You are on page 1of 6

EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis masih merupakan penyakit penting sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas,
dan tingginya biaya kesehatan Setiap tahun diperkirakan 9 juta kasus TB baru dan 2 juta di
antaranya meninggal. Dari 9 juta kasus baru TB di seluruh dunia, 1 juta adalah anak usia <15
tahun. Dari seluruh kasus anak dengan TB, 75% didapatkan di duapuluh dua negara dengan
beban TB tinggi (high burden countries). Dilaporkan dari berbagai negara presentase semua
kasus TB pada anak berkisar antara 3% sampai >25%. Mayoritas anak tertular TB dari pasien TB
dewasa, sehingga dalam penanggulangan TB anak, penting untuk mengerti gambaran
epidemiologi TB pada dewasa. Infeksi TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak
dengan orang dewasa sakit TB aktif. Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi
Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8% pada anak yang dirawat dengan pneumonia berat
akut dengan dan tanpa infeksi human immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan
penyebab kematian pada kelompok anak tersebut. Dilaporkan juga dari Afrika Selatan bahwa
pada anak anak yang sakit TB didapatkan prevalensi HIV 40 %-50%.

Masalah yang dihadapi saat ini adalah meningkatnya kasus TB dengan pesat selain karena
peningkatan kasus penyakit HIV/AIDS juga meningkatnya kasus multidrug resistence-TB (MDR-
TB), hasil penelitian di Jakarta mendapatkan >4% dari kasus baru. Masalah lain adalah peran
vaksinasi BCG dalam pencegahan infeksi dan penyakit TB yang masih kontroversial. Berbagai
penelitian melaporkan proteksi dari vaksinasi BCG untuk pencegahan penyakit TB berkisar
antara 0%-80%, secara umum diperkirakan daya proteksi BCG hanya 50%, dan vaksinasi BCG
hanya mencegah terjadinya TB berat, seperti milier dan meningitis TB. Daya proteksi BCG
terhadap meningitis TB 64%, dan miler TB 78% pada anak yang mendapat vaksinasi.

Risiko infeksi TB tergantung pada lamanya terpajan, kedekatan dengan kasus TB, dan beban
kuman pada kasus sumber. Risiko tinggi untuk sakit TB antara lain umur kurang dari 5 tahun
(balita), malnutritisi, infeksi TB baru, dan imunosupresi terutama karena HIV. Menurut WHO
sepertiga penduduk dunia telah tertular TB, tahun 2000 lebih dari 8 juta penduduk dunia
menderita TB aktif. Penyakit TB bertanggung jawab terhadap kematian hampir 2 juta penduduk
setiap tahun, sebagian besar terjadi di negara berkembang. World Health Organization
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian
akibat malaria dan AIDS. Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-
kira 100.000 kematian karena TB. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu
diantara penyakit infeksi dan menduduki tempat ketiga sebagai penyebab kematian pada
semua umur setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit infeksi saluran napas akut. Pasien TB
di Indonesia terutama berusia antara 15-5 tahun, merupakan kelompok usia produktif.

Di negara berkembang,TB pada anak berusia <15 tahun adalah 15% dari seluruh kasus TB,
sedangkan di negara maju, lebih rendah yaitu 5%-7%. Laporan mengenai TB anak di Indonesia
jarang didapatkan, diperkirakan jumlah kasus TB anak adalah 5%-6% dari total kasus TB. Data
seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit Pusat Pendidikan Indonesia selama
5 tahun (1998-2002) dijumpai 1086 kasus TB dengan angka kematian bervariasi dari 0%-14,1%.
Kelompok usia terbanyak 12-60 bulan (42,9%), sedangkan bayi <12 bulan didapatkan 16,5%.16
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, didapatkan prevalensi 12 bulan TB
paru klinis di Indonesia 1% dengan kisaran 0,3% (Lampung) sampai 2,5% (Papua). Berdasarkan
kelompok umur dijumpai prevalensi TB, kurang dari 1 tahun 0,47%, 1–4 tahun 0,76% dan antara
5–14 tahun 0,53%. Tuberkulosis anak merupakan faktor penting di negara berkembang karena
jumlah anak berusia <15 tahun adalah 40%-50% dari jumlah seluruh populasi (Gambar 1).

Gambar 1. Jumlah populasi berdasarkan usia di negara berkembang

SUMBER BAHAN EPIDEMIOLOGI


Sari Pediatri, Epidemiologi Tuberkulosis
Cissy B. Kartasasmita
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung
Vol. 11, No. 2, Agustus 2009, P.124-6
Uji tuberkulin adalah uji yang dilakukan untuk mendeteksi infeksi M. tuberkulosis, dapat juga
dipergunakan untuk mengukur prevalens infeksi. Dari prevalens infeksi dapat diketahui annual
risk of tuberculosis infections (ARTI) dengan metode konversi, dan merupakan salah satu
parameter epidemiologi untuk menentukan beban penyakit (burden of tuberculosis).
Parameter epidemiologi lainnya adalah perkiraan insidens BTA positif pada proses TB paru,
kasus yang dilaporkan dan laju yang dilaporkan (case notificationsnotification rates), perkiraan
cakupan yang mendapat layanan kesehatan di populasi, serta perkiraan case fatality rate untuk
pasien dengan BTA positif dan TB yang lain. Nilai ARTI adalah probabilitas seseorang yang tidak
terinfeksi menjadi terinfeksi atau re-infeksi oleh M. tuberkulosis, dalam kurun waktu satu
tahun; dapat diperkirakan bila dilakukan survei tuberkullin berulang di suatu populasi pada
waktu yang berbeda. Berdasarkan survei yang dilakukan pada tahun 2004 . rata-rata prevalensi
kasus BTA positif diperkirakan 104 per 100.000 penduduk. Namun dengan membaginya
berdasarkan durasi penyakit, insiden dari kasus BTA positif menjadi 96 per 100.000 penduduk.
Hasil penelitian uji tuberculin di beberapa negara berkembang telah dipakai untuk
memperkirakan besarnya ARTI. Dengan dasar survei uji tuberkulin pada anak, diperkirakan ARTI
di negara berkembang berkisar antara 0,6% sampai 2,3%. Pada tahun 2006 dilakukan penelitian
untuk mengetahui angka ARTI pada anak yang dilakukan di Sumatera Barat. Berdasarkan
pengamatan pada anak yang memiliki skar BCG dengan 16 mm sebagai cut
off point dari pemeriksaan tuberkulin didapatkan angka prevalensi infeksi (95% CI: 6,2-9,8%)
mencapai 8% sehingga didapatkan nilai ARTI 1%. Diperkirakan untuk setiap ARTI 1%, rata-rata
menunjukkan 96 kasus BTA positif TB per 100.000 populasi

DEFINISI
Penyakit TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis.
Kuman batang aerobik dan tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun
saprofit. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainya. Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman/bakteri Mycobacteriumtuberculosis.
Kuman ini pada umumnya menyerang paru - paru dan sebagianlagi dapat menyerang di
luar paru - paru, seperti kelenjar getah bening(kelenjar), kulit, usus/saluran pencernaan, selaput
otak, dan sebagianya.

SUMBER:
Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et al :
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15, buku 2, EGC 2008, hal 1028 – 1042.

KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu “definisi kasus”
yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


1. Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter.
2. Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis
atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat


diperlukan untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya
resistensi
2. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga meningkatkan
pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis ekstra paru


Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada


TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA
negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif
dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan
umum pasien buruk.

2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:


a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan
pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. Bila seorang pasien dengan
TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang
penyakitnya paling berat.

D. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya


Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kasus Kambuh (Relaps)


Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).

3) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)


Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Kasus Gagal (Failure)


Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5) Kasus Pindahan (Transfer In)


Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
6) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pengobatan ulangan.

SUMBER:
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan pertama. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2007

You might also like