You are on page 1of 10

PENDAHULUAN

Fistula perianal merupakan salah satu kelainan pada saluran pencernaan yang
diakibatkan oleh adanya penyebaran atau penyembuhan abses perianal yang tidak
sempurna.1,2,3 Pada fistula akan terbentuk terowongan abnormal yang menghubungkan
dua rongga tubuh ( rectum atau vagina ) pada wanita atau rongga tubuh untuk kulit
( rectum ke kulit ).2 Kadang fistel disebabkan oleh colitis yang disertai proktitis, seperti
TBC, amubiasis, atau morbus Crohn.
Fistel dapat terletak di subkutis, submukosa, antar sfingter atau menembus
sfingter. Fistel juga biasa terletak anterior, lateral atau posterior. 3 Bentuknya mungkin
lurus, bengkok atau mirip sepatu kuda. Fistel dengan lobang kripta di sebelah anterior
umumnya berbentuk lurus. Fistel dengan lubang yang berasal dari kripta sebelah dorsal
umumnya tidak lurus, tetapi bengkok ke depan karena radang dan pus terdorong ke
anterior di sekitar m. puborektalis dan dapat membentuk satu lubang perforasi atau lebih
di daerah anterior sesuai hukum Goodsall

Gambaran klinis dari fistel perianal yaitu bisa didapat dari anamnesis yaitu
adanya kambuhan abses perianal yang disertai pengeluaran pus sedikit-sedikit disertai
nyeri. Pada pemeriksaan bimanual dapat teraba sebagai tali dan jika fistel agak lurus bisa
disonde sampai sonde keluar dari kripta asalnya. Kadang-kadang keluar feses pada fistel.
Fistel perianal jarang menyebabkan gangguan sistemik. Fistel kronik yang lama
sekali bisa menyebabkan degenerasi maligna menjadi karsinoma planoseluler kulit.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendiagnosis fistel bisa dilakukan dengan

1
menggunakan rektoskopi untuk menentukan adanya gangguan pada rektum, seperti
karsinoma atau proktitis TBC, amubiasis atau morbus Crohn. Dapat juga dilakukan
fistulografi. Fistel perianal dapat didiagnosis banding dengan Hidradenitis supurativa,
sinus pilonidalis, dan fistel proktitis. Penatalaksanaan pada fistel perianal yaitu dengan
melakukan fistulotomi atau fistulektomi. Dianjurkan untuk sedapat mungkin melakukan
fistulotomi untuk membuka fistel dari lubang asalnya hingga ke lubang pada kulit. Luka
dibiarkan terbuka sehingga penyembuhannya dimulai dari dasar per sekundam
intentionem. Luka biasanya sembuh dalam waktu singkat. Kadang dibutuhkan operasi
dua kali untuk mencegah terpotongnya sfingter untuk fistel yang lebih dalam.
Prognosis umumnya fistel bisa sembuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan bila
lobang fistel tidak dibuka atau fistel tidak di keluarkan secara sempurna misalnya cabang
fistel yang tidak dibuka, atau kulit yang sudah menutupi luka sebelum jaringan granulasi
mencapai permukaan.

2
LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki 37 tahun, sudah menikah, pendidikan terakhir akademi


kemiliteran, pekerjaan prajurit TNI AD, suku minahasa masuk rumah sakit pada tanggal
17 Oktober 2010 dengan keluhan utama benjolan di daerah anus.
Riwayat penyakit sekarang, benjolan didaerah anus dialami penderita sejak 6
tahun yang lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar biji kacang hijau dan kemudian pecah.
Lama-kelamaan benjolan makin besar kemudian pecah dan mengeluarkan nanah. Nyeri
saat BAB dirasakan penderita di daerah benjolan apabila penderita mengedan. Ada
riwayat BAB campur bercak darah.
Riwayat penyakit dahulu, penderita menyangkal tidak pernah menderita penyakit
seperti diabetes mellitus, hipertensi, penyakit jantung, kolesterol dan liver.
Eiwayat penyakit keluarga, penderita mengaku bahwa hanya penderita yang
menderita penyakit seperti ini.
Riwayat pribadi/social, riwayat merokok ada namun jarang dan penderita
mengaku jarang mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik tampak kesadaran compos mentis dengan GCS eye 4,
motorik , verbal dengan tanda vital yaitu tensi: 13/80 mmHg, nadi 80 x/menit, total
pernapasan dalam 1 menit 22 x/menit dan suhu badan 36,5ºC. pada pemeriksaan kulit
tidak didapatkan adanya efloresensi dan pigmentasi, pada pemeriksaan kepala,
konjungtiva anemis tidak ada, sclera ikterik tidak ada, pupil bulat isokor kiri sama dengan
kanan dengan diameter 3 mm, refleks cahaya normal kiri dan kanan. Pada pemeriksaan
telinga tidak ditemukan tophi, lubang telinga normal dan tidak terdapat cairan. Pada
pemeriksaan hidung tidak terdapat deviasi septum, secret dan perdarahan tidak ada. Pada
mulut pada gigi tidak terdapat kelainan, mukosa basah,pembesaran tonsil tidak ada. Pada
pemeriksaan leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan pembesaran
tonsil, tidak teraba adanya masa.
Pada pemeriksaan thoraks, dada dalam keadaan simetris, tidak terlihat deformitas.
Pada inspeksi gerakan napas terlihat normal tidak ada sisi yang tertinggal, pada palpasi
stem fremitus kiri sama dengan kanan, pada perkusi baik kiri dan kanan sonor, dan pada
auskultasi tidak terdapat ronkhi dan wheezing. Pada pemeriksaan jantung inspeksi tidak

3
tampak ada gerakan iktus cordis, pada palpasi iktus cordis tidak teraba, pada perkusi
batas jantung kiri di ICS V linea midclavicularis sinistra sedangkan batas kanan jantung
pada ICS IV linea sternalis dextra. Pada auskultasi irama jantung normal dengan HR 80
x/menit dimana M1>M2, T1>T2, A2>A1, P2>P1, tidak ditemukan bising.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi tampak datar, palpasi abdomen lemas, hepar
dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastriu dan suprapubic tidak ada, nyeri tekan daerah
mcBurney tidak ada. Pada pemeriksaan Anorectal ditemukan adanya masa ukuran 2x2
cm didaerah anus, warna agak hipopigmentasi dengan tepi agak hiperemi. Konsistensi
kenyal. Pada pemeriksaan Rectal Toucher teraba traktus fibrosa. Pada pemeriksaan
ektrimitas tidak tampak adanya kelainan maupun deformitas tulang panjang.

Penderita di didiagnosis dengan fistula perianal. Pasien direncanakan untuk


dilakukan pemeriksaan darah lengkap, Clotting time, Bleeding time, ureum, kreatinin,
elektrolit, foto thorax dan dipersiapkan untuk dilakukan fistulektomi.
Pada pemeriksaan darah didapatkan Hb 15,5 g/dL, eritrosit 5.310.000/uL, leukosit
9000/uL, trombosit 210.000/uL, Hematokrit 42,1%, ureum 25 mg/dL,kreatinin 1,33
mg/dL, CT 7,20 detik, BT 1,15 detik, Na 143 mEq, K 4,1 mEq, Cl 106 mEq. Pada foto
thorax tidak terdapat kelainan.

Pada tanggal 18 Oktober 2010 dilakukan operasi fistulektomi dengan laporan


operasi sebagai berikut :

1. penderita tidur dengan posisi terlentang dengan spinal anastesi


2. Dibuat posisi letotomi
3. Asepsis dan antisepsis daerah operasi

4
4. tampak fistel pada regio anus dan teraba track
5. track fistel ditelusuri ke anus dengan sonde
6. track interna tidak dapat ditelusuri
7. diputuskan untuk menyusuri back dari track externa. Dilakukan fistulektomi
8. control perdarahan dan luka operasi dirawat secara terbuka.
Estela operasi selesai pasien diinstruksikan untuk diberikan antibiotik berupa IVFD RL
dengan 20 gtt/menit, antibiotik Ceftriakson 2x1 injeksi, Metronidazol 3x1 injeksi, antrain
3x1 ampul, rendam PK 2x/hari dilakukan setelah BAB dan puasa
Follow up post operasi hari 1 ( 19 Oktober 2010)

Keluhan tidak ada, dengan kesadaran kompos mentis GCS eye 4, motorik 6, verbal 5
dengan tanda vital tensi 130/80 mmHg, nadi 78 x/menit, total pernapasan dalam 1 menit
22 x/menit dan suhu badan 36,8ºC. diagnosis dengan Post fistulektomi hari 1 dan disikapi
dengan pemberian IVFD RL:D5% dengan perbandingan 2:1 28 gtt/menit, Ceftriaxone
injeksi 2x1, Metronidazol injeksi 3x1, antrain 3x1 injeksi, diet lunak PK 3x sehari +
setelah BAB.

Follow up post operasi hari 2 (20 Oktober 2010)

Keluhan tidak ada, dengan kesadaran kompos mentis GCS eye 4, motorik 6, verbal 5
dengan tanda vital tensi 120/80 mmHg, nadi 82 x/menit, total pernapasan dalam 1 menit
22 x/menit dan suhu badan 36,6ºC. diagnosis dengan Post fistulektomi hari 2 dan disikapi
dengan pemberian IVFD RL:D5% dengan perbandingan 2:1 28 gtt/menit, Ceftriaxone
injeksi 2x1, Metronidazol injeksi 3x1, antrain 3x1 injeksi, diet lunak PK 3x zaherí +
estela BAB.

Follow up post operasi hari 3 ( 21 Oktober 2010)

Keluhan tidak ada, dengan kesadaran kompos mentis GCS eye 4, motorik 6, verbal 5
dengan tanda vital tensi 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, total pernapasan dalam 1 menit
22 x/menit dan suhu badan 36,5ºC. diagnosis dengan Post fistulektomi hari 2 dan disikapi

5
dengan pemberian terapi oral Ciprofloxacin tablet 2x1 dan Metronidazole tablet 3x1.
Penderita direncanakan untuk rawat jalan.

6
PEMBAHASAN

Fistel perianal merupakan salah satu gangguan saluran cerna yang ditandai
dengan adanya sinus ulserasi tunggal atau múltiple yang terjadi ingá 360º pada daerah
perianal. Pada kasus ini fistula terletak kurang lebih 4 cm sebelah lateral dari daerah anal.
Pada anamnesis biasanya fistel diawali oleh abses perianal yang menahun dan hilang
timbul. Fistel biasanya muncul di daerah subkutis, submukosa, sfingter atau menembus
sfingter. Pada kasus ini pda anamnesis didapatkan penderita pernah mengalami benjolan
yang berbentuk seperti abses yang telah dialami kurang lebih 4 tahun dan kemudia abses
tersebut pecah dan timbul lagi dengan usuran yang makin membesar. Pada pasien ini
letak fistel berada pada daerah subkutis.
Patofisiologi terjadinya fistel ini Belem diketahui secara pasti. Namun fistula
perianal terjadi karena suatu proses inflamasi yang terjadi di kulit daerah perianal. Di
antara sfingter internal dan sfingter eksternal terdapat “Bland anal” dengan saluran
keluarnya di crypta anal pada linea dentata, dimana pada suatu saat bisa tertutup oleh
karena:
1. infeksi folikel rambut dan glandula sebasea sudorifer
2. infeksi pada glandula sudorifera
3. abses glandula bartholini, inferior perianal.
Abses di daerah perianal/ ischiorectal/supralevator yang pecah akan mencari jalan
keluar dan membentuk saluran baru.
Gejala klnis yang ditimbulkan yaitu:
1. adanya pus
2. adanya riwayat perianal abses, nyeri dan bengkak
3. pada inspeksi tampak adanya eksternal opening
4. pada rectal toucher teraba indurasi dan jaringan fibrotik yang berbentuk
seperti tali
5. jika fistel agak lurus bisa disonde sampai sonde keluar dari kripta asalnya

7
pada pasien ini ditemukan adanya pus, adanya riwayat perianal abses yang telah
berlangsung menahun, terasa nyeri dan semakin membengkak, adanya eksternal pening
dan pada saat disonde ujung sonde keluar dari kripta asal.
Adapun pemeriksaan-pemeriksaan khusus pada fistula perianal yaitu dengan:
1. Anoskopy
2. pada prochoskopy atau sigmoidoskopy untuk melihat apakah ada internal
opening
3. bivalve opening speculum
4. manometri untuk melihat peregangan dari M. Sfingter Ani
5. Fistulografi
6. Internal USG
7. MRI
Pada penderita tidak dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan diatas.
Penangana fistula perianal bisa dilakukan dengan berbagai cara yaitu:
Pertama: klasifikasi internal opening
prinsipnya yaitu:
1. unrooting fistula
2. eliminasi dari internal opening
3. drainage yang adekuat
prinsip yang lain :
1. tentukan patoanatomi anorektal
2. drainage anorektal
3. perawatan lua post operasi
persiapan:
1. bowel preparation
2. posisi litothomi
3. anastesi umum/spinal anastesi
4. waktu: secondary stage prosedure ( dilakukan fistulotomi dulu baru dilakukan
fistulektomi ) atau first stage prosedure ( dilakukan secara bersamaan)

8
terapi bedah untuk fistel perianal ada 2 cara yaitu terapi bedah untu low fistel dan
terapi bedah untuk yang high fistel. Terapi untuk low fistel yaitu:
1. Fistulotomi
2. Fistulektomi
3. Eksisi-Jahit primer
Terapi untuk high fistel ( supra sfingter fistula dari linea dentata naik sepanjang
spfingeric plane sampai dengan di atas M. Puborectal daerah kulit perianal ) yaitu dengan
Colostomy one stage dengan metode seton yaitu dengan meletakkan benang yang non-
absorbable pada tract dari fistula dan setiap hari sedikit demi sedikit di tarik sehingga
terbentuk jaringan fibrotik sekitar tract dan mencegah pemisahan yang lebar dari sfingter
pada fistulotomi. Pada pasien ini dilakukan fistulektomi dengan mengeluarkan fistel
secara sempurna. Perawatan luka fistel dilakukan secara terbuka.
Adapun penyulit pasca operasi pelepasan fistel yaitu karena drainage yang tidak
adekuat, perawatan post operasi yang tidak adekuat, kolateral track yang terlewati
dibuang, primary internal opening tidak dieksisi secara sempurna dan salah diagnosa.
Pengobatan pasien setelah operasi diberikan cairan RL:Dextrose 5%, antibiotik
spektrum luas dari golongan sefalosporin yaitu Ceftriakson injeksi 2x1 gram intravena,
dan Metronidazol drips 3 x 500 gram, diberikan analgetik injeksi antrain 3 x 1 ampul dan
rendam PK 2x sehari dan sesudah BAB. Penderita dirawat kurang lebih 4 hari dan
kemudian diperbolehkan untuk pulang dan kembali kontrol untuk melihat perkembangan
granulasi dari luka bekas fistulektomi.
Prognosis biasanya tergantung dari keadaan penderita. umumnya fistel bisa
sembuh, tetapi dapat terjadi kekambuhan bila lobang fistel tidak dibuka atau fistel tidak
di keluarkan secara sempurna misalnya cabang fistel yang tidak dibuka, atau kulit yang
sudah menutupi luka sebelum jaringan granulasi mencapai permukaan. Pada kasus ini
penderita sembuh dengan luka operasi terawat dan telah terbentuk jaringan granulasi.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell Richard S. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi 6. EGC.


Jakarta. 2006
2. Amber. J. Tresca. Inflammatory bowel disease. Medical review board . New York.
2007
3. Sjamsuhidayat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah, edisi 2. EGC. Jakarta. 2005
4. Sudjatmiko. Bahan ajar bedah (kolon, rectum, anus). Universitas Airlangga. 2007
5. Tim Pengajar FK UNPAD. Digestive Surgery. Black Sabbath. Edisi 2 halaman 44.
Bandung. 2008
6. Abidin Taufik. Fistula perianal. Jakarta, 2007

10

You might also like