You are on page 1of 17

EPIDERMAL NECROLYSIS (STEVEN-JOHNSON SYNDROME AND

TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS)

Pembimbing :
dr. Flora Ramona S P, M.Kes, Sp.KK
dr. Ratih Pramuningtyas, M.Kes, Sp.KK

Oleh :
Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. ked J510170030
Luthfi Hannan, S. ked J510170102

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
EPIDERMAL NECROLYSIS (STEVEN-JOHNSON SYNDROME AND
TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS)

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Oleh :
Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. ked J510170030
Luthfi Hannan, S. ked J510170102

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim pembimbing stase Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing 1
dr. Flora Ramona S P, M.Kes, Sp.KK (…………………….)

Pembimbing 2
dr. Ratih Pramuningtyas, M.Kes, Sp.KK (…………………….)
EPIDERMAL NECROLYSIS (STEVEN-JOHNSON SYNDROME AND
TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS)

Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) dan Steven-Johnson Syndrome adalah


reaksi akut pada mukokutaneus yang mengancam jiwa yang ditandai dengan
nekrosis yang luas dan pengelupasan epidermis.Steven dan Johnson pada awalnya
melaporkan dua kasus erupsi kutaneus yang luas disertai stomatitis erosive dan
keterlibatan sistem okuler yang berat.Pada tahun 1956, Lyell mendeskripsikan
pasien dengan kehilangan epidermis akibat nekrosis dan memperkenalkan istilah
toxic epidermal necrolysis.SJS dan TEN ditandai dengan keterlibatan kulit dan
membrane mukosa.Macula eritematosa, terutama timbul pada dada dan
ekstremitas proksimal, kemudian berkembang secara progresif sehingga terbentuk
bula yang lembek yang memengaruhi keterlibatan epidermal. Karena kemiripan
dalam keadaan klinis dan histopatologi, obat penyebab, dan mekanismenya, kedua
kondisi ini menunjukkan varian keparahan dari proses yang identic yang hanya
berbeda dalam presentase permukaan tubuh yang terlibat. Oleh karena itu,
sebaiknya menggunakan istilah “nekrolisis epidermal” untuk keduanya, seperti
yang diusulkan oleh Ruiz-Maldonado (akut epidermal nekrolisis yang luas) dan
Lyell (nekrolisis exanthema).

EPIDEMIOLOGI

Nekrolisis epidermal (NE) sangat jarang terjadi. Rata-rata insidensi SJS


diperkirakan berjumlah 1-6 kasus/juta penduduk/tahun dan insiden TEN 0,4-1,2
kasus/juta penduduk/tahun. NE dapat menyerang semua usia, dengan resiko lebih
tinggi pada usia diatas 40 tahun, dan lebih sering menyerang wanita dengan rasio
0,6. Pasien yang terinfeksi HIV, penderita penyakit kolagen vaskuler, dan kanker
memiliki resiko yang lebih tinggi. Angka kematian pasien NE sebesar 20%-25% ,
dengan rincian 5%-12% pasien SJS dan >30% pasien TEN. Bertambahnya usia,
komorbiditas yang signifikan, keterlibatan kulit yang lebih luas berkorelasi
dengan prognosis yang buruk.
Skor prognosis (SCORTEN) telah disusun untuk NE, dan telah disetujui
bermanfaat oleh beberapa kelompok.Perhitungan skor yang terbaik adalah hari
ketiga saat dirawat di rumah sakit.

ETIOLOGI

Patofisiologi NE sampai saat ini masih belum jelas, namun obat-obatan


masih menjadi dasar etiologi dari penyakit ini.Lebih dari 100 obat-obatan telah
dilaporkan menjadi penyebab yang memungkinkan.Dari 70% kasus didapatkan
riwayat pengobatan dari salah satu obat tersebut.Studi populasi retrospektif atau
kasus serial tidak cukup akurat untuk mengungkapkan resiko pengobatan.Sebuah
studi kasus control secara multinasional menganalisis hubungan NE dengan obat
yang spesifik terhadap faktor resiko lainnya. Kurang dari 12 pengobatan resiko
tinggi di implikasikan dengan 1,5 dari seluruh kasus NE di Eropa. Pengobatan
resiko tinggi ini antara lain antibiotic sulfonamide, antikonvulsan aromatic,
allopurinol, oxicam NSAID, lamotrigine, dan nevirapine. Resiko ini hanya terlihat
terbatas dalam 8 minggu pertama pengobatan. Peningkatan dosis secara perlahan
menurunkan angka timbulnya ruam pada lamotrigine dan nevirapin, tapi hal
tersebut tidak menurunkan resiko terjadinya NE. Oxcarbazepine, derivate 10-keto
dari carbamazepine, yang dianggap mempunyai resiko rendah, secara signifikan
mempunyai reaksi silang terhadap carbamazepine. Banyak NSAID yang diduga
berkaitan dengan NE, namun derivate oxicam dan diklofenak yang mempunyai
resiko paling tinggi.Secara signifikan namun resikonya lebih rendah juga
dilaporkan pada antibiotic seperti aminopenisilin, kuinolon, sefalosporin dan
tetrasiklin.Peran kortikosteroid menginduksi munculnya NE sampai sekarang
masih belum jelas. Pada sebuah studi kasus control, didapatkan bahwa
kortikosteroid menjadi faktor resiko yang relatif tinggi, terbebas dari penyakit
yang mendasarinya.

Peran agen infeksi dalam perkembangan terjadinya NE kurang menonjol


dibandingkan pada kasus eritema multiforme.Namun, beberapa kasus
menunjukkan hubungan NE dengan infeksi Mycoplasma pneumoniae, penyakit
karena virus dan imunisasi.Hasil penelitian yang jarang terjadi ini membuktikan
bahwa pengobatan bukan satu-satunya penyebab NE, namun masih sangat sedikit
bukti bahwa infeksi dapat menjelaskan lebih dari presentase yang sangat sedikit
dari kasus tersebut.

Beberapa kasus NE juga dilaporkan terjadi setelah dilakukannya


transplantasi sumsum tulang.Beberapa adalah kasus ekstrim dari penyakit reaksi
penolakan transplantasi, dan sebagian lainnya karena induksi dari obat-
obatan.Hubungan NE dengan reaksi penolakan transplantasi sulit dinilai karena
lesi kulit dan penampakan histologi kulit sangat sulit dibedakan.

Terakhir, mekanisme fisik seperti radioterapi pada penambahan


pengobatan dengan obat anti epilepsy seperti fenitoin, fenobarbital, atau
carbamazepine dapat memicu NE pada tempat yang terkena radiasi.

PATOGENESIS

Bahkan jika beberapa urutan kejadian molekuler dan seluler yang tepat
tidak sepenuhnya dipahami, beberapa penelitian memberikan petunjuk penting
tentang patogenesis. pola imunologis lesi awal menunjukkan reaksi sitotoksik
yang dimediasi oleh sel terhadap keratinosit yang menyebabkan apoptosis
masif.Penelitian imuopatologi menjelaskan adanya limfosit T-killer CD8+ di
dalam epidermis dan dermis pada reaksi bulosa, dengan beberapa gambaran sel
NK, selama fase awal EN, di mana monosit lebih banyak selama fase akhir.Sel T
CD8+ sitotoksik mengekspresikan reseptor sel T α-β dan dapat membunuh
melalui perforin dan granzyme B tetapi tidak melalui Fas atau Trail.

Saat ini proses tersebut sudah menetap dan menunjukkan bahwa CD8+
sesuai dengan obat spesifik, kompleks histokompatobilitas utama membatasi
sitotoksisitas terhadap keratinosit. Selanjutnya, sel CD4+ CD25+ yang resistan
terhadap regulasi telah terbukti berpotensi penting dalam mencegah kerusakan
parah epidermis yang disebabkan oleh limfosit T sitotoksik reaktif.Sitokin-sitokin
yang penting seperti interleukin 6, tumor nekrosis factor (TNf-α), dan Fas ligan
(Fas-L) juga muncul pada lesi kulit pasien EN. Viard et al menyatakan bahwa
apoptosis keratinosit pada lesi kulit dikaitkan dengan peningkatan ekspresi Fas
pada lapisan membrane mereka dan diblok oleh Imunoglobulin yang menghalangi
interaksi Fas dan Fas-L. TNF mungkin juga berperan penting.Molekul ini muncul
pada lesi epidermis, cairan lepuhan kulit, dan sel mononuclear perifer serta
makrofag.

Asetilasi yang lambat ditemukan pada pasien dengan TEN induced-


sulfonamid, dimana terdapat peningkatan produksi metabolit reaktif.Namun,
respon imunologi secara langsung melawan obat tersebut dibandingkan metabolit
reaktif.

Sehingga pada akhirnya, hal yang dipengaruhi genetic dapat berperan


penting.Sebuah hubungan diteliti di Han China antara antigen leukosit manusia
HLA-B1502 dan SJS diinduksi oleh carbamazepine dan antara HLA-B5801 dan
SJS diinduksi allopurinol.Namun, hubungan antara carbamazepine-menginduksi
EN dan HLA-B1502 tidak muncul pada pasien Eropa dimana mereka tidak
memiliki keturunan Asia.

GEJALA KLINIS

Dalam kasus yang memerlukan rujukan langsung ke bangsal khusus,


dokter kulit akan memiliki peran khusus dalam pengelolaan pasien dengan EN.

RIWAYAT

Secara klinis EN diawali dalam 8 minggu (biasanya 4 sampai 30 hari)


setelah onset pajanan obat. Hanya beberapa kasus yang jarang dengan reaksi berat
dan yang terkena dengan obat yang sama ternyata lebih cepat, hanya beberapa
jam. Gejala yang tidak spesifik seperti demam, sakit kepala, rhinitis, dan myalgia
mungkin mendahului lesi mukokutaneus dalam 1 sampai 3 hari.Nyeri pada
bengkak dan rasa terbakar atau pedas pada kedua mata berkembang secara
progresif.Sekitar 1-3 kasus dimulai dengan melibatkan gejala lapisan mukosa, dan
1-3 kasus dengan exanthema.Apapun gejala awal, perkembangannya yang cepat,
ditambah gejala-gejala baru, nyeri hebat, dan gejala umum lainnya harus
diperhatikan pada awal penyakit yang berat.

LESI KULIT

Erupsi awalnya simetris menyebar pada wajah, dada, dan ekstrmitas


atas.Bagian distal lengan dan juga kaki relatif terhindar, tapi ruamnya bisa dengan
cepat meluas ke seluruh tubuh dalam hitungan hari bahkan dalam beberapa jam.
Lesi kulit awalnya berupa eritem, merah kehitaman, macula purpura, berbentuk
ireguler, secara cepat bergabung. Terlihat lesi target atipikal dengan pusat gelap.
Pertemuan lesi nekrotik menyebabkan eritema akan meluas. Nikolsky sign, atau
pengelupasan epidermis dengan penekanan dari lateral, positif pada zona eritem.
Pada stadium ini, lesi berkembang menjadi lepuh yang lunak, dimana menyebar
dengan penekanan dan munal pecah.Lapisan nekrosis mudah terlepas dengan
penekanan atau trauma, area terbuka yang luas, kemerahan, kadang berbau. Pada
bagian yang lain, dapat tersisa lapisan epidermis.

Pasien diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan total daerah


dimana epidermis dapat dilepas atau Nikolsky positif: SJS, kurang dari 10 persen
area permukaan; SJS/TEN overlap, antara 10-30 %; TEN, lebih dari 10% area
permukaan tubuh. Evaluasi yang benar terhadap tingkat lesi sulit dilakukan,
terutama pada zona dengan lesi berupa noda. Hal ini dapat membantu untuk
mengingat bahwa permukaan tangan (telapak atau jari) mewakili sedikitnya 1%
dari luas permukaan tubuh.

KETERLIBATAN MEMBRAN MUKOSA

Keterlibatan membrane mukosa (setidaknya hampir 2 bagian) ditemukan


pada kurang lebih 90% kasus dan dapat mendahului atau mengikuti keluarnya
lesi.Hal ini dimulai dengan kemerahan diikuti dengan munculnya nyeri di mukosa
bukal, mata, dan genital.Hal ini menyebabkan gangguan makan, fotofobia, sinekia
conjungtiva, dan nyeri saat buang air.Rongga mulut dan tepi bibir dengan
munculnya perdarahan yang ditutupi pseudomembran putih keabuan yang nyeri
dan krusta di bibir.Kurang lebih 85% pasien mengalami lesi conjungtiva, gejala
utamanya berupa hyperemia, erosi, kemosis, fotofobia, dan lakrimasi.Mungkin
ada pelepasan bulu mata.Bentuk yang berat dapat terjadi ulserasi kornea, uveitis
anterior, dan konjungtiva purulent.Sinekia antara bulu mata dan konjungtiva
sering terjadi.Kuku yang terlepas dapat terjadi pada bentuk yang berat.

GEJALA EKSTRA KUTANEUS

EN dihubungkan dengan demam tinggi, nyeri, dan kelemahan.Keterlibatan


organ visceral dapat terjadi, sebagian dengan komplikasi paru dan digestive.
Komplikasi awal pada paru terjadi kurang lebih 25% pasien dan menimbulkan
gejala dyspnea, hipersekresi bronkus, dan hipoksemia dan juga hemoptysis dan
keluarnya lender berlebih dari mukosa bronkus.

Keterlibatan bronkus pada EN tidak dihubungkan dengan luasnya lesi kulit


atau tingkat agent yang berperan.Kebanyakan kasus gambaran radiologi thorax
normal namun secara cepat dapat menyebar menjadi sidrom penyakit
interstitial.Pada semua kasus yang dilaporkan, ketika kegagalan pernapasan akut
berkembang setelat onset pada kulit, hal ini dihubungkan dengan prognosis yang
buruk.Kasus kelainan pernapasan, bronchoscopy fiberoptic menjadi prosedur yang
dapat membedakan epitel spesifik yang terlepas dari bronkus sebagai bentuk
infeksi pneumonia, di mana memiliki prognosis yang lebih baik.

Saluran pencernaan terlibat lebih sedikit, dimana nekrosis epitel


esophagus, usus kecil, atau colon menimbulkan gejala diare dengan malabsorbsi,
melena, dan bahkan perforasi colon.

Keterlibatan ginjal juga dilaporkan.Proteinuria, microalbuminuria,


hematuria, dan azotemia juga tidak jarang. Kerusakan tubulus ginjal merupakan
bentuk nekrosis sel tubulus oleh proses yang sama dimana terjadi kerusakan sel
kulit. Mungkin juga dapat melibatkan struktur glomerulus.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Penilaian laboratorium
Evaluasi respiratori rate dan saturasi oksigen merupakan langkah awal di
UGD.Beberapa alternative harus diperiksa dengan menilai kandungan gas darah
arteri. Kadar serum bicarbonat dibawah 20mM mengindikasikan prognosis yang
buruk. Hasil tersebut merupakan hasil dari alkalosis respiratori yang dihubungkan
dengan keterlibatan bronkus dan lebih jarang terjadi pada asidosis metabolic.

Kehilangan cairan kulit massif berpengaruh pada ketidakseimbangan


elektrolit, hipoalbuminemia, dan hipoproteinemia, dan gangguan fungsi ginjal
ringan sementara serta azotemia prerenal. Peningkatan kadar nitrogen urea darah
salah satu tanda keparahan. Anemia biasa terjadi, dan leukositosis ringan
demikian juga trombositopenia. Neutropenia dianggap sebagai penentu prognosis
tetapi jarang signifikan pada SCORTEN. Lomfopenia CD4+ perifer sementara
menetap dan dikaitkan dengan penurunan fungsi sel T. Sering terjadi kenaikan
ringan kadar enzim hepar dan amylase (kebanyakan mungkin berasal dari saliva)
tetapi tidak berdampak pada prognosis. Keadaan hiperkatabolik bertanggung
jawab atas penghambatan sekresi insulin atau resistensi insulin, dimana
menyebabkan giperglikemia dan kadang menjadi diabetes. Kadar glukosa darah di
atas 14mM merupakan salah satu tanda keparahan. Kelainan yang lain pada
penilaian laboratorium mungkin dapat terjadi, yang mengindikasikan keterlibatan
organ lain dan adanya komplikasi seperti sepsis.

Histopatologi

Biopsy kulit untuk pemeriksaan rutin histologi dan tinjauan tentang


immunofluorescence harus diikut sertakan di setiap tinjauan kasus EN, bahkan
jika diagnosisnya secara klinis sudah jelas, karena kemungkinan besar tindakan
hukum dimasa depan dan itu adalah cara untuk menyingkirkan diagnosis banding.

Pada tahap awal, keterlibatan epidermal ditandai dengan keratinosit


apoptosis yang jarang pada lapisan superbasal, yang mana EN berkembang secara
cepat menebal dan datasemen sub epidermal. Sel infiltrate yang cukup padat pada
papiler kulit dapat diamati. Terutama terlihat dari limfosit dan makrofag.Anatara
populasi sel T, limfosit CD8+ dengan fitur fenotip dari sel sitotoksik terbaca
secara jelas yang menunjukkan reaksi immunologi.Eosinophil terlihat kurang jelas
pada pasien yang mengalami EN parah.

DIAGNOSIS BANDING

Ketiadaan dari membrane mukosa pada keterlibatan atau pembatasannya


sendiri menjadi situs tunggal harus selalu mendapatkan pengawasan dari sebuah
diagnosis alternative.

Syndrome stapilococalkulita pada bayi : purpura fulminans pada anak


kecil dan remaja, pustule exanthematous yang tergenerelesasi secara akut, luka
bakar, phototoksik, atau lepuahan yang tertekan pada dewasa. Penyakit bulosa
linear immunoglobulin A dan pemphigus paraneoplastic dapat terlihat dengan
adanya progress akut yang lambat. Penemuan patologik dan hasil positif pada tes
immunofluorescence langsung sangat penting untuk diagnosis

Pada kasus awal EN awalnya sering didiagnosis sebagai varicella.Progress


yang sangat cepat dari lesi kulit dan keterlibatan membrane mukosa yang keras
menjadi kemungkinan dari EN.

Pada semua aspek, termasuk patologi, bullosa general karena erupsi obat
(GBFDE) menyerupai EN. Kejadian itu mungkin mempunyai mekanisme obat
yang sama. Perbedaan itu sangat bermanfaat, bagaimanapun, GBFDE mempunyai
banyak prognosis lebih bagus, mungkin karena keterlibatan yang ringan dari
membrane mukosa dan tidak adanya komplikasi dari varicella. Serangan utama,
onset yang cepat setelah mengkonsumsi obat dan lepuhan bagus yang ditandai
merupakan ciri khas GBFDE

Kulit yang terbakar terkadang menjadi masalah ketika terjadi kehilangan


kesadaraan sesaat. Hancurnya epitel oleh racun, apakah melalui kontak atau
proses menelan, dapat menyebabkan gejala klinis EN. Pada kasus yang jarang
penyebabnya umumnya jelas.

Banyak yang melaporkan kasus sjs yang umum. Bisanya itu bangkit dari
kekacauan antara deskuamasi dan detasemen dari epidermis dan juga antara
membrane mukosa dan kulit perifer. Karenan kekacauan seperti itu, pasien dengan
ruam deskuamasi dan bibir bersisik sering didiagnosis dan dilaporkan mengalami
sjs.

KOMPLIKASI

Selama fase akut, komplikasi yang sering terjadi adalah sepsis.Kehilangan


epital mempengaruhi pasien karena bacteria atau infeksi jamur, yang mana
sebagai penyebab utama kematian. Kegagalan multi system pada organ dan
komplikasi paru telah diobservasi lebih dari 30% dan 15% kasus, secara masing
masing. Komplikasi optalmic diobervasi 20%-75% dari pasien dengan
EN.Hubungan antara tingkat keparahan awal dari keterlibatan ocular dengan
perkembangan komplikasi akhir yang tampaknya sudah menetap.Komplikasi
ophthalmic terutama disebabkan oleh perubahan fungsional epitel konjungtiva
dengan mata kering dan system air mata yang abnormal.Kejadian ini mengarah ke
arah inflamasi kronik, fibriosis, entropion, trichiasis, dan symblepharon. Iritasi
yang lama dan defisiensi dan sel stem padan limbus menyebabkan metaplasia
pada epitel kornea dengan rasa ulserasi yang nyeri dan pandangan yang berubah.

Hipopigmentasi atau hiperpigmentasi sering diamati, tetapi karena


jarangnya asosiai dengan hipertropic atau bekas luka yang atrofi.Perubahan pada
kuku, termasuk perubahan pigmentasi, kuku yang distrofi dan anosia yang
permanen, terjadi kurang lebih 50% pada kasus.

Vulvar dan komplikasi vagina dari EN tidak terlalu dianggap.Disparenuria


tidak ada hubungan dengan vagina yang kering, gatal, nyeri, dan
berdarah.Perlekatan genital dapat membutuhkan terapi bedah.Esophangeal, usus,
bronkial, system kemih dan penyempitan dubur juga bisa berkembang pada kasus
yang langka.

Karena komplikasi akhir ini dan sekuele dapat berkembang secara tidak
sadar, sangat disarankan pada pasien yang bertahan dengan EN mendapatkan
follow up untuk beberapa saat setelah pulang.Gejala menunjukkan gangguan
traumatis paska trauma tidak jarang terjadi, dan konsultasi secara psikitarik mung
diperlukan.

PROGNOSIS

Deteasemen epidermal berlangsung selama 5 sampai 7 hari.Lalu pasien


memaasuki fase stabil, yang sesuai dengan kelangsungan dari re-epitalisasi.Hal ini
dapat berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu, berdasarkan kuatnya
penyakit dan kondisi umum sebelumnya pada pasien.Selama masa periode,
komplikasi yang mengancam seperti sepsis atau kegagalan system organ mungkin
bisa terjadi.Kejadian kematian terjadi 5%-12% untuk sjs dan lebih dari 30% untek
TEN. Prognosis tidak dipengaruhi oleh tipe atau dosis dari respon obat atau
imunitas manusia

PENGOBATAN

EN adalah penyakit yang mengancam nyawa penderita yang


membutuhkan managemen secara optimal.Pada diagnosis awal dan penarikan obat
atau narkoba dan perawatan secara suportif di rumah sakit yang sesuai.

Penarikan segera agen yang menyinggung adalah kelangsungan hidup


pasien terkait dengan induksi EN oleh obat obatan dengan setengah eliminasi
yang pendek.Disamping itu lebih baik melanjutkan pengobatan karena penting.
Yang akan menghidari keenganan pada bagian dari fisik dokternya pasien untuk
meresepkan pada masa lanjut.

SYMPTOMATIC TREATMENT

Hanya pasien dengan keterlibatan kulit terbatas dan skor scorten 0 – 1


dapat diobati dibangsal non khusus. Pada kasus lain sebaiknya dipindahkan ke
ICU.Penanganan supportive terdiri dari pengawasan equilibrium hemodinamik
dan mencegah komplikasi nyawa terancam. Tujuan pada dasarnya sama seperti
untuk luka bakar.
EN terkait dengan kekurangan cairan secara signifikan dari erosi, yang
mengakibatkan hypovolemia dan ketidak seimmbangan elektrolit.Penggantian
cairan harus dimulai secepat mungkin dan disesuaikan setiap hari. Jumlah dari
infus biasanya kurang dari untuk membakar yang sama. Karena tidak ada edema
intersisial.Vena perifer lebih memungkinkan, karena lokasinya Situs penyisipan
garis tengah sering dilibatkan di datasemen dari kulit dan cenderung ke arah
infeksi.Suhu lingkungan harus dinaikkan 28C sampai 30C.

Dukungan nutrisi awal biasanya dilakukan secara tabung nasogastric untuk


meningkatkan penyembuhan dan menurukan resiko translokasi bakteri.Untuk
mengurangi resiko infeksi, aseptic dan penanganan secara hati hati sangat
dibutuhkan.Antibiotic profilaksis tidak diinkasikan.Pasien seharusnya mendapat
antibiotic ketika dicurigai terjadi infeksi klinis.Ekstensi dan debridemen pada
nektrotic epidermis tidak diindikasikan pada En karena nekrosis superficial bukan
suatu halangan untuk reepitalisasi, dan bahkan mungkin menaikkan proliferasi
dari sel stem.Tidak ada standar kebijakan pembalutan luka dan penggunaan
antiseptic.Itu adalah masalah pengalaman masing masing.Keterampilan itu
bisanya dilakukan oleh perawat khususMata harus diperiksa setiap hari oleh
dokter mata. Air mata buatan, antibiotic dan vitamin A sering digunakan setiap 2
jam pada fase akut. Mulut seharusnya dibilas beberapa waktu sekali dengan
antiseptic.

PENANGANAN KHUSUS

Karena pentingnya immunologi dan mekanisme dari cytotoxic dan


immunosupresiv yang besar dan atau terapi anti inflamasi telah dicoba untuk
kemajuan penyakit.Tidak ada yang terbukti khasiatnya.

CORTICOSTEROID

Penggunaan kortikosteroid sistemik masih kotroversi. Beberapa penelitian


menemukan bahwa terapi seperti bias mencegah ekstensi dari penyakit ketika
diberikan selama fase awal. Pada penelitian lainnya menyimpulkan pada steroid
tidak menghentikan progress dari penyakit tersebut dan menyebankan kenaikan
angka kematian dan beberapa efek seperti sepsis.Kostikosteroid sistemik tidak
direkomendasikan untuk terapi EN.

IMMUNOGLOBULIN IV

Dasar penggunaan dosis tinggi immunoglobulin secara IV berdasarkan


demonstrasi bahwa fas dimediasi kematian sel dapat dibatalkan dengan aktivitas
anti Fas pada immunoglobulin manusia normal.Keuntungannya telah diakui oleh
beberapa penelitian.Teteapi pada beberapa penelitian lainnya menyebutkan bahwa
pemberian immunoglobulin intravena tidak bisa menjadi standar medis
pengobatan, tetapi jika itu sudah digunakan, pencegahan minimal pencegahan
untuk menghidari nepphrotoksik.

CYCLOSPORINE A

Cyclosporine adalah agen immunosupresiv yang sangat kuat terkait


dengan efek biologic yang mungkin secara teoritis adalah pengobatan EN yang
sangat berguna. Aktivasi sel Th2 sitokin, pengahmbatan mekanisme sitotoksik
CD8+ dan efek anti apoptosis melalui penghambatan Fas-L, factor nuclear K B,
TNF-a. beberapa penelitian menyarankan kemanjuran dari cyclosporine A. oleh
sebab itu, penelitian selanjutnya memerlukan konfirmasi dari keuntungan dan
kekurangan dari efek samping yang merugikan.

PLASMAPHERESIS ATAU HEMODIALYSIS

Alasan penggunan plasmapheresis atau hemodialysis adalah untuk


penghapusan dari hal tentang pengobatan, dan mediator inflamasi seperti
sitokin.Berdasarkan kekurangan dari bukti dan resiko terkait dengan kateter
intravascular, bagaimanapun pengobatan itu tidak direkomendasikan.

AGEN FACTOR NEKROSIS ANTI TUMOR

Anti TNF antibodi monococal telah sukses digunakan untuk mengobati


pada beberapa pasien.Percobaan acak secara terkontrol dari thalidomide, sebuah
agen anti TNF harus diinterupsi karena tingginya angka kematian.Peringatan
sangat dibutuhkan saat menggunakan anti TNF untuk mengobati EN.

PENCEGAHAN

Isu atau kasus yang paling penting bisa digunakan untuk mengevaluasi
sebab akibat suatu obat. Tes in vitro atau tes patch sesekali bisa menjadi
pengobatan yang berguna pada pencarian allergi obat. Jika digunakan pada pasien
EN, senstivitas menjadi sangat rendah.

Investigasi cermat terhadap semua paparan obat dalam beberapa minggu


sebelum onset dari reaksi mengarahkan kepada indentifikasi kemungkinan dari
obat yang digunakan pada sekitar 70% kasus. Yang paling berguna dari kriteria
klinis adalah durasi dari pengobatan sebelum onset(4-30hari).

Beberapa kasus SJS atau TEN berulang yang telah dipublikasikan selalu
karena administrasi yang tidak disengaja yang sama atau berhubungan dengan
pengobatan. Epidemiologi dan penelitian tentang in vitro menyarankan bahwa
daftar dari kemungkinan pengobatan cross-reactive agak susah, berdasarkan pada
kesamaan bahan kimia yang dekat. Sebagai contoh, tidak ada bukti bahwa pasien
yang pernah mengalami sjs atau TEN sebagai reaksi terhadap sebuah anti-
infeksius sufonamid dapat meningkatkan kerusakan pada reaksi sulfonamide
terkait diuretic atau pengobatan antidiabetic. Hanya sulfonamide anti infectious
seharusnya menjadi kontra indikasi pada kasus ini

Follow-up ophtamologi yang diperpanjang seharusnya direkomendasikan


untuk pasien dengan kelainan atau kelihan pada mata. Pengobatan yang sangat
menjanjikan kini telah dikembangkan. Termasuk lensa sklera yang special dan
okulasi sel stem dari limbus kontralateral atau mukosa mulut.

Larangan terkena cahaya matahari membantu mengatasi perubahan


pigmentasi.
Riwayat menggunakan obat secara

sistemik atau kontak pada kulit terbuka

Gejala Kelainan kulit: Kelainan Laboratorium:


Prodromal: Eritema, mukosa: mata, Darah lengkap,
vesikel, papul, orifisium, elektrolit,
1-14 hari
erosi, mulut, albumin, fungsi
ekskoriasi, anogenital hati
(demam, malaise,
purpura,
sakit kepala)

BSA (Body Surface Area)

< 10% 10-30% >30%

SSJ SSJ/NET NET

0 atau 1 >1

SCORTEN
Ruang perawatan non intensif Ruang perawatan intensif

Identifikasi & Terapi aktif: Langkah suportif:

eliminasi obat Kulit: erosi ditutup dgn gauze &

penyebab: hentikan Kortikosteroid sistemik, hidrokolid dressing; Mata:

IVIG, antibiotik, lubrikan, steroid, antibiotik tetes


obat yg diduga sbg
keseimbangan mata, melepaskan adhesive
penyebab dan kontrol
hemodinamik, protein & lidglobe secara perlahan; Sal.
infeksi
elektrolit Nafas: postural drainage;

Sal.cerna: tinggi kalori, protein,


Dikutip sesuai IVFD

kepustakaan nomor:17

You might also like