Professional Documents
Culture Documents
2. Obyektif:
Hasil anamnesis, pemeriksaan jasmani, foto ronsen toraks PA, dan pemeriksaan sputum BTA cukup untuk menegakkan diagnosis
TB Paru.
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
Anamnesis (batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, penurunan napsu makan (+), penurunan berat badan (+), demam dan
sering keringat malam (+))
Hasil pemeriksaan fisik yang khas (ronki basah (+) pada lapangan atas kedua paru)
Gambaran foto toraks PA yang khas (tampak infiltrat pada apeks kedua paru)
Hasil pemeriksaan sputum SPS: BTA (+)
3. Assessment:
Penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan menjadi tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstraparu. Tuberkulosis paru (TB Paru)
adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, dan tidak termasuk pleura. Tuberkulosis paru dapat diklasifikasikan
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA) dan berdasarkan tipe pasien.
Berdasarkan hasil pemeriksaan BTA, TB paru dibagi atas:
a. Tuberkulosis Paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi menunjukkan gambaran
tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-) adalah:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis, dan kelainan radiologi menunjukkan
tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan biakan M. tuberculosis positif.
Berdasarkan tipe pasien (riwayat pengobatan TB sebelumnya), TB dibagi atas:
a. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah
dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
atau biakan positif.
Bila BTA negatif atau bukan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif/perburukan dan terdapat gejala klinis maka
harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll)
TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani kasus tuberkulosis
c. Kasus defaulted atau drop out, yaitu pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal, yaitu pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.
e. Kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan
kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
f. Kasus bekas TB:
Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang
tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih
mendukung.
Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
Penyakit tuberkulosis paru biasanya ditularkan melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang
dilepaskan pada saat penderita TB batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita tuberkulosis
dewasa. Partikel kecil di udara yang berisi kuman tuberkulosis ini disebut “droplet”. Droplet nukleus yang berisi ukuran 1-5 μm
dapat sampai ke alveoli. Droplet nukleus kecil yang berisi basil tunggal lebih berbahaya daripada sejumlah besar basil didalam
partikel yang besar sebab partikel besar akan cenderung menumpuk di jalan nafas daripada sampai ke alveoli sehingga akan
dikeluarkan paru oleh sistem mukosilier.
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis (gejala klinis dan pemeriksaan fisik), pemeriksaan bakteriologik,
radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Gejala klinis yang dapat dijumpai pada TB paru dibagi menjadi gejala respiratori dan gejala sistemik. Gejala respiratori terdiri
dari: (1) batuk ≥ 2 minggu, (2) batuk darah, (3) sesak napas, dan (4) nyeri dada. Adapun gejala sistemik terdiri dari: (1) demam,
keringat malam, (3) anoreksia, (4) penurunan berat badan, dan (5) malaise.
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai perkusi yang meredup, stem fremitus yang meningkat, dan ronki basah pada apeks paru.
Pada pemeriksaan radiologi dapat dijumpai gambaran berawan pada lapangan atas paru. Dapat dijumpai bakteri tahan asam
melalui pemeriksaan bakterologik sputum SPS.
4. Plan:
Diagnosis:
Kecil kemungkinannya keluhan ini bukan merupakan suatu TB paru. Upaya diagnosis sudah optimal.
Pengobatan:
Pasien ini termasuk TB paru kategori I sehingga diberikan terapi lini pertama 2RHZE/4RH. Pengobatan tuberkulosis biasanya 6
bulan, yaitu meliputi 2 bulan fase sensitisasi dan 4 bulan fase maintenance.
Konsultasi:
perlu adanya konsultasi dengan dokter spesialis paru bila pasien sudah mengalami multidrug resistance atau menglamai efek
samping obat dengan peningkatan enzim hati >5 kali atua gangguan ginjal.
Edukasi:
Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarganya agar pasien meminum OAT secara teratur sesuai petunjuk dokter. Keluarga
pasien bertugas untuk memberi semangat kepada pasien dan mengingatkan pasien untuk meminum OAT secara teratur.