You are on page 1of 7

Borang Portofolio

Nama Peserta: dr. Martin Susanto


Nama Wahana: RSU. H. Abdul Manan Simatupang Kisaran (Kabupaten Asahan)
Topik: Appendicitis Akut
Tanggal (kasus): 4 Februari 2015
Nama Pasien: Tn. PA No. RM :
Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Ratna M. Yap
dr. Lobiana Nadeak
Tempat Presentasi:
Obyektif Presentasi:
√ Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
√ Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak √ Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pasien laki-laki, 14 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Hal ini dialami
pasien sejak ± 6 jam SMRS dan memberat dalam 1 jam ini. Nyeri timbul tiba-tiba dengan rasa nyeri yang sangat
hebat. Nyeri awalnya dirasakan pada perut bagian tengah kemudian lama kelamaan menjalar ke perut bagian
kanan bawah. Nyeri berkurang bila pasien tidak banyak bergerak. Keluhan ini disertai dengan mual, muntah
sudah 2 kali, dan demam. BAK dan BAB dalam batas normal.
Tujuan: Mendiagnosis dan melakukan tatalaksana awal pada penyakit appendicitis akut
Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset √ Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi √ Presentasi dan diskusi Email Pos
Data pasien: Nama : Tn. PA Nomor Registrasi:
Nama RS: RSUD HAMS Telp: (0623) 41785 Terdaftar sejak:
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
Appendicitis Akut, Masuk dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, keadaan umum sakit sedang, TD : 110/70
mmHg, RR : 30x/i, HR : 92x/i , Temp 37.6oC
2. Riwayat Pengobatan:
-
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-), riwayat sakit gula (-)
4. Riwayat Keluarga:
-
5. Riwayat Pekerjaan:
-
6. Pemeriksaan Fisik:
 Kepala : Simetris
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-), sklera ikterik (-), RC (+/+), pupil isokor, ø
3mm
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
 Leher : TVJ R-2 cmH2O, trakea medial, pembesaran KBG (-), struma (-)
 Toraks : Cor: S1(+) S2(+) murmur (-) Gallop (-)
Pulmo: simetris, retraksi (-), vesikuler
▪ Abdomen : Inspeksi: simetris
Palpasi : nyeri tekan regio illiaca kanan, McBurney Sign (+), Rovsing Sign (+) Psoas sign (+)
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik (+)
 Ekstremitas : Superior : dalam batas normal
Inferior : dalam batas normal
 Alat Kelamin: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Rektum : Tidak dilakukan pemeriksaan
 Neurologi : Refleks fisiologis (+) normal
Refleks patologis (-)
7. Diagnosis Sementara : Appendicitis Akut
8. Penatalaksanaan:
 IVFD RL 20 gtt/menit
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam -> skin test
 Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam
 Konsul CITO dokter spesialis Bedah
 Rencana Penjajakan: Cek DLHA, CT/BT, Golongan darah, Urinalisa

Hasil laboratorium (4 Februari 2015)


Hb/Ht/Leu/PLT : 13.7/41.1/20300/334000

Follow Up (5 Februari 2015)


S : Nyeri perut kanan bawah (+) peristaltik (+) flatus (-)
O : Sens : CM
TD : 110/60 mmHg
HR : 120 x/i
RR : 21 x/i
Temp : 36.2⁰C
A : Post Appendectomy d/t Appendicitis Akut
P: - IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam
- Drips Metronidazole 500 mg/8 jam
- Minum sedikit-sedikit

Follow Up (6 Februari 2015)


S : Nyeri perut kanan bawah (+) peristaltik (+) flatus (+)
O : Sens: CM
TD : 100/60 mmHg
HR : 80x/i
RR : 21x/i
T : 35.0 °C
A : Post Appendectomy d/t Appendicitis Akut
P: - IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam
- Drips Metronidazole 500 mg/8 jam
- Diet MII
- Mobilisasi

Follow Up (7 Februari 2015)


S : Nyeri perut kanan bawah (+) peristaltik (+) flatus (+)
O : Sens: CM
TD : 100/60 mmHg
HR : 80x/i
RR : 21x/i
T : 35.0 °C
A : Post Appendectomy d/t Appendicitis Akut
P: - IVFD RL 20 gtt/menit
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam
- Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam
- Drips Metronidazole 500 mg/8 jam
- Diet MII
- Mobilisasi
Daftar Pustaka:
1. De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

2. Lally KP, Cox CS, Andrassy RJ, Appendiks. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM & Mattox KL,
editors, Sabiston Texbook of Surgery 17th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2004: 1381-1393.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Appendicitis
2. Tatalaksana Appendicitis
3. Patogenesis Appendicitis
4. Pengobatan Appendicitis

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah. Hal ini dialami pasien sejak ± 6 jam SMRS dan memberat dalam 1 jam
ini. Nyeri timbul tiba-tiba dengan rasa nyeri yang sangat hebat. Nyeri awalnya dirasakan pada perut bagian tengah kemudian lama
kelamaan menjalar ke perut bagian kanan bawah. Nyeri berkurang bila pasien tidak banyak bergerak. Keluhan ini disertai dengan
mual, muntah sudah 2 kali, dan demam. BAK dan BAB dalam batas normal menyingkirkan diganosis banding gastroenteritis,
gangguan traktus urinarius, intususepsi, dan enteritis Crohn. Diagnosis mengarah kepada apendisitis akut yang kemudian
dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan skor Alvarado.

2. Obyektif:
Hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium mendukung diagnosis apendisitis. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Faktor risiko: pasien tidak suka mengonsumsi sayuran dan buah-nbuahan.
- Gejala klinis: nyeri terlokalisir perut kanan bawah tiba-tiba yang diawali dengan nyeri di perut tengah. Kondisi ini disertai
dengan demam, mual, dan muntah.
- Pemeriksaan fisik: McBurney sign (+), Psoas sign (+), Rovsing sign (+) yang lebih mengarahkan diagnosis ke apendisitis
retrosekal. Tidak dijumpai defans muskular yang menyingkirkan komplikasi peritonitis pada pasien.
3. Assessment:
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendiks vermicularis. Obstruksi lumen oleh fekalith, hiperplasia jaringan
limfoid, biji-bijian, cacing usus, merupakan penyebab utama obstruksi apendiks. Obstruksi dapat menyebabkan inflamasi akibat
benda asing dan kompensasi tingginya sekresi mukus. Akibatnya, apendiks akan distensi dan dilatasi. Kondisi diperburuk dengan
adanya infeksi bakteri di apendiks. Apendisitis merupakan infeksi polimikroba, dengan beberapa kasus didapatkan lebih dari 14
jenis bakteri yang berbeda dikultur pada pasien yang mengalami perforasi, terutama yang paling banyak bacteri Escherichia coli.
Kapasitas lumen pada appendiks normal hanya 0,1 mL dan sekresi sekitar 0,5 mL pada distal sumbatan meningkatkan tekanan
intraluminal sekitar 60 cmH2O. Distensi merangsang serabut saraf aferen nyeri visceral, mengakibatkan nyeri yang samar-samar,
nyeri difus pada perut tengah atau di bawah epigastrium (nyeri tumpul di Th 10) serta rasa mual. Bila sudah mengenai
peritoneum parietal, terutama bila eksudat inflamasi sudah banyak, akan terjadi nyeri somatik spesifik di titik McBurney.
Distensi diperburuk dengan gangguan aliran darah vena dan gangguan limfatik apendiks.
Apendisitis akut yang tidak ditangani dengan cepat dapat berlanjut ke perforasi apendiks. Perforasi appendiks akan menyebabkan
terjadinya abses lokal atau peritonitis difus. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis >14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan
gejala dapat menetap hingga >48 jam tanpa perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena bayi tidak
memiliki jaringan lemak omentum, sehingga tidak ada jaringan yang melokalisir penyebaran infeksi akibat perforasi. Perforasi
yang terjadi pada anak yang lebih tua atau remaja, lebih memungkinkan untuk terjadi abses. Absses tersebut dapat diketahui dari
adanya massa pada palpasi abdomen pada saat pemeriksaan fisik.

4. Plan:
Diagnosis: Diagnosis dianggap sudah tepat karena memenuhi 9 dari 10 skor Alvardo. Untuk penegakkan diagnosis dapat
dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi oleh dokter ahli bedah.
Pengobatan: Segera konsul ke bagian bedah untuk tindakan apendektomi emergensi. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah
distensi berlebihan pada rongga appendiks yang dapat menyebabkan komplikasi perforasi apendiks sampai peritonitis yang
membutuhkan tindakan pemebdahan lebih invasif yaitu laparotomi.
Edukasi: dilakukan setelah pasien stabil. Edukasi kepada pasien untuk kontrol luka operasi.

You might also like