Professional Documents
Culture Documents
Yu Lee Park, Won Kim, Jeong-Ho Chae, Kang Seob Oh, Kevin D Frick, Jong-Min Woo
Abstrak
Latar belakang : Gangguan panik (PD) menimbulkan dampak besar terhadap
produktivitas di tempat kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
lost productivity time (LPT) bagi pasien dengan gangguan panik. Penelitian ini
juga menilai perubahan LPT bagi pasien-pasien dengan gangguan panik setelah
12 minggu menjalani terapi dengan Selective Serotonin Reuapteke Inhibitors
(SSRI), dibandingkan dengan individu sehat sebagai kontrol.
Hasil: Pada awal, kelompok PD menunjukkan LPT secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol (103,02 vs 47,28 jam dalam 4 minggu
terakhir). Setelah 12 minggu pengobatan, kelompok PD menunjukkan perbaikan
klinis yang signifikan serta peningkatan produktivitas dengan penurunan LPT
yang bermakna. Di antara pasien-pasien yang menyelesaikan pengobatan, LPT
akibat PD berkurang dari 104,38 menjadi 55,15 jam dalam 4 minggu terakhir.
Keterbatasan: Mungkin ada bias seleksi karena desain studi kasus-kontrol.
2. Metode
2.1. Subyek
Sebanyak 108 subyek usia dan jenis kelamin yang cocok dengan jenis
kelamin dari daerah yang sama direkrut melalui iklan surat kabar dan situs web
untuk dijadikan sebagai kontrol. Mereka diskrining untuk PD menggunakan SCID
serta untuk penyakit medis dan psikiatri lainnya, dan terdaftar jika tidak ada yang
di atas. Semua peserta menandatangani informed consent. Data dikumpulkan
selama periode dua tahun dari Maret 2007 hingga Februari 2009. The Institutional
Review Board (IRB) dari Inje University, Seoul Paik Hospital menyetujui penelitian
ini.
2.2. Intervensi
2.3. Penilaian
Versi Korea dari HPQ diberikan kepada masing-masing subjek studi untuk
mengukur kehilangan waktu produktif di tempat kerja, absen dan presenteeism
(Woo et al. 2011). HPQ dikembangkan untuk mengukur biaya masalah kesehatan
di tempat kerja berdasarkan kuesioner self-report (Kessler et al., 2003), dan ini
terdiri dari pertanyaan tentang demografi, kesehatan, dan waktu produktif sebagian
besar selama periode 4 minggu sebelumnya (Woo et al. 2011).
Absenteeism diukur dengan jumlah jam dan hari yang terlewat karena alasan
yang berhubungan dengan kesehatan selama 4 minggu sebelumnya. Jumlah hari
penuh yang terlewatkan dikalikan dengan delapan jam per hari, dan hari-hari
sebagian yang terlewat dari pekerjaan dikalikan dengan 4 jam per hari. Absenteeism
dengan demikian dinyatakan sebagai jam yang hilang per periode 4 minggu. Biaya
tahunan absenteeism dihitung dengan mengkalikan upah per jam dengan jumlah
batas jam kerja selama 4 minggu dan memproyeksikan ke tahun dengan mengalikan
total 4 minggu dengan 13.
3. Hasil
Tabel 3
Perubahan setelah 12 minggu terapi pada kelompok terapi (n=40)
4. Diskusi
Dengan 12 minggu perawatan rawat jalan psikiatri, jam kerja aktual pada
kelompok PD meningkat. Peringanan gejala-gejala pada grup PD berkontribusi
dalam bekerja lebih banyak dari sebelumnya. Juga penting bahwa mereka benar-
benar bekerja lebih lama daripada kontrol yang sehat di awal. Ada kemungkinan
kelompok PD bekerja lebih lama untuk mengkompensasi waktu kerja yang hilang
secara spesifik. Selanjutnya, pengobatan dikaitkan dengan penurunan presenteeism
membuat pasien PD hampir seproduktif kontrol yang sehat.
Gangguan cemas dianggap sebagai gangguan jiwa yang lebih ringan dan
kurang melumpuhkan dibandingkan gangguan psikotik atau gangguan mood,
karena penderita tidak kehilangan rasa realitasnya. Namun, penelitian sebelumnya
telah menunjukkan bahwa PD dikaitkan dengan hendaya yang berat dalam fungsi
sosial dan peran, seperti gangguan kejiwaan lainnya seperti skizofrenia, gangguan
depresi mayor, dan demensia (Ormel et al., 1994; Kennedy et al., 2002 ; Comer et
al., 2011). Stein dkk. (2005) melaporkan bahwa gangguan panik berkontribusi
secara independen terhadap prediksi fungsi yang buruk, mengurangi kualitas hidup
yang berhubungan dengan kesehatan, dan lebih banyak hari sakit dalam pekerjaan.
Temuan kami juga mengungkapkan bahwa PD dapat menyebabkan LPT yang
signifikan dan membatasi fungsi sosial. Beberapa parameter seperti ketidakhadiran
yang dipengaruhi oleh PD lebih berpengaruh daripada MDD dalam pekerjaan.
Kekuatan kedua dari penelitian ini adalah memberikan dokter bukti praktis
efek pengobatan terhadap LPT. Baru-baru ini, banyak praktisi menganjurkan
pentingnya studi hasil yang mengevaluasi kualitas hidup, karena bukti dari sebuah
penelian randomized controlled trials, yang menilai keampuhan dalam pengaturan
yang ideal, memiliki banyak keterbatasan ketika diterapkan pada praktek nyata
(Stewart et al., 1989 ; Tunis et al., 2003). Penelitian ini mengevaluasi efektivitas
pengobatan dalam pengaturan klinis yang nyata, dan dengan demikian, memiliki
kekuatan studi efektivitas komparatif. Pengobatan pasien dalam penelitian ini tidak
termasuk CBT formal atau psikoterapi lainnya melainkan psikoterapi suportif yang
singkat oleh psikiater sendiri. Tidak jelas apakah psikoterapi lebih cost-effective
dibandingkan dengan farmakoterapi (Clark et al., 1994; Roy-Byrne et al., 2005;
Barlow et al., 2000). Selain itu, dalam praktek di Korea, hanya beberapa psikiater
atau terapis yang memberikan CBT formal, karena banyak pasien yang bekerja di
masyarakat mengalami kesulitan dalam bergabung dengan program CBT formal
karena keterbatasan waktu yang berat. Penelitian ini, meskipun bukan uji coba
secara acak, menunjukkan bahwa pengobatan dengan psikiater dengan hanya
memberikan psikoterapi suportif biasa dapat menghindarkan dari LPT.
Gambar 1. Kalkulasi biaya dari productive time (LPT) akibat absenteeism dan
presenteeism.
Gambar 2. Grafik representasi perubahan lost productivity time (LPT) akibat
gangguan panik (PD) antara sebelum dan setelah terapi, dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Karya ini didukung oleh Grant dari Inje University, 2008 dan oleh GSK
Korea. Pilihan obat tidak dipengaruhi oleh kepentingan organisasi sponsor, dan
sumber daya pendanaan tidak berdampak pada analisis data, interpretasi, dan
laporan hasil serta desain penelitian.
Konflik kepentingan