan adalah:
 Ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan
penyuntikan PGF2a satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96
jam setelah penyuntikan.
 Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2a
dilakukan dua kali selang waktu 11-12 hari. Penyuntikan PGF2a
pada ternak resipien harus dilakukan satu hari lebih awal daripada
donor. Keadaan ini disebabkan karena pada ternak donor yang telah
diberi hormon gonadotropin, berahi biasanya lebih cepat yaitu 36 –
60 jam setelah penyuntikan PGF2a, sedangkan pada resipien berahi
biasanya timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2a
4. Inseminasi Buatan
IB yang baik dilaksanakan 6 sampai 24 jam setelah timbulnya
berahi. Berahi pada sapi ditandai oleh alat kelamin luar (vagina) berwarna
merah, bengkak dan keluarnya lendir jernih serta tingkah laku sapi yang
menaiki sapi lain atau diam apabila dinaiki sapi lain. Pada program TE, IB

4
dilakukan dengan dosis ganda dimana satu straw semen beku biasanya
mengandung 30 juta spermatozoa unggul.

5. Koleksi Embrio
Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8
setelah berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina
dibersihkan dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung
alkohol 70%. Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley
kateter dua jalur 16-20G steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan
dilakukan dengan memasukkan medium flushing Modified Dulbecco
Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang telah dihangatkan di dalam
waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari pembilasan bisa langsung di
transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk disimpan dan di
transfer pada waktu lain.
6. Transfer Embrio
Terdapat dua metode TE yang digunakan yaitu metode
pembedahan dan metode tanpa pembedahan. Metode pembedahan
dilakukan dengan jalan membuatan sayatan di daerah perut (laparotomi)
baik sayatan sisi (flank incici) atau sayatan pada garis tengah perut (midle
incici). Metode tanpa pembedahan dilakukan dengan memasukkan embrio
kedalam straw kemudian ditransfer kedalam uterus resipien dengan
menggunakan cassoue gun insemination. Tiga faktor penting yang harus
diperhatikan guna keberhasilan pelaksanaan transfer embrio adalah :
a. Kualitas embrio yang akan di transfer; umur,kwalitas, jenis embrio
(bela/segar) metode pembekuan adanyakontaminasi atau infeksi
pada embrio.
b. Tingkat keterampilan petugas dalam mentranfer antara lain
kemampuan mendeposisikan embrio secara tepat (sepertiga
apexcornua uteri) dan cepat, tidak terjadi luka pada uterus, dan sapi
tenang/tidak stres.

5
c. Respon sapi resipien terhadap sinkronisasi, kondisi pakan yang
digunakan, kondisi tubuh dengan BCS (Body Condition Skor)
sedang (2,8-3,5) tidak ditemukan peradangan, kondisi ovarium dan
CL normal dan penjagaan sapi jangan sampai stress.

2.4 Manfaat dan Keunggulan Transfer Embrio


Adapun beberapa manfaat adanya teknologi transfer embrio yakni
sebagai berikut
a. Meningkatkan mutu genetik ternak.
b. Mempercepat peningkatan populasi ternak.
c. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang
ditularkan lewat saluran kelamin.
d. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio
beku.
e. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
f. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan
keturunan yang unggul.
g. Meningkatkan pendapatan masyarakat

Selain itu pada keunggulan teknologi transfer embrio dibandingkan inseminasi


buatan adalah Perbaikan mutu genetik pada IB hanya berasal dari pejantan unggul
sedangkan dengan teknologi TE, sifat unggul dapat berasal dari pejantan dan
induk yang unggul, Waktu yang dibutuhkan untuk memperoleh derajat kemurnian
genetik yang tinggi (purebred) dengan TE jauh lebih cepat dibandingkan IB dan
kawin alam. Dengan teknik TE, seekor betina unggul mampu menghasilkan lebih
dari 20 – 30 ekor pedet unggul per tahun, sedangkan dengan IB, hanya dapat
menghasilkan satu pedet per tahun. Melalui teknik TE dimungkinkan terjadinya
kebuntingan kembar, dengan jalan mentransfer setiap tanduk uterus (cornua uteri)
dengan satu embrio.

6
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Teknologi TE (transfer embrio) pada sapi merupakan generasi kedua
bioteknologi reproduksi setelah inseminasi buatan (IB). Pada prinsipnya teknik
TE adalah rekayasa fungsi alat reproduksi sapi betina unggul dengan hormon
superovulasi sehingga diperoleh ovulasi sel telur dalam jumlah besar. Sel telur
hasil superovulasi ini akan dibuahi oleh spermatozoa unggul melalui teknik IB
sehingga terbentuk embrio yang unggul. Embrio yang diperoleh dari donor
dikoleksi dan dievaluasi, kemudian ditransfer ke induk resipien sampai terjadi
kelahiran. TE memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam
jumlah banyak tanpa harus bunting dan melahirkan. TE dapat mengoptimalkan
bukan hanya potensi dari jantan saja tetapi potensi betina berkualitas unggul juga
dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada proses reproduksialamiah, kemampuan
betina untuk bunting hanya sekali dalam 1 tahun (9 bulan buntingditambah
persiapan untuk bunting berikutnya) dan hanya mampu menghasilkan 1 atau
2anak bila terjadi kembar. Menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu
buntingtetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang untuk selanjutnya bisa
ditransfer(dititipkan) pada induk titipan (resipien) dengan kualitas genetik rata-
rata tetapi mempunyai kemampuan untuk bunting

3.2.Saran
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita
melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum
melakukan transfer embrio.

7
DAFTAR PUSTAKA

Laswardi,T 1995. Penerapan Metode Transfer Langsung Pada Kriopreservasi


Embrio Sapi
Perah.

Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.

Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung

Wahjuningsih,2010. Pengaruh Konsentrasi Etilen Glikol dan Lama Paparan


Terhadap
Tingkat Fertilisasi In Vitro Oosit Sapi. Vol 4 No 2. September 2010

You might also like