Professional Documents
Culture Documents
HIPOKALEMIA
Abstrak
Pendahuluan : Hipokalemia merupakan suatu keadaan ditemukan kadar kalium
plasma < 3,5 mmol/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan
dalam klinik, dengan penyebab dan gejala yang beragam.
Laporan kasus : Dilaporkan pasien baru masuk (PBM) via Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Arifin Achmad pada tanggal 14 Januari 2015, Perempuan 39 tahun
dengan keluhan tangan dan kaki lemas 2 hari sebelum masuk RSUD Arifin
Achmad. Lemas dirasakan pada kedua tangan dan kaki, dirasakan semakin
memberat hingga kedua tangan dan kaki sulit di gerakkan. Pasien sebelumnya
mengalami mencret, muntah, nafsu makan yang menurun, dan penurunan berat
badan hingga 15 kg dalam 1 bulan terakhir. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
mata cekung, konjungtiva anemis, bibir kering, bising usus meningkat, nyeri tekan
epigastrium, dan turgor kembali lambat. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin 11,8 gr/dl, hematokrit 35,6%, leukosit 13.900 /uL dan
trombosit 300.000 /uL, natrium 127 mmol/L, kalium 1,36 mmol/L, klorida 89
mmol/L.
Kesimpulan : Pasien didiagnosis sebagai gastroenteritis akut dengan gangguan
elektrolit. Penatalaksanaan keadaan hipokalemia dan penyakit yang mendasari
dengan tepat dapat memperbaiki keadaan pasien.
PENDAHULUAN
Kalium adalah kation yang memiliki jumlah sangat besar di dalam tubuh
manusia. Kalium terdapat terutama di intraselular, namun juga terdapat sedikit di
ekstraselular.1 Kalium merupakan nutrisi esensial yang didapatkan secara cukup
dalam makanan sehari-hari, dan diperlukan untuk mempertahankan volume total
cairan tubuh, keasaman, keseimbangan elektrolit, dan fungsi tubuh normal.2
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormon, transport cairan, dan berperan dalam perkembangan janin.1
Hipokalemia adalah bila kadar kalium plasma < 3,5 mmol/L ( Kalium : 1 mmol/L
= 1 mEq/L). Hipokalemia dapat disebabkan oleh (1) Kurangnya intake dari
1
Laporan Kasus
kalium, (2) Pengeluaran kalium yang berlebihan, baik melalui saluran cerna,
ginjal, atau keringat dan (3) masuknya kalium ke intrasel yang berlebihan.1
Hipokalemia adalah kejadian yang sering ditemukan dalam klinik, di
Amerika, 20% dari pasien rawat inap ditemukan dengan hipokalemia, meskipun
hanya 4-5% dari pasien yang menunjukkan gejala klinis.3 Pasien dengan
hipokalemia ringan (Kadar Kalium 3,0-3,5 mmol/L) pada umumnya tidak
ditemukan gejala klinis. Penelitian yang dilakukan pada pasien usia lanjut di
bangsal penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang, ditemukan sebanyak 10%
dirawat dengan gangguan elektrolit berupa hipokalemia, dengan penyebab dan
gejala yang beragam.1,3
TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Kalium
Kalium (K+) merupakan kation utama intraselular. Kalium diperoleh dari
makanan sehari-hari dan diserap oleh saluran cerna, untuk kemudian di
distribusikan 98% ke intrasel, (terutama otot, hati, dan eritrosit) dan 2% sisanya di
ekstrasel. Kelebihan dari kalium di eksresikan sekitar 90% bersama dengan urin
dan 10% di feses.1,4 Kadar normal kalium intrasel adalah 150 mmol/L, dan ekstra
sel 3,5-5,0 mmol/L.4
Konsentrasi kalium plasma (ekstrasel) hanya berkisar 2% dari keseluruhan
kadar kalium di tubuh, tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga homeostasis, kelebihan dan kekurangan kalium dalam plasma dapat
menyebabkan gangguan fungsi tubuh normal.4
Keseimbangan kalium diatur dengan menyeimbangkan eksresi, serta
distribusi intrasel dan ekstrasel. Keseimbangan kalium dipertahankan terutama
lewat regulasi ekskresi ginjal. Lokasi regulasi paling penting berada di duktus
koledokus, di mana terdapat reseptor aldosteron, yang kemudian memiliki respon
meningkatkan distribusi kalium ke intrasel.3
Saat terjadi peningkatan kadar kalium plasma, baik karena makanan atau
pembebasan kalium internal, terjadi respon awal tubuh berupa kontrol hormonal
dengan memproduksi insulin, yang kemudian menstimulasi Pompa Na-K untuk
mendistribusikan kalium ke intrasel.1,4
2
Laporan Kasus
Definisi Hipokalemia1
Hipokalemia adalah apabila ditemukan kadar kalium dalam plasma < 3,5
mmol/L. Hipokalemi merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik,
dengan penyebab yang sangat beragam.1
Epidemiologi
Kadar kalium dipengaruhi dari asupan makanan seseorang, dan asupan
kalium berbeda pada masing – masing individu, tergantung pada usia, jenis
kelamin, latar belakang etnis. Pada populasi umum, kalium didapatkan dalam
jumlah yang cukup dalam makanan sehari-hari, meskipun diperkirakan
didapatkan < 1 % orang yang sehat memiliki kadar kalium < 3,5 mmol/L, tetapi
tidak menimbulkan gejala. 5
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik,
prevalensi yang dilaporkan bervariasi antara 3,5-24%, dan sering ditemukan pada
pasien rawat inap. Dapat terjadi pada semua usia, jarang terjadi pada anak-anak
3
Laporan Kasus
dan sering terjadi pada pasien lanjut usia, hal ini karena rendahnya asupan diet
pada pasien lansia. Hipokalemia juga sering terjadi pada penggunaan diuretik,
terutama tiazid. 1,3,5
Pada penggunaan tiazid, hipokalemia terjadi hingga 20% penggunaan,
dengan kadar hipokalemia yang bermacam-macam, pada penggunaan diuretik
hemat kalium masih dapat terjadi meskipun jarang. Pada orang dengan gangguan
pola makan, Hipokalemia ditemukan pada 4,6%-19,7% pada pasien, pada pasien
dengan AIDS ditemukan hipokalemia pada 23,1% pasien, dan juga pada pasien
alkoholik ditemukan hipokalemia pada 12,6% pasien, diduga disebabkan oleh
penurunan reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia.6,7,8
Etiologi
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut (1) Asupan kalium
yang kurang, (2) pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna
(Gasrointestinal loss), ginjal (renal loss) dan keringat, (3) kalium yang masuk ke
dalam sel.1
4
Laporan Kasus
5
Laporan Kasus
dapat dilakukan pemeriksaan kadar kalium urin 24 jam, jika didapatkan kadar
kalium urin > 30 meq/hari berarti pengeluaran kalium disebabkan oleh renal loss,
jika kadar kalium urin < 25 meq/ hari, berarti dapat dicurigai disebabkan oleh
gastrointestinal loss.10 Jika didapatkan Kalium urin > 30 mEq/hari, perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah untuk melihat penyebab dari renal loss.
Pendekatan etilogi dari hipokalemia dapat dilihat dari gambar 2 berikut :
Patogenesis
Kalium memiliki fungsi untuk mempertahankan keseimbangan cairan,
mengatur keseimbangan elektrolit, berperan dalam impuls, baik syaraf, kontraksi
6
Laporan Kasus
otot, dan jantung. Pada hipokalemia terjadi gangguan pada fungsi normal kalium
tersebut. 1
Gejala neuromuskular dan kardiak yang diinduksi oleh hipokalemia terkait
dengan perubahan pembentukan potensial aksi. Kemampuan untuk mencetuskan
potensial aksi terkait dengan besaran potensial membran istirahat dan juga
keadaan aktivasi kanal membran natrium, pembukaan kanal-kanal natrium ini
yang menyebabkan terjadinya difusi pasif natrium ekstraselular ke intrasel.
Menurut Rumus Nernst, potensial membran istirahat terkait dengan rasio
konsentrasi kalium intraselular terhadap ekstraselular. Penurunan konsentrasi
kalium plasma akan meningkatkan rasio ini, potensial istirahat menjadi lebih
negatif dan oleh karenanya terjadi hiperpolarisasi membran sel. Keadaan ini
meningkatkan permeabilitas natrium, yang meningkatkan eksitabilitas membran.
Efek utama hipokalemia adalah repolarisasi yang berkepanjangan. 6,7,9
Manifestasi Klinis1
Manifestasi klinis dari hipokalemia beragam, dengan keparahannya
tergantung dari derajat hipokalemia. Gejala biasanya muncul jika kadar kalium <3
meq/L. Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, ‘restless legs syndrome’
dari eksremitas bawah merupakan gejala yang sering ditemukan, karena membran
potensial istirahat yang lebih negatif. Pada penurunan kalium yang lebih berat
dapat terjadi kelumpuhan atau rabdomiolisis, dan hipoventilasi (karena
keterlibatan otot pernapasan).1,6,7
Efek hipokalemia yang akan terjadi pada jantung biasanya aritmia berupa
timbulnya fibrilasi atrium serta takikardi ventrikuler. Hal ini terjadi dikarenakan
oleh perlambatan repolarisasi ventrikel yang menimbulkan arus re-entry. Tekanan
darah yang meningkat pada hipokelemia dengan mekanisme yang tidak jelas.
Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada awalnya didapatkan inversi
gelombang T, munculnnya gelombang U, ST depresi, pemanjangan interval QU.
Pada keadaan berat, didapatkan pemanjangan interval PR, rendahnya voltage,
pelebaran kompleks QRS, dan risiko aritmia ventrikel, terutama pada pasien
dengan infark miokard dan left ventrikel hypertrophy (LVH).6,7,8
7
Laporan Kasus
Penatalaksanaan1
Terdapat beberapa indikasi koreksi kalium, yaitu (1) Indikasi mutlak,
kalium harus diberikan segera pada beberapa keadaan seperti pasien dalam
pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan
kelemahan otot pernapasan, dan pada pasien dengan hipokalemia berat (< 2
Meq/L), (2) Indikasi kuat, yaitu kalium diberikan dalam waktu tidak terlalu lama,
yaitu pada keadaan iskemia otot jantung, enselofati hepatikum, pemakaian obat
yang memindahkan kalium ke intrasel, (3) Indikasi sedang yaitu tidak perlu
segera, seperti pada hipokalemia ringan. Pada pasien dengan hipokalemia, perlu
diperhatikan kelainan jantung dengan monitoring EKG, dan monitoring elektrolit
untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. 1,11
Penatalaksanaan dari hipokalemia berupa koreksi dari keadaan
hipokalemia itu sendiri dan penatalaksanaan terhadap penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan hipokalemi ringan (3-3,4 mEq/L) dan/atau
pada pasien yang dapat menerima makanan peroral, dapat diberikan kalium dalam
bentuk oral.1 Bila memungkinkan, deplesi kalium sebaiknya diberikan dengan
makanan kaya kalium (terutama pisang, kismis, jeruk, jus buah, daging, susu,
tomat segar, kentang) atau penambahan garam kalium.9
Pemberian kalium intravena perlu diberikan jika pasien tidak dapat
menerima kalium secara peroral atau jika defisiensi kalium sangat berat.
Pemberian kalium intravena yaitu dalam bentuk larutan KCL, .1,9 Kalium harus
diberikan dalam larutan nondekstrosa, karena larutan dekstora merangsang
pelepasan insulin yang akan memperberat hipokalemia.9
KCL dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik, dengan
maksimal 60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonik, kelebihan dari
8
Laporan Kasus
ketentuan ini meningkatkan risiko nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedang pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5
mEq/L.1
Pemberian kalium isarankan melalui vena besar dengan kecepatan 10-20
mEq/jam.9 Dijelaskan bahwa koreksi dengan kalium intravena tidak boleh
melebihi 20 mEq/ jam, untuk menghindari efek hiperkalemia yang serius.9 Namun
dari Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia diakatakan pada keadaan aritmia
atau kelumpuhan otot pernapasan dapat ditingkatkan kecepatan hingga 40-100
mEq/jam, dengan pengecekan kalium yang intensif.1
ILUSTRASI KASUS
Ny. GS (39 tahun) merupakan PBM via Poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 17 Januari 2015 dengan keluhan tangan dan kaki
lemas sejak 2 hari SMRS yang semakin memberat. Pasien dalam keadaan sadar,
namun merasa lemas seluruh tubuhnya.
± 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan nafsu makan yang berkurang, berat
badan pasien berkurang ±10 kg dalam 1 bulan terakhir.
± 4 hari SMRS pasien mengeluhkan mencret-mencret, mencret cair,
berlendir, berwarna coklat kehijauan, dengan frekuensi 5-6 kali per hari, dan
volume 1 kali mencret 1 gelas kecil (±200cc). Pasien juga mengeluhkan muntah,
muntah berwarna putih kekuningan, bercampur makanan, frekuensi muntah 4-5
kali per hari, dengan volume 1/2 gelas kecil (±100cc), keluhan diawali rasa mual.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di perut, seperti melilit, dan dirasakan di ulu hati.
Sebelumnya pasien memakan makanan pedas yang dibeli di pinggiran jalan.
Tidak ada keluhan dari buang air kecil, jumlah dan frekuensi dalam batas normal.
Tidak ada keluhan sesak dan berdebar-debar.
± 2 hari SMRS. Pasien merasakan kedua tangan dan kaki lemas, yang
dirasakan semakin memberat, hingga pasien sulit untuk berdiri. Pasien kemudian
dibawa ke Poliklinik Penyakit Dalam dan dirawat di bangsal penyakit dalam.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat gastritis dan semakin sering kambuh 1 tahun belakangan, dan
9
Laporan Kasus
dirawat 1 bulan yang lalu karena gastritis. Riwayat penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi tidak ada. Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan sakit yang
sama. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan hipertensi seperti diuretik.
Pasien berkerja sebagai karyawan perusahaan swasta, sebagai buruh pabrik
makanan. Suami pasien juga berkerja sebagai buruh pabrik, pasien memiliki
tanggungan 6 orang anak dan orang tua yang sudah tidak bekerja. Pasien memiliki
kebiasaan meilih-milih makanan, sering mengkonsumsi makanan pedas, makanan
asam, dan sering mengkonsumsi makanan diluar. Tidak ada kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol.
Dari pemeriksaan umum kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak
sakit sedang, keadaan gizi buruk, berat badan 35 Kg, tinggi badan 150 cm, dengan
indeks massa tubuh (IMT) 14,6 kg/m2, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi
60 kali/menit reguler dengan pengisian lemah, frekuensi napas 29 kali/menit
reguler dengan jenis pernapasan normal, dan suhu aksila 36,9oC.
Dari pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan mata terlihat cekung,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Mukosa bibir pucat dan kering. Tidak
terdapat pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening. dan JVP 5-1 cm.
Pada pemeriksaan thoraks paru-paru, dari inspeksi didapatkan pergerakan
dinding dada simetris, tidak ada retraksi iga, tidak tampak penggunaan otot bantu
nafas, tipe pernapasan torakoabdominal, dari palpasi didapatkan vocal fremitus
simetris kanan dan kiri, pada perkusi terdapat sonor pada kedua lapangan paru.
Batas paru dan hepar pada SIK VI, auskultasi suara nafas vesikuler di kedua
dinding dada, ronkhi dan wheezing tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus kordis tidak terlihat, pada
palpasi teraba pada linea midclavicula sela iga kelima. Pada perkusi didapatkan
batas jantung kanan linea parasternalis dekstra SIK IV dan batas jantung kiri linea
midklavikula sinistra SIK V, dari auskultasi terdengar bunyi jantung S1 dan S2
reguler, murmur dan gallop tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan abdomen, dari inspeksi didapatkan perut tampak datar,
tidak ada skar, tidak terdapat venektasi. Pada auskultasi ditemukan bising usus
hiperaktif. Pada palpasi, perut teraba supel dan didapatkan nyeri tekan pada
epigastrium, hepar dan lien tidak teraba. Pada perkusi terdengar timpani pada
10
Laporan Kasus
semua regio abdomen. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema, akral
teraba dingin, capillary refill time (CRT) < 2 detik, sensibilitas kasar dan halus
normal kanan dan kiri, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba kuat simetris kanan dan
kiri, turgor kembali lambat, eksremitas lemah, kekuatan otot tangan dan kaki 2/5.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan darah
rutin dan pemeriksaan elektrolit pada tanggal 14 Januari 2015, namun hasil belum
keluar. Tidak dilakukan pemeriksaan EKG pada pasien.
Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa daftar
masalah pasien meliputi suspek gangguan elektrolit dan gastroenteritis akut.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini yaitu diberikan diet tinggi garam dan
kalium, infus Ringer Lactat 500 cc 30 tetes per menit (tpm), dan futrolit 500 cc 30
tetes per menit, untuk keluhan gastrointestinalnya diberikan ranitidin 2x1, iodia,
hyosin 3x1, dan antibiotik ceftriaxone.
11
Laporan Kasus
dirasakan. Tidak ada sesak dan rasa berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 82x/ menit reguler, suhu 37,2 0C
dan frekuensi napas 19x/ menit. Kesan pada pasien, keluhan gastrointestinal sudah
berkurang, masih terjadi hipokalemia. Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan
dan ditambahkan KSR 3x1 dan pemberian NaCl 0,9% + 2 KCL 20 tpm, NaCl 3%
2 kolf 20 tpm, dan futrolit 20 tpm.
Hasil follow up pasien tanggal 18 Januari 2015 keluhan mual, muntah, dan
mencret sudah tidak ada, lemas pada tangan dan kaki sedikit berkurang. Tidak ada
sesak dan berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 74x/ menit reguler, suhu 36,2 0C dan frekuensi napas 19x/
menit. Kesan pada pasien terdapat perbaikan. Penatalaksanaan pada pasien
diberikan diet lunak tinggi garam, penatalksanaan lain dilanjutkan dan
direncanakan pemeriksaan elektrolit.
Hasil follow up pasien tanggal 19 Januari 2015 keluhan mual, muntah, dan
mencret sudah tidak ada. Lemas pada tangan dan kaki berkurang, tetapi masih
kesulitan untuk berjalan. Sesak dan berdebar-debar tidak ada. Dari pemeriksaan
tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78x/ menit, suhu 36,2
0
C dan frekuensi napas 19x/ menit. Dari hasil Pemeriksaan elektrolit didapatkan
Na+ 130,5 mmol/L, K+ 3,74 mmol/L, Cl+ 99,3 mmol/L. Dari hasil anamnesis
masih didapatkan kesan kelemahan, sehingga direncanakan untuk pemeriksaan
elektrolit ulang . Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan.
12
Laporan Kasus
pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 70x/ menit,
suhu 36,4 0C dan frekuensi napas 16x/ menit. Dari hasil pemeriksaan elektrolit
didapatkan Na+ 132,6 mmol/L, K+ 1,44 mmol/L, Cl+ 99,3 mmol/L. Kesan pada
pasien terdapat perbaikan. Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan, diet makan
berat, tinggi garam dan kalium, NaCL 0,9% + KCL 1 flash, kemudian 3 Ringer
Lactat : 1 Futrolit, KSR 3 x 1 tab.
PEMBAHASAN
13
Laporan Kasus
kekuatan otot kaki 2/5, dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan K+ 1,39
mmol/L.
30,2 𝑚𝐸𝑞, artinya K+ yang harus dikoreksi sebanyak 30,2 mEq. Pasien diberikan
14
Laporan Kasus
2 flash KCL (25 mEq /25 cc/flash) dilarutkan dalam NaCL 0,9%, diberikan
dengan kecepatan 20 tetes per menit, dengan maintenance RL : Futrolit. Terapi
non farmakologi lain berupa diet makan lunak, hingga keluhan mual pasien
hilang. Terapi farmakologis yaitu pengobatan pada keluhan gastrointestinalnya.
Koreksi K+ harus diperhatikan dan dievaluasi, apakah terdapat nyeri pada situs
pemberian, perbaikan dari keluhan, pemeriksaan EKG, pemeriksaan elektrolit
ulang, dan evaluasi penyulit. Pada pasien dengan keadaan umum yang baik dan
tidak ada kelainan dari EKG, dapat diberikan makanan tinggi kalium peroral.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan EKG, perbaikan dari keluhan, dan
dari pemeriksaan ulang didapatkan kadar K+ plasma 4 hari setelah terapi adalah
1,44 Meq/L. Pasien di pulangkan pada keadaan yang telah stabil, keluhan lemas
yang sudah hilang, pasien dapat konsumsi makanan dan obat-obatan peroral,
dengan kadar kalium 1,90 mmol/ L.
KESIMPULAN
Pasien didiagnosis hipokalemia berat dengan gejala berupa kelemahan
pada kedua kaki. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan,
dengan penyebab yang beragam. Pada pasien ini pencetus dari hipokalemia adalah
diare akut dengan intake kurang. Penatalaksanaan berupa koreksi keadaan
hipokalemia dan penyakit yang mendasari, penatalaksanan yang tepat dapat
memperbaiki keadaan pasien dan memperbaiki prognosis. Kekurangan pada kasus
ini adalah tidak dilakukan pemeriksaan EKG.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrara M, Setiati T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal. 181
2. Guideline : Potassium intake for adult and children. WHO library cataloguing
in publication data. 2012. Hal. 5
3. Sriwaty A. Prevalensi dan distribusi ganguan elektrolit pada lanjut usia di
bangsal penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang. FK Undip. 2007
15
Laporan Kasus
16