You are on page 1of 18

APA SAJA PRIMARY SURVEY?

SURVEI PRIMER
a) Difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Tindakan survey primer meliputi :
A airway (jalan nafas)
B breathing (bantuan nafas)
C circulation (bantuan sirkulasi)
D defbrilation (terapi listrik)
b) Sebelum melakukan tahapan A (airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada
korban/pasien, yaitu :
a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong

b. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.


Untuk menentukan korban dalam keadaan sadar atau tidak penolong harus melakukan upaya agar
dapat memastikan kesadaran korban/pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan
bahu korban/pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil
memanggil namanya atau Pak III / Bu III / Mas !!! / Mbak !!!

c. Meminta pertolongan.
Jika ternyata korban/pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan
dengan cara berteriak "Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.

d. Memperbaiki posisi korban/pasien.


Untak melakukan tindakan BHD yang efektif, korban/pasien harus dalam posisi terlentang dan.
berada pada permukaan yang rata dan keras Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau
tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat 1 penolong harus menbalikkan korban
sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi
sudah - terlentang, korban – harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras
dan kedua tangan diletakkan - di samping tubuh.

e. Mengatur posisi penolong.


Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi
penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakkan lutut.

a) A (AIRWAY) Jalan nafas


Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan :
a. Pemeriksaan jalan nafas
Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan nafas oleh benda asing. Jika
terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan
dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangka sumbatan oleh
benda keras apat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibekongkan, mulut dapat dibuka
dengan tekhnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut
korban.

b. Membuka jalan napas.


Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus
otot-otot menghilag, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu
penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara
Tengadah kepala topang dagu (Head tild-chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik
membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah
tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver
lainnya.

b) B (BREATHING) Bantuan napas


Terdiri dari 2 tahap :
a. Memastikan korban/pasien tidak bernapas.
Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan
hembusan napas korban/ pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan
hidung korban /pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini
dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.
b. Memberikan bantuan napas.
Jika korban/pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke
hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan
hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah
1,5 - 2 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg) atau sampai dada
korban/ pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan
menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat
diberikan hanya 16 - 17%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban/ pasien setelah
diberikan bantuan. napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan


i. Mulut ke mulut
Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk
memberikan udara ke paru-paru korban/pasien. Pada saat dihikukan hembusan napas dari mulut ke
mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat
menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan
napas dan juga penolong haras menutup lubang hidung korban/pasien dengan ibu jari dan jan
telunjuk untuk mencegah udara keluar kembah dari hidung. Volume udara yang diberikan pada
kebanyakkan orang dewasa adalah 700 - 1000 ml (10 ml/kg).
Volume udara yang berlebihan dan laju inpirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara
memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung
ii. Mulut kehidung
Tekhnik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya
pada trismus atau dimana mulut korban mengalami ,luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui
mulut kehidung, penolong harus menutup mulut korban/pasien.
iii. Mulut ke Stoma.
Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (Stoum) yang menghubungkan trakhei
langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari
mulut ke Stoma.

c) C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi


Terdiri dari 2 tahapan
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
i. Ada tidaknya denyut jantung korban/pasien dapat ditentu kan dengan meraba arteri
karotis didaerah leher korban/ pasien, dengan dua atau tiga jari tangan (jari telunjuk dan
tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian
kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kin kira-kira I – 2 cm, raba dengan lembut
selama 5 - 10 detik
ii. Jika teraba denyutan nadi, penolong baru kembali memeriksa pernapasan korban
dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan
korban/ pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pemapasan, dan jika bemapas
pertahankan jalan napas.

b. Memberikan bantuan sirkulasi.


Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau
yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :
i. Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri
sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum).
ii. Dari pertemuan tulang iga (tulang stemum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas.
Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakan:"tangan penolong dalam
memberikan bantuan sirkulasi.
iii. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan di
atas telapak tangan yang lainya, hindari jari-jari tangan.menyentuh dinding dada
korban/pasien, jari-jari tangan dapat diluruskan atau menyilang.
iv. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan
tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 15 kali dengan kedalam penekanan
berkisar antara 1,5 - 2 inci (3,8 - 5 cm).
v. Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang
kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang
dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan
kompresi. (50% Duty Cycle)
vi. Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi-tangan pada
saat melepaskan kompresi.
vii. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 15:2 dilakukan bail oleh 1 atau 2
penolong jika korban/pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi, adalah 100 kali
permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan
siklus berikutnya atau tidak.
viii. Dari tindakan kompresi yang benar.hanya.akan mencapai tekanan sistolik 60 - 80 mmHg,
dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) - hanya 25
% dar i curah jantung normal. Selang waktu.mulai dari menemukan pasien dan dilakukan
prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan, sirkulasi (kompresi dada) tidak
boleh melebihi 30detik.

d) D (DEFIBRILATION)
Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu terapi
dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest)
adalah kelainan irarna jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah
tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut
Automatic External Deftbrilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini
harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan
tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan
sirkulasi saja.

Henti jantung (cardiac arrest) ialah terhentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada
seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
- Afiksi dan hipoksi
Serangan jantung
Syok listrik
Obat-obatan
- Reaksi sensitifitas
- Transfusi darah
Kateterisasi jantung
Anestesi.
Untuk mencegah mati biologis (cerebral death), pertolongan hams diberikan dalam 3-4 menit setelah
hilangnya sirkulasi.
Bila terjadi henti jantung yang tidak diduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar
harus segera dilakukan,termasuk pernapasan dan sirkulasi buatan.

Henti jantung diketahui dari :


 hilangnya denyut nadi pada arteri besar
 korban tidak radar
 korban tampak seperti mati
 hilangnya gerakan bernapas atau megap-megap.

Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan napas dengan
menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernapas, segera ti up paru korban 3 5 kali, lalu raba
denyut a. carotis.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/39_ResusitasiJantungParudanOtak.pdf/39_ResusitasiJantungP
arudanOtak.html

Metode pengecekan menggunakan metode Look, Listen, and Feel

Look : Lihat apakah ada gerakan dada (gerakan bernapas), apakah gerakan tersebut simetris ?
Listen : Dengarkan apakah ada suara nafas normal, dan apakah ada suara nafas tambahan yang
abnormal (bisa timbul karena ada hambatan sebagian)
Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :
a. Snoring : suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian
atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung
dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari
telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas,
telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di
tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebut

b. Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan
oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-
sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk
“menyapu” rongga mulut dari cairan-cairan).

c. Crowing : suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema)
pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau
jaw thrust saja. Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan
napas, maka dapat dilakukan :
 Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara
tulang scapula di punggung
 Heimlich Maneuver, dengan cara memposisikan diri seperti gambar, lalu menarik tangan ke arah
belakang atas.

 Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti
gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.

Feel : Rasakan dengan pipi pemeriksa apakah ada hawa napas dari korban?
1. Jika ternyata pasien masih bernafas, maka hitunglah berapa frekuensi
pernapasan pasien itu dalam 1 menit (Pernapasan normal adalah 12 -20
kali permenit
2. Jika frekuensi nafas normal, pantau terus kondisi pasien dengan tetap
melakukan Look Listen and Feel
3. Jika frekuensi nafas < 12-20 kali permenit, berikan nafas bantuan (detail
tentang nafas bantuan dibawah)
4. Jika pasien mengalami henti nafas berikan nafas buatan (detail tentang
nafas buatan dibawah)
5. Setelah itu C – CIRCULATION
Kalau ada denyut nadi, korban hanya henti napas maka lanjutkan
Pulmonary Recusitation dengan berikan napas mulut ke mulut sampai 1
menit (berarti 12 kali), sampai napas OK (satu siklus).

Kalau denyut nadi tidak ada maka lakukan kompresi jantung (CPR-cardiac
pulmonary resucitation) dengan letakkan ujung telapak tangan di kunci
dengan telapak tangan yang lain di tulang dada (sternum) bisa
sejajar/segaris antara putting payudara atau 3 jari diatas tulang muda di
bawah sternum (prosessus xypoid), letakkan kedua bahu anda sejajar dan
lakukan kompresi jantung.
Kompresi dilakukan dengan kedalaman 4 – 5 cm dengan 30 kompresi (dulu
15, yang terbaru 30 kompresi). Mau 1 atau 2 penolong semua 30 kompresi
per siklus. Ini dilakukan selama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100
kompresi).

Di Inggris sendiri setelah 30 kompresi tidak dilakukan ventilasi (2 bantuan


napas mulut – mulut), sedang di AS tetap , 30 kompresi : 2 Ventilasi.

Setelah 4 siklus tadi, cek kembali denyut nadi karotis sampai bantuan
Ambulance datang, atau ada respon pasien, atau pasien terlihat mati
biologis – tanda-tanda rigor mortis.

6. Setelah diberikan nafas buatan maka lakukanlah pengecekan nadi carotis


yang terletak di leher (ceklah dengan 2 jari, letakkan jari di tonjolan di
tengah tenggorokan, lalu gerakkan lah jari ke samping, sampai terhambat
oleh otot leher (sternocleidomastoideus), rasakanlah denyut nadi carotis
selama 10 detik.

7. Jika tidak ada denyut nadi maka lakukanlah Pijat Jantung(figure D dan E ,
figure F pada bayi), [detil tentang pijat jantung dijelaskan di bawah] diikuti
dengan nafas buatan(figure A,B dan C)[detil tentang nafas buatan
dijelaskan di bawah],ulang sampai 6 kali siklus pijat jantung-napas buatan,
yang diakhiri dengan pijat jantung
8. Cek lagi nadi karotis (dengan metode seperti diatas) selama 10 detik, jika
teraba lakukan Look Listen and Feel (kembali ke poin 11) lagi. jika tidak
teraba ulangi poin nomer 17.
9. Pijat jantung dan nafas buatan dihentikan jika
a. Penolong kelelahan dan sudah tidak kuat lagi
b. Pasien sudah menunjukkan tanda-tanda kematian (kaku mayat)
c. Bantuan sudah datang
d. Teraba denyut nadi karotis
10. Setelah berhasil mengamankan kondisi diatas periksalah tanda-tanda shock
pada pasien :
a. Denyut nadi >100 kali per menit
b. Telapak tangan basah dingin dan pucat
c. Capilarry Refill Time > 2 detik ( CRT dapat diperiksa dengan cara menekan ujung kuku pasien
dg kuku pemeriksa selama 5 detik, lalu lepaskan, cek berapa lama waktu yg dibutuhkan agar
warna ujung kuku merah lagi)
11. Jika pasien shock, lakukan Shock Position pada pasien, yaitu dengan
mengangkat kaki pasien setinggi 45 derajat dengan harapan sirkulasi darah
akan lebih banyak ke jantung

12. Pertahankan posisi shock sampai bantuan datang atau tanda-tanda shock
menghilang
13. Jika ada pendarahan pada pasien, coba lah hentikan perdarahan dengan
cara menekan atau membebat luka (membebat jangan terlalu erat karena
dapat mengakibatkan jaringan yg dibebat mati)
Setelah kondisi pasien stabil, tetap monitor selalu kondisi pasien dengan Look Listen and Feel,
karena pasien sewaktu-waktu dapat memburuk secara tiba-tiba.

FASE II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support);yaitu tunjangan hidup dasar ditambah
dengan :
D(drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.
E(EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui apakah
ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal ventricular complexes.
F(fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi
ventrikel.
FASE III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life
Support).G
(Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoringpenderita secara terus menerus, dinilai,
dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
H(Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut
akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologik
yang permanen.
H(Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu
antara 30° - 32°C.
H(Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai
perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
I(Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan
dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO,bila diperlukan, dantunjangan
sirkulasi, mengendalikan kejang

MENGAPA DIDAPATKAN BANYAK DARAH DARI RONGGA MULUT PASIEN?

MENGAPA SETELAH DILAKUKAN PEMASANGAN REBREATHING MASK PASIEN


MEMBURUK SUARA SEPERTI BERKUMUR DAN SATURASI O2 89%?

Saturasi darah / SpO2, adalah kadar oksigen yang ada dalam darah.
Hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam darah (PO2) dan oksigen saturasi dalam darah
adalah “Semakin tinggi PO2 dalam darah maka semakin tinggi pula SaO2. Nilai PO2 dalam
keadaan normal adalah sekitar 90 mm Hg dan oksigen saturasi paling sedikit 95 %
[ John Enderle, 1999]

Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-80% dengan kecepatan


aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun
ekspirasi. Pada saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara sungkup dan
kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang masuk dalam lubang ekspirasi pada
kantong. Udara inspirasi sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi CO2
lebih tinggi daripada simple face mask. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37)

Indikasi : klien dengan kadar tekanan CO2 yang rendah. (Asmadi, 2009:33)
MENGAPA PENDERITA MENGELUARKAN SUARA SEPERTI MENGOROK DAN
BERKUMUR?

Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga
komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (
bila TIK masih konstan ). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural
dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan
serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan
TIK. Mekanisme kompensasi yang

berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah
bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi
saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan
tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).

a. trauma kapitis yg menimbulkan kelainan neurologik

adanya contusio serebri, laserasio serebri, hemoragia subdural, hemoragia epidural,


hemoragia intraserebral  akibat gaya destruksi trauma  muncul mekanisme2 yg ikut
menentukan lesi akibat trauma kapitis :

 tekanan positif dan negatif

- tengkorak dianggap sbg kotak yg tertutup dg tekanan didalamnya tidak boleh berubah
– ubah.

- TIK = jumlah total tekanan yg mewakili volume jar otak, volume cairan serebrospinal,
volume darah intrakranial, merupakan hukum monroe-kellie  pada wkt2 tertentu
dpt meningkat krn peningkatan volume salah satu unsur tsb diatas.

- Misal : krn edema serebri, TIK , dg dikurangi volume darah intra kranium dan cairan
serebrospinal, TIK bs kembali pd TIK yg semula. Proses peningkatan TIK dan
mekanisme Homeostatis nya memakan waktu.
- Pada trauma kapitis lonjakan TIK terjd dlm wkt milidetik, shg mekanisme penurunan
TIK belum sempat bekerja  shg bs terdpt tekanan positif dan negatif setempat. Ini
terjd pd trauma kapitis yg mengakibatkan indentasi  tempat benturan / tamparan yg
menjadi cekung sejenak utk menjdi rata kembali sperti keadaan semula.

- Tekanan positif mengakibatkan kompresi pada jaringan otak

- Tekanan negatif mengakibatkan terpisahnya udara dari darah / cairan serebrospinal,


shg terjd gelembung2 udara yg berakibat terjdnya lubang2 ( kavitasi ) pada jaringan
otak.

 akslerasi dan de-akslerasi

- akslerasi : gerakan cepat yg terjd sec mendadak ( terjd pd saat kepala jatuh)

- de-akslerasi : penghentian akslerasi sec mendadak ( terjd pada saat kepala terbanting
pada tanah / lantai).

- Saat terjd akslerasi berlangsung terjd 2 kejadian yaitu :

 akslerasi tengkorak kearah kearah ” impact ”

 pergeseran otak kearah yg berlawanan dg arah impact

 pd saat de-akslerasi terdpt sekali lagi pergeseran otak, tetapi kali ini kearah ”
impact ” primer.

- lesi akibat impact dapat berupa : perdarahan pada permukaan otak yg berbentuk
titik2 besar dan kecil, tanpa kerusakan pada durameter dan dinamakan lesi kontusio.

- Lesi contusio dibawah impact disebut ” lesi contusio coup ” diseberang impact disebut
“ lesi contusio contrecoup “. keadaan ini terjd apabila kepala jatuh terbanting
kebelakang.

c. akslerasi linear dan rotatorik

- lesi contusio coup dan contre coup bersifat linear.

- gaya destruktif yg berkembang krn “ impact “, akslerasi kepala serta pergeseran otak
menimbulkan lesi kontusio pd tempat yg tidak mempunyai fiksasi kuat dan pada tempat2
yg menggerasak seperti pada tepi ala magna sfenoid, krista gali, folks serebri, dan
tentorium.

- penggeseran otak pada akslerasi dan de-aklserasi linear serta rotatorik, bisa menarik dan
memutuskan vena – vena yg menjembatani selaput arachnoidea dan dura. Shg perdarahan
subdural akan timbul vena2 tsb dinamakan “ bridging veine “.

- kebanyakan dari pemb.darah tsb berada didaerah sekitar fisura sylvii dan pada kedua belah
sisi sinus sagital superior.

d. kontusio serebri
- terjdnya lesi kontusio akibat adanya akslerasi kepala yg seketika itu jg menimbulkan
penggeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yg destruktif.

- akslerasi yg kuat berarti pula hiperekstensi kepala, shg otak membentang batang otak
terlampau kuat, shg menimbulkan blokade reversible thd lintasan ascendens retikularis difus
akibat blokade itu otak tidak mendapat “ input “ aferen dan karena itu kesadaran hilang
selama blokade reversible berlangsung.

- timbulnya lesi kontusio didaerah Impact coup, contrecoup, dan intermediate “.


Menimbulkan gejala déficit neurologik , yg bisa berupa reflek babinski + , dan kelumpuhan
UMN. setelah pulih penderita biasanya menunjukkan gejala “ Organik braine síndrome “.

- akibat kejadian tsb autorregulási pemb.darah cerebral terganggu, shg terdpt vasoparalisis.
Tekanan darah  , dan nadi menjd lambat, mjd cepat, dan lemah.

Krn pusat vegetatif jg terganggu maka timbal rasa mual, muntah dan ggn pernafasan bisa
timbul.

- contusio serebri yg tdk terlampau berat bs berakhir dg kematian beberapa hari setelah
mengidap kecelakaan pd umumnya kematian tsb tdk disebabkan oleh beratnya lesi contusio
tetapi krn komplikasi kardio-pulmonal

- mekanisme : volume sirkulasi bertambah  menjurus ke hemodilusi  jika diinfus cairan


tanpa plasma / darah  tekanan osmotik & O2 ( Po2)  CO jantung  ( krn trauma )  tek
vena central  asidosis  pernafasan terganggu  depresi pernafasan 
bronkopneumonia aspirasi  PO2 arteri  dan P CO2 takikardia  memperburuk
asidosis  Blood Brain barrier rusak  edema serebri  aliran darah ke otak  koma (
shock dan hiperpireksia )  sindroma metabolik, otak tergeser  traksi thd hipotalamus 
produksi ADH terganggu ( ADH )  ekskresi urin berkurang  osmolalitas plasma 
konsentrasi Na + klorida serum  ( < 115 – 118 mEKL)  sel2 otak tdk dpat berfungsi 
confusion apatia, & stupor bahkan koma.

Sumber : patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. , sylvia A.Price

Suara mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas
atas akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan
terjadi akibat kegagalan otot-otot dilator saluran nafas atas menstabilkan jalan nafas di mana otot-
otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi obstruksi.
Journal of The Royal Society of Medicine 2003; 96: 343 – 4. Can Med Assoc J 2007; 176(9): 1299-303.

Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh
cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai
namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk “menyapu” rongga mulut dari
cairan-cairan).
Basic Trauma Life Support & Basic Cardiac Life Support
Penyebab sumbatan jln nafas yg sering dijumpai adalah :
BAGIAN ATAS
 Dasar lidah
Sering menyumbat jln nafas pd penderita koma krn pd penderita koma otot lidah dan leher lemas
sehingga tdk mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang farings. Hal ni sering terjadi bila
kepala penderita dalam posisi fleksi.
 Benda asing
Seperti tumpahan atau darah di jln nafas bagian atas yg tdk dpt ditelan atau dibatukkan oleh
penderita yg tdk sadar dpt menyumbat jln nafas.
BAGIAN BAWAH
 Bronkospasne
 Sembab mukosa
 Sekresi bronkus
 Masuknya isi lambung atau benda asing ke dlm paru.
Dr. Soenarjo Sp.An,KIC., Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat

KAPAN PEMASANGAN OROPHARYNGEAL AIRWAY DILAKUKAN?


Manfaat OPA : Menahan lidah dari menutupi hipofaring. Sebagai fasilitas suction dan mencegah
tergigitnya lidah dan ETT (Endotracheal Tube). Pemasangan pada anak-anak harus hati- hati karena
dapat melukai jaringan lunak.
Alat bantu napas ini hanya digunakan pada pasien yang tidak sadar bila angkat kepala-dagu tidak
berhasil mempertahankan jalan napas atas terbuka. Alat ini tidak boleh digunakan pada pasien sadar
atau setengah sadar karena dapat menyebabkan batuk dan muntah. Jadi pada pasien yang masih
ada refleks batuk atau muntah tidak diindikasikan untuk pemasangan OPA.

INDIKASI DILAKUKANNYA DEFINITIVE AIRWAY?


INDIKASI
1. Henti jantung, bila ventilasi kantong napas tidak memungkinkan atau tidak efektif
2. Pasien sadar dengan gangguan pernapasan dan pemberian oksigen yang tidak adekuat dengan
alat-alat ventilasi yang tidak invasif
3. Pasien yang tidak bisa mempertahankan jalan napas (pasien koma)

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI OROPHARYNGEAL AIRWAY?


Indikasi :
a. Napas spontan
b. Tidak ada reflek muntah
c. Pasien tdk sadar,tdk mampu manuver manual

Komplikasi :
a. Obstruksi jalan napas
b. Laringospasme ~ ukuran OPA
c. Muntah
d. Aspirasi
MENGAPA PASIEN TAMPAK SIANOSIS DAN CURIGA ADANYA FRAKTUR IMPRESSI PADA
OS FRONTAL?

Hudak dan Gallo (1996). Keperawatan Kritis : pendekatan holistic. Vol 2. EGC. Jakarta

PADA FRAKTUR IMPRESI (JUGA DISEBUT FRAKTUR DEPRESI), BAGIAN YANG


PATAH MENONJOL KE DALAM RONGGA TENGKORAK. Fraktur depresi melibatkan pergeseran
tulang tengkorak atau fragmennya ke bagian lebih dalam dan memerlukan tindakan bedah saraf
segera terutama bila bersifat terbuka dimana fraktur depresi yang terjadi melebihi ketebalan
tulang tengkorak. Fraktur basis cranii merupakan fraktur yang terjadi pada dasar tulang
tengkorak yang bisa melibatkan banyak struktur neurovaskuler pada basis cranii, tenaga
benturan yang besar, dan dapat menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung
dan telinga dan menjadi indikasi untuk evaluasi segera di bidang bedah saraf.

Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E,
Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa
Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.740-59

Fraktur os frontal
Presentasi : gangguan atau adanya krepitasi pada margo supraorbita, emphsema
subcutan dan parestesia nervus supraorbita dan nervus supratrochlear. Pada pasien
yang sadar, nyeri wajah merupakan gejala yang lazim. Laserasi, kontusio atau heatoma
pada dahi merupakan tanda cidera sinus frontal. Depresi yang tampak pada dahi
merupakan tanda yang penting, namun dapat dengan mudah tidak teramati pda
presentasi akut karena berkaitandengan edema jaringan luna. CSF (Cerebrospinal fluid)
rhinorrhea. Halo sign atau B2 – transferring untuk konfimasi kebocoran

ETIOLOGI DAN GEJALA SUMBATAN JALAN NAPAS?

 Sumbatan Jalan Nafas Total


Bila tidak dikoreksi dalam waktu 5 – 10 menit dapat mengakibatkan asfiksi (kombinasi antara
hipoksemia dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.

 Sumbatan jalan Nafas partial


Bila tidak dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan otak, sembab otak, sembab paru, kepayahan henti
nafas dan henti jantung sekunder.
(Sumber : Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP)
Obstruksi yg terjadi dibagi menjadi 3 yaitu :
a. Obstruksi total
Terjadi perubahan yg akut berupa hipoksemia yg menyebabkan terjadinya kegagalan pernafasan
secara cepat. Sementara kegagalan pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi
kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP dimana penderita kehilangan
kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik bahkan mungkin pula terdapat renjatan
(seizure). Kegagalan fungsi ginjal mengikuti kegagalan fungsi darah dimana terdapat hipoksemia,
hiperkapnia, dan lambat laun terjadi asidosis respiratorik dan metabolik
b. Fenomena Check Valve
yaitu udara dapat masuk, tetapi tdk keluar. keadaan ini menyebabkan terjadinya empisema paru,
bahkan dapat terjadi empisema mediastinum atau empisema subkutan
c. Udara dapat keluar masuk walaupun terjadi penyempitan saluran nafas dari 3 bentuk keadaan ini,
Obstruksi total adalah keadaan yg terberat dan memerlukan tindakan yg cepat. dalam keadaan PCO 2
tinggi dgn kecepatan pernafasan 30/menit dlm usaha kompensasi maksimal. Di atas keadaan ini,
pasien tidak dapat mentoleransi. Bila terjadi hipoksemia, menandakan fase permulaan terjadinya
kegagalan pernafasan.
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)
1. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus percobaan
pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar, misalnya aritenoid, pita suara
dll.
2. Benda Asing
Benda Asing tersebut dapat tersangkut pada :
a. Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda sebagai berikut, yakni secara
progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, digagia, hemopsitis, pernafasan dgn otot-otot nafas
tambahan, atau dapat pula terjadi sianosis. Gangguan oleh benda-benda asing ini biasanya terjadi
pada anak-anak yg disebabkan oleh berbagai biji-bijian dan tulang ikan tg tdk teratur bentuknya.
b. Saluran nafas
Berdasarkan lokasi benda-benda yg tersangkut dalam saluran nafas maka dibagi atas :
 Pada Trakhea
Benda asing pada trakhea jauh lebih berbahaya dari pada di dalam bronkhus, karena dapat
menimbulkan asfiksia. Benda asing didalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di
dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala obstruksi laring
 Pada Bronkhus
Biasanya akan tersangkut pada bronkhus kanan, oleh karena diameternya lebih besar dan formasinya
dilapisi oleh sekresi bronkhus sehingga menjadi besar
(Sumber : Buku Agenda Gawat Darurat, Jilid 2, Prof. Dr.. H. Tabrani Rab)

BAGAIMANA CARA MELAKUKAN TRIPLE AIRWAY MANUVER?

Tilt Head, Lift Chin, Check Breathing.


 Head tilt: Leher di ekstensi sejauh mungkin dengan menggunakan satu tangan.
 Chin lift: Dagu bagian sentral di tarik ke depan dengan menggunakan tangan yang lain.

 Jaw thrust: Jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi antara sudut rahang dan telinga serta
rahang di tarik ke depan.

Opening the airway.


Top: Airway obstruction produced by the tongue and the epiglottis.
Bottom: Relief by head-tilt/chin-lift.

Head-tilt/chin-lift maneuver. Perpendicular line reflects proper neck extension, i.e., a line along the
edge of the jaw bone should be perpendicular to the surface on which the victim is lying.
Jaw-thrust maneuver

Sumber : http://www.toadspad.net/ems/cpr-head-tilt.html

You might also like