You are on page 1of 16

Laporan Kasus

HIPOKALEMIA

Tryanda Ferdyansyah1 Mukhyarjon 2


1
Penulis untuk korespondensi: Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Riau,
E-mail: cdrferdy@gmail.com
2
bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Riau/RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau

Abstrak
Pendahuluan : Hipokalemia merupakan suatu keadaan ditemukan kadar kalium
plasma < 3,5 mmol/L. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan
dalam klinik, dengan penyebab dan gejala yang beragam.
Laporan kasus : Dilaporkan pasien baru masuk (PBM) via Poliklinik Penyakit
Dalam RSUD Arifin Achmad pada tanggal 14 Januari 2015, Perempuan 39 tahun
dengan keluhan tangan dan kaki lemas 2 hari sebelum masuk RSUD Arifin
Achmad. Lemas dirasakan pada kedua tangan dan kaki, dirasakan semakin
memberat hingga kedua tangan dan kaki sulit di gerakkan. Pasien sebelumnya
mengalami mencret, muntah, nafsu makan yang menurun, dan penurunan berat
badan hingga 15 kg dalam 1 bulan terakhir. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
mata cekung, konjungtiva anemis, bibir kering, bising usus meningkat, nyeri tekan
epigastrium, dan turgor kembali lambat. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hemoglobin 11,8 gr/dl, hematokrit 35,6%, leukosit 13.900 /uL dan
trombosit 300.000 /uL, natrium 127 mmol/L, kalium 1,36 mmol/L, klorida 89
mmol/L.
Kesimpulan : Pasien didiagnosis sebagai gastroenteritis akut dengan gangguan
elektrolit. Penatalaksanaan keadaan hipokalemia dan penyakit yang mendasari
dengan tepat dapat memperbaiki keadaan pasien.

Kata kunci: Hipokalemia; Gastroenteritis akut

PENDAHULUAN
Kalium adalah kation yang memiliki jumlah sangat besar di dalam tubuh
manusia. Kalium terdapat terutama di intraselular, namun juga terdapat sedikit di
ekstraselular.1 Kalium merupakan nutrisi esensial yang didapatkan secara cukup
dalam makanan sehari-hari, dan diperlukan untuk mempertahankan volume total
cairan tubuh, keasaman, keseimbangan elektrolit, dan fungsi tubuh normal.2
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormon, transport cairan, dan berperan dalam perkembangan janin.1
Hipokalemia adalah bila kadar kalium plasma < 3,5 mmol/L ( Kalium : 1 mmol/L
= 1 mEq/L). Hipokalemia dapat disebabkan oleh (1) Kurangnya intake dari

1
Laporan Kasus

kalium, (2) Pengeluaran kalium yang berlebihan, baik melalui saluran cerna,
ginjal, atau keringat dan (3) masuknya kalium ke intrasel yang berlebihan.1
Hipokalemia adalah kejadian yang sering ditemukan dalam klinik, di
Amerika, 20% dari pasien rawat inap ditemukan dengan hipokalemia, meskipun
hanya 4-5% dari pasien yang menunjukkan gejala klinis.3 Pasien dengan
hipokalemia ringan (Kadar Kalium 3,0-3,5 mmol/L) pada umumnya tidak
ditemukan gejala klinis. Penelitian yang dilakukan pada pasien usia lanjut di
bangsal penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang, ditemukan sebanyak 10%
dirawat dengan gangguan elektrolit berupa hipokalemia, dengan penyebab dan
gejala yang beragam.1,3

TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi Kalium
Kalium (K+) merupakan kation utama intraselular. Kalium diperoleh dari
makanan sehari-hari dan diserap oleh saluran cerna, untuk kemudian di
distribusikan 98% ke intrasel, (terutama otot, hati, dan eritrosit) dan 2% sisanya di
ekstrasel. Kelebihan dari kalium di eksresikan sekitar 90% bersama dengan urin
dan 10% di feses.1,4 Kadar normal kalium intrasel adalah 150 mmol/L, dan ekstra
sel 3,5-5,0 mmol/L.4
Konsentrasi kalium plasma (ekstrasel) hanya berkisar 2% dari keseluruhan
kadar kalium di tubuh, tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
menjaga homeostasis, kelebihan dan kekurangan kalium dalam plasma dapat
menyebabkan gangguan fungsi tubuh normal.4
Keseimbangan kalium diatur dengan menyeimbangkan eksresi, serta
distribusi intrasel dan ekstrasel. Keseimbangan kalium dipertahankan terutama
lewat regulasi ekskresi ginjal. Lokasi regulasi paling penting berada di duktus
koledokus, di mana terdapat reseptor aldosteron, yang kemudian memiliki respon
meningkatkan distribusi kalium ke intrasel.3
Saat terjadi peningkatan kadar kalium plasma, baik karena makanan atau
pembebasan kalium internal, terjadi respon awal tubuh berupa kontrol hormonal
dengan memproduksi insulin, yang kemudian menstimulasi Pompa Na-K untuk
mendistribusikan kalium ke intrasel.1,4

2
Laporan Kasus

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi distribusi kalium ekstra dan


intrasel, epinefrin meningkatkan ambilan kalium dari intrasel, sehingga terjadi
peningkatan kalium ekstrasel, aldosteron berperan meningkatkan ambilan kalium
intrasel, PH darah juga mempengaruhi konsentrasi kalium, pada asidosis,
konsentrasi kalium plasma cenderung meningkat, sedangkan pada alkalosis
cenderung menurun.4
Untuk menjaga kestabilan kalium dalam intrasel maka dibutuhkan
keseimbangan elektrokimia, yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan
negatif dalam sel untuk mengikat kalium dan kemampuan kimiawi yang
mendorong kalium keluar dari sel (dengan pompa Na-K). Keseimbangan ini
menghasilkan jumlah kalium yang baku dalam plasma yaitu rentang 3,5-5
mmol/L. Apabila kadar kalium plasma < 3,5 mmol/L maka keadaan inilah yang
disebut dengan hipokalemia. Serta apabila kadar kalium > 5 mmol/L disebut
sebagai hiperkalemia.1,2
Kalium sangat penting untuk kontraksi otot, sistem saraf, dan sistem saraf
otonom yang mengendalikan jantung, dan proses fisiologis lain. Ketika terjadi
ketidakseimbangan kalium, akan terjadi gangguan dari sistem tersebut.1,4

Definisi Hipokalemia1

Hipokalemia adalah apabila ditemukan kadar kalium dalam plasma < 3,5
mmol/L. Hipokalemi merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik,
dengan penyebab yang sangat beragam.1

Epidemiologi
Kadar kalium dipengaruhi dari asupan makanan seseorang, dan asupan
kalium berbeda pada masing – masing individu, tergantung pada usia, jenis
kelamin, latar belakang etnis. Pada populasi umum, kalium didapatkan dalam
jumlah yang cukup dalam makanan sehari-hari, meskipun diperkirakan
didapatkan < 1 % orang yang sehat memiliki kadar kalium < 3,5 mmol/L, tetapi
tidak menimbulkan gejala. 5
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik,
prevalensi yang dilaporkan bervariasi antara 3,5-24%, dan sering ditemukan pada
pasien rawat inap. Dapat terjadi pada semua usia, jarang terjadi pada anak-anak

3
Laporan Kasus

dan sering terjadi pada pasien lanjut usia, hal ini karena rendahnya asupan diet
pada pasien lansia. Hipokalemia juga sering terjadi pada penggunaan diuretik,
terutama tiazid. 1,3,5
Pada penggunaan tiazid, hipokalemia terjadi hingga 20% penggunaan,
dengan kadar hipokalemia yang bermacam-macam, pada penggunaan diuretik
hemat kalium masih dapat terjadi meskipun jarang. Pada orang dengan gangguan
pola makan, Hipokalemia ditemukan pada 4,6%-19,7% pada pasien, pada pasien
dengan AIDS ditemukan hipokalemia pada 23,1% pasien, dan juga pada pasien
alkoholik ditemukan hipokalemia pada 12,6% pasien, diduga disebabkan oleh
penurunan reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia.6,7,8

Etiologi
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut (1) Asupan kalium
yang kurang, (2) pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna
(Gasrointestinal loss), ginjal (renal loss) dan keringat, (3) kalium yang masuk ke
dalam sel.1

Gambar 1. Regulasi kalium

4
Laporan Kasus

Hipokalemia yang terjadi karena asupan kalium yang menurun, dapat


terjadi pada pasien sakit berat yang tidak mendapakan makan dan minuman
melalui mulut selama beberapa hari tanpa penambahan suplemen kalium dalam
cairan infusnya, pasien kelaparan, konsumsi roti panggang dan teh, serta pada
pasien dengan alkoholisme.1,9
Pengeluaran kalium yang berlebihan pada saluran cerna (Gastrointestinal
loss) dapat terjadi pada muntah yang berkepanjangan, penggunaan gastric tube
(NGT), diare, penyalah gunaan laksatif kronis, ileostomi, fistula, adenoma vilosa
kolon. Pada keadaan muntah atau pemakaian naso gastric tube (NGT) ,
pengeluaran kalium bukan terjadi dengan muntah, karena kandungan kalium di
lambung hanya sedikit (5-10 mmol/L), hipokalemia terjadi karena pada muntah
terjadi alkalosis yang menyebabkan terjadinya hipokalemia dan hiperaldosteron
sebagai efeks dari hipovolemia. Pada keadaan diare, kalium dalam jumlah besar
(20-50 mmol/L) dapat keluar saat diare. Keluarnya feses dalam jumlah banyak
mengakibatkan terjadinya kekurangan cairan ekstra sel, asidosis metabolik, dan
deplesi kalium.1,6,7
Pengeluaran kalium yang berlebihan pada ginjal (renal loss) dapat terjadi
karena pemakaian diuretik, asidosis tubulus ginjal, asidosis diabetik yang
menyebabkan diuresis osmotik, tahap penyembuhan luka bakar berat, kelebihan
hormon mineralokortikoid, karena defisit volume ekstrasel, hiperaldosteronisme
primer atau sekunder, cushing syndrom, antibiotika (karbenisilin,
aminoglikosida), dan deplesi magnesium.9 Keadaan diuresis osmotik pada pasien
ketoasidosis terjadi peningkatkan eksresi kalium. Anion (bikarbonat, hippurat,
betahiroksibutirat) yang tidak dapat di reabsorbsi berikatan dengan natrium di
tubulus menyebabkan lumen duktus koligentes bermuatan lebih negatif dan
menarik kalium masuk kedalam lumen dan dikeluarkan bersama urin. Zat-zat
terlarut yang dapat menyebabkan poliuria antara lain glukosa, anion asam keton.
Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium berpindah dari intrasel ke
ekstrasel sehingga didapatkan hasil kalium serum yang normal meskipun total
kalium tubuh berkurang.1,5
Untuk membedakan pengeluaran kalium disebabkan oleh renal loss atau
gastrointestinal loss, selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat,

5
Laporan Kasus

dapat dilakukan pemeriksaan kadar kalium urin 24 jam, jika didapatkan kadar
kalium urin > 30 meq/hari berarti pengeluaran kalium disebabkan oleh renal loss,
jika kadar kalium urin < 25 meq/ hari, berarti dapat dicurigai disebabkan oleh
gastrointestinal loss.10 Jika didapatkan Kalium urin > 30 mEq/hari, perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah untuk melihat penyebab dari renal loss.
Pendekatan etilogi dari hipokalemia dapat dilihat dari gambar 2 berikut :

Gambar 2. Pendekatan etiologi dari hipokalemia10

Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui keringat dapat sisebabkan


oleh aktivitas yang berat, lingkungan yang panas, atau penyakit yang
meningkatkan metabolisme sehingga menghasilkan keringat berlebih.
Hipokalemia yang disebabkan masuknya kalium ke intrasel dapat terjadi karena
keadaan alkalosis metaboli, pengaruh pemberian hormon insulin, aldosteron,
paralisis periodik hipokalemik, dan hipotermia. Keadaan hipomagnesia juga dapat
menyebabkan hipokalemi, meski mekanisme pasti belum diketahui.1

Patogenesis
Kalium memiliki fungsi untuk mempertahankan keseimbangan cairan,
mengatur keseimbangan elektrolit, berperan dalam impuls, baik syaraf, kontraksi

6
Laporan Kasus

otot, dan jantung. Pada hipokalemia terjadi gangguan pada fungsi normal kalium
tersebut. 1
Gejala neuromuskular dan kardiak yang diinduksi oleh hipokalemia terkait
dengan perubahan pembentukan potensial aksi. Kemampuan untuk mencetuskan
potensial aksi terkait dengan besaran potensial membran istirahat dan juga
keadaan aktivasi kanal membran natrium, pembukaan kanal-kanal natrium ini
yang menyebabkan terjadinya difusi pasif natrium ekstraselular ke intrasel.
Menurut Rumus Nernst, potensial membran istirahat terkait dengan rasio
konsentrasi kalium intraselular terhadap ekstraselular. Penurunan konsentrasi
kalium plasma akan meningkatkan rasio ini, potensial istirahat menjadi lebih
negatif dan oleh karenanya terjadi hiperpolarisasi membran sel. Keadaan ini
meningkatkan permeabilitas natrium, yang meningkatkan eksitabilitas membran.
Efek utama hipokalemia adalah repolarisasi yang berkepanjangan. 6,7,9

Manifestasi Klinis1
Manifestasi klinis dari hipokalemia beragam, dengan keparahannya
tergantung dari derajat hipokalemia. Gejala biasanya muncul jika kadar kalium <3
meq/L. Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, ‘restless legs syndrome’
dari eksremitas bawah merupakan gejala yang sering ditemukan, karena membran
potensial istirahat yang lebih negatif. Pada penurunan kalium yang lebih berat
dapat terjadi kelumpuhan atau rabdomiolisis, dan hipoventilasi (karena
keterlibatan otot pernapasan).1,6,7
Efek hipokalemia yang akan terjadi pada jantung biasanya aritmia berupa
timbulnya fibrilasi atrium serta takikardi ventrikuler. Hal ini terjadi dikarenakan
oleh perlambatan repolarisasi ventrikel yang menimbulkan arus re-entry. Tekanan
darah yang meningkat pada hipokelemia dengan mekanisme yang tidak jelas.
Pada pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada awalnya didapatkan inversi
gelombang T, munculnnya gelombang U, ST depresi, pemanjangan interval QU.
Pada keadaan berat, didapatkan pemanjangan interval PR, rendahnya voltage,
pelebaran kompleks QRS, dan risiko aritmia ventrikel, terutama pada pasien
dengan infark miokard dan left ventrikel hypertrophy (LVH).6,7,8

7
Laporan Kasus

Pada ginjal efek hipokalemia sendiri ditandai dengan timbulnya


vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal. Dapat juga terjadi gangguan
pemekatan urin sehingga menimbulkan poliuria dan polidipsia. Hipokalemia juga
akan meningkatkan produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus proksimal
yang akan menimbulkan alkalosis metabolik, meningkatnya t6NH4 (amonia)
dapat sebagai pencetus koma pada pasien dengan gangguan fungsi hati.1

Penatalaksanaan1
Terdapat beberapa indikasi koreksi kalium, yaitu (1) Indikasi mutlak,
kalium harus diberikan segera pada beberapa keadaan seperti pasien dalam
pengobatan digitalis, pasien dengan ketoasidosis diabetik, pasien dengan
kelemahan otot pernapasan, dan pada pasien dengan hipokalemia berat (< 2
Meq/L), (2) Indikasi kuat, yaitu kalium diberikan dalam waktu tidak terlalu lama,
yaitu pada keadaan iskemia otot jantung, enselofati hepatikum, pemakaian obat
yang memindahkan kalium ke intrasel, (3) Indikasi sedang yaitu tidak perlu
segera, seperti pada hipokalemia ringan. Pada pasien dengan hipokalemia, perlu
diperhatikan kelainan jantung dengan monitoring EKG, dan monitoring elektrolit
untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. 1,11
Penatalaksanaan dari hipokalemia berupa koreksi dari keadaan
hipokalemia itu sendiri dan penatalaksanaan terhadap penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan hipokalemi ringan (3-3,4 mEq/L) dan/atau
pada pasien yang dapat menerima makanan peroral, dapat diberikan kalium dalam
bentuk oral.1 Bila memungkinkan, deplesi kalium sebaiknya diberikan dengan
makanan kaya kalium (terutama pisang, kismis, jeruk, jus buah, daging, susu,
tomat segar, kentang) atau penambahan garam kalium.9
Pemberian kalium intravena perlu diberikan jika pasien tidak dapat
menerima kalium secara peroral atau jika defisiensi kalium sangat berat.
Pemberian kalium intravena yaitu dalam bentuk larutan KCL, .1,9 Kalium harus
diberikan dalam larutan nondekstrosa, karena larutan dekstora merangsang
pelepasan insulin yang akan memperberat hipokalemia.9
KCL dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik, dengan
maksimal 60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonik, kelebihan dari

8
Laporan Kasus

ketentuan ini meningkatkan risiko nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedang pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5
mEq/L.1
Pemberian kalium isarankan melalui vena besar dengan kecepatan 10-20
mEq/jam.9 Dijelaskan bahwa koreksi dengan kalium intravena tidak boleh
melebihi 20 mEq/ jam, untuk menghindari efek hiperkalemia yang serius.9 Namun
dari Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia diakatakan pada keadaan aritmia
atau kelumpuhan otot pernapasan dapat ditingkatkan kecepatan hingga 40-100
mEq/jam, dengan pengecekan kalium yang intensif.1

ILUSTRASI KASUS
Ny. GS (39 tahun) merupakan PBM via Poliklinik Penyakit Dalam RSUD
Arifin Achmad pada tanggal 17 Januari 2015 dengan keluhan tangan dan kaki
lemas sejak 2 hari SMRS yang semakin memberat. Pasien dalam keadaan sadar,
namun merasa lemas seluruh tubuhnya.
± 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan nafsu makan yang berkurang, berat
badan pasien berkurang ±10 kg dalam 1 bulan terakhir.
± 4 hari SMRS pasien mengeluhkan mencret-mencret, mencret cair,
berlendir, berwarna coklat kehijauan, dengan frekuensi 5-6 kali per hari, dan
volume 1 kali mencret 1 gelas kecil (±200cc). Pasien juga mengeluhkan muntah,
muntah berwarna putih kekuningan, bercampur makanan, frekuensi muntah 4-5
kali per hari, dengan volume 1/2 gelas kecil (±100cc), keluhan diawali rasa mual.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di perut, seperti melilit, dan dirasakan di ulu hati.
Sebelumnya pasien memakan makanan pedas yang dibeli di pinggiran jalan.
Tidak ada keluhan dari buang air kecil, jumlah dan frekuensi dalam batas normal.
Tidak ada keluhan sesak dan berdebar-debar.
± 2 hari SMRS. Pasien merasakan kedua tangan dan kaki lemas, yang
dirasakan semakin memberat, hingga pasien sulit untuk berdiri. Pasien kemudian
dibawa ke Poliklinik Penyakit Dalam dan dirawat di bangsal penyakit dalam.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien
memiliki riwayat gastritis dan semakin sering kambuh 1 tahun belakangan, dan

9
Laporan Kasus

dirawat 1 bulan yang lalu karena gastritis. Riwayat penyakit diabetes mellitus dan
hipertensi tidak ada. Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan sakit yang
sama. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan hipertensi seperti diuretik.
Pasien berkerja sebagai karyawan perusahaan swasta, sebagai buruh pabrik
makanan. Suami pasien juga berkerja sebagai buruh pabrik, pasien memiliki
tanggungan 6 orang anak dan orang tua yang sudah tidak bekerja. Pasien memiliki
kebiasaan meilih-milih makanan, sering mengkonsumsi makanan pedas, makanan
asam, dan sering mengkonsumsi makanan diluar. Tidak ada kebiasaan merokok
dan konsumsi alkohol.
Dari pemeriksaan umum kesadaran komposmentis, keadaan umum tampak
sakit sedang, keadaan gizi buruk, berat badan 35 Kg, tinggi badan 150 cm, dengan
indeks massa tubuh (IMT) 14,6 kg/m2, tekanan darah 100/60 mmHg, denyut nadi
60 kali/menit reguler dengan pengisian lemah, frekuensi napas 29 kali/menit
reguler dengan jenis pernapasan normal, dan suhu aksila 36,9oC.
Dari pemeriksaan fisik kepala dan leher didapatkan mata terlihat cekung,
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Mukosa bibir pucat dan kering. Tidak
terdapat pembesaran kelenjar tyroid dan kelenjar getah bening. dan JVP 5-1 cm.
Pada pemeriksaan thoraks paru-paru, dari inspeksi didapatkan pergerakan
dinding dada simetris, tidak ada retraksi iga, tidak tampak penggunaan otot bantu
nafas, tipe pernapasan torakoabdominal, dari palpasi didapatkan vocal fremitus
simetris kanan dan kiri, pada perkusi terdapat sonor pada kedua lapangan paru.
Batas paru dan hepar pada SIK VI, auskultasi suara nafas vesikuler di kedua
dinding dada, ronkhi dan wheezing tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan jantung, pada inspeksi ictus kordis tidak terlihat, pada
palpasi teraba pada linea midclavicula sela iga kelima. Pada perkusi didapatkan
batas jantung kanan linea parasternalis dekstra SIK IV dan batas jantung kiri linea
midklavikula sinistra SIK V, dari auskultasi terdengar bunyi jantung S1 dan S2
reguler, murmur dan gallop tidak ditemukan.
Pada pemeriksaan abdomen, dari inspeksi didapatkan perut tampak datar,
tidak ada skar, tidak terdapat venektasi. Pada auskultasi ditemukan bising usus
hiperaktif. Pada palpasi, perut teraba supel dan didapatkan nyeri tekan pada
epigastrium, hepar dan lien tidak teraba. Pada perkusi terdengar timpani pada

10
Laporan Kasus

semua regio abdomen. Pada pemeriksaan ekstremitas tidak terdapat edema, akral
teraba dingin, capillary refill time (CRT) < 2 detik, sensibilitas kasar dan halus
normal kanan dan kiri, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba kuat simetris kanan dan
kiri, turgor kembali lambat, eksremitas lemah, kekuatan otot tangan dan kaki 2/5.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan darah
rutin dan pemeriksaan elektrolit pada tanggal 14 Januari 2015, namun hasil belum
keluar. Tidak dilakukan pemeriksaan EKG pada pasien.
Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa daftar
masalah pasien meliputi suspek gangguan elektrolit dan gastroenteritis akut.
Penatalaksanaan awal pada pasien ini yaitu diberikan diet tinggi garam dan
kalium, infus Ringer Lactat 500 cc 30 tetes per menit (tpm), dan futrolit 500 cc 30
tetes per menit, untuk keluhan gastrointestinalnya diberikan ranitidin 2x1, iodia,
hyosin 3x1, dan antibiotik ceftriaxone.

Perencanaan pemeriksaan pada pasien dengan gangguan elektrolit dan


gastroenteritis yaitu pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan kimia darah berupa
ureum dan creatinin, pemeriksaan elektrolit berupa kadar Na+, K+, Ca++, dan Cl+ .
Selain itu, juga perlu dilakukan pemeriksaan EKG, dan dilakukan pemeriksaan
tekanan darah, frekuensi dan irama nadi setiap hari.

Hasil follow up pasien tanggal 15 Januari 2015, pasien masih mengeluhkan


mual, muntah sebanyak 2 kali, mencret sebanyak 3 kali, badan lemas, tangan dan
kaki masih lemas dan masih sulit digerakkan. Tidak ada keluhan sesak atau
berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 100/50
mmHg, nadi 80x/ menit reguler pengisian lemah, suhu 36,4 0C dan frekuensi
napas 20x/ menit reguler. Hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan Hb 11,6
gr/dl, Hematoktrit 35,68%, Leukosit 13.920/µl, trombosit 584.000/µl. Pemeriksaan
elektrolit Na+ 127 mmol/L, K+ 1,36 mmol/L, Cl+ 89,7 mmol/L. Didapatkan bahwa
pada pasien terdapat gangguan elektrolit berupa Hiponatremia dan hipokalemia.
Penatalaksanaan pada pasien diberikan NaCL 0,9% + KCL 3 flash / 8 jam,
selanjutnya diberikan futrolit 20 tpm, dan obat-obatan lainnya di lanjutkan.

Hasil follow up pasien tanggal 16 januari 2015 keluhan mual berkurang,


muntah tidak ada lagi, mencret 1 kali, tangan dan kaki terasa lemas masih

11
Laporan Kasus

dirasakan. Tidak ada sesak dan rasa berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 100/50 mmHg, nadi 82x/ menit reguler, suhu 37,2 0C
dan frekuensi napas 19x/ menit. Kesan pada pasien, keluhan gastrointestinal sudah
berkurang, masih terjadi hipokalemia. Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan
dan ditambahkan KSR 3x1 dan pemberian NaCl 0,9% + 2 KCL 20 tpm, NaCl 3%
2 kolf 20 tpm, dan futrolit 20 tpm.

Hasil follow up pasien tanggal 17 januari 2015 keluhan mual sudah


berkurang, muntah, dan mencret sudah tidak ada, tangan dan kaki masih terasa
lemas. Tidak ada sesak dan rasa berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84x/ menit reguler, suhu 36,9 0C
dan frekuensi napas 20x/ menit. Kesan pada pasien terdapat perbaikan dari
gastrointestinal, namun masih terjadi hipokalemia. Penatalaksanaan pada pasien
diberikan 3 Ringer lactat 20 tpm : 1 Futrolit 20 tpm.

Hasil follow up pasien tanggal 18 Januari 2015 keluhan mual, muntah, dan
mencret sudah tidak ada, lemas pada tangan dan kaki sedikit berkurang. Tidak ada
sesak dan berdebar-debar. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 74x/ menit reguler, suhu 36,2 0C dan frekuensi napas 19x/
menit. Kesan pada pasien terdapat perbaikan. Penatalaksanaan pada pasien
diberikan diet lunak tinggi garam, penatalksanaan lain dilanjutkan dan
direncanakan pemeriksaan elektrolit.

Hasil follow up pasien tanggal 19 Januari 2015 keluhan mual, muntah, dan
mencret sudah tidak ada. Lemas pada tangan dan kaki berkurang, tetapi masih
kesulitan untuk berjalan. Sesak dan berdebar-debar tidak ada. Dari pemeriksaan
tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78x/ menit, suhu 36,2
0
C dan frekuensi napas 19x/ menit. Dari hasil Pemeriksaan elektrolit didapatkan
Na+ 130,5 mmol/L, K+ 3,74 mmol/L, Cl+ 99,3 mmol/L. Dari hasil anamnesis
masih didapatkan kesan kelemahan, sehingga direncanakan untuk pemeriksaan
elektrolit ulang . Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan.

Hasil follow up pasien tanggal 20 Januari 2015. Keluhan mual, muntah,


sudah tidak ada. Keluhan lemas pada tangan dan kaki masih ada. Dari

12
Laporan Kasus

pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 70x/ menit,
suhu 36,4 0C dan frekuensi napas 16x/ menit. Dari hasil pemeriksaan elektrolit
didapatkan Na+ 132,6 mmol/L, K+ 1,44 mmol/L, Cl+ 99,3 mmol/L. Kesan pada
pasien terdapat perbaikan. Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan, diet makan
berat, tinggi garam dan kalium, NaCL 0,9% + KCL 1 flash, kemudian 3 Ringer
Lactat : 1 Futrolit, KSR 3 x 1 tab.

Hasil follow up pasien tanggal 21 Januari 2015. Keluhan lemas pada


tangan dan kaki dirasakan semakin berkurang. Dari pemeriksaan tanda vital
didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 74x/ menit, suhu 36,5 0C dan
frekuensi napas 16x/ menit. Penatalaksanaan pada pasien dilanjutkan.

Hasil follow up pasien tanggal 22 Januari 2015. Keluhan mual, muntah,


sudah tidak ada. Keluhan lemas pada tangan dan kaki sudah tidak ada, pasien bisa
duduk di kursi tanpa bantuan. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 70x/ menit, suhu 36,4 0C dan frekuensi napas 16x/
menit. Direncanakan untuk pemeriksaan elektrolit ulang. Penatalaksanaan pada
pasien dilanjutkan.

Hasil follow up pasien tanggal 23 Januari 2015. Keluhan lemas pada


tangan dan kaki sudah tidak ada. Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 110/70 mmHg, nadi 70x/ menit, suhu 36,4 0C dan frekuensi napas 16x/
menit. Dari hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan Na+ 135,6 mmol/L, K+ 1,9
mmol/L, Cl+ 107,3 mmol/L. Didapatkan kesan keadaan umum pasien membaik
dan pasien stabil, pasien diperbolehkan pulang. Obat untuk pulang pasien adalah
KSR 3 x 1, Ranitidin 3x1, dan Curcuma 3x1.

PEMBAHASAN

Diagnosis Hipokalemia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis


ditemukan adanya lemas pada kedua tungkai hingga sulit digerakkan, perasaan
lelah, nyeri otot, yang diawali dengan diare. Dari pemeriksaan fisik didapatkan

13
Laporan Kasus

kekuatan otot kaki 2/5, dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan K+ 1,39
mmol/L.

Hipokalemia dapat terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, yaitu


asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal, pengeluaran
berlebihan melalui gastrointestinal, obat-obatan seperti diuretik, dan perpindahan
transelular (perpindahan kalium dari serum ke intraselular) yang dipengaruhi
hormon.1,6 Pada pasien ini dari anamnesis ditemukan nafsu makan berkurang
dalam 1 bulan terakhirdisertai penurunan berat badan sebesar 15 kg dalam 1
bulan, dengan Indeks Massa Tubuh 14,6 (kurang), dan pada pasien juga
didapatkan keluhan mencret-mencret dan muntah, tidak ditemukan poliuria, tidak
ada riwayat penggunaan obat-obatan yang mencetuskan hipokalemia. Pada pasien
ini hipokalemia dicetuskan oleh kurangnya intake dan gastrointestinal loss.
Pada pasien dengan Hipokalemia, terutama pada hipkalemia berat (< 2,0
Meq/L), dapat terjadi keadaan yang mengancam nyawa, seperti terjadinya atrial
fibrilasi atau ventrikukar takikardi, sehingga perlu dilakukan evaluasi dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan EKG.1 Pada pasien ini
tidak ditemukan keluhan berdebar-debar, dari pemeriksaan frekuensi nadi
80x/menit, reguler, dengan isian kuat, tetapi pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan EKG.
Untuk diagnosis banding kelemahan pada pasien ini, stroke dapat
disingkirkan karena dari anamnesis pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
hiperlipidemia, dan diabetes mellitus, dari pemeriksaan tanda vital tekanan darah
pasien, gula darah, profil lipid pasien dalam batas normal.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan hipokalemia berupa koreksi dari
keadaan hipokalemia itu sendiri dan penatalaksanaan terhadap penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan hipokalemia berat merupakan indikasi mutlak
untuk koreksi kalium secara cepat, untuk jumlah kalium yang dikoreksi dapat
digunakan rumus koreksi kalium, yaitu (4 − 𝐾 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚) × 𝐵𝐵/3, yang kemudian
diberikan maksimal 10 Meq/L/ jam. Pada pasien ini, kadar K+ adalah 1,39
35
mmol/L = 1,39 mEq/L dan berat badan 35 Kg , didapatkan (4 − 1,39) × =
3

30,2 𝑚𝐸𝑞, artinya K+ yang harus dikoreksi sebanyak 30,2 mEq. Pasien diberikan

14
Laporan Kasus

2 flash KCL (25 mEq /25 cc/flash) dilarutkan dalam NaCL 0,9%, diberikan
dengan kecepatan 20 tetes per menit, dengan maintenance RL : Futrolit. Terapi
non farmakologi lain berupa diet makan lunak, hingga keluhan mual pasien
hilang. Terapi farmakologis yaitu pengobatan pada keluhan gastrointestinalnya.

Koreksi K+ harus diperhatikan dan dievaluasi, apakah terdapat nyeri pada situs
pemberian, perbaikan dari keluhan, pemeriksaan EKG, pemeriksaan elektrolit
ulang, dan evaluasi penyulit. Pada pasien dengan keadaan umum yang baik dan
tidak ada kelainan dari EKG, dapat diberikan makanan tinggi kalium peroral.
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan EKG, perbaikan dari keluhan, dan
dari pemeriksaan ulang didapatkan kadar K+ plasma 4 hari setelah terapi adalah
1,44 Meq/L. Pasien di pulangkan pada keadaan yang telah stabil, keluhan lemas
yang sudah hilang, pasien dapat konsumsi makanan dan obat-obatan peroral,
dengan kadar kalium 1,90 mmol/ L.

KESIMPULAN
Pasien didiagnosis hipokalemia berat dengan gejala berupa kelemahan
pada kedua kaki. Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan,
dengan penyebab yang beragam. Pada pasien ini pencetus dari hipokalemia adalah
diare akut dengan intake kurang. Penatalaksanaan berupa koreksi keadaan
hipokalemia dan penyakit yang mendasari, penatalaksanan yang tepat dapat
memperbaiki keadaan pasien dan memperbaiki prognosis. Kekurangan pada kasus
ini adalah tidak dilakukan pemeriksaan EKG.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrara M, Setiati T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal. 181
2. Guideline : Potassium intake for adult and children. WHO library cataloguing
in publication data. 2012. Hal. 5
3. Sriwaty A. Prevalensi dan distribusi ganguan elektrolit pada lanjut usia di
bangsal penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang. FK Undip. 2007

15
Laporan Kasus

4. Megan G, Charles S, Alicia A, Jan-Hyung H, et al. Narrative Reviem :


Evolving Concept in Potassium Homeostasis and Hypokalemia. Annals of
internal medicine. 2009. Hal. 619-625
5. Sumantri S. Pendekatan diagnostik hipokalemia - laporan kasus. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.
6. Fauci A, Braundwald E, Kasper D, Lauser S,et al. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. New York : Mc Graw Hill companies. 2008. Hal.
280-285.
7. Harvey TC. Addison's disease and the regulation of potassium: the role of
insulin and aldosterone. Med Hypotheses. 2007;69(5):1120-6
8. Hypokalemia in outpatients with eating disorders. Am J Psychiatry.
152(1):60-3
9. Price S, Wilson L. Patofisiologi – Konsep klini proses-proses penyakit. Ed. 6.
EGC : Jakarta. 2002
10. Sabatine M. Pocket medicine. Ed. 4. Lippincots williams & wilkins. 2011
11. Assadi. Diagnosis of hypokalemia: A problem solving approach to clinical
cases. IJKD 2008;2:115-22.

16

You might also like