You are on page 1of 12

Biografi Robert Wolter Mongisidi

Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari Manado) dan anak dari Petrus
Mongisidi dan Lina Suawa. dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa
Belanda: Hollands Inlandsche School atau (HIS), yang diikuti sekolah menengah (bahasa
Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau MULO) di Frater Don Bosco di Manado.
Mongisidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada sebuah sekolah di Tomohon. Setelah
studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk, Sulawesi
Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Mongisidi berada di Makassar. Namun,


Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia setelah berakhirnya Perang
Dunia II. Mereka kembali melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi
Sipil Hindia Belanda). Mongisidi menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di
Makassar. Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya
membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya
melecehkan dan menyarang posisi Belanda. Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947,
tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini
Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada
5 September 1949. Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar pada 10
November 1950.
Biografi I Gusti Ngurah Rai

I Gusti Ngurah Rai, adalah pahlawan nasional dari daerah Bali. Terkenal dengan gagasan
perangnya yakni Puputan Margarana yang berarti perang secara habis-habisan di daerah
Margarana (Kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali). Memiliki darah pejuang dengan
tanah kelahiran Badung, Bali pada 30 Januari 1917. Ia merupakan anak camat yang bernama I
Gusti Ngurah Palung. Hal ini pula yang menjadikan ia berkesempatan untuk bersekolah formal
di Holands Inlandse School (HIS). Untuk mengenal lebih mendalam, mari kita ulas bersama
biografi I Gusti Ngurah Rai.

Biografi I Gusti Ngurah Rai diawali dengan perjalanan pendidikannya di masa kecil. I Gusti
Ngurah Rai memilih untuk mengawali pendidikan formalnya di Holands Inlandse School di
Bali. Setelah tamat dari HIS ia melanjutkan ke MULO (setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama) di Malang. Selanjutnya ia memperdalam ilmu kemiliterannya di Prayodha Bali,
Gianyar dilanjutkan pendidikan di Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di
Magelang dan pendidikan Arteri Malang. Berkat pendidikan militer yang banyak serta
kecerdasan yang ia miliki, ia sempat menjadi intel sekutu di daerah Bali dan Lombok.

Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut pada masa perjuangan melawan penjajah colonial. Setelah
pemerintahan Indonesia merdeka, I Gusti Ngurah Rai membentuk Tentara Keamanan Rakyat
(TKR) Sunda Kecil dan di Bali dan memiliki pasukan bernama Ciung Wanara. Pasukan ini
dibentuk untuk membela tanah air guna melawan penjajah di daerah Bali. Sebagai seorang
Komandan TKR di Sunda Kecil dan, ia merasa perlu untuk melakukan konsolidasi ke
Yogyakarta yang menjadi markas TKR pusat. Sampai di Yogyakarta I GUsti Ngurah Rai dilantik
menjadi komandan Resimen Sunda Kecil berpangkat Letnan Kolonel. Sekembalinya dari
Yogyakarta dengan persenjataan, I Gusti Ngurai Rai mendapati Bali telah dikuasai oleh Belanda
dengan mempengaruhi raja-raja Bali.

Biografi I Gusti Ngurah Rai berlanjut dengan meletusnya perang di Bali. Setelah kepulangannya
dari Yogyakarta Ia mendapati pasukan Belanda dengan 2000 pasukan dan persenjataan lengkap
dan pesawat terbang siap untuk menyerang I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan kecilnya.
Bersama dengan pasukan Ciung Wanaranya, I Ngurah Rai berhasil memukul mundur pasukan
Belanda pada saat itu pada tanggal 18 November 1946. Namun hal ini justru membuat pihak
Belanda menyiapkan bala tentara yang lebih banyak dari Pulau Jawa, Madura dan Lombok untuk
membalas kekalahannya. Pertahanan I Gusti Ngurah Rai berhasil dipukul mundur dan hingga
akhirnya tersisa pertahanan Ciung Wanara terakhir di desa Margarana. Kekuatan terakhir ini pun
dipukul mundur lantaran seluruhnya pasukannya jatuh ke dasar jurang. Hal ini pulalah yang
diabadikan dengan istilah puputan Margarana (perang habis-habisan di daerah Margarana) pada
tanggal 20 November 1946.

Berkat usaha yang gigih memperjuangkan Bali untuk masuk menjadi kekuasaan Indonesia
(sesuai kesepakatan Linggarjati hanya Sumatra, Jawa, dan Madura yang masuk kekuasaan
Indonesia) Ngurah Rai mendapat gelar Bintang Mahaputra dan dan kenaikan pangkat menjadi
Brigjen TNI (Anumerta). Ia meninggal pada usia 29 tahun dan memperoleh gelar pahlawan
nasional berdasarkan SK Presiden RI No. 63/TK/1975 tanggal 9 Agustus 1975. Namanya pun
diabadikan menjadi nama Bandara di kota Bali.
Biografi Hidup Sutan Syahrir

Sutan syahrir tentu saja sebuah nama yang tak asing di telinga rakyat Indonesia. Sutan Syahrir ini
sempat mencapai karier tertingginya pada saat mencapai perdana menteri pertama Indonesia.
Untuk lebih lengkapnya mengenai sang perdana Menteri pertama ini, anda bisa menyimak
mengenai biografi Sutan Syahrir yang telah membantu dalam memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia dari kekuatan penjajahan jepang pada waktu itu.

Salah satu penulis biografi Sutan Syahrir adalah Rosihan Anwar dengan judul biografi tokoh
Nasional Kemerdekaan ini yaitu Sutan Sjahrir: Negarawan Humanis, Demokrat Sejati yang
Mendahului Zamannya. Sutan Syahrir ini dilahirkan di Padang Panjang Sumatera Barat, 5 Maret
1909. Kedua orang tuanya bernama Mohammad rasad Gelar Maharaja Soetan bin Soetan leman
gelar Soetan palindih dan ibunya bernama Putri Siti Rabiah. Riwayat pendidikannya di mulai di
sekolah dasar ELS dan SMP di MULO Medan yang merupakan sekolah terbaik di Medan.
Selanjutnya Sutan Syahrir melanjutkan pendidikannya pada sekolah menengah atas di AMS di
Bandung. Sekolahan tersebut merupakan sekolahan termahal yang ada di Hindia Belanda saat
itu. Setelah menamatkan sekolah menengah atasnya Sutan Syahrir melanjutkan pendidikannya di
Belanda, di Universitas Amsterdam di fakultas Hukum.

Berdasarkan biografi Sutan Syahrir yang ditulis Rosihan Anwar, saat masih mengenyam
pendidikan, Syutan syahrir sudah mulai tertarik dengan dunia politik. Cerita hidup Sutan syahrir
ini juga mengisahkan dirinya yang sudah mulai menjadi penggagas terbentuknya organisasi Jong
Indonesie. Tidak hanya itu Sutan Syahrir juga menjadi penggerak tercetusnya Sumpah Pemuda.
Pada tahun 1930 Sutan syahrir juga bergabung dengan organisasi Perhimpunan Indonesia (PI).
Selanjutnya Sutan Syahrir juga bergabung dengan PNI baru yang sebelumnya sempat dibubarkan
oleh pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya PNI dianggap semakin Radikal sehingga Sutan
Syahrir dan Moh Hatta di asingkan di Boven Digoel selama setahun dan selanjutnya dipindahkan
ke banda Neira untuk masa pembuangan 6 tahun.

Semangat perjuangan menentang penjajah tidak hanya saat pemerintahan belanda, dalam
Biografi Sutan Syahrir, ia masih tetap berjuang pada saat penjajahan Jepang. PNI yang semakin
berkembang ia jadikan roda pergerakan kekuatan bawah tanah. Hingga akhirnya Sutan Syahrir
beserta pemuda-pemuda Indonesia mendesak Soekarno Hatta untuk memproklamasikan
Kemerdekaan Indonesia. Biografi Sutan Syahrir masih berlanjut. Pada masa mempertahankan
kemerdekaan Indonesia, Sutan Syahrir juga berperan dalam mempertahankan kemerdekaan.
Yaitu dengan membentuk cabinet Syahrir I hingga Kabinet Syahrir ke III, dan mempertahankan
Indonesia melalui jalur diplomasi.

Setelah tidak memimpin kabinet, Sutan Syahrir menjadi Duta besar keliling dan penasihat
Presiden Soekarno. Bersamaan itu pula biografi Sutan Syahrir menambah cerita mengenai Partai
Sosialis Indonesia PSI yang merupakan partai bentukan Sutan Syahrir. Karena bergerak dalam
arah komunis dan Sutan Syahrir terkait dengan kasus PRRI, Presiden membubarkan PSI pada
Tahun 1960. Selama 3 tahun Sutan Syahrir dipenjara kemudian tanpa diadili sehingga menderita
sakit. Atas izin yang didapat, ia boleh berobat di Swiss dan akhirnya meninggal di Swiss. Sutan
Syahrir meninggal pada tanggal 9 April 1966 dan dikebumikan di TMP Kalibata dan mengakhiri
kisah hidup Sutan Syahrir.
Biografi Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir di Ngasem, Ngayogyakarta Hadiningrat pada 12 April


1912 dengan nama lahir Gusti Raden Mas Dorodjatun. Hamengkubuwono IX merupakan putra
dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan permaisuri Kangjeng Raden Ayu Adipati Anom
Hamengkunegara.

Pada usia 4 tahun, Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Hamengkubuwono IX


memperoleh pendidikan di Europeesche Lagere School di Yogyakarta. Pada tahun 1925, ia
melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burgerschool di Semarang, dan Hoogere Burgerschool
te Bandoeng (HBS Bandung). Pada tahun 1930-an ia melanjutkan pendidikan perguruan
tingginya di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda.

Pada 18 Maret 1940, Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta ke-9 dengan
gelar Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana
Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping
Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat.

Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan


Indonesia. Selain itu, Ia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi
Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”. Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun
bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adam
mengenai otonomi Yogyakarta.

Pada masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal
saluran irigasi Selokan Mataram. Sultan bersama Paku Alam IX merupakan penguasa lokal
pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia. Sultan pulalah yang mengundang
Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi
Militer Belanda I. Sultan Hamengkubuwana IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat
di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.
Biografi Frans Kaisiepo

Frans Kaisiepo adalah pria kelahiran Wardo, Biak, Papua pada 10 Oktober 1921. Pahlawan
Nasional yang satu ini punya jasa besar khususnya terhadap kehidupan masyarakat di Papua
sebab ia pernah menyandang status sebagai Gubernur Papua ke-4. Ia jugalah yang berada di
belakang asal-usul nama Irian. Jasa lain yang masih diingat publik adalah keikutsertaannya
dalam Konferensi Malino di tahun 1946. Ia memang sejak lama ikut serta dalam gerakan
Kemerdekaan Republik Indonesia.

Ia sudah antusias bahkan saat masih berusia belia. Sempat suatu waktu sang pendiri PKII
bernama Silas Papare ditangkap oleh Belanda. Ia kemudian bersama beberapa rekan berinisiatif
untuk menyatukan wilayah Irian agar menjadi bagian dari Indonesia. Ia sangat anti dengan
Pemerintahan Belanda saat itu. Bahkan ia sempat meminta sang putra bernama Markus Kaisiepo
untuk mengganti nama sekolah dari yang semula disebut Papua Bestuurschool menjadi Irian
Bestuurschool.

Menurutnya, nama Irian memiliki arti besar terutama kaitannya dengan semangat persatuan
masyarakat agar tidak mudah untuk takluk di tangan Belanda. Ia dan beberapa teman sangat
antusias menjelang presiden memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Ini dibuktikannya
dengan memperdengarkan lagu kebangsaan beberapa hari menjelang proklamasi, tepatnya pada
14 Agustus 1945. Ia juga merupakan salah satu dari pahlawan TRIKORA. Ia berjasa di dalam
pembentukan Partai Indonesia merdeka pada 10 Juli 1946.

Yang menjabat sebagai ketua saat itu adalah Lukas Rumkofen. Ia pun kemudian diutus untuk
pergi menghadiri Konferensi Malino 1946. Itu merupakan peristiwa penting dalam sejarah
hidupnya sebab dalam konferensi tersebut, ia merupakan satu-satunya perwakilan dari Irian.
Disana ia menyuarakan aspirasinya agar nama Papua diganti menjadi Irian. Hanya berselang 1
tahun, Belanda mencoba melakukan penekanan sehingga perang pun pecah di Biak, Irian.
Kaisiepo merupakan salah satu tokoh penting dalam pergerakan tersebut. Sikap antinya terhadap
Belanda kembali ditunjukkan dengan menolak dipilih sebagai wakil Belanda di Konferensi Meja
Bundar.

Atas sikap kerasnya itu, ia kemudian ditahan dalam periode yang cukup lama, mulai dari 1954 –
1961. Penahanan tersebut tidak menyurutkan semangatnya. Bahkan ia kembali menemukan jati
diri dengan menjadi pendiri Partai Politik Irian pada 1971. Misi utama dari pembentukan partai
tersebut adalah agar supaya wilayah nugini bisa bersatu dengan Indonesia. Pada periode ini
sempat terjadi peristiwa penting termasuk TRIKORA (Tiga Komando Rakyat). Frans Kaisiepo
menghembuskan nafas terakhir pada 10 April 1979, kemudian raganya disemayamkan di Taman
Makam Pahlawan Cendrawasih di Biak.
Biografi Ismail Marzuki

Ismail Marzuki atau Bang Maing sapaan akrapnya adalah putra Betawi, lahir pada 11 Mei 1914
di Kwitang, Senen, Batavia atau Jakarta Sekarang ini. Beliau merupakan komponis besar yang
telah menciptakan lebih dari 200 lagu. Lagu-lagunya yang melegenda diantaranya sepasang mata
bola, Rayuan pulau kelapa yang merupakan lagu penutup siaran TVRI pada jaman Orde Baru,
Indonesia Pusaka, dan masih banyak lagi. Pada biografi Ismail Marzuki disebutkan, bahwa
ibunya meninggal saat usianya masih tiga bulan sehingga sosok ibu digantikan oleh Anie
Haminah, kakak kandungnya yang berumur sebelas tahun diatasnya.

Masa pendidikan Ismail Marzuki dimulai dengan belajar di HIS Idenburg, Menteng sampai kelas
7, berlanjut ke MULO di jalan Menjangan, Jakarta. Selepas mendapat ijazah MULO dan
kemampuan berbahasa Inggris dan Belanda, ia bekerja di Socony servie Station untuk beberapa
saat hingga kemudian pindah ke perusahaan dagang KK Nies. Ia senang bekerja pada perusahaan
yang merekam piringan hitam dan menjual alat-alat music, karena disinilah bakatnya dibidang
music bisa tersalurkan. Dalam biografi Ismail Marzuki disebutkan, hobinya dengan music
terpupuk dengan baik saat usia sekolah ayahnya membelikan alat music seperto harmonica,
mandolin dan lainnya. Dengan alat music tersebut ia aktif mengasah kemampuannya bermain
music dan mampu menciptakan lagu pada usia 17 tahun dengan judul O Sarinah.

Karir bermusik Ismail Marzuki dimulai sejak ia bergabung dengan perkumpulan orkes Lief Java
dibawah pimpinan Hugo Dumas pada tahun 1936. Di grup inilah kemampuannya terus terasah
dan meningkat dengan pesat. Kreatifitasnya dalam mengaransemen lagu dengan genre yang
beragam, lagu Barat, Irama Keroncong dan Langgam Melayu sangat diapresiasi. Ia orang
pertama yang mengganti harmonium pompa dalam langgam melayu dengan instrument
akordean. Mengikuti karirnya dalam biografi Ismail Marzuki sungguh menarik. Pada tahun 1937
beberapa lagu Bang maing seperti O Sarinah, Ali Baba Rumba, dan Olhe Lheu Dari Kotaradja
direkam dalam piringan hitam dan mendapat sambutan yang sangat antusias dari para penggemar
music. Pada tahun 1938, Ia membawakan lagu bertajuk Duduk Termenung untuk mengisi suara
dalam film Terang Bulan, karena Rd. Muchtar selaku pemerannya tidak dapat menyanyikannya.
Sukses di dunia film, Ia diundang dalam serangkaian pementasan di Singapura dan Malaysia.
Pada tahun 1939, Ia menciptakan lagu berjudul Als De Orchideen Bloeien yang mampu
memukau hati penggemar diseluruh tanah air hingga melintas ke negeri Belanda.

Menelaah lebih dalam biografi Ismail Marzuki, kita jadi mengetahui kalau Ia adalah seorang
pejuang kemerdekaan melalui syair lagu. Lagu-lagu yang Ia ciptakan mampu membakar
semangat perlawanan rakyat pribumi terhadap para penjajah. Ia menggubah lagu Indonesia
Pusaka dan Bisikan Tanah air yang berujung pada pemanggilan dirinya oleh Kenpetai, karena
lagunya yang disiarkan secara luas melalui radio dianggap memprovokasi rakyat untuk melawan
penjajah Jepang. Ia menciptakan mars Gagah Perwira untuk memberi semangat perjuangan
kepada para pasukan Peta (Pembela Tanah Air). Sedangkan lagu Rayuan Pulau Kelapa, Ia
ciptakan pada tahun 1944.

Pada biografi Ismail Marzuki, sisi kehidupan pribadinya terungkap, kalau Ia menikah dengan
Eulis Zuraidah. Ia memiliki anak angkat bernama Rachmi Aziah, sedangkan sampai akhir
hayatnya Ia tidak dikaruniai anak kandung yang terlahir dari Rahim istrinya. Tahun 1956, Ia
menulis lagu berjudul Inikah Bahagia saat sedang sakit. Menjalani masa sakit selama dua tahun
hingga akhirnya pada tanggal 25 Mei 1958 Ia meninggal dunia dalam usia 44 tahun. Namanya
terkenang sepanjang masa dan terabadikan lewat Pusat Kebudayaan dan Sastra di Salemba
Jakarta Pusat dengan nama Taman Ismail Marzuki. Ia dianugerahi sebagai salah satu Pahlawan
Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden No 089/TK/ tahun 2004.
Biografi Bung Tomo

Bung Tomo memiliki nama asli Sutomo lahir di Kampung Blauran di pusat kota Surabya.
Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo merupakan seorang kepala keluarga dari kelas
menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan sebagai staf pribadi di perusahaan
swasta sebagai asisten di Kantor pajak pemerintah dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor
Belanda.

Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran


Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan
Madura. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat
Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit
Singer.

Sutomo dibesarkan dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan. Namun, pada saat usia
12 tahun ia terpaksa meninggalkan pendidikannua di MULO, Sutomo melakukan berbagai
pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Kemudian
ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi namun tidak pernah resmi lulus.

Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia), Sutomo menegaskan
bahwa filsafat kepanduan dan kesadaran nasionalis ia peroleh dari kelompok ini dan dari
kakeknya yang merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya.

Pada usia 17 tahun, Bung Tomo menjadi terkenal karena berhasil menjadi orang kedua di Hindia
Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Karena sebelum penduduk Jepang pada 1942,
peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Biografi Mohamad Roem

Mohammad Roem adalah salah satu tokoh populer sebagai negosiator dalam perundingan
Roem-Royen tahun 1949. Ia pahlawan nasional yang terkenal sebagai diplomat ulung dalam
perundingan-perundingan yang melibatkan Indonesia dan Belanda sekaligus pemimpin Indonesia
pada masa Perang Revolusi. Ia lahir di Parakan Temanggung 16 Mei 1908.

Menempuh pendidikan di Geneeskunding Hogeschool dan Rechts School (Sekolah Hukum) di


Jakarta. Di zaman pergerakan nasional, Mr. Mohammad Roem aktif di berbagai organisasi
seperti Jong Islamieten Bond dan Sarekat Islam. Di awal kemerdekaan beliau merupakan
anggota delegasi Indonesia dalam Perundingan Linggarjati pada tahun 1946 dan Perundingan
Renville pada tahun 1948.

You might also like