You are on page 1of 43

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 2
BAB I...................................................................................................... 3
PENDAHULUAN....................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................3
B. TUJUAN PENULISAN.......................................................................4
1. Tujuan Umum................................................................................ 4
2. Tujuan Khusus............................................................................... 4
C. Metode Penulisan............................................................................... 5
D. Sistematika Penulisan..........................................................................5
BAB II..................................................................................................... 6
KONSEP DASAR MEDIK............................................................................ 6
A. PENGERTIAN.................................................................................. 6
B. KLASIFIKASI BESERTA ETIOLOGI....................................................7
C. ANATOMI DAN FISIOLOGI.............................................................10
D. PATOFISIOLOGI............................................................................ 24
E. MANIFESTASI KLINIK...................................................................26
F. KOMPLIKASI................................................................................ 31
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG..........................................................31
H. PENATALAKSANAAN....................................................................32
I. ASUHAN KEPERAWATAN...............................................................34
1. Pengkajian.................................................................................. 34
2. Diagnosa Keperawatan...................................................................35
3. Intervensi Keperawatan..................................................................35
4. Evaluasi Keperawatan....................................................................43
BAB III.................................................................................................. 44
PENUTUP............................................................................................... 44
A. KESIMPULAN............................................................................... 44
B. SARAN......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 45

KATA PENGANTAR
BAB I

PENDAHULUAN

Polycystic Kidney Disease Page 2


A. LATAR BELAKANG
Penyakit ginjal polikistik adalah suatu penyakit herediter pengancam nyawa
yang paling sering ditemukan di seluruh bagian dunia. Penyakit ini sama
prevalensinya di berbagai kelompok etnik dan ras. Ekspansi progresif kista-
kista berisi cairan menyebabkan ginjal sangat membesar dan sering
menyebabkan gagal ginjal. Penyakit ginjal polikistik dominan otosom
(autosomal dominant polycystic kidney disease, ADPKD) terutama dijumpai
pada dewasa, sementara penyakit ginjal polikistik resesif otonom (ARPKD)
terutama menyerang anak. Kista ginjal juga ditemukan pada beberapa
penyakit ginjal herediter lain, yang sebagian mungkin memperlihatkan defek
pada jalur pembentukan sinyal umum pada ADPKD dan ARPKD. Defek-
defek gen dan kelainan fungsional pada penyakit tubulus herediter yang
terutama bermanifestasi sebagai gangguan keseimbangan cairan, elektrolit,
asam basa, dan mineral (Jameson, J.Larry, 2012).

PKD pada orang dewasa adalah laten selama bertahun-tahun dan biasanya
dialami oleh usia antara 30 dan 40 tahun . Ini melibatkan kedua ginjal dan
terjadi pada pria dan wanita . Korteks dan medula dipenuhi dengan kista yang
besar berdinding tipis mulai dari ukuran milimeter sampai beberapa sentimeter
dengan diameter. Kista membesar dan menghancurkan jaringan di sekitarnya
dengan penekanan. Kista diisi dengan cairan dan mungkin berisi darah atau
nanah. Pada awal penyakit pasien umumnya asimtomatik. Gejala muncul
ketika kista mulai membesar. Manifestasi pertama PKD adalah hipertensi ;
hematuria (dari pecahnya kista ); atau perasaan berat di belakang, samping,
atau perut atau juga bias menjadi ISK. Sakit kronis adalah salah satu masalah
yang paling umum dialami oleh pasien dengan PKD . Rasa sakit dapat terus
menerus dan berat. Bilateral , ginjal membesar dan sering teraba pada
pemeriksaan fisik (Lewis, Sharon L.2014).

Polycystic Kidney Disease Page 3


Bentuk PKD yang terutama menyerang anak menyebabkan kematian neonatal
meninggal lebih awal. Bentuk PKD yang menyerang dewasa memiliki onset
bahaya tetapi biasanya menyerang antara usia 30 dan 50; tetap asimtomatik
sampai pasien berumur 70-an.
Prognosis pada orang dewasa sangat bervariasi. Perkembangan mungkin
lambat, gejala insufisiensi ginjal muncul. Setelah gejala uremia berkembang,
penyakit polikistik biasanya fatal dalam waktu 4 tahun, kecuali pasien
menerima dialisis. Tiga varian genetik dari bentuk dominan autosomal telah
diidentifikasi (Merkle, Carrie J. 2005).

PKD juga dapat mempengaruhi hati, jantung ( katup jantung yang abnormal ).
Pembuluh darah ( aneurisma ), dan usus ( diverticulosis ). Komplikasi yang
paling serius adalah aneurisma otak , yang bisa pecah.
Diagnosis didasarkan pada manisfestations klinis, riwayat keluarga, USG
( ukuran screening terbaik ), atau CT scan. Penyakit ini biasanya bertahap dari
hilangnya fungsi ginjal pada ESKD pada usia 60 pada 50% pasien (Lewis,
Sharon L.2014)

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum.
Diharapkan mahasiswa mampu memahami Polycystic Kidney Disease
atau sering disebut penyakit ginjal polikistik dan juga memahami asuhan
keperawatan system perkemihan khususnya untuk kasus Polycystic
Kidney Disease atau sering disebut penyakit ginjal polikistik.

2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mengetahui Pengertian-pengertian Polycystic Kidney Disease.
b. Mengetahui Klasifikasi dan Etiologi Polycystic Kidney Disease.
c. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi yang terkait dengan Polycystic
Kidney Disease.
d. Mengetahui Patofisiologi Polycystic Kidney Disease.
e. Mengetahui Manifestasi Klinis Polycystic Kidney Disease.
f. Mengetahui Komplikasi Polycystic Kidney Disease.

Polycystic Kidney Disease Page 4


g. Mengetahui Tes diagnostik Polycystic Kidney Disease.
h. Mengetahui Penatalaksanaan Polycystic Kidney Disease.
i. Mengetahui Asuhan Keperawatan Polycystic Kidney Disease.

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penyusunan mengunakan metode
deskriktif dan studi kepustakaan serta melalui konsultasi kepada dosen
pembimbing.

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penyusun membagi dalam 3 bab, yaitu: Bab
1:Pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, sistematika penulisan. Bab 2: konsep dasar medik yang berisi
tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, manifestasi klinis,
penatalaksanaan, tes diagnostik, kompikasi serta asuhan keperawatan pada
pasien dengan Polycystic Kidney Disease. Bab 3:Penutup yang berisi
tentang kesimpulan dan saran,daftar pustaka.

BAB II

KONSEP DASAR MEDIK

A. PENGERTIAN
Polycystic Kidney Disease atau Penyakit Ginjal Polikistik adalah penyakit
herediter dimana ekspansi progresif kista-kista berisi cairan menyebabkan

Polycystic Kidney Disease Page 5


ginjal sangat membesar dan sering menyebabkan gagal ginjal (Jameson,
J.Larry, 2012).

Polycystic Kidney Disease adalah kelainan bawaan di mana kista berisi cairan
berkembang pada nefron. . Dalam bentuk domimant, hanya beberapa nefron
memiliki kista sampai orang mencapai nya 30-an. dalam bentuk resesif
penyakit, hampir 100% dari nefron memiliki kista sejak lahir. Kista
mengembangkan di mana saja di nefron akibat pembelahan sel ginjal yang
abnormal (Ignatavicius, Workman, 2013).

Polycystic Kidney Disease adalah keadaan dimana korteks dan medula


dipenuhi dengan besar kista berdinding tipis dari milimeter sampai beberapa
sentimeter dengan diameter. Kista membesar dan menghancurkan jaringan di
sekitarnya dengan kompresi. Kista diisi dengan cairan dan mungkin berisi
darah atau nanah (Lewis, Sharon L.2014).

Polycystic Kidney Disease adalah penyakit herediter yang dikarakteristikan


dengan bentuk kista dan pembesaran ginjal massif yang menyerang anak anak
dan juga dewasa (Lemone, Burke. 2008).

PKD adalah kelainan bawaan yang ditandai oleh beberapa bilateral,seperti


buah anggur kista berisi cairan yang memperbesar ginjal, mengompresi dan
akhirnya menggantikan fungsi jaringan ginjal (Merkle, Carrie J. 2005).

Kesimpulannya, penyakit ginjal polikistik atau Polycystic Kidney Disease


adalah penyakit bawaan atau yang diturunkan dimana dalam organ ginjal
terdapat kista yang berisi cairan darah atau dapat juga nanah dan dapat
membesar serta menghancurkan jaringan di sekitarnya yang menyerang anak
anak mapun orang dewasa.

Polycystic Kidney Disease Page 6


B. KLASIFIKASI BESERTA ETIOLOGI
Menurut Merkle, Carrie J. 2005, penyebab penyakit ginjal polikistik
diturunkan sebagai:
1. Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD)
Etiologi dan Patogenesis
ADPKD adalah suatu penyakit sistemik yang terjadi akibat mutasi di gen
PKD-1. PKD-1 menyandi suatu protein, polikistin-1, yang merupakan
sebuah molekul besar mirip-reseptor, sedangkan produk gen PKD-2,
polikistin-2, memperlihatkan cirri suatu protein saluran ion. Keduanya
adalah protein transmembran yang terdapat di semua segmen nefron dan
terlokalisasikan di permukaan luminal sel tubulus di silia primer, di
permukaan basal di kompleks adhesi fokal, dan di permukaan lateral pada
taut adheren. Protein-protein ini diperkirakan berfungsi secara independen,
atau sebagai suatu kompleks, untuk mengatur transkripsi gen sel epitel
janin dan dewasa, apoptosis, diferensiasi, dan interaksi sel matriks.
Gangguan pada proses-proses ini menyebabkan diferensiasi epitel,
proliferasi dan apoptosis yang tidak teratur, perubahan polaritas sel,
disorganisasi matriks ekstrasel sekitar, sekresi cairan yang berlebihan dan
ekspresi abnormal beberapa gen, termasuk gen gen yang menyandi factor
pertumbuhan. Peningkatan kadar AMP siklik (cAMP) yang diperantarai
oleh vasopressin di epitel kista berperan besar dalam kristogenesis dengan
merangsang proliferasi sel dan sekresi cairan ke dalam lumen kista melalui
saluran akuaporin dan klorida apical. Pembentukan kista telah dimulai in
utero dari setiap titik di sepanjang nefron, meskipun <5% dari nefron total

Polycystic Kidney Disease Page 7


yang diperkirakan terkena. Dengan mengumpulkan cairan, kista
membesar, berpisah sama sekali dari nefron, menekan parenkim ginjal
sekitar, dan secara progresif memperburuk fungsi ginjal (Jameson, J.Larry,
2012).

2. Autosomal Reseccive Polycystic Kidney Disease (ARPKD).


Faktor Genetik
ARPKD adalah penyakit yang terutama menyerang bayi dan anak.
Insidens nya dalah 1:20.000 kelahiran. Ginjal membesar, mengandung
kista kista kecil <5mm yang terbatas di duktus koligentes. Gen ARPKD
terletak di kromosom 6p21, PKHD1 (polycystic kidney and hepatic
disease 1), menyandi beberapa transkrip yang disambung-sambungkan
secara bergantian. Transkrip terbesar menghasilkan suatu protein
transmembran multiranah yang dinamai fibrokistin (poliduktin) dan
ditemukan di duktus koligentes korteks dan medulla serta pars asendens
tebal ansa Henle di ginjal serta di epitel duktus biliaris dan pancreas.
Seperti polikistin, fibrokistin memiliki sifat mirip reseptor dan mungkin
berperan dalam interaksi antar sel dan antara sel dan matriks. Fibrokistin,
polikistin, dan beberapa protein yang terlibat dalam PKD pada hewan
berada dalam ikatan dengan silia primer permukaan apikel sel epitel
tubulus, yang mengisyaratkan bahwa mereka mungkin bekerja sama dalam
suatu jalur mekanosensorik. Telah ditemukan sejumlah besar mutasi pada
PKHD1 dan mutasi-mutasi tersebut bersifat unik untuk masing-masing

Polycystic Kidney Disease Page 8


keluarga. Sebagian besar pasien adalah heterozigot gabungan. Mereka
yang mengandung dua mutasi pemendekan sering meninggal segera
setelah lahir, sementara mereka yang bertahan hidup melewati masa
neonates umunya memiliki paling sedikit suatu mutasi missense. Mutasi di
PKHD1 juga ditemukan pada sekitar 30% anak dengan fibrosis hati
congenital (sindrom Caroli) tanpa tanda-tanda keterlibatan ginjal
(Jameson, J.Larry, 2012).

Kromosom dibedakan atas autosom (kromosom tubuh) dan kromosom


kelamin (kromosom seks). Manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44
autosom dan 2 kromosom kelamin (Suryo, 2008).

Gen letal atau gen kematian adalah gen yang dalam keadaan homozigotik
dalam menyebabkan kematian individu yang memilikinya. Ada gen letal
yang bersifat dominan, ada pula yang resesif (Suryo, 2008).

Polycystic Kidney Disease memiliki beberapa jenis dan dapat diwariskan


baik sebagai sifat dominan autosomal atau yang jarang ditemukan seperti
sifat resesif autosom. Orang-orang yang mewarisi bentuk resesif dari PKD
biasanya meninggal di usia dini. 5% sampai 10% kejadian PKD pada pasien
yang tidak memiliki riwayat keluarga terjadi sebagai akibat dari mutasi gen
baru.

Polycystic Kidney Disease Page 9


Autosomal recessive PKD jarang, dan kebanyakan orang dengan penyakit ini
meninggal pada anak usia dini. Hal ini disebabkan oleh mutasi gen yang
berbeda dari bentuk dominan. Untuk mewarisi gen resesif, kedua orang tua
harus membawa salinan alel bermutasi dan kedua alel bermutasi diwariskan.
Jadi setiap anak memiliki kesempatan 1 dalam 4 mewarisi autosomal resesif
penyakit polikistik. Tidak ada cara untuk mencegah PKD, meskipun deteksi
dini manajemen dan hipertensi dapat memperlambat perkembangan
kerusakan ginjal. Konseling genetik mungkin berguna untuk orang dewasa
yang memiliki orang tua dengan PKD. Analisis riwayat penyakit keluarga
adalah penilaian sederhana yang dapat digunakan untuk membantu
mengidentifikasi orang yang berisiko untuk PKD (Ignatavicius,
Workman.2013).

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. ANATOMI FISIOLOGI SEL
a) Proses Pembelahan Sel
Pembelahan adalah cara sel memperbanyak diri. Satu sel induk
membelah menjadi 2 dan seterusnya. Sehingga dari satu sel induk
terbentuk sel anak yang terdiri dari ribuan, bahkan mungkin miliaran
sel. Pembelahan bertujuan untuk pembiakan dan tumbuh.

Dalam proses pembelahan itu bahkan genetis berupa kromosom


diwariskan kepada sel anak. Kromosom itulah yang menjadi bahan
pokok agar sel dapat hidup. Maka dari itu dalam proses satu
pembelahan sel induk, kromosomlah lebih dulu mengalami
pembelahan, baru disusul oleh sel secara keseluruhan.

Ada 2 macam pembelahan sel yaitu;


1) Mitosis

Polycystic Kidney Disease Page 10


Sel yang berkembangbiak secara mitosis mempunyai 2 fase yaitu;
a. Fase Interfase
Fase interfase (persiapan) merupakan fase dimana sel belum
membelah. Fase ini terdiri dari 4 fase yaitu;
(1) Fase G1 (Growth phase-1)
Lamanya sangat variable dari beberapa jam sampai
tahunan. Pada fase-G1 sel anak yang baru terbentuk setelah
mitosis tumbuh menjadi sel dewasa, membentuk protein,
enzim, dsb. Dengan proses transkripsi dan translasi serta
sintesa bahan protoplasma baru itu, menyebabkan inti dan
sitoplasma membesar dari sebelumnya. Lama G1 30-40%
waktu daur (10 jam).
(2) Fase S (Synthetic phase)
Pada fase ini dibentuk rantai DNA baru, protein, enzim,
dsb. Lamanya fase ini ±6-8 jam.
(3) Fase G2 (Growth phase-2)
Pada fase ini dibentuk RNA, protein, enzim, dsb untuk
persiapan fase M berikutnya. Lamanya fase G2 ±1-2 jam.
(4) Fase M (Mitotic phase)
Pada fase M hampir tidak ada kegiatan kimiawi. Lamanya
fase ini ±1-2 jam.
b. Fase Mitosis
Fase mitosis ialah fase pada saat sel itu membelah menjadi 2
sel anak. Fase mitosis ini lamanya ± 2 ½-3 jam. Fase mitosis
dibagi lagi mejadi;
(1) Profase

Polycystic Kidney Disease Page 11


Pada profase didalam inti nampak adanya kromosom yang
berupa benang-benang halus. Sentriole menggandakan diri
dan masing-masing menuju kutub. Lamanya fase ini ±1
jam.
(2) Metafase
Selaput inti dan nucleolus menghilang, dari sentriole yang
ada di kutub nampak adanya benang-benang halus menuju
equator kromosom mengatur diri menuju equator dan
membelah menjadi 2 bagian yang sama. Terbentuklah 2 sel
anak yang sama besar. Lamanya fase <1 jam.
(3) Anafase
Kromosom memisahkan diri di equator, separuh menuju ke
sentriole di kutub utara dan separohnya lagi menuju
sentriole di kutub selatan dengan tuntunan benang-benang
dari sentriole. Lamanya fase ini ± ½ jam.
(4) Telofase
Sitoplasma membelah dan memisah menjadi 2 bagian,
selaput inti nampak lagi dan sel terbelah menjadi 2 sel anak
yang sama. Lamanya fase ini hanya beberapa menit.

2) Meiosis
Meiosis adalah pembelahan reduksi yang hanya terjadi pada sel-sel
kelamin yaitu sel sperma pada laki-laki dan sel ovarium pada
perempuan. Pada dasarnya meiosis terjadi dalam 2 fase yaitu fase I
dan fase II yaitu,
1) Pada fase I terjadi duplikasi kromosom
Profase yang panjang pda pembelahan fase I dibagi menjadi 6
fase yaitu preleptonema, leptonema, zygonema, pachynema,
diplonema, dan diakinesis. Pembelahan fase I pada laki-laki
menghasilkan sel spermatosit dan pada perempuan sel oosit.
2) Pada fase II terjadi dua kali pembelahan
Pembelahan fase II pada laki-laki menghasilkan sel sperma dan
pada perempuan sel ovum yang merupakan sel haploid.

Pada penyakit Polycystic Kidney Disease yang mengalami kelainan adalah


pada proses pembelahan sel, dimana pembelahan sel menjadi tidak

Polycystic Kidney Disease Page 12


terkontrol dan mengalami kerusakan atau kelainan dimana salah satu
penyebab kerusakan itu adalah adanya mutasi gen. mutasi gen telah
ditemukan adanya pada binatang bersel satu, sehingga diduga usia kanker
sama tuanya dengan usia binatang bersel satu, walaupun sampai sekarang
belum pernah ditemukan fosil yang mendukungnya.

Pada proses pembelahan sel tumor, sel tumor atau karsinogen akan
merusak prontoonkogen, gen supresor tumor dan akhirnya merusak
regulasi atau siklus sel.

(1) Protoonkogen dan Onkogen


Prontoonkogen adalah gen selular yang berfungsi untuk mendorong
dan meningkatkan pertumbuhan normal dan pembelahan sel. Sel yang
memperlihatkan bentuk mutasi dari gen ini disebut onkogen dan
memilki kemungkinan yang besar untuk berkembang menjadi ganas
setelah pembelahan sel dalam jumlah yang terbatas. Protoonkogen
mengkode pembentukan protein untuk merangsang pertumbuhan
sedang antionkogen mengkode protein untuk menghambat
pertumbuhan. Onkogen diberi nama dengan 3 huruf, seperti gen myc,
gen erb.

Pada sel normal protoonkogen mengkode pembuatan peptide yang


merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak
menimbulkan hiperplasia. Sebaliknya protoonkogen yang telah
mengalami transformasi menjadi onkogen mengkode pembuatan
peptide yang dapat menimbulkan kanker. Produk protoonkogen yang
merangsang pertumbuhan berupa faktor pertumbuhan reseptor faktor
pertumbuhan (tyrosine kinase, serine-threonine kinase, dsb), signal
transduction, nuclear transcription, sedang antionkogen mengkode
pembentukan protein yang menghambat pertumbuhan seperti : protein
P53 (53-kD phosphoprotein).

(2) Suppresor Gen

Polycystic Kidney Disease Page 13


Suppressor gen adalah gen yang resesif, yang menghambat
pertumbuhan dan diferensiasi sel, sehingga mencegah timbulnya
transformasi sel. Gen suppressor ini umumnya terdapat pada
chromosom 17, pada lengan pendek p53. Gen 17p53 ini mensintesis
protein p53 yang;
(a) Bagian ujung yang satu mengandung amino yang berfungsi
mentranskripsi gen pertumbuhan.
(b) Bagian tengah untuk mengenal dan mengikat DNA lain.
(c) Bagian ujung yang lain berisi karboksi, memberi isyarat lokasi inti
dan tempat fosforilasi.
Gen suppressor menghambat fase G1 ke S, untuk member kesempatan
mengadakan diferensiasi sel dan memperbaiki kerusakan sel dan juga
pada fase S.

Mutasi juga dapat diartikan sebagai perubahan struktural atau


komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena faktor luar
(mutagen) atau karena kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi
disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami mutasi disebut
mutan dan factor penyebab mutasi disebut mutagen (mutagenic agent).
Perubahan urutan nukleotida yang menyebabkan protein yang
dihasilkan tidak dapat berfungsi baik dalam sel dan sel tidak mampu
mentolerir inaktifnya protein tersebut, maka akan menyebabkan
kematian (lethal mutation). Mutasi dapat mempengaruhi DNA maupun
kromosom. DNA dapat dipengaruhi pada saat sintesis DNA (replikasi).
Pada saat tersebut factor mutagenic mempengaruhi pasangan basa
nukleutida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleutida yang
seharusnya (mismatch). Misalnya triplet DNA cetakan adalah TTA.
Namun karena adanya mutagen menyebabkan DNA polymerase
memasangkan A dengan C, bukan dengan T .

Penyebab Mutasi:
(1) Mutagen Biologi.
Bahan biologi yang dapat meyebabkan terjadinya mutasi antara
lain virus dan bakteri. Virus dapat menjadi mutagen utama karena

Polycystic Kidney Disease Page 14


kemampuan DNA/RNA virus yang mengendalikan peristiwa
transkripsi dan translasi pada sel inangnya. Munculnya DNA virus
di antara DNA sel inang dapat mempengaruhi metabolisme dan
memunculkan senyawa karsinogenik. Bakteri,terutama bakteri
patogen di duga dapat menghasilkan protein tertentu yang dapat
mengganggu atau menghalangi sintesis protein tertentu yang dapat
mengganggu atau menghalangi sintesis protein dan merusak
struktur DNA contohnya: Virus rubella, cytomegalovirus, hepatitis
virus.
(2) Mutagen Kimia.
Bahan kimia penyebab mutasi adalah pestisida ( DDT,BHC,TEM)
nitrogen mustrad, hidroksil amino ( NH2OH) asam nitrit ( HNO2),
etil metana sulfonat, teil etan sulfonat, siklamat ( pemanis buatan ),
akridrin ( zat pewarna buatan ). Contoh: alkohol, thalidomide,
antikonvulsan, agen alkilasi, asam nitrit, NH2OH, analog basa,
kolkisin, aminopurin, dan progestin.
(3) Mutagen Fisika.
Bahan fisika yang dapat menyebabkan mutasi . conth : Unsur
radioaktif ( torium, uranium ) radiasi sinar X, sinar (α,ɮ,ɣ). Agen
mutagenik dari faktor fisika brupa radiasi. Radiasi yang bersifat
mutagenik antara lain berasal dari sinar kosmis, sinar ultraviolet,
sinar gamma, sinar –X, partikel beta, pancaran netron ion- ion
berat, dan sina- sinar lain yang mempunyai daya ionisasi. Radiasi
dipancarkan oleh bahan yang bersifat radioaktif. Suatu zat
radioaktif dapat berubah secara spontan menjadi zat lain yang
mengeluarkan radiasi. Ada radiasi yang menimbulkan ionisasi ada
yang tidak. Radiasi yang menimbulkan ionisasi dapat menembus
bahan, termasuk jaringan hidup, lewat sel-sel dan membuat ionisasi
molekul zat dalam sel, sehingga zat- zat itu tidak berfungsi normal
atau bahkan menjadi rusak. Sinar tampak gelombang radio dan
panas dari matahari atau api, juga mem,bentuk radiasi, tetapi tidak

Polycystic Kidney Disease Page 15


merusak. Mutasi Fisika adalah mutasi yang disebabkan oleh bahan
fisika, antara lain:
(a) sinar kosmis, sinar ultraviolet, unsur radioaktif seperti thorium,
uranium, radium dan isotop K.
(b) Alat nuklir dapat mlepaskan energi yang besar yang dapat
menimbulkan radiasi pengionisasi.
(c) Radiasi sinar X,neutron dan suhu tinggi.

2. ANATOMI FISIOLOGI GINJAL

Ginjal adaah organ yang memproduksi dan mengeluarkan urine dalam


tubuh. System ini merupakan salah satu system utama untuk
mempertahankan homeostatis. Ginjal terletak dalam rongga abdomen
retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis, dikelilingi oleh lemak
dan jaringan ikat di belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga
ke-11 dan ginjal kanan setinggi iga ke-12, sedangkan batas bawah setinggi
vertebralis lumbalis ke-3. Setiap ginjal mempunyai panjang 11,25 cm,
lebar 5-7 cm, dan tebal 2,5 cm. ginjal kiri memiliki ukuran lebih panjang
daripada ginjal kanan. Berat ginjal pria dewasa 150-170 gram dan wanita
115-155 gram. Bentuk ginjal seperti kacang, sisi dalam menghadap ke
vertebra torakalis sisi permukaannya cembung, dan di atas setiap ginjal
terdapat sebuah kelenjar suprarenal.

Polycystic Kidney Disease Page 16


Beberapa fungsi ginjal sebagai berikut:
1. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.
Kelebihan air dalam tubuh akan dieksresikan oleh ginjal sebagai urine
yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urine yang diekskresi jumlahnya berkurang dan
konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan volume cairan tubuh
dapat dipertahankan relative normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotic dan keseimbangan ion.
Fungsi ini terjadi dalam plasma bia terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan garam
yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan muntah-muntah,
ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting mis: Na, K,
Cl, dan fosfat.
3. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh.
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makanan (mixed diet)
akan menghasilkan urine yang bersifat agak asam, pH kurang dari 6.
Hal ini disebabkan oleh akhir metabolism protein. Apabila banyak
makan sayur-sayuran urine akan beesifat basa, pH urine bervariasi
antara 4,8-8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH
darah.
4. Ekskresi sisa-sisa hasil metabolism.
(ureum, asam urt, dan kreatinin). Bahan-bahan yang diekskresi oleh
ginjal antara lain zat toksik,obat-obatan, hasil metabolism hemoglobin,
dan bahan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolism.
Ginjal menyekresi hormone rennin yang mempunyai peranan penting
dalam mengatur tekanan darah (system rennin-angiotensin-aldosteron)
yaitu untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritopoiesis).
Disamping itu, ginjal juga membentuk hormone dihidroksi
kolakalsiferol (vitamin D aktif) yang diperlukan untuk absorbs ion
kalsium di usus.
6. Pengaturan tekanan darah.
Dan memproduksi enzim rennin, angiotensin dan aldosteron yang
berfungsi meningkatkan tekanan darah.
7. Pengeluaran zat beracun.

Polycystic Kidney Disease Page 17


Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambahan makanan, obat-obatan,
atau zat kimia asing lain dari tubuh.

Struktur Ginjal.

Ginjal ditutup oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila kapsula
dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.
Dengan potongan melintang vertical dari ginjal melalui margo lateralis ke
margo medialis akan terlihat hilus yang meluas ke ruangan sentral yang
disebut sinus renalis yaitu bagian atas dari pelvis renalis.

Ginjal terdiri atas:

1. Medula (bagian dalam), substansi medularis terdiri atas pyramid


renalis, jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang
ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.
2. Korteks (bagian luar), substansi kortekalis berwarna coklat merah,
konsistensi lunak, dan bergranula. Substansi tepat di bawah fibrosa,
melengkung sepanjang basis pyramid yang berdekatan dengan sinus
renalis. Bagian dalam di antara pyramid dinamakan kolumna renalis.

Pembungkus Ginjal.
Ginjal dibungkus oleh massa jaringan lemak yang disebut kapsula adipose
(peritoneal feet). Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup oleh
lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalis yang terdapat
di antara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia subserosa
internus. Fasia fibrosa terpecah menjadi dua.
1. Lamela anterior atau fasia prerenalis
2. Lamella posterior atau fasia retrorenalis.

Struktur Mikroskopis Ginjal.


Satuan fungsional ginjal disebut nephron,. Selama 24 jam nephron dapat
menyaring 170 liter darah. Arteri renalis membawah darah murni dari
aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada renal pyramid masing-

Polycystic Kidney Disease Page 18


masing membentuk simpul yang terdiri atas satu badan Malpighi yang
disebut glomerulus.

Bagian-bagian dari nefron.

1. Glomerulus.
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
dalam kapsula bowman. Bowman menerima darah dari arteriole aferen
dan meneruskan ke system vena melalui arteriol eferen. Natrium
secara bebas difiltrasi ke dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi
dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-
20% dari kalium plasma terikat oleh protein dalam keadaan normal.
Kapsula bowman ujung-ujung buntu tubulus ginjal seperti kapsula
menutupi glomerulus yang saling melilitkan diri.
a) Elektro mikroskopis glomerulus.
Glomerulus berdiameter 200 μm , dibentuk oleh invaginasi suatu

anyaman kapiler yang menempati kapsula bowman. Glomerulus


mempunyai dua lapisan yang memisahkan darah dari dalam kapiler
glomerulus dn filtrate dalam kapsula bowman. Lapisan tersebut
yaitu lapisan endotel khusus yang terletak di atas kapiler
glomerulus. Kedua lapisan ini dibatasi oleh lamina basalis dan

Polycystic Kidney Disease Page 19


terdapat sel-sel stelata. Sel ini mirip sel parasit yang terdapat pada
dinding kapiler seluruh tubuh.

b) Apparatus juxtaglomerulus.
Arteri aferen dan ujung akhir assa henle asendens tebal, nefron
yang sama bersentuhan untuk jarak yang pendek. Pada titik
persentuhan, sel tubulus (ansa henle) asendens menjadi tinggi
disebut macula densa. Dinding arteriol bersentuhan dengan ansa
Henle menjadi tebal karena sel-selnya mengandung butiran sekresi
rennin yang besar. Sel ini disebut sel juxtaglomerulus. Macula
densa dan sel juxtraglomerulus erat kaitannya dengan pengaturan
volume cairan ekstra sel dan tekanan darah.
c) Sawar ginjal.
Adalah istilah yang digunakan untuk bangunan yang memisahkan
darah kapiler glomerulus dari filtrate dalam rongga kapsula
bowman. Partikel ini duhubungkan dengan membrane celah
lapisan yang utuh sebagai saringan utama yang mencegah lewatnya
molekul besar. Partikel yang lebih halus mampu masuk sampai ke
rongga kapsula. Filtrasi halus malelui sawar dan tergantung pada
tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus. Pada
umumnya tekanan hidrostatik darah adalah 75 mmHg.

2. Tubulus Proksimal Konvulta.


Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula bowman.

Bowman dengan panjang 15mm dan diameter 55 μm . Bentuknya

berkelok kelok berjalan dari korteks ke bagian medulla lalu kembali ke


korteks. Sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi akan diabsorpsi secara
isotonic bersama klorida. Proses ini melibatkan transport aktif natrium.
Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengluaran air dan
natrium. Hal ini dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan urine
yang normal. Lebih dari 70% kemungkinan kalium direabsorpsi dan
dengan mekanisme transport aktif akan terpisah dari reabsorpsi
natrium.

Polycystic Kidney Disease Page 20


3. Gelung Henle (Ansa Henle)
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya ke
segmen tebal, panjangnya 12mm, total panjangnya ansa henle 2-
14mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens
gelung Henle dan natrium bergerak secara pasif untuk memertahankan
kenetralan listrik.
Sekitar 25% natrium natrium yang difiltrasi diserap kembali karena
darah nefron tidak permeable terhadap air. Reabsorbsi klorida dan
natrium di pars asendens penting untuk pemekatan urine karena
membantu mempertahankan integritas gradiens konsentrasi medulla.
Kalium terfiltrasi 20-25% diabsorbsi pada pars asendens lengkung
Henle. Proses pasif terjadi karena gradient elektrokimia yang timbul
sebagai akibat dari reabsorpsi aktif klorida pada segmen nefron ini.

4. Tubulus Distal Konvulta.


Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjangnya 5 mm. tubulus distal
dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligentes yang
panjangnya 20mm.
Masing-masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan medulla
ginjal bersatu membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan
bermuara pada duktus belini, seterusnya menuju kaliks minor, ke
kaliks mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis
renalis pada apeks masing-masing pyramid medulla ginjal. Panjang
nefron keseluruhan ditambahn dengan duktus koligentes adalah 45-
65mm. Nefron yang berasal daro glomerulus korteks mempunyai ansa
Henle yang menanjang ke dalam pyramid medulla.

5. Duktus Koligentes Medula.


Saluran yang secara metabolic tidak aktif. Pengaturan secara halus dari
ekskresi natrium urine terjadi disini dengan aldosteron yang paling
berperan terhadap reabsorpsi natrium. Duktus ini memiliki
kemampuan mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif

Polycystic Kidney Disease Page 21


kalium dilakukan pada duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh
aldosteron. Reabsorbsi aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen
medulla.

Peredaran Darah Ginjal.


Ginjal mendapat darah dari arteri renalis yang merupakan cabang dari
aorta abdominalis sebelum masuk ke massa ginjal. Arteri renalis
mempunyai cabang besar yaitu arteri renalis anterior dan arteri renalis
posterior. Cabang anterior memberikan darah untuk ginjal anterior dan
ventral dari ginjal sedangkan cabang posterior memberikan darah untuk
ginjal posterior dan bagian dorsal. Di antara kedua cabang ini terdapat
suatu garis (Brudels line) sepanjang margo lateral dari ginjal. Pada garis
ini tidak terdapat pembuluh darah sehingga kedua cabang ini menyebar
sampai ke bagian anterior dan posterior dari colicis sampai ke medulla
ginjal. Pembuluh darah yang terletak di antara pyramid disebut arteri
arquarta. Pembuluh darah ini akan bercabang menjadi interlobularis yang
berjalan tegak ke dalam korteks dan berakhir sebagai:
1. Vasa aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus.
2. Pleksus kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks tanpa
berhubungan dengan glomerulus,
3. Pembuluh darah menembus kapsula Bowman.

Dari glomerulus keluar pembuluh darah aferen, selanjutnya terdapat


anyaman yang mengelilingi tubuli kontorti. Selain itu, terdapat cabang
yang lurus menuju ke pelvis renalis dan memberikan darah untuk ansa

Polycystic Kidney Disease Page 22


Henle dan duktus koligen dinamakan arteri rektae (A.Supriae). setelah dari
pembuluh rambut ini, darah kemudian berkumpul dalam kapiler vena yang
bentuknya seperti bintang disebut stelatae dan berjalan ke vena
interlobularis.

D. PATOFISIOLOGI
PKD adalah kelainan bawaan di mana kista berisi cairan yang tumbuh dan
berkembang pada nefron. Pada jenis domiman,hanya beberapa nefron yang
terkena kista sampai mencapai 30-an. Pada jenis resesif, hampir 100% dari
nefron terdapat kista sejak lahir. Kista berkembang di mana saja pada nefron
akibat pembelahan sel ginjal yang abnormal.

Seiring waktu, kista kecil menjadi lebih besar (sampai beberapa sentimeter)
dan menyebar lebih luas. Kista yang tumbuh merusak glomerulus dan
membran tubular. Kista ini dipenuhi cairan dan membesar, nefron dan fungsi
ginjal menjadi kurang efektif.

Jaringan ginjal akhirnya digantikan oleh kista yang tidak mempunyai fungsi
yang terlihat seperti gugusan anggur. Ginjal menjadi sangat besar. Setiap
ginjal yang terkena penyakit ini, kistik bisa membesar dua atau tiga kali dari
ukuran normal, menjadi besar seperti sepak bola, dan mungkin berat £ 10 atau
lebih. Organ perut lainnya mengalami desakan, dan pasien mengalami nyeri.
Kista yang berisi cairan juga bisa meningkatkan risiko infeksi, pecah, dan
perdarahan, yang menyebabkan peningkatan rasa sakit.

Kebanyakan pasien dengan PKD memiliki tekanan darah tinggi. Aliran darah
ke ginjal menurun, sehingga mengaktifkan sistem rennin-angiotensin dan
meningkatkan tekanan darah. Pengendalian hipertensi adalah prioritas utama.

Kista dapat terjadi juga pada jaringan lain, seperti hati dan pembuluh darah.
Sehingga dapat mengurangi fungsi hati. Selain itu, kejadian aneurisma otak
(outpouching dan penipisan dinding arteri) lebih tinggi pada pasien dengan

Polycystic Kidney Disease Page 23


PKD. Aneurisma ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan dan kematian
mendadak. Untuk alasan yang belum diketahui, batu ginjal terjadi pada 8%
sampai 36% dari pasien dengan PKD. Masalah katup jantung (misalnya,
prolaps katup mitral), hipertrofi ventrikel kiri, dan divertikula kolon juga
umum pada pasien dengan PKD (Ignatavicius, Workman.2013)

ADPKD terjadi sebagai-ADPKD 1, dipetakan ke lengan pendek kromosom 16


dan dikodekan untuk protein 4,300- asam amino; ADPKD-2, dipetakan ke
lengan pendek kromosom 4. Autosomal Dominant recessive disease terjadi
pada 1 10,000-1 di 40.000 kelahiran hidup dan telah diterjemahkan ke
kromosom 6.

Ginjal yang membesar disebabkan oleh beberapa kista bola, dengan ukuran
milimeter yang berisi cairan. Kista berdistribusi secara merata di seluruh
korteks dan medula. Polip hiperplastik dan adenoma ginjal yang umum.
Parenkim ginjal mungkin memiliki berbagai tingkat atrofi tubular, fibrosis
usus, dan nephrosclerosis. Kista menyebabkan pemanjangan pelvis ginjal,
merata dari calyces, dan lekukan di ginjal.

Khas pada bayi yang terkena menunjukkan tanda-tanda gangguan pernapasan,


gagal jantung, dan, akhirnya, uremia dan gagal ginjal. Fibrosis hati dan
kelainan saluran empedu intrahepatik dapat menyebabkan hipertensi portal
dan varises.

Polycystic Kidney Disease Page 24


Dalam kebanyakan kasus, sekitar 10 tahun setelah gejala muncul, kompresi
progresif struktur ginjal oleh massa membesar dan menyebabkan gagal ginjal.

Kista juga terbentuk di tempat lain-seperti pada hati, limpa, pankreas, dan
ovarium. Dalam aneurisma intrakranial, divertikula kolon, dan mitral prolaps
katup juga terjadi.

Dalam bentuk autosomal resesif, kematian dalam periode neonatal paling


sering disebabkan oleh hipoplasia paru (Merkle, Carrie J. 2005).

E. MANIFESTASI KLINIK
Nyeri sering menjadi manifestasi utama. Umumnya, bntuk perut cembung
mengindikasikan kista ginjal membengkak dan mendorong isi dan tekanan
dari dalam abdomen kedepan. Polikistik Ginjal mudah diraba karena ukuran
mereka yang besar.

Pasien mungkin juga merasai nyeri pinggang atau ketidaknyamanan yang


terasa sangat tajam dan terus menerus. Nyeri disebabkan oleh peningkatan
ukuran ginjal dengan distensi atau infeksi di dalam kista. Nyeri yang menusuk
dan terus menerus terjadi bila kista pecah atau adanya batu. Ketika kista
pecah, urin pasien mungkin menjadi berwarna terang, merah atau kuning
pekat. Infeksi dicurigai jika urin keruh atau berbau busuk atau jika ada disuria
(nyeri saat buang air kecil)

Nokturia (kebutuhan untuk buang air kecil berlebihan di malam hari) adalah
manifestasi awal dan terjadi karena penurunan konsentrasi urin. Fungsi ginjal
mengalami penurunan yang lebih lanjut dan pasien menjadi hipertensi, edema,
dan manifestasi uremik seperti anoreksia, mual, muntah, pruritus, dan
kelelahan. Karena aneurisma berry sering terjadi pada pasien dengan PKD,
sakit kepala berat dengan atau tanpa neurologis atau perubahan visi inilah
yang butuh perhatian (Ignatavicius, Workman.2013).

Menurut Merkle, Carrie J, tanda dan gejala pada neonatus meliputi:

Polycystic Kidney Disease Page 25


1. Lipatan epicanthic (lipatan vertikal kulit di kedua sisi hidung); hidung
runcing; dagu kecil, telinga rendah (facies potter), yang disebabkan oleh
kelainan genetik.
2. Bilateral, massa simetris di sisi-sisi yang tegang dan disebabkan oleh
pembesaran ginjal.
3. Distress pernapasan yang berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal dan
ketidakseimbangan cairan.
4. Uremia yang disebabkan oleh gagal ginjal

Tanda dan gejala pada orang dewasa termasuk:

1. Hipertensi disebabkan oleh aktivasi sistem renin angiotensin.


2. Nyeri lumbal yang disebabkan oleh pembesaran massa ginjal.
3. Pelebaran lingkar perut yang disebabkan oleh ginjal yang membesar.
4. Bengkak yang disebabkan oleh massa ginjal membesar, diperparah
dengan tenaga dan lega dengan berbaring.
5. Ginjal yang membesar pada saat dipalpasi.

Heterogeneitas fenotipe adalah tanda utama Autosomal Dominant Polycystic


Kidney Disease (ADPKD) seperti dibuktikan oleh anggota-anggota keluarga
yang memiliki mutasi yang sama tetapi perjalanan klinis berbeda. Pasien
sering asimtomatik hingga decade keempat atau kelima. Gejala dan tanda awal
adalah rasa tidak nyaman di perut, hematuria, infeksi saluran kemih, hipertensi
yang ditemukan secara kebetulan, massa di abdomen, peningkatan kreatinin
serum, atau kista di ginjal pada pemeriksaan pencitraan. Diagnosis sering
ditegakkan sebelum gejala muncul, ketika anggota keluarga yang asimtomatik
meminta pemeriksaan penyaring. Pada kebanyakan pasien, fungsi ginjal
merosot secara progresif dalam periode 10-20 tahun sejak diagnosis

Polycystic Kidney Disease Page 26


ditegakkan, tetapi tidak semua pengidap ADPKD mengalami PGSA; PGSA
sering terjadi pada sekitar 60% pasien pada usia 70 tahun. Mereka yang
mengidap ADPKD-2 cenderung memperlihatkan awitan yang lebih lambat
dan erkembangan yang lebih perlahan. Hipertensi sering terjadi dan sering
mendahului disfungsi ginjal, mungkin diperantarai oleh peningkatan system
rennin-angiotensin. Hanya terjadi proteinuria ringan , dan gangguan
kemampuan ginjal memekatkan urin menyebabkan poliuria dan nokturia.
Factor resiko untuk terjadinya penyakit ginjal yang agresif adalah usia muda
saat diagnosis, ras kulit hitam, pria, adanya mutasi polikistin-1 dan hipertensi.
Terdapat korelasi erat antara laju ekspansi ginjal dan laju penurunan fungsi
ginjal. Nyeri tumpul menetap di pinggang dan abdomen serta mudah kenyang
dan gejala refluks gastroesofagus sering dijumpai dan disebabkan oleh efek
massa dari ginjal yang membesar. Rupture kista atau perdarahan ke dalam
kista menyebabkan nyeri pinggang akut atau gejala dan tanda peritonitis local.
Rupture kista ke dalam system pengumpul urin atau adanya batu ginjal asam
urat atau kalsium oksalat dapat menyebabkan hematuria. Nefrolitiasis terjadi
pada sekitar 20% pasien. Infeksi saluran kemih, termasuk pyelonefritis akut,
meningkat frekuensinya pada pengidap ADPKD. Infeksi pada kista ginjal atau
hati merupakan penyulit yang sangat serius. Infeksi ini paling sering
disebabkan oleh bakteri gram negative dan bermanifestasi sebagai demam,
nyeri, dan menggigil. Biakan darah sering positif, tetapi biaka urin mungkin
negative karena kista ginjal yang terinfeksi tidak berhubungan langsung
dengan system pengumpul urin. Membedakan antara infeksi dan perdarahan
kita sering tidak mudah, dan diagnosis terutama didasarkan pada temuan klinis
dan bakteriologis. Pemeriksaan radiologis dan pencitraan nuklir umumnya
kurang membantu.

Banyak manifestasi ADPKD menunjukan sifat sistemik penyakit dan


kemungkinan besar mencerminkan kelainan generalisata dalam kolagen dan
matriks ekstrasel. Pasien dengan ADPKD memperlihatkan peningkatan empat
kali lipat resiko aneurisma intrakanium dibandingkan dengan populasi umum.

Polycystic Kidney Disease Page 27


Aneurisma sakular sirkulasi serebrum anterior dapat ditemukan hamper 10%
pasien asimtomatik pada pemeriksaan magnetic resonance angiogram (MRA),
tetapi kebanyakan berukuran kecil, beresiko rendah mengalami rupture
spontan, dan tidak perlu dintervensi. Secara umum, perdarahan cenderung
terjadi sebelum usia 50 tahun pada pasien dengan riwayat perdarahan
intrakranium dalam keluarganya,dan mereka yang pernah mengalami
perdarahan memiliki aneurisma berukuran lebih dari 10 mm, dan mengidap
hipertensi tak terkontrol. Kelainan vascular lain mencakup dilatasi annulus
dan pangkal aorta. Kelainan katup jantung terjadi pada 25% pasien terutama
prolaps katup mitral dan regurgitasi aorta. Meskipun sebagian besar kelainan
katup ini asimtomatim namun sebagian mungkin memburuk seiring waktu dan
mengharuskan pemasngan katup buatan. Insidens kista hati meningkat secara
progresif pada hamper 40% pasien setelah usia 60 tahun. Sebagian besar
pasien asimtomatik dengan uji fungsi hati normal, tetapi kista di dalam hati ini
dapat mengalami perdarahan, terinfeksi, pecah dan menimbulkan nyeri.
Meskipun frekuensi kista hati sama di antara kedua jenis kelamin namun
wanita lebih besar kemungkinan memiliki kista massif. Pada pasien ADPKD
sering dijumpai divertikulum kolon, dengan insidens perforasi yang tinggi.
Herna inguinalis dan dinding abdomen juga lebih sering terjadi daripada
populasi umum.

Gambaran klinis Autosomal Reseccive Polycystic Kidney Disease (ARPKD)


sangat beragam. Hingga 50% neonates yang terkena meninggal akibat
hipoplasia paru akibat oligohidramnion karena penyakit ginjal intrauterus
yang parah. Sekitar 80% dari mereka yang bertahan hidup melewati masa
neonates akan tetap hidup setelah 10 tahun; namun, sepertiga dari mereka
akan mengalami PGSA. Ginjal yang membesar mungkin sudah terdeteksi
setelah lahir sebagai massa abdomen bilateral. Kemudian muncuk gangguan
kemampuan memekatkan urin dan asidosis metabolic seiring merosotnya
fungsi tubulus. Sering terjadi hipertensi dalam beberapa tahun pertama
kehidupan. Fungsi ginjal merosot progresif sejak masa anak hingga dewasa

Polycystic Kidney Disease Page 28


muda. Pasien yang berrtahan hidup lama sering mengalami hipertensi porta,
varises esophagus, dan hipersplenisme akibat fibrosis peroporta (Jameson,
J.Larry, 2012).

F. KOMPLIKASI
Beberapa bayi dengan penyakit ini bertahan selama 2 tahun dan kemudian
meninggal akibat dari komplikasi hati atau ginjal, jantung, atau gagal napas.
Kemungkinan komplikasi pada orang dewasa meliputi:
1. Pielonefritis.
2. Hematuria berulang.
3. Ancaman perdarahan retroperitoneal dari kista yang pecah.
4. Proteinuria.
5. Nyeri perut akibat kolik ureter.
6. Gagal ginjal.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urinalisis menunjukkan proteinuria (protein dalam urin) setelah glomeruli
terkena. Hematuria (darah dalam urin). Bakteri dalam urin
mengindikasikan infeksi, biasanya dalam kista. Sampel urine untuk kultur
dan uji sensitivitas bila ada bukti infeksi. Karena penurunan fungsi ginjal,
kreatinin serum dan nitrogen urea darah (BUN) meningkat. Dengan
penurunan fungsi ginjal, kreatinin menurun, perubahan dalam penanganan
ginjal natrium dapat menyebabkan kerugian baik natrium atau retensi
natrium (Ignatavicius, Workman.2013).

Polycystic Kidney Disease Page 29


2. Ekskresi atau Retrograde Urografi menunjukkan ginjal membesar dengan
pemanjangan pelvis ginjal, rata dari lekukan kalik dan di ginjal yang
disebabkan oleh kista. Ekskresi urography dari neonatus menunjukkan
ekskresi sedikit dari media kontras.
3. Urinalisis dan kreatinin tes menunjukkan hasil spesifik yang menunjukkan
kelainan (Merkle, Carrie J. 2005).
4. Ultrasonografi memperlihatkan gnjal membesar ekogenik. Diagnosis dapat
ditegakkan in utero setelah gestasi 24 minggu pada kasus yang parah,
tetapi kista umumnya baru terlihat setelah lahir. Pada pasien dewasa, tidak
adanya kista ginjal pada kedua orang tua dengan pemeriksaan
ultrasonografi membantu membedakan ARPKD dari ADPKD. Mutasi
yang beragam dan besarnya ukuran gen memperumit diagnosis molecular,
meskipun tetap dapat dilakukan diagnosis prenatal melalui analisis
keterkaitan gen dengan lokus PKHD1 pada keluarga dengan riwayat bayi
ARPKD.
Sesnsitivitas ultrasonografi ginjal untuk mendeteksi ADPKD adalah 100%
untuk pasien berusia 30 tahun atau lebih dengan riwayat keluarga postif.
Criteria diagnostic mensyaratkan dua atau lebih kista di satu ginjal dan
paling tidak satu kista di ginjal kontralateral pada pasien berusia muda,
tapi empat atau lebih pada pasien berusia lebih dari 60 tahun karena
meningkatnya frekuensi kista sampel jinak (Jameson, J.Larry, 2012).

H. PENATALAKSANAAN.
Pengobatan dan Perawatan termasuk:
1. Antibiotik untuk infeksi.
2. Hidrasi yang memadai untuk menjaga keseimbangan cairan.
3. Drainase bedah abses kistik atau perdarahan retroperitoneal.
4. Operasi untuk sakit keras (gejala umum) atau analgesik untuk sakit perut.

Polycystic Kidney Disease Page 30


5. Dialisis atau transplantasi ginjal untuk gagal ginjal yang progresif.
6. Nefrektomi tidak dianjurkan (penyakit ginjal polikistik terjadi bilateral,
dan infeksi bisa kambuh di ginjal yang tersisa) (Merkle, Carrie J. 2005).

Keperawatan dan manajemen kolaboratif penyakit ginjal polikistik.


Ada pengobatan nospecific untuk PKD . Sebuah Tujuan utama dari
pengobatan adalah untuk mencegah atau mengobati infeksi saluran kemih .
Nefrektomi mungkin diperlukan, perdarahan , atau infeksi kronis, masalah
yang serius. Dialisis dan transplantasi ginjal mungkin diperlukan untuk
mengobati End Stage Kidney Disease (ESKD) .

Ketika mulai mengalami gagal ginjal yang progresif , intervensi rasa sakit
pada fungsi ginjal utama yang tersisa. Ukuran keperawatan yang digunakan
untuk pengelolaan ESKD termasuk pembatasan modifikasi diet cairan , obat-
obatan ( misalnya,anti hipertensi),dan bantuan untuk pasien dan keluarga
dalam menghadapi proses penyakit kronis dan masalah keuangan .

Orang yang memiliki PKD dewasa terkadang memiliki anak pada saat
penyakit didiagnosis. Pasien perlu konseling yang tepat mengenai rencana
untuk mempunyai lebih anak. Di samping itu, konseling genetik harus
diberikan untuk anak (Lewis, Sharon L.2014).

Therapy for Autosomal Dominant Polycystic Kidney Disease (ADPKD).

Saat ini, umumnya bersifat suportif, karena belum ada satu teraoi yang
terbukti dapat mencegah penurunan fungsi ginjal. Petunjuk Joint National
Committee (JNC) VII menganjurkan control hipertensi dengan tekanan darah
target sebesar 130/85 mmHg atau kurang; namun, tekanan yang lebih rendah
dilaporkan dapat memperlambat penurunan fungsi ginjal. Sering diperlukan
pemberian multi obat yang mencakup obat yang menghambat system rennin-
angiotensin. Belum ada bukti kuat untuk menganjurkan diet rendah protein,
khususnya pada oasien dengandisfungsi ginjal tahap lanjut sehingga status gizi

Polycystic Kidney Disease Page 31


perlu dibuat optimal. Anti mikroba larut lemak, misalnya trimetoprim-
sulfametoksazol dan kuinolon yang memiliki permeabilitas jaringan yang
baik, merupakan terapi pilihan untuk kista ginjal dan hati yang terinfeksi.
Untuk mengatasi nyeri kadang diperlukan drainase kista atau aspirasi
perkuitis, skleroterapi dengan alcohol, atau, yang jarang, drainase secara
bedah. Pasien dengan ADPKD tampaknya memiliki kesintasan yang lebih
baik pada dialysis peritoneum atau hemodialisis dibandingkan dengan pasien
PGSA oleh kausa lain. Mereka yang menjalani transplantasi ginjal mungkin
memerlukan nefroktomi bilateral jika ginjal sangat membesar atau kista
ginjalnya terinfeksi. Agka kesintasan pascatransplantasi seruoa dengan pada
pasien gagal ginjal oleh kausa lain, tetapi pasien beresiko mengalami penyulit
ADPKD di luar ginjal. Studi-studi pada hewan model untuk penyakit kistik
herediter member harapan tentang strategi pengobatan, termasuk antagonis
reseptor vasopressin V2 yang menekan pertumbuhan kista dengan menurunkan
cAMP intrasel dan inhibitor sinyal sel yang menargetkan reseptor factor
pertumbuhan epidermis tirosin kinase untuk mengendalikan proliferasi sel.

Therapy Autosomal Reseccive Polycystic Kidney Disease (ARPKD)

Belum ada terapi spesifik untuk ARPKD. Perbaikn dalam ventilasi mekanis,
terapi penunjang neonates, penanganan tekanan darah, dialysis, dan
transplantasi ginjal menyebabkan banyak pasien yang bertahan hidup hingga
dewasa. Penyulit fibrosis ati mungkin mengharuskan dilakukannya
transplantasi hati. Di massa mendatang, terapi mungkin ditujukan kepada
mekanisme sel sinyal yang menyimpan, seperti pada ADPKD (Jameson,
J.Larry, 2012).

I. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian.
a) Riwayat Penyakit.

Polycystic Kidney Disease Page 32


Tanyakan riwayat keluarga dari pasien dengan dugaan atau aktual
PKD, dan bertanya apakah salah satu orangtua memiliki PKD atau
apakah ada riwayat keluarga penyakit ginjal. Usia di mana masalah
didiagnosis pada orang tua dan komplikasi terkait adalah penting.
Tanyakan tentang sembelit, perut tidak nyaman, perubahan warna urin,
atau frekuensi, tekanan darah tinggi, sakit kepala, dan riwayat keluarga
kematian mendadak dari stroke (Ignatavicius, Workman, 2013).

b) Penilaian Psikososial.
Sebagai kelainan bawaan, PKD dapat menyebabkan respon
psikososial. Pasien sering telah melihat efek dan masalah penyakit
pada anggota keluarga dekat. Dia mungkin memiliki orang tua yang
meninggal atau kerabat dekat yang diperlukan dialisis atau
transplantasi. Sementara mendapatkan riwayat keluarga, dengarkan
dengan seksama perasaan yang diucapkan dan yang tak terucapkan
kemarahan, kebencian, kesia-siaan, kesedihan, atau kecemasan.
Perasaan tersebut mungkin salah satu atau kedua orang tua atau proses
diagnosis dan pengobatan. Perasaan bersalah dan kepedulian untuk
anak-anak pasien juga dapat mempersulit masalah ini (Ignatavicius,
Workman, 2013).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa berdasarkan NANDA yang bisa diangkat antara lain:
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan suplai
pembuluh darah ginjal dan retensi natrium yang mengakibatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan
akibat anemia, ketidakadekuatan oksigenasi sekunder akibat
komplikasi jantung dan paru.
c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan (insersi akses
darah hemodialisis atau kateter peritoneal), transplantasi ginjal.
d) Keputusasaan berhubungan dengan penurunan atau pemburukan
kondisi fisik.
e) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema, pruritus.

Polycystic Kidney Disease Page 33


3. Intervensi Keperawatan
Intervensi untuk pasien dengan ADPKD termasuk manajemen nyeri dan
pencegahan infeksi, sembelit, hipertensi, dan penyakit ginjal kronis.
Bahkan penyakit berkembang ke titik bahwa ginjal tidak lagi berfungsi
untuk membersihkan limbah, perawatan menjadi mirip dengan yang
dibutuhkan untuk pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir.

Mengelola nyeri.

Strategi kenyamanan meliputi terapi obat dan pendekatan yang saling


melengkapi. Kombinasi mungkin paling efektif. NSAID digunakan
dengan hati-hati karena kecenderungan mereka untuk mengurangi aliran
darah ginjal. Senyawa yang mengandung aspirin dihindari untuk
mengurangi risiko perdarahan.

Jika infeksi kista menyebabkan ketidaknyamanan, antibiotik seperti


trimetoprim / sulfametoksazol atau ciproflolaxin diresepkan. Obat ini
memasuki dinding kista. Memonitor kadar kreatinin serum karena terapi
antibiotik dapat nefrotoksik. Ketika sakit parah, kista dapat dikurangi
dengan aspirasi jarum dan drainase.

Ajarkan pasien metode relaksasi dan aman nyaman menggunakan teknik


nafas dalam. Hasil yang diharapkan adalah manajemen diri pasien.

Mencegah Sembelit

Ajarkan pasien bagaimana mencegah sembelit dengan menjaga asupan


cairan yang cukup, meningkatkan serat makanan ketika asupan cairan
lebih dari 2500mL / 24 jam, dan berolahraga ringan. Jelaskan bahwa
tekanan pada usus besar dapat terjadi sebagai peningkatan ukuran dari
penyakit ginjal polikistik. Menyarankan dia tentang penggunaan pelunak
feses, termasuk hati-hati dalam penggunaan obat pencahar, untuk
mencegah sembelit kronis.

Mengendalikan hipertensi dan mencegah End Stage Kidney Disease.

Polycystic Kidney Disease Page 34


Mengontrol tekanan darah diperlukan untuk mengurangi komplikasi
kardiovaskular dan disfungsi ginjal yang progresif Intervensi keperawatan
meliputi pendidikan untuk mempromosikan manajemen diri dan
pemahaman. Ketika hasil dari kerusakan ginjal konsentrasi urin menurun
dengan nokturia dan berat jenis urin rendah, mendesak pasien untuk
minum setidaknya 2L cairan per hari untuk mencegah dehidrasi, yang
selanjutnya dapat mengurangi fungsi ginjal. Membatasi asupan natrium
dapat membantu mengontrol tekanan darah.

Terapi obat untuk mengontrol tekanan darah meliputi obat antihipertensi


dan diuretik. Obat antihipertensi termasuk angiotensin converting enzyme
(ACE) inhibitor, calcium channel blocker, beta blocker, dan vasodilator.
ACE inhibitor dapat membantu mengontrol aspek pertumbuhan sel dari
PKD dan mengurangi mikroalbuminuria.

Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana mengukur tekanan darah dengan


catatan. Membantu pasien membuat jadwal untuk obat-obatan,
pemantauan berat badan setiap hari, dan menyimpan catatan tekanan
darah. Jelaskan efek samping potensial dari obat.

Sebuah diet rendah sodium sering diresepkan untuk mengontrol hipertensi


yang biasanya terjadi pada PKD. Namun, beberapa pasien mungkin
memiliki asupan garam rendah dan tidak harus mengikuti diet sodium
yang dibatasi. Asupan protein mungkin terbatas untuk memperlambat
perkembangan penyakit ginjal tahap akhir. Membantu pasien dan keluarga
dalam memahami rencana diet dan mengapa hal itu ditentukan. Bekerja
sama dengan ahli gizi untuk mendorong pemahaman pasien. Juga merujuk
pasien untuk konseling gizi (Ignatavicius, Workman.2013).

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan suplai


pembuluh darah ginjal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus.
Kriteria hasil:
1. Tekanan darah pasien dalam batas tertentu.

Polycystic Kidney Disease Page 35


2. Pasien dapat merencanakan asupan cairan dalam 24 jam sesuai
instruksi.
3. Pasien mendemonstrasikan keterampilan dalam memilih makanan
yang dibolehkan untuk dimakan.

Intervensi Rasional

1. Pantau tekanan darah, nadi, 1. Perubahan parameter dapat


irama jantung, suhu dan suara mengindikasikan perubahan
napas setidaknya setiap 4 jam. status cairan atau elektrolit.
Catat dan laporkan
perubahannya.
2. Pantau asupan, haluaran, dan
2. Asupan yang melebihi haluaran
berat jenis urine secara cermat,
dan peningkatan berat jenis
setidaknya setiap 4 jam.
urine dapat mengindikasikan
retensi atau kelebihan beban
cairan.
3. Pantau BUN, kreatinin, kadar 3. BUN dan kreatinin
elektrolit, kadar hemoglobin, mengindikasikan fungsi ginjal;
dan hematokrit. kadar elektrolit;hemoglobin dan
hematokrit membantu
4. Ukur berat badan pasien setiap mengindikasikan status cairan.
4. Untuk memberikan pembacaan
hari sebelum sarapan, sesuai
yang konsisten. Periksa adanya
program.
tanda-tanda retensi cairan,
seperti edema dependen, edema
sacral, asites.
5. Berikan cairan sesuai instruksi.
5. Kelebihan cairan IV dapat
Pantau kecepatan aliran IV
memperburuk kondisi pasien.
secara cermat . 6. Keterlibatan pasien dapat
6. Bila cairan oral diperbolehkan,
mendorong kepatuhan.
bantu pasien membuat jadwal
untuk asupan cairan.
7. Untuk meningkatkan
7. Jelaskan alas an pembatasan
pemahaman dan kepatuhan
cairan dan diet.

Polycystic Kidney Disease Page 36


pasien.
8. Pelajari makanan kesukaan 8. Untuk meningkatkan kepatuhan.
pasien dan rencanakan sesuai
dengan pembatasan diet yang
dianjurkan.
9. Berikan perawatan mulut
9. Untuk mencegah dhidrasi
setiap 4 jam. Pertahankan
mukosa.
kelembapan membrane
mukosa dengan pelumas larut
air.
10. Berikan permen asam yang
keras untuk menurunkan rasa
haus dan meningkatkan rasa.
11. Dukung pasien dengan umpan 11. Untuk mendorong kepatuhan
balik positif tentang kepatuhan pasien.
terhadap pembatasan.
12. Berikan perawatan kulit setiap
12. Tindakan tersebut dapat
4 jam. Ganti posisi pasien
meningkatkan aliran balik vena,
setidaknya 2 jam. Tinggikan
mengurangi edema dan
ekstremitas yang mengalami
mencegah kerusakan kulit.
edema.
13. Periksa kulit pasien setiap hari
13. Edema dapat menyebabkan
untuk mengetahui tanda memar
penurunan perfusi jaringan
atau perubahan warna.
14. Dorong pasien untuk dengan perubahan kulit.
14. Tindakan tersebut dapat
membantu melakukan aktivitas
meningkatkan citra diri dan
hidup sehari-hari.
membantu memobilisasi cairan
dari daerah yang udem.
15. Selingi periode istirahat
15. Untuk menghindari keletihan
dengan aktivitas.
yang semakin buruk akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
16. Tingkatkan aktivitas pasien 16. Peningkatan aktivitas secara
sesuai toleransi. Contohnya; bertahap meningkatkan

Polycystic Kidney Disease Page 37


lakukan ambukasi dan penyesuaian tubuh terhadap
tingkatkan aktivitas perawatan peningkatan kebutuhan oksigen
diri yang dilakukan oleh jaringan dan kemungkinan
pasien. peningkatan aliran balik vena.
17. Gunakan stoking antiemboli 17. Untuk meningkatkan aliran
atau stoking tekanan pneumatic balik vena. Dan buka selama 1
intermitten. jam setiap 8 jam atau sesuai
kebijakan rumah sakit.
18. Untuk memantau dehidrasi.
18. Kaji turgor kulit.
19. Untuk memantau asites dan
19. Ukur lingkar perut setiap
melaporkan setiap perubahan
giliran jaga.
yang ada.
20. Untuk mengajari dan
20. Perkenankan ahli gizi
menguatkan pembatasan diet.
mengunjungi pasien. 21. Tindakan tersebut dapat
21. Beri pendidikan kepada pasien
mendorong pasien, keluarga,
berkitan dengan: tindakan
dan teman pasien untuk
pengamanan lingkungan,
berpartisipasi penuh dalam
pembatasan cairan dan diet,
perawatan.
tanda dan gejala yang
menuntut penanganan medis
segera, pengobatan (nama,
dosis, frekuensi, efek
terapeutik, dan efek yang
merugikan), tingkat aktivitas,
cara mencegah infeksi.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan


akibat anemia, ketidakadekuatan oksigenasi sekunder akibat komplikasi
jantung dan paru.
Kriteria hasil:
1. Pasien meyatakan keinginannnya untuk meningkatkan aktivitas.
2. Pasien menyatakan mengerti tentang kebutuhannya untuk
meningkatkan aktivitas secara bertahap.

Polycystic Kidney Disease Page 38


3. Pasien mengidentifikasi factor-faktor terkontrol yang menyebabkan
kelemahan.

Intervensi Rasional

1. Diskusikan dengan pasien 1. Untuk mengkomunikasikan


tentang perlunya beraktivitas. kepada pasien bahwa aktivitas
akan meningkatkan
kesejahteraan fisik dan
psikososial.
2. Untuk meningkatkan
2. Identifikasi aktivitas-aktivitas
motovasinya agar lebih efektif.
pasien yang diinginkan dan
sangat berarti baginya.
3. Dorong pasien untuk 3. Partisipasi pasien dalam
membantu merencanakan perencanan dapsat membantu
kemajuan aktivitas yang memperkuat keyakinan pasien.
mencakup aktivitas yang
diyakini sangat penting oleh
pasien.
4. Instruksikan dan bantu pasien
4. Untuk menurunkan kebutuhan
beraktivitas diselingi istirahat.
oksigen tubuh dan mencegah
5. Isendifikasi dan minimalkan keletihan.
5. Untuk membantu meningkatkan
factor-faktor yang dapat
aktivitas.
menurunkan toleransi latihan
pasien.
6. Pantau respons fisiologis
terhadap peningkatan aktivitas 6. Untuk meyakinkan bahwa
(termasuk respirasi,denyut frekuensinya kembalinormal
jantung dan irama jantung, beberapa menit setelah
tekanan darah). melakukan latihan.
7. Ajarkan kepada pasien cara
menghemat energy ketika
7. Tindakan tersebut dapat
melakukan aktivitas sehari-
menurunkan metabolism selular

Polycystic Kidney Disease Page 39


hari. Contohnya: duduk di dan kebutuhan oksigen.
kursi ketika berpakaian,
memakai baju ringan yang
mudah dikenakan dengan
perekat Velcro atau sedikit
kancing besar dan memakasi
sepatu yang tidak licin.
8. Ajarkan kepada pasien latihan
yang dapat meningkatkan
8. Yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan.
pernapasan dan secara bertahap
9. Beru dukungan dan dorongan
meningkatkan aktivitas.
pada tingkat aktivitas pasien
9. Untuk membantu pasien
yang dapat ditoleransi.
membangun kemandirian.
10. Sebelum pemulangan, susun
suatu rencana dengan pasien
10. Partisipasi dalam perencanaan
dan pemberi asuhan yang
dpat mendorong kepuasan dan
memungkinkan pasien
kepatuhan pasien.
melanjutkan berfungsi pada
tingkat toleransi maksimum
atau untuk secara bertahap
meningkatkan toleransi
aktivitas. Contohnya ajarkan
kepada pasien dan pemberi
asuhan cara memantau nadi
pasien selama aktivitas;
mengenali kebutuhan oksigen
bila dianjurkan; dn
menggunakan peralatan
pemberian oksigen secara
tepat.

Polycystic Kidney Disease Page 40


4. Evaluasi dan Dokumentasi Keperawatan.
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan suplai
pembuluh darah ginjal yang mengakibatkan penurunan laju filtrasi
glomerulus :
1) Pernyataan pasien yang mengindikasikan persepsinya terhadap
kondisi
2) Perubahan khusus pada status fisik pasien.
3) Observasi tentang respons pasien terhadap terapi.
4) Kondisi kulit dan membrane mukosa.
5) Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi atau mengatasi
diagnosis.
6) Evaluas setiap hasil yang diharapkan.

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan


akibat anemia, ketidakadekuatan oksigenasi sekunder akibat
komplikasi jantung dan paru:
1) Persepsi pasien tentang perlunya aktivitas.
2) Prioritas pasien dalam melakukan aktivitas yang dipilih.
3) Penjelasan pasien tentang efek-efek fisim dari berbagai aktivitas.
4) Observasi yang dilakukan ketika pasien melakukan aktivitas.
5) Aktivitas yang mampu dilakukan pasien.
6) Evaluasi setiap hasil yang diharapkan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Polycystic Kidney Disease atau penyakit ginjal polikistik adalah penyakit
herediter yang diturunkan akibat adanya mutasi gen dari orang tua yang dapat
bersifat dominan yakni yang dialami pada orang dewasa baik laki-laki dan
perempuan dan juga dapat bersifat resesif yang dapat dialami oleh bayi baru
lahir dimana pada organ ginjalnya terdapat kista yang dapat berisi cairan atau
nanah dan juga sel berhiperplasia dan bertambah banyak dan menggantikan
fungsi sel ginjal yang normal menjadi tak ada fungsnya sehingga ginjal akan

Polycystic Kidney Disease Page 41


mengalami penurunan fungsi dan dapat menimbulkan penyakit komplikas
sistemik lainnya diantara lain dapat menyerang aliran darah yang beredar
keseluruh tubuh, hepar dan juga organ-organ lainnya akan tetapi kondisi yang
terjadi pada bayi baru lahir ialah sangat fatal karena bayi akan meninggal
sesaat setelah kelahirannya. Orang yang mengalami penyakit ginjal polikistik
ini harus menjalani transplantasi ginjal atau hemodialisa sepanjang hidupnya.

B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito Lynda juall. 1999, alih bahasa, Monica Ester, Rencana Asuhan
Keperawatan dan Dokumentasi keperawatan. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta..

Ignatavicius, Workman.2013.Medical Surgical Nursing. Assessment and


Management of Clinical Problems Ninth Edition. St. Louis: Mosby.

Jameson, J.Larry.2012. Harrison Nefrologi dan Gangguan Asam Basa. Penerbit


Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Lemone,P., & Burke, K. 2008. Medical Surgical Nursing. Critical Thinking in


Client Care, 4th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Polycystic Kidney Disease Page 42


Lewis, Sharon L. 2014. Medical Surgical Nursing: Assessment and Management
of Clinical Problems edisi.9 Volume II.ELSEVIER.

Merkle, Carrie J. 2005. Handbook of Pathophysiolgy second edition.

Rudolph, Abraham M. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph II. Ed.20;Cet 1;Jil I.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Sukardja, I Dewa Gede.2000. Onkologi Klinik edisi 2.Airlangga University Press:


Jakarta.

Suryo, Ir. 2008. Genetika Strata 1. Cet 12. Gajah Mada University: Yogyakarta.

Taylor, Cynthia M. 2010. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan.


Ed.10.Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Polycystic Kidney Disease Page 43

You might also like