You are on page 1of 18

BIOOKSIDATOR

Dalam proses produksi sebuah industri akan didapatkan hasil produksi,


namun terdapat hasil samping dalam proses produksi tersebut yaitu limbah. Limbah
adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun
domestik (rumah tangga). Limbah tersebut tidak bisa langsung dibuang karena sangat
membahayakan bagi masyarakat. Sehingga dilakukan proses pengolahan limbah agar
dapat memenuhi syarat untuk di buang atau dialirkan kembali ke alam. Salah satunya
metode biologis (sekunder) dengan pemanfaatan lumpur aktif. Proses pengolahan
limbah dengan metode biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme
sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah
dengan memanfaatkan mikroorganisme. Alat yang digunakan dalam proses ini
disebut biooksidator.
Pengolahan sekunder (secara biologis)
Pengolahan sekunder (secara biologis) pada prinsipnya adalah pemanfaatan
aktivitas mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut
mengkonsumsi polutan organik dan mengkonversi polutan organik tersebut menjadi
karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya. Oleh karena
itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu memberikan kondisi
yang optimum bagi mikroorganisme, sehingga mikroorganisme tersebut dapat
menstabilkan polutan organik secara optimum.
Upaya yang dilakukan untuk mempertahankan agar mikroorganisme tetap
aktif dan produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang
cukup, cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi
medium yang sesuai. Sistem pengolahan limbah cair yang dapat diterapkan untuk
pengolahan sekunder limbah cair industri pangan skala antara lain adalah sistem
lumpur aktif (activated sludge), trickling filter, Biodisc atau Rotating Biological
Contactor (RBC), dan Kolam Oksidasi.
I. PROSES LUMPUR AKTIF

1.1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

Proses Lumpur Aktif Konvensional dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Lumpur Aktif Konvensional

Tangki aerasi

Oksidasi aerobik material organik dilakukan dalam tangki ini. Efluent pertama
masuk dan tercampur dengan Lumpur Aktif Balik (Return Activated Sludge =RAS)
atau disingkat LAB membentuk lumpur campuran (mixed liqour), yang mengandung
padatan tersuspensi sekitar 1.500 - 2.500 mg/l. Aerasi dilakukan secara mekanik.
Karakteristik dari proses lumpur aktif adalah adanya daur ulang dari biomassa.
Keadaan ini membuat waktu tinggal rata-rata sel (biomassa) menjadi lebih lama
dibanding waktu tinggal hidrauliknya (Sterritt dan Lester, 1988). Keadaan tersebut
membuat sejumlah besar mikroorganisme mengoksidasi senyawa organik dalam
waktu yang singkat. Waktu tinggal dalam tangki aerasi berkisar 4 - 8 jam.

Tangki Sedimentasi
Tangki ini digunakan untuk sedimentasi flok mikroba (lumpur) yang
dihasilkan selama fase oksidasi dalam tangki aerasi. Seperti disebutkan diawal bahwa
sebaghian dari lumpur dalam tangki penjernih didaur ulang kembali dalam bentuk
LAB kedalam tangki aerasi dan sisanya dibuang untuk menjaga rasio yang tepat
antara makanan dan mikroorganisme (F/M Ratio).
Parameter
Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell,
1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS). Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur
aktif disebut sebagai mixed liqour yang diterjemahkan sebagai lumpur
campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan tersuspensi yang berupa
material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah mikroorganisma.
MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan kertas
saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat
padatan dalam contoh ditimbang.
2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS). Porsi material organik pada
MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material organik bukan mikroba,
mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan Lawrence, 1980).
MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah kering
pada 600 - 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.

3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio). Parameter ini merupakan


indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem lumpur aktif dan diwakili
nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari (Curds dan
Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebagai berikut :

4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif. Lebih tinggi laju
sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk tangki aerasi
konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD 5/hari/lb MLSS, tetapi dapat
lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio
F/M yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi
dalam kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin
efisien.

5. Hidraulic retention time (HRT). Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu
rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi
untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding terbalik dengan laju
pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).

6. Umur lumpur (Sludge age). Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka
waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari lamanya.

7. Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur


aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA,
1987a). Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah
laju pemuatan organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki
pengendapan akhir. Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan
penggemukan mikroba. Untuk operasi rutin, orang harus mengukur laju
pengendapan lumpur dengan menentukan indeks volume lumpur (SVI), Voster
dan Johnston, 1987.
II. PROSES LUMPUR AKTIF

2.2. Modifikasi Proses Lumpur Aktif Konvensional

Gambar 2. Modifikasi proses lumpur aktif.


A. Sistem aerasi lanjutan. B. Parit oksidasi (US EPA, 1977, dalam Bitton, 1994)

Sistem Aerasi Lanjutan

Proses ini dipakai dalam instalasi paket pengolahan dengan cara sebagai
berikut :

1. Waktu aerasi lebih lama (sekitar 30 jam) dibandingkan sistem konvensional.


Usia lumpur juga lebih lama dan dapat diperpanjang sampai 15 hari.
2. Limbah yang masuk dalam tangki aerasi tidak diolah dulu dalam pengendapan
primer.
3. Sistem beroperasi dalam F/M ratio yang lebih rendah (umumnya <0,1 lb
BOD/hari/lb MLSS) dari sistem konvensional (0,2 - 0,5 lb BOD/hari/lb
MLSS).

4. Sistem ini membutuhkan membutuhkan sedikit aerasi dibandingkan dengan


pengolahan konvensional dan terutama cocok untuk komunitas yang kecil
yang menggunakan paket pengolahan.

Selokan Oksidasi (Oxidation Ditch)

Selokan oksidasi terdiri dari saluran aerasi yang berbentuk oval yang
dilengkapi dengan satu atau lebih rotor rotasi untuk aerasi limbah. Saluran ini
menerima limbah yang telah disaring dan mempunyai waktu tinggal hidraulik
(hidraulic retention time) mendekati 24 jam.

Aerasi Bertingkat

Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki


aerasi melalui beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi dalam
tangki aerasi dan membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen. Proses ini dapat
meningkatkan kapasitas sistem pengolahan.

Stabilisasi Kontak

Setelah limbah dan lumpur bercampur dalam tangki reaktor kecil untuk waktu
yang singkat (20-40 menit), aliran campuran tersebut dialirkan ke tangki penjernih
dan lumpur dikembalikan ke tangki stabilisasi dengan waktu tinggal 4 - 8 jam. Sistem
ini menghasilkan sedikit lumpur.

Sistem Aerasi Campuran

Pada sistem ini limbah hanya diaerasi dalam tangki aerasi secara merata.
Sistem ini dapat menahan shock load dan racun.
Lumpur Aktif Kecepatan Tinggi

Sistem ini digunakan untuk mengolah limbah konsentrasi tinggi dan


dioperasikan untuk beban BOD yang sangat tinggi dibandingkan proses lumpur aktif
konvensional. Proses ini mempunyai waktu tinggal hidraulik sangat singkat. Sistem
ini beroperasi pada konsentrasi MLSS yang tinggi.

Aerasi Oksigen Murni

Sistem aerasi dengan oksigen murni didasarkan pada prinsip bahwa laju tranfer
oksigen lebih tinggi pada oksigen murni dari pada oksigen atmosfir. Proses ini
menghasilkan kemampuan oksigen terlarut menjadi lebih tinggi, sehingga
meningkatkan efisiensi pengolahan dan mengurangi produksi lumpur.

1.3. Biologi Lumpur Aktif

Dua tujuan dari sistem lumpur aktif pertama adalah oksidasi material organik
yang biodegradable dalam tangki aerasi kemudian dikonversi menjadi bentuk sel
yang baru, kedua flokulasi, memisahkan biomassa yang baru terbentuk dari air
effluent.

Survei Organisme Dalam Lumpur Aktif

Flok dalam aktifitas lumpur mengandung sel bakteri disamping partikel


anorganik dan organik. Ukuran flok bervariasi antara <1 m m (ukuran beberapa sel
bakteri) sampai dengan 1 000 m m atau lebih (Parker et al., 1971; U.S.EPA, 1987a),
Lihat Gambar 3. Sel hidup dalam flok dapat diukur dengan analisis ATP dan aktifitas
dehidrogenase, berjumlah 5-20% dari total sel (Weddle dan Jenkins, 1971). Beberapa
peneliti menjaga agar fraksi aktif bakteri dalam lumpur aktif mewakili hanya 1-3%
bakteri total (Hanel, 1988).
Gambar 3. Distribusi ukuran partikel dalam lumpur aktif
(Parker et al, 1971, dalam Bitton, 1994).

Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme yang dapat diamati dalam flok lumpur
aktif.

Bakteri

Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis
bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung
jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri
menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa
mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas,
Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium,
Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula
mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa, Vitreoscilla yang
dapat menyebabkan sludge bulking.
Karena tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik
menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif
besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen.
Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong
anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu et al.,
1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi
pengoperasian awal reaktor anaerobik.

Tabel 1. Distribusi Bakteri Heteropik Aerobik Dalam Lumpur Aktif Standard


(Hiraishi et al. (1989).

PERSENTASI
GENUS
DARI TOTAL
KELOMPOK
ISOLAT

Comamonas-Pseudomonas 50

Alkaligenes 5,8

Pseudomonas (Kelompok Florescent) 1,9

Paracoccus 11,5

Unidentified (gram negative rods) 1,9

Aeromomas 1,9

Flavobacterium - Cytophaga 13,5

Bacillus 1,9

Micrococcus 1,9

Coryneform 5,8

Arthrobacter 1,9

Aureobacterium-Microbacterium 1,9

Jumlah total bakteri dalam lumpur aktif standard adalah 10 8 CFU/mg lumpur.
Tabel 1. menunjukkan beberapa genus bakteri yang ditemui dalam standard lumpur
aktif. Sebagian besar bakteri yang diisolasi diidentifikasi sebagai spesies-spesies
Comamonas-Psudomonas.
Caulobacter, bakteri bertangkai umumnya ditemukan dalam air yang miskin
bahan organik, dapat diisolasi dari kebanyakan pengolahan limbah, khususnya
lumpur aktif (MacRae dan Smit, 1991).

Gambar 4. Distribusi

Zoogloea adalah bakteri yang menghasilkan exopolysaccharide yang


membentuk proyeksi khas seperti jari tangan dan ditemukan dalam air limbah dan
lingkungan yang kaya bahan organik (Norberg dan Enfors, 1982; Unz dan Farrah,
1976; Williams dan Unz, 1983). Zoogloea diisolasi dengan menggunakan media yang
mengandung m-butanol, pati, atau m-toluate sebagai sumber karbon. Bakteri ini
ditemukan dalam berbagai tahap pengolahan limbah tetapi jumlahnya hanya 0,1-1%
dari total bakteri dalam mixed liqour (Williams dan Unz, 1983). Kepentingan relatif
bakteri ini dalam air limbah membutuhkan penelitian lebih lanjut.

Flok lumpur aktif juga merupakan tempat berkumpulnya bakteri autotrofik


seperti bakteri nitrit (Nitrosomonas, Nitrobacter), yang dapat merubah amonia
menjadi nitrat dan bakteri fototrofik seperti bakteri ungu non sulfur
(Rhodospilrillaceae), yang dapat dideteksi pada konsentrasi sekitar 105 sel/ml. Bakteri
ungu dan hijau ditemukan dalam jumlah yang sangat kecil. Barangkali, bakteri
fototrofik hanya sedikit berperan dalam penurunan nilai BOD dalam lumpur aktif
(Madigan, 1988; Siefert et al., 1978).

Fungi

Lumpur aktif biasanya tidak mendukung kehidupan fungi walaupun beberapa


fungi berfilamen kadang-kadang ditemukan dalam flok lumpur aktif. Fungi dapat
tumbuh pesat dibawah kondisi pH yang rendah, toksik, dan limbah yang kekurangan
nitrogen. Genus yang dominan ditemukan dalam lumpur aktif adalah Geotrichum,
Penicillium, Cephalosporium, Cladosporium, dan Alternaria (Pipes dan Cooke, 1969;
Tomlinson dan Williams, 1975). Lumpur ringan (Sludge Bulking) dapat dihasilkan
oleh pertumbuhan yang pesat Geotrichum candidum, yang dirangsang oleh pH rendah
dari limbah yang asam.
Protozoa

Protozoa adalah significant predator dalam lumpur aktif seperti dalam


lingkungan akuatik alam (Curds, 1982; Drakides, 1980; Fenchel dan Jorgensen, 1977;
LaRiviere, 1977). Pemakanan bakteri oleh protozoa dapat ditentukan dengan
14 35
eksperimen pemakanan bakteri yang telah diberi C atau C atau flouresen
(Hoffmann dan Atlas, 1987; Sherr et al, 1987). Pemakanan bakteri tersebut dapat
mereduksi toksikan. Contoh, Aspidisca costata yang memakan bakteri dalam lumpur
aktif dapat menurunkan Kadmium (Hoffmann dan Atlas, 1987). Protozoa paling
sering ditemukan dalam lumpur aktif adalah Carchesium, Paramecium sp,
Opercularia sp, Chilodenella sp, Vorticella sp, Apidisca sp (Dart dan Stretton, 1980,
Edeline, 1988; Eikelboom dan van Buijsen, 1981).

Cilliata. Siliata atau bulu getar digunakan untuk pergerakan dan mendorong
partikel makanan kedalam mulut . Siliata dibagi menjadi tiga, yaitu : Siliata bebas
(free), merayap (creeping), dan bertangkai (stalked). Siliata bebas (tidak terikat)
memakan bakteri bebas yang terbang. Genus yang paling penting sering ditemukan
dalam lumpur aktif adalah Chilodonella, Colpidium, Blepharisma, Euplotes,
Paramecium, Lionotus, Trachelophyllum, dan Spirostomum. Siliata merayap
memakan bakteri yang berada dipermukaan flok lumpur aktif. Dua genus penting,
yaitu : Aspidisca dan Euplotes. Cilitas bertangkai menempel tangkainya pada flok.
Tangkai mempunyai myoneme untuk menangkap mangsa. Contoh siliata bertangkai
adalah Vorticella, Carchesium, Opercularia, dan Epistylis.

Rotifers

Rotifers adalah metazoa (organisme bersel banyak) dengan ukuran bervariasi


dari 100 mm - 500 m m. Tubuhnya menancap pada partikel flok dan sering tercabut
dari permukaan flok (Doohan, 1975; Eikelboom dan van Buijsen, 1981). Rotifers
ditemukan dalam instalasi pengolahan air limbah termasuk dua orde pertama,
Bdelloidea (contoh : Philodina spp., Habrotrocha spp.) dan Monogononta (contoh :
Lecane spp., Notommata spp.). Peranan rotifers dalam lumpur aktif adalah : (1)
menghilangkan bakteri tersuspensi (contoh : bakteri yang tidak membentuk flok; (2)
memberi kontribusi terhadap pembentukan flok melalui pelet kotoran yang dikelilingi
oleh mukus. Kehadiran rotifers dalam tahap akhir pengolahan limbah sistem lumpur
aktif dikarenakan kenyataan bahwa hewan ini mempunyai siliata yang kuat yang
menolong dalam mencari makan dan menurunkan jumlah bakteri tersuspensi
(membuat air lebih jernih) dan aksi siliatanya lebih kuat dibandingkan protozoa.

1.4. Oksidasi Bahan Organik Dalam Tangki Aerasi

Air limbah domestik mempunyai rasio C:N:P sebesar 100 : 5 : 1, yang


mencukupi untuk kebutuhan sebagian besar mikroorganisme. Bahan organik dalam
air limbah terdapat dalam bentuk terlarut, koloid, dan fraksi partikel. Bahan organik
terlarut sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme heterotrophik dalam mixed
liquor. Bahan organik ini cepat hilang oleh adsorpsi dan proses flokulasi, dan juga
oleh absorpsi dan oksidasi oleh mikroorganisme. Aerasi dalam beberapa jam dapat
membuat perubahan dari BOD terlarut menjadi biomassa mikrobial. Aerasi
mempunyai dua tujuan : (1) memasok oksigen bagi mikroorganisme aerobik, dan (2)
menjaga lumpur aktif agar selalu konstan teragitasi untuk melaksanakan kontsak yang
cukup antara flok dengan air limbah yang baru datang pada sistem pengolahan
limbah. Konsentrasi oksigen yang cukup juga diperlukan untuk aktifitas
mikroorganisme heterotrophik dan autotrophik, khususnya bakteri nitrit. Tingkat
oksigen terlarut harus antara 0,5 - 0,7 mg/l. Proses nitrifikasi berhenti jika oksigen
terlarut dibawah 0,2 mg/l (Dart dan Stretton, 1980). Curds dan Hawkes (1983)
membuat ringkasan reaksi degradasi dan biosintesis yang terjadi dalam tangki aerasi
dalam proses lumpur aktif (Gambar 5).
Gambar 5. Penghilangan Bahan Organik Dalam Proses Lumpur Aktif
(Curds dan Hawkes, 1983 dalam Gabriel Bitton, 1994.

2. Parit Oksidasi (Oxidation ditch)


Oxidation ditch adalah bak berbentuk parit yang digunakan untuk
mengolah air limbahdengan memanfaatkan oksigen (kondisi aerob). Kolam
oksidasi ini biasanya digunakan untuk proses pemurnian air limbah setelah
mengalami proses pendahuluan. Prinsip kerja dari reaktor ini sama dengan proses
lumpur aktif hanya aliran limbahnya dibuat seperti aliran pada parit yang
bergelombang. Bedanya reaktor ini biasanya untuk mengolah limbah yang relatif
lebih encer.
Gambar 2. Parit Oksidasi (Oxidation ditch)

Kelebihan : Biaya rendah


Kekurangan : Membutuhkan lahan yang luas, efisiensi penurunan zat organik
sangat terbatas, (influen + 200 mg/lt BOD, efluen + 50 mg/l BOD)
dan masih mengandung zat padat tersuspensi yang tinggi dari
adanya algae (100 – 200 mg/l), efisiensi tidak stabil (menurun pada
malam hari) karena proses photosyntesa terhenti.
1. Filter menetes (Tricling Filter)
Prinsip kerja dari reaktor ini adalah melewatkan air limbah yang
dialirkan melalui tumpukan masa yang berpori – pori atau bahan yang berongga
yang berlaku sebagai penyangga mikroorganisme. Bahan tersebut dapat berupa
potongan – potongan batu, silika, atau arang. Permukaan batuan ini mengandung
lapisan (film) mikroorganisme – biasanya, bakteri Zoogloea ramigera dan spesies
protozoa bersilia (seperti Carchesium, Chilodonella, Opercularia dan Vorticella).
Oksigen yang diperlukan untuk menjaga suasana aerobik pada seluruh biomasa
yang diperoleh secara ventilasi ilmiah.
Gambar 3. Filter menetes (Tricling Filter)
Kelebihan : tidak memerlukan lahan yang luas serta mudah pengoprasiannya.

Kekurangan : tidak bisa diisi dengan beban volume yang tinggi mengingat masa
biologi pada filter akan bertambah banyak sehingga bisa
menimbulkan penyumbatan filter. Disamping itu karena suplay
oksigen secara alamiah maka akan ada bagian yang tidak terkena
oksigen secara langsung yang akan berakibat timbulnya kondisi
yang anaerobik. Hal ini bisa berakibat timbulnya bau yang tidak
sedap.
2. Rotating Biological Contactors (RBC)
Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses perngolahan
air limbah secara biologis yang terdiri atas disc melingkar yang diputar oleh
poros dengan kecepatan tertentu. Unit pengolahan ini berotasi dengan pusat pada
sumbu atau as yang digerakkan oleh motor drive system dari diffuser yang
dibenam dalam air limbah, dibawah media.
Cara Kerja: Mekanisme aerasi terjadi ketika mikroba terpapar oksigen di luar air
limbah sehingga terjadi pelarutan oksigen akibat difusi. Sesaat kemudian,
mikroba ini tercelup lagi ke dalam air limbah sekaligus memberikan oksigen
kepada mikroba yang tersuspensi di dalam bak. Bersamaan dengan itu terjadi
juga reintake material organik dan anorganik yang merekat didalam biofilm.
Tetesan air berbutir-butir yang jatuh dari media plastik dan bagian biofilm yang
merekat dipermukaan plastik juga memberikan peluang reaerasi. Begitu
seterusnya secara kontinyu 24 jam sehari, ada yang bagian terendam, ada bagian
yang terpapar oksigen.
Gambar 4. Rotating Biological Contactors (RBC)
Kelebihan : Mudah dioperasikan, mudah dalam perawatan, tidak membutuhkan

banyak lahan dan beberapa variasi parameter dapat di kontrol


seperti kecepatan putaran disc, resirkulasi, dan waktu detensi.
Kekurangan : Kerusakan pada materialnya seperti as, coupling, bearing, rantai,
gear box, motor listrik, Biaya kapital dan pemasangan mahal dan
biaya investasi mahal jika debit airnya besar.
Parameter Kualitas Air
1. BOD
BOD singkatan dari Biological Oxygen Demand adalah kebutuhan
oksigen biokima yang menunjukkan jumlah oksigenyang digunakan dalam reaksi
oksidasi oleh bakteri. Sehingga makin banyak bahan organik dalam air. Air yang
bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/l atau 1 ppm, jika BOD nya di atas
4ppm, air dikatakan tercemar.
Tabel 1. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai BOD
Tingkat Pencemaran Parameter BOD (ppm)
Rendah 0-10
Sedang 11-20
Tinggi 25
2. COD
COD, singkatan dari Chemical Oxygen Demand adalah kadar oksigen
yang terlarut dalam air limbah yang diperlukanuntuk menguraikan zat organic
tertentu secara kimia karenasukar dihancurkan secara oksidasi. Oleh karenanya
dibutuhkanbantuan reaksi oksidator yang kuat menjadi suasana asam. Nilai COD
selalu lebih besar daripada nilai BOD. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurangdari 20 mg/L, sedangkan pada perairan tercemar dapat
lebih dari200 mg/L dan pada limbah industri dapat mencapai 60.000mg/L .
3. TSS
Total Suspended Solid (TSS), adalah salah satu parameter yang
digunakan untuk pengukuran kualitas air berdasarkan total solid yang tersuspensi
dalam air tersebut. Keberadaan padatan tersuspensi masih bisa berdampak positif
apabila tidak melebihi toleransi sebaran suspensi baku mutu kualitas perairan
yang ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup, yaitu 70 mg/L.
4. % Transmitan
Sama seperti TSS, %T adalah salah satu parameter yang digunakan
untuk pengukuran kualitas air berdasarkan total solid yang tersuspensi dalam air
dengan mengukur % transmitan pada alat spektrofotometer, dimana semakin
besar % transmitan maka srmakin kecil nilai solid yang tersuspensi.
Aplikasi Mikroorganisme:

- Mikrobia Sebagai Agen Penurun Fosfat Pada Pengolahan Limbah Cair


Rumah Sakit

- Solidifikasi Sludge Aktif Hasil Proses Biooksidasi Limbah Radioaktif Cair


Organik Dari Pemurnian Asam Fosfat Menggunakan Bahan Matriks Bitumen

- Aplikasi Protease Dan Pengaruh Suhu Pada Asidifikasi Digestasi Anaerobik


Dua-Tahap Lumpur Ipal Biologi Industri Kertas
- Efektivitas Sistem Biofilter Aerob Dalam Menurunkan Kadar Amonia Pada
Air Limbah

- Isolasi Dail Identifikasi Mikroorganisme Dalam Lumpur Aktif Pengolahan


Limbah Industrt Kulit

You might also like