You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. LATAR BELAKANG

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan


oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty. Infeksi virus dengue pada
manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling
ringan (undiffrentiated febrile illness), demam dengue, demam berdarah dengue (DBD)
sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue shock syndrome). Patofisiologi utama
penyakit DBD adalah terjadinya kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah.1,6
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic
fever/DHF) memiliki manifestasi klinis berupa demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
syndrome)/DSS adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. Diagnosis
klinis Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue didasarkan pada kriteria klinis dan
laboratorium, trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Diagnosis pasti penyakit ini
dengan ditemukannya virus dengue sebagai penyebab infeksi virus dengue pada penderita.
Menemukan virus dengue pada penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara
isolasi virus, deteksi antigen virus dengue dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi
antibodi spesifik dalam serum penderita. Tatalaksana terhadap penyakit Demam
Dengue meliputi pemberian antipretik untuk menurunkan suhu tubuh, pemberian cairan
untuk mencegah renjatan (syok), dan mengatasi perdarahan.2
Di Indonesia, pertama sekali dijumpai di Surabaya pada tahun 1968 dan kemudian
disusul dengan daerah-daerah yang lain. Jumlah penderita menunjukkan kecenderungan
meningkat dari tahun ke tahun, dan penyakit ini banyak terjadi di kota-kota yang padat
penduduknya. Akan tetapi dalam tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini juga berjangkit di
daerah pedesaan.3
Berdasarkan penelitian di Indonesia dari tahun 1968-1995 kelompok umur yang
paling sering terkena ialah 5 – 14 tahun walaupun saat ini makin banyak kelompok umur
lebih tua menderita DBD. Saat ini jumlah kasus masih tetap tinggi rata-rata 10-25/100.000
penduduk, namun angka kematian telah menurun bermakna < 2%. World Health
Organization – South East Asia Regional Office (WHO-SEARO) melaporkan tahun 2009
terdapat 156.052 kasus dengue dengan 1.396 jumlah kematian di Indonesia dan case-fatality
rates (CFR) 0,79%. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi
yang sering terjadi pada anak. DBD dapat ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya.
Setelah virus berada dalam tubuh penderita akan menimbulkan berbagai efek klinis, mulai
dengan demam tinggi, perdarahan, sampai terjadinya syok. Tatalaksana yang cepat dan tepat
dapat menyelamatkan penderita.1,4,6

2. ETIOLOGI

Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus
dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4) dapat dibedakan dengan metode serologik.
Infeksi pada manusia oleh salah satu serotipe menghasilkan imunitas sepanjang hidup
terhadap infeksi ulang oleh serotipe yang sama, tetapi hanya menjadi perlindungan sementara
dan parsial terhadap serotipe yang lain. Virus dengue menunjukkan banyak karakteristik yang
sama dengan flavivirus lain, mempunyai genom RNA (Ribo Nucleic Acid) rantai tunggal
yang dikelilingi oleh nukleokapsid ikohedral dan terbungkus oleh selaput lipid. Virionnya
mempunyai diameter kira-kira 50 nrn. Genom flavivirus mempunyai panjang 11 kb
(kilobases), dan mempunyai urutan genom lengkap untuk mengisolasi keempat serotipe.
Virus terdiri dari 3 struktur dan 7 protein tidak terstruktur yaitu: nukleokapsid atau protein
inti, protein yang berkaitan dengan .membran (M) dan protein pembungkus (E) dan tujuh gen
protein nonstruktural (NS). Domain bertanggung jawab untuk netralisasi, fusi, dan interaksi
reseptor virus dengan protein pembungkus.5

3. VEKTOR
A. aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis. Distribusi A. Aegypti juga
dibatasi oleh ketinggian sehingga nyamuk ini tidak ditemukan di atas ketinggian 1.000 - 1500
meter. A. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling utama untuk arbovirus karena
nyamuk ini sangat antropofilik, hidup dekat manusia, dan sering hidup di dalam rumah
sekitar kamar tidur, pakaian, dan air bersih sehingga sulit untuk mengontrolnya dari
lingkungan luar. Nyamuk dewasa lebih sering menggigit pagi hari dan sore hari.5

4. PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO


Setelah menggigit manusia .yang terinfeksi, virus dengue memasuki nyamuk betina
dewasa. Virus pertama kali bereplikasi dalam midgut kemudian bereplikasi dalam kelenjar
saliva nyamuk yang lamanya kurang lebih 8-12 hari, periode ini disebut periode ekstrinsik.
Nyamuk yang mengandung virus tersebut kemudian menggigit manusia lain dan bereplikasi
dalam tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-7 hari (3-14 hari) yang disebut periode
intrinsik. Viremia terjadi 1 hari sebelum dan 5 hari setelah onset penyakit.3
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya syok yaitu serotipe virus dengue, umur,
jenis kelamin, ras, genetik, daya tahan tubuh, infeksi primer atau sekunder, penyakit lain yang
menyertai, serta status nutrisi.7 Status nutrisi memengaruhi derajat berat ringannya penyakit
berdasarkan teori imunologi yaitu gizi baik meningkatkan respon antibodi. Hal ini sejalan
pada penelitian empat dekade terakhir yang telah membuktikan hasil observasi original yang
dilakukan pada tahun 1970-an bahwa pada DBD dan DSS memang memiliki dasar
imunologik.8 Hal ini yang mendasari teori imunologik pada pasien dengan obesitas.

4.1 Faktor Risiko Obesitas

Pada pasien dengan obesitas akan terjadi reaksi antigen dan antibodi yang berlebihan
dan menyebabkan infeksi dengue lebih berat. Hal ini berhubungan dengan pelepasan sitokin
pro-inflamasi oleh sel adiposit jaringan lemak putih pada pasien obesitas. Sel adiposit
jaringan lemak putih mensekresikan dan melepaskan sitokin pro-inflamasi yaitu TNFα
(tumour necrosis factor α) dan beberapa interleukin (IL) yaitu IL-1β, IL-6, dan IL-8. Pada
obesitas terjadi peningkatan ekspresi TNF α dan IL-6. Salah satu efek TNF α adalah
meningkatkan permeabilitas kapiler sedangkan pada DSS juga terjadi produksi TNF α, IL-1,
IL-6, dan IL-8 yang meningkat dari normal.9,12

Hubungan status gizi erat kaitannya dengan respon imun tubuh seseorang.
Progresivitas sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan seseorang dengan obesitas menyebabkan
kebocoran plasma yang banyak dari pembuluh darah daripada yang status gizinya normal
ataupun rendah. Peningkatan permeabilitas kapiler akibat banyaknya sitokin pro-inflamasi
pada pasien obesitas memegang peranan penting dalam risiko terjadinya syok berulang pada
pasien DSS.9
5. PATOFISIOLOGI
Penelitian patogenesis infeksi virus dengue sampai sekarang merupakan penelitian
yang paling menantang. Hal tersebut disebabkan sejauh ini belum ada suatu teori yang dapat
menerangkan secara tuntas patogenesis infeksi virus dengue. Dua teori yang kini digunakan
untuk menjelaskan perubahan patogenesis infeksi virus dengue yaitu hipotesis infeksi
sekunder (secondary heterologous infection) dan hipotesis antibody dependent enhancement
(ADE). Beberapa hipotesis telah dibuktikan untuk menjelaskan peningkatan insidens kasus
yang berat setelah terjadi infeksivirus dengan serotipe yang berbeda. Penelitian secara in vitro
telah memperlihatkan bahwa ada cross reactive non neutralizing dari antibodi dengue
berbentuk kompleks virus yang heterologous.2

a. Berdasarkan Teori Infeksi Sekunder


Teori infeksi sekunder menyebutkan bahwa apabila seseorang mendapatkan infeksi
primer dengan satu jenis virus, akan terjadi kekebalan terhadap infeksi jenis virus tersebut
untuk jangka waktu yang lama. Jadi seseorang yang pernah mendapat infeksi primer virus
dengue akan mempunyai antibodi yang dapat menetralisasi virus yang sama (homologous).
Tetapi jika orang tersebut mendapatkan infeksi sekunder dengan jenis serotipe virus yang lain
maka terjadi infeksi berat karena pada infeksi selanjutnya antibodi heterologous yang
terbentuk pada infeksi primer tidak dapat menetralisasi virus dengue serotipe lain (non
neutralizing antibody). Pada makrofag yang dilingkupi oleh antibodi non neutralisasi,
antibodi tersebut bersifat opsonisasi, internalisasi dan mempermudah makrofag/monosit
terinfeksi serta virus bebas bereplikasi di dalam makrofag bahkan membentuk kompleks yang
lebih infeksius sehingga penyakit cenderung menjadi berat serta berperan dalam patogenesis
terjadinya DBD/DSS. 2

b. Berdasarkan Hipotesis antibody dependent enhancement


Hipotesis antibody dependent enhancement (ADE) prinsipnya adalah suatu proses
yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.3
Kompleks antibodi dan virus dengue yang heterologous akan memfasilitasi masuknya
virus ke dalam monosit melalui reseptor Fc, proses ini dikenal sebagai ADE. Monosit yang
mengandung virus menyebar ke berbagai organ dan terjadi viremia. Dasar teori infection
enhancing antibody ialah peran sel fagosit mononuklear dan terbentuknya antibodi non
netralisasi. Sebagai respons terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang
kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan manifestasi
perdarahan sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. Disamping kedua
hipotesis di atas masih ada teori lain tentang patogesis DBD yaitu teori mediator, teori
virulensi virus, teori antigen antibodi, teori apoptosis, dan teori trombosit endotel. Teori
virulensi menurut Russel, 1990, mengatakan bahwa DBD berat terjadi pada infeksi primer
dan bayi usia < 1 tahun, serotipe DEN-3 akan menimbulkan manifestasi klinis yang berat dan
fatal, dan serotipe DEN-2 dapat menyebabkan syok. Hal-hal diatas menyimpulkan bahwa
virulensi virus turut berperan dalam menimbulkan manifestasi klinis yang berat.2

c. Berdasarkan Teori Mediator


Teori mediator sekarang ini dipikirkan oleh para ahli karena melanjutkan teori
antibody enhancing. Pasien DBD mempunyai kadar TNF-a, lL-6, IL-i3, lL-18, dan faktor
sitotoksik lebih tinggi dibandingkan pasien DD sedangkan pada pasien DSS mempunyai
kadar IL-4, IL-o, lL-8, dan IL-10 yang tinggi. Sitokin tersebut sangat berperan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan syok selama terinfeksi dengue.3
Kompleks virus antibodi yang meliputi sel makrofag akan memproduksi sitokin TNF-
a, lFN-y, lL-Z, lL-6, PAF (platelet activating factor), dan lain-lain yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular, kerusakan endotel pembuluh darah
sehingga terjadi kebocoran cairan plasma ke dalam jaringan tubuh dan mengakibatkan syok.
Kompleks virus-antibodi juga akan merangsang komplemen yang bersifat vasoaktif dan
prokoagulan sehingga menimbulkan kebocoran plasma (syok hipovolemik) Serta perdarahan.
Tingginya kadar pelepasan PAF oleh monosit dengan infeksi sekunder dapat pula
menjelaskan perdarahan pada DBD dan DSS. Jadi perdarahan pada DBD dapat disebabkan
oleh tiga kelainan hemostasis utama yaitu vaskulopati, kelainan trombosit, dan penurunan
kadar faktor pembekuan. Pada fase awal demam, perdarahan disebabkan oleh vaskulopati dan
trombositopenia, sedangkan pada fase syok dan syok yang lama, perdarahan disebabkan oleh
trombositopenia diikuti oleh koagulopati terutama sebagai akibat koagulasi intravaskular
rnenyuluruh dan peningkatan fibrinolisis. Faktor sitotoksis memproduksi sel CD4+T yang
akan merangsang makrofag memproduksi TNF-alpha dan IL-18. Kadar faktor sitotoksik
berhubungan dengan beratnya penyakit. Selama infeksi dengue berat beberapa penelitian
menunjukkan bahwa terjadi supresi respons Th1 dan didapatkan respons Th2 yang lebih
dominan. Beberapa laporan menunjukkan bahwa respons Th2 predominan terjadi pada
kasus DBD/SSD.3
6. GAMBARAN KLINIS
Infeksi virus dengue
Asimtomatik Simtomatik Expanded dengue syn.
Undiffrentiated Demam Dengue Demam Berdarah Dengue
Febrile illness (DD) (DBD) Perembesan plasma
(Viral syndrome)

Dengan perdarahan Tanpa perdarahan Dengan syok Tanpa syok

Spektrum Klinis Demam Berdarah Dengue (WHO, 2011)5

Demam Berdarah Dengue

Berdasarkan pedoman diagnosis 2014 yang disusun berdasarkan kriteria WHO 2009
dan 2011 diagnosis DD secara klinis ditegakkan apabila ditemukan : 1
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, mendadak, tinggi, terus menerus,
biasanya bifasik, ditambah dengan adanya dua atau lebih manifestasi:
• Perdarahan
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat
lain.
- Hematemesis atau melena.
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah hingga sekitar rumah
• Leukopenia < 4.000/mm3
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
Serta pemeriksaan serologi dengue positif/ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi
menderita.
Diagnosis DBD secara klinis ditegakkan apabila ditemukan : 1
• Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, mendadak, tinggi, terus menerus,
biasanya bifasik.
Ditambah dengan kebocoran plasma dan adanya dua atau lebih manifestasi:
• Perdarahan
- Uji bendung positif.
- Petekie, ekimosis, atau purpura.
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat
lain.
- Hematemesis atau melena.
• Nyeri kepala, mialgia, atralgia, nyeri retroorbital
• Dijumpai kasus DBD di lingkungan sekolah hingga sekitar rumah
• Hepatomegali
• Kebocoran plasma (salah satu klinis) : Ht meningkat
Ditemukan adanya efusi pleira
Hipoalbuminemia / hipoproteinemia
• Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul).
Serta pemeriksaan serologi dengue positif/ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi
menderita.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD
adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma.4
Tanda bahaya (warning sign) untuk mengantisipasi kemngkinan terjadinya syok pada
penderita DBD : 1
Klinis: demam turun tetapi keadaan memburuk, nyeri perut dan nyeri tekan abdomen,
muntah yang menetap, letargis/gelisah, perdarahan mukosa, pembesaran hati,
akumulasi cairan, oliguria
Laboratorium: peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan penurunan cepat jumlah
Trombosit, hematokrit awal tinggi

Pasien yang memenuhi kriteria DBD serta ditemukan tanda dan gejala syok
hipovolemia, terkompensasi maupun dekompensasi, termasuk dalam kategori sindrom syok
dengue (DSS).1
Syok terkompensasi: takikardia, takipneu, tekanan nadi < 20 mmHg, CRT > 2 detik, kulit
dingin, produksi urin menurun (<1cc/kgBB/jam), gelisah
Syok dekompensasi: takikardia, hipotensi, nadi cepat dan kecil, pernapasan kussmaul/
hiperpneu, sianosis, kulit lembab dan dingin, profound syok/nadi tidak
teraba dan tekanan darah tidak terukur

Kriteria expanded dengue syndrome adalah pasien yang memenuhi kriteria DD atau
DBD baik disertai syok maupun tidak, dengan manifestasi komplikasi infeksi virus yang
tidak biasa seperti: 1
-Kelebihan cairan
-Gangguan elektrolit
-Ensefalopati / ensefalitis
-Perdarahan hebat
-Gagal ginjal akut
-Haemolytic Uremic syndrome (HUS)
-Gangguan jantung: konduksi, miokarditis, perikarditis
-Infeksi ganda

Kriteria diagnosis laboratorium terdiri dari: 1,2


-Probable dengue, diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan serologi anti dengue
-Confirmed dengue, diagnosis klinis diperkuat deteksi genom virus dengue melalui RT-
PCR, antigen dengue pada pemeriksaan NS1, atau apabila didapatkan serokonversi
pemeriksaan IgG dan IgM (negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasagan

Pemeriksaan Penunjang
• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah atau
komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90
hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG
mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari perawatan,
uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
 Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG. 3
Dua kriteria klinis pertama yaitu demam dan manifestasi perdarahan disertai
trombositopenia dan hernokonsentrasi merupakan definisi kasus DBD. Sedangkan definisi
kasus DBD confirmed adalah bila terdapat paling sedikit 1 pemeriksaan di ini positif: Titer HI
2 1280, serokonversi naik 4x, adanya IgM dan peningkatan titer IgG pada fase akut dan
konvalesens, dan isolasi virus positif. Diagnosis pasti DBD adalah dengan ditemukannya
virus dengue sebagai penyebab DBD pada penderita. Menemukan virus dengue pada
penderita hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen
virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum
penderita. Hingga kini, dikenal 5 jenis uji serologik yang biasa dipakai untuk menentukan
adanya infeksi virus dengue, yaitu:
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (Hemaglutination inhibition test = HI test)
2. Uji kornpleman fiksasi (Complemen fixation test = CF test)
3. Uji neutralisasi (Neutralization test =NT test)
4. IgM Elisa (Mac Elisa)
5 IgG Elisa
Pada dasamya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi fase
konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik 4 kali lipat atau lebih).
Pada Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
• Nyeri kepala.
• Nyeri retro-oebital.
• Mialgia / artralgia.
• Ruam kulit.
• Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
• Leukopenia.
dan pemeriksaan serologi dengue positif, ayau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.3

7. KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT


/DBD Derajat Gejala Laboratorium
 DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: Leucopenia
sakit kepala, nyeri retro-orbital, Trombositopenia, Serologi
mialgia, artralgia. tidak ditemukan
bukti kebocoran Dengue
plasma Positif
 DBD I Gejala di atas ditambah uji bendung Trombositopenia,
positif (<100.000/µL), bukti
ada kebocoran
plasma
 DBD II Gejala di atas ditambah perdarahan Trombositopenia,
spontan
(<100.000/µL), bukti
ada kebocoran
plasma
 DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan Trombositopenia,
(DSS) sirkulasi (kulit dingin dan lembab (<100.000/ µL),
serta gelisah) bukti ada kebocoran
IV Syok berat disertai dengan tekanan plasma
 DBD
darah dan nadi tidak terukur. Trombositopenia,
(DSS)
(<100.000/ µL),
bukti ada kebocoran
plasma1

8.PENATALAKSANAAN
1. Pemberian cairan.
Tujuan pemberian cairan adalah untuk mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan perdarahan. Jika masih bisa minum (intake
baik) dan tidak ada muntah diberikan minum banyak 1-2 liter/hari, Jenis minuman yang
diberikan berupa: air" putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, oralit. Pemberian cairan intra-
vena (infus) jika : (1) anak terus-menerus muntah, tidak mau minum, demam tinggi,dehidrasi;
(2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala.2
Cairan Cairan yang diberikan bisa berupa :
1. Kristaloid :
- Ringer Laktat
- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer Laktat
- 5 % Dextrose di dalam larutan Ringer asetat
- 5 % Dextrose di dalam larutan setengah normal garam faali, dan
- 5 % Dextrose di dalam larutan normal garam faali.
2. Koloidal :
- Plasma expander dengan berat molekul rendah (Dextran 40)
- Plasma.
1. RL / D 5 % dalam RL / D 5 % dalam Ringer Asetat / larutan normal garam faali ---->
diberikan 10 –20 ml/kg BB/ 1 jam.
2. Pada kasus yang berat (grade IV) dapat diberikan bolus 10 ml/kg BB (1 x atau 2 x).
3. Jika renjatan berlangsung terus (Hematokrit tinggi) diberikan larutan koloidal
(Dextran atau Plasma) sejumlah 10 – 20 ml/kg BB/ 1 jam.3
2. Tranfusi darah
Diberikan pada :
• Kasus dengan renjatan yang sangat berat atau syok yang berkelanjutan.
• Gejala perdarahan yang nyata, misal : hematemesis dan melena.
Pemberian darah dapat diulang sesuai dengan jumlah yang dikeluarkan.
Jika jumlah trombosit menunjukkan kecenderungan menurun.4

3. Antipiretika
Diberikan Parasetamol 10-15 mg/kgbb/kali (mencegah timbulnya efek samping
perdarahan dan asidosis).

4. Koreksi kelainan-kelainan yang terjadi


Koreksi asidosis Natrium bicarbonat dapat diberikan 1 – 2 mEq/kgBB, diberikan
dengan kecepatan 1 mEq/menit, atau jumlah Nabic dapat dihitung dengan rumus : Kebutuhan
Nabic : 0,5 x BB x Defisit HCO3- atau 0,3 x BB x Base deficit.5

9.PROGNOSIS
Pada Demam Dengue prognosisnya apabila suhu turun maka akan terjadi perbaikan
dan penyembuhan sempurna. Sedagkan pada Demam Berdarah Dengue angka kematian yang
disebabkan oleh DBD adalah kurang dari 1%, tetapi bila timbul DSS maka angka kematian
bisa mencapai 40-50%. Sehingga prognosis DSS sangat tergantung dari pengenalan dini
dengan cara pemantauan cermat dan tindakan cepat dan tepat terutama ketika terjadi renjatan
(syok).2
Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Virus Dengue pada
Anak (2014), kriteria pulang pada pasien yang dirawat adalah sebagai berikut11:

 Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik


 Nafsu makan membaik
 Perbaikan klinis yang jelas
 Jumlah urin cukup
 Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
 Tidak tampak distress pernafasan yang disebabkan efusi pleura atau asites
 Jumlah trombosit >50.000/mm.
Apabila masih rendah namun klinis baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan
melakukan aktvitas yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampa trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penyulit atau penyakit lain
yang menyertai (misalnya ITP), trombosit akan kembali ke kadar normal dalam waktu 3-
5 hari.11

10. PENCEGAHAN

Pencegahan/pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan


melakukan tindakan 3 M, yaitu
1. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau
menaburkan bubuk larvasida (abate).
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Mangubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air
Adultsida (fogging) dengan menggunakan DDT (Dicloro-Diphenyl-Tricloroethane)

You might also like