Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Flora Ramona S P, M.Kes, Sp.KK
dr. Ratih Pramuningtyas, M.Kes, Sp.KK
Oleh :
Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. ked J510170030
Luthfi Hannan, S. ked J510170102
Oleh :
Muhammad Alim Abdul Majid Hidayatullah, S. ked J510170030
Luthfi Hannan, S. ked J510170102
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim pembimbing stase Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing 1
dr. Flora Ramona S P, M.Kes, Sp.KK (…………………….)
Pembimbing 2
dr. Ratih Pramuningtyas, M.Kes, Sp.KK (…………………….)
EPIDERMAL NECROLYSIS (STEVEN-JOHNSON SYNDROME AND
TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS)
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
PATOGENESIS
Bahkan jika beberapa urutan kejadian molekuler dan seluler yang tepat
tidak sepenuhnya dipahami, beberapa penelitian memberikan petunjuk penting
tentang patogenesis. pola imunologis lesi awal menunjukkan reaksi sitotoksik
yang dimediasi oleh sel terhadap keratinosit yang menyebabkan apoptosis
masif.Penelitian imuopatologi menjelaskan adanya limfosit T-killer CD8+ di
dalam epidermis dan dermis pada reaksi bulosa, dengan beberapa gambaran sel
NK, selama fase awal EN, di mana monosit lebih banyak selama fase akhir.Sel T
CD8+ sitotoksik mengekspresikan reseptor sel T α-β dan dapat membunuh
melalui perforin dan granzyme B tetapi tidak melalui Fas atau Trail.
Saat ini proses tersebut sudah menetap dan menunjukkan bahwa CD8+
sesuai dengan obat spesifik, kompleks histokompatobilitas utama membatasi
sitotoksisitas terhadap keratinosit. Selanjutnya, sel CD4+ CD25+ yang resistan
terhadap regulasi telah terbukti berpotensi penting dalam mencegah kerusakan
parah epidermis yang disebabkan oleh limfosit T sitotoksik reaktif.Sitokin-sitokin
yang penting seperti interleukin 6, tumor nekrosis factor (TNf-α), dan Fas ligan
(Fas-L) juga muncul pada lesi kulit pasien EN. Viard et al menyatakan bahwa
apoptosis keratinosit pada lesi kulit dikaitkan dengan peningkatan ekspresi Fas
pada lapisan membrane mereka dan diblok oleh Imunoglobulin yang menghalangi
interaksi Fas dan Fas-L. TNF mungkin juga berperan penting.Molekul ini muncul
pada lesi epidermis, cairan lepuhan kulit, dan sel mononuclear perifer serta
makrofag.
GEJALA KLINIS
RIWAYAT
LESI KULIT
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Penilaian laboratorium
Evaluasi respiratori rate dan saturasi oksigen merupakan langkah awal di
UGD.Beberapa alternative harus diperiksa dengan menilai kandungan gas darah
arteri. Kadar serum bicarbonat dibawah 20mM mengindikasikan prognosis yang
buruk. Hasil tersebut merupakan hasil dari alkalosis respiratori yang dihubungkan
dengan keterlibatan bronkus dan lebih jarang terjadi pada asidosis metabolic.
Histopatologi
DIAGNOSIS BANDING
Pada semua aspek, termasuk patologi, bullosa general karena erupsi obat
(GBFDE) menyerupai EN. Kejadian itu mungkin mempunyai mekanisme obat
yang sama. Perbedaan itu sangat bermanfaat, bagaimanapun, GBFDE mempunyai
banyak prognosis lebih bagus, mungkin karena keterlibatan yang ringan dari
membrane mukosa dan tidak adanya komplikasi dari varicella. Serangan utama,
onset yang cepat setelah mengkonsumsi obat dan lepuhan bagus yang ditandai
merupakan ciri khas GBFDE
Banyak yang melaporkan kasus sjs yang umum. Bisanya itu bangkit dari
kekacauan antara deskuamasi dan detasemen dari epidermis dan juga antara
membrane mukosa dan kulit perifer. Karenan kekacauan seperti itu, pasien dengan
ruam deskuamasi dan bibir bersisik sering didiagnosis dan dilaporkan mengalami
sjs.
KOMPLIKASI
Karena komplikasi akhir ini dan sekuele dapat berkembang secara tidak
sadar, sangat disarankan pada pasien yang bertahan dengan EN mendapatkan
follow up untuk beberapa saat setelah pulang.Gejala menunjukkan gangguan
traumatis paska trauma tidak jarang terjadi, dan konsultasi secara psikitarik mung
diperlukan.
PROGNOSIS
PENGOBATAN
SYMPTOMATIC TREATMENT
PENANGANAN KHUSUS
CORTICOSTEROID
IMMUNOGLOBULIN IV
CYCLOSPORINE A
PENCEGAHAN
Isu atau kasus yang paling penting bisa digunakan untuk mengevaluasi
sebab akibat suatu obat. Tes in vitro atau tes patch sesekali bisa menjadi
pengobatan yang berguna pada pencarian allergi obat. Jika digunakan pada pasien
EN, senstivitas menjadi sangat rendah.
Beberapa kasus SJS atau TEN berulang yang telah dipublikasikan selalu
karena administrasi yang tidak disengaja yang sama atau berhubungan dengan
pengobatan. Epidemiologi dan penelitian tentang in vitro menyarankan bahwa
daftar dari kemungkinan pengobatan cross-reactive agak susah, berdasarkan pada
kesamaan bahan kimia yang dekat. Sebagai contoh, tidak ada bukti bahwa pasien
yang pernah mengalami sjs atau TEN sebagai reaksi terhadap sebuah anti-
infeksius sufonamid dapat meningkatkan kerusakan pada reaksi sulfonamide
terkait diuretic atau pengobatan antidiabetic. Hanya sulfonamide anti infectious
seharusnya menjadi kontra indikasi pada kasus ini
0 atau 1 >1
SCORTEN
Ruang perawatan non intensif Ruang perawatan intensif
kepustakaan nomor:17