You are on page 1of 8

Step 7

1. Penanggulangan air tercemar untuk konsumsi

Pengendalian/penanggulangan pencemaran air di Indonesia telah diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82
tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran Air. Secara umum hal ini meliputi
pencemaran air baik oleh instansi ataupun non-instansi. Salah satu upaya serius yang telah dilakukan Pemerintah dalam
pengendalian pencemaran air adalah melalui Program Kali Bersih (PROKASIH). Program ini merupakan upaya untuk
menurunkan beban limbah cair khususnya yang berasal dari kegiatan usaha skala menengah dan besar, serta
dilakukan secara bertahap untuk mengendalikan beban pencemaran dari sumber-sumber lainnya. Program ini juga
berusaha untuk menata pemukiman di bantaran sungai dengan melibatkan masyarakat setempat (KLH, 2004).

Pada prinsipnya ada 2 (dua) usaha untuk menanggulangi pencemaran, yaitu penanggulangan secara non-teknis dan
secara teknis.

Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi pencemaran lingkungan dengan cara
menciptakan peraturan perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam bentuk
kegiatan industri dan teknologi sehingga tidak terjadi pencemaran. Peraturan perundangan ini hendaknya dapat
memberikan gambaran secara jelas tentang kegiatan industri yang akan dilaksanakan, misalnya meliputi AMDAL,
pengaturan dan pengawasan kegiatan dan menanamkan perilaku disiplin.

Sedangkan penanggulangan secara teknis bersumber pada perlakuan industri terhadap perlakuan buangannya,
misalnya dengan mengubah proses, mengelola limbah atau menambah alat bantu yang dapat mengurangi
pencemaran.

Sebenarnya penanggulangan pencemaran air dapat dimulai dari diri kita sendiri. Dalam keseharian, kita dapat
mengurangi pencemaran air dengan cara mengurangi produksi sampah (minimize) yang kita hasilkan setiap hari.
Selain itu, kita dapat pula mendaur ulang (recycle) dan mendaur pakai (reuse) sampah tersebut.

Kitapun perlu memperhatikan bahan kimia yang kita buang dari rumah kita. Karena saat ini kita telah menjadi masyarakat
kimia, yang menggunakan ratusan jenis zat kimia dalam keseharian kita, seperti mencuci, memasak, membersihkan
rumah, memupuk tanaman, dan sebagainya. Kita harus bertanggung jawab terhadap berbagai sampah seperti makanan
dalam kemasan kaleng, minuman dalam botol dan sebagainya, yang memuat unsur pewarna pada kemasannya dan
kemudian terserap oleh air tanah pada tempat pembuangan akhir. Bahkan pilihan kita untuk bermobil atau berjalan
kaki, turut menyumbangkan emisi asam atu hidrokarbon ke dalam atmosfir yang akhirnya berdampak pada siklus
air alam.

2. Penyakit karena pemanasan Global


1. Banjir (Paradoks Korban Banjir )

 Pemanasan global membuat penumpukan uap air di udara semakin besar.


 Ketika daerah perkotaan tergenang, muncul paradoks yang khas. Penduduk kehausan di tengah genangan air.
 Dari situlah berjangkit penyakit diare dan Leptospirosis

2. Kebakaran hutan

 Kebakaran hutan itu mengusik ekosistem bumi dari dua segi. Material kayu dan serasah yang terbakar itu
menghasilkan gas-gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global. Sedangkan asap hitamnya menganggu
secara langsung kehidupan manusia.
 Asap yang mengandung debu halus dan berbagai oksida karbon itu menyebabkan gangguan pernapasan dan
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), mulai asma, bronkhitis hingga penyakit paru obstruktif kronis (COPD).
 Asap tersebut juga membawa racun dioksin yang bisa menimbulkan kanker paru dan gangguan kehamilan serta
kemandulan pada wanita.

1. Dampak secara langsung

 Pada suhu panas manusia rentan sakit, Penyakit Saluran Pernafasan

2. Dampak tidak langsung

 Meningkatnya penyakit menular, antara lain : Malaria, DBD, Chikungunya, Penyakit yang ditularkan melalui udara
dan air

3. Dampak jangka panjang,

 Terjadinya konflik psikologi, mis. stress.

4. Penyakit lama timbul kembali

 Penyakit Malaria.

5. Penyakit degeneratif

 Penyakit jantung, Penyakit paru-paru.

6. Dampak penipisan ozone antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet

 Kanker kulit, Katarak, penurunan daya tahan tubuh, dan pertumbuhan mutasi genetik.

7. Memperburuk penyakit-penyakit umum

 Asma dan alergi.

8. Meningkatkan kasus-kasus kardiovaskular

 Kematian yang disebabkan penyakit jantung dan stroke. gangguan jantung dan pembuluh darah

Nyamuk
 Udara panas dan lembab itu paling cocok buat nyamuk malaria (Anopheles), dan nyamuk demam berdarah (Aedes
aegypti). Dulu, jenis kedua nyamuk penebar maut ini lebih sering muncul di musim pancaroba, transisi antara
musim hujan dan kemarau.
 Kini rentang waktu serangan kedua serangga itu hampir di sepanjang tahun. Udara panas dan lembab berlangsung
sepanjang tahun, ditambah dengan sanitasi buruk yang selalu menyediakan genangan air bening untuk mereka
bertelur. Maka, kini virus malaria yang dibawa Anopheles dan virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti
dapat menyerang sewaktu-waktu secara ganas.
 Akibat pemanasan global, siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) di tubuh
nyamuk Aedes aegyti dan siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Malaria di tubuh nyamuk Anopheles menjadi
lebih pendek dan Masa inkubasi kuman lebih singkat. Populasi mereka lebih mudah meledak. Akibatnya, kasus
demam berdarah lebih mudah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Karena itu, upaya pencegahan penyakit harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya menangani penyakitnya
saja, tetapi “Faktor lingkungan fisik dan biologis harus pula dikendalikan dengan cara memodifikasi lingkungan agar
vektor malaria dan demam berdarah tak bisa berkembang biak
http://perimbasmipa.co.cc/?p=40
(univ. Haluoleo)

3. Proses efek rumah kaca

Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut. Bumi secara konstan menerima energi, kebanyakan
dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari
proses radioaktif (Holum, 1998:237). Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari. Radiasi
sinar tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di permukaan bumi
sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap oleh permukaan bumi dan
menghangatkannya.

Namun dalam (Petrucci dan Harwood, 1997:260) dinyatakan bahwa sebagian energi yang diserap diradiasikan
kembali dalam bentuk radiasi inframerah. Radiasi inframerah yang dipancarkan bumi ini ada yang dapat melewati
atmosfer dan terbebaskan ke ruang angkasa. Tetapi sebagian radiasi infra merah tersebut diserap oleh gas-gas
dalam atmosfer, gas-gas tersebut lazim disebut gas rumah kaca (greenhouse gases). Energi yang diserap tersebut
kemudian ditahan dalam atmosfer sehingga menghasilkan efek hangat.

Sedangkan dalam Anonimus d (tanpa tahun) dinyatakan bahwa energi yang masuk ke bumi 25% akan dipantulkan
oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan, 45% diadsorpsi permukaan bumi , dan 5% dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi. Energi yang diadsoprsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh
awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar infra merah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas
CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi.

http://e-smartschool.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=319&Itemid=43

4. Dampak pemanasan global slain banjir


a. Iklim Mulai Tidak Stabil

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi
Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya,
gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak
akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin
sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur
pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para
ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan
pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca,
sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang
lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus
air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk
setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen
dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap
dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup
lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi,
beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih
ekstrim.

b. Peningkatan Permukaan Laut

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga
volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan
mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air
di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan
para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100
cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Bangladesh, dan
banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan
mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan
menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara
miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm
(20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga
akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini
akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

c. Suhu Global Cenderung Meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari
sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai
contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa
tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat
tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat
menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami,
akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat
mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

d. Gangguan Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung
untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah
pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi,
pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke
utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan
musnah.

e. Dampak Sosial Dan Politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang


berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi. Perubahan cuaca yang
ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat
menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan
kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan
perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.

Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne
diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti
meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini
berkembang biak. Dengan adanya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq
Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya
adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah
akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan
berdampak perubahan iklim (Climat change)yang bis berdampak kepada peningkatan kasus penyakit
tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak
menentu)

Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara hasil emisi gas-gas
pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan
seperti asma, alergi, coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
http://www.gogowarming.co.cc/

5. Penyakit water borne disease


Tabel : Beberapa Penyakit Bawaan Air dan Agennya

Agen Penyakit

Virus

Rotavirus Diare pada anak

Virus Hepatitis A Hepatitis A

Virus Poliomyelitis Polio (myelitis anterior acuta)


Bakteri

Vibrio cholerae Cholera

Escherichia Coli Diare/Dysenterie

Enteropatogenik

Salmonella typhi Typhus abdominalis

Salmonella paratyphi Paratyphus

Shigella dysenteriae Dysenterie

Protozoa

Entamuba histolytica Dysentrie amoeba

Balantidia coli Balantidiasis

Giarda lamblia Giardiasis

Metazoa

Ascaris lumbricoides Ascariasis

Clonorchis sinensis Clonorchiasis

Diphyllobothrium latum Diphylobothriasis

Taenia saginata/solium Taeniasis

Schistosoma Schistosomiasis

Sumber : Bank Dunia, 1985 modul 3.1.a


Sumber : buku Kesehatan Lingkungan oleh Juli Soemirat Slamet

6. Pengaruh Global Warming terhadap ekosistem

Dampak paling parah dari pemanasan global ini adalah ekosistem di bumi bagian utara saat es mulai mencair di
sebelah barat Antartika dan Greenland. Akibatnya penguin Adélie di Antartika menurun dari 32.000 pasangan, kini
hanya sebanyak 11.000 pasangan di 30 terakhir ini. beruang kutub diperkirakan akan punah di tahun 2100 karena
habitatnya hilang. Mereka harus berenang bermil-mil dan bahkan sampai 150 mil melintas lautan lepas untuk
berburu anjing laut atau ikan, sehingga saat ini banyak ditemukan beruang kutub yang mati entah karena
kelaparan atau kelelahan. Beberapa jenis kupu-kupu, rubah dan tumbulan alpine berpindah jauh ke utara atau
lebih ke atas di daerah yang lebih dingin. Kumbang pemakan pohon cemara berkembang biak begitu besar di
Alaska karena musim panas yang lebih hangat selama 20 tahun terakhir, sehingga serangga ini telah membunuh
sekitar 4 juta hektar tanaman cemara.
Yang paling dirugikan dari efek pemanasan global adalah penduduk yang tinggal di kutub utara dan jumlahnya sekitar 4
juta orang. Sepertiganya adalah penduduk asli yang lebih dikenal sebagai orang Eskimo atau suku Inuit. Mereka tinggal
di wilayah Nunavut, Alaska, Siberia, dan Greenland. Kata Eskimo sendiri berarti “pemakan daging mentah” karena
mereka mempunyai kebiasaan memakan daging tanpa harus dimasak lebih dahulu. Menurut perkiraan para arkeolog,
mereka sudah hidup di Kutub Utara sejak 2000 tahun sebelum masehi dan tinggal di sekitar Alaska. Mata pencaharian
mereka biasanya adalah memancing ikan, berbuuru karibou, singa laut, sehingga mereka sangat menggantungkan
hidup pada ekosistem es di kutub utara. Saat es mulai mencair, mereka harus beradaptasi dengan semua
perubahan ini dan dengan terpaksa mereka akan kehilangan wilayah berburu, bahkan rumah tinggal mereka
selama ini. Mereka juga harus mengubah kebiasaan hidupnya sehari-hari yang sudah diturunkan dari nenek
moyangnya. Kemungkinan terburuk, mereka adalah korban pertama dari pemanasan global ini.

Saat pemanasan global terjadi secara menyeluruh, hewan mempunyai habitat di iklim yang dingin dan tinggal di
wilayah tundra akan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan
mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat.
Pemanasan Global ini menyebabkan musim semi datang lebih awal dan musim gugur datang terlambat,
sehingga musim kawin yang berlangsung selama musim semi datang lebih awal dan lebih lama di belahan
bumu utara. Hewan yang dapat beradaptasi terhadap perubahan punya kesempatan lebih besar untuk menurunkan
sifat genetiknya dan meningkatkan frekuensi gennya dalam populasi karena mereka harus menentukan kapan harus
bereproduksi, hibernasi, dan bermigrasi di dalam perubahan iklim yang begitu cepat dan tidak menentu. Contohnya
tupai merah dari Kanada menjadi fleksibel menyambut musim kawin lebih dulu agar dapat tetap menurunkan sifat
genetiknya.

Beberapa jenis spesies harus beradaptasi dengan semua perubahan ini atau akan bermigrasi. Hewan yang paling
rentan menghadapi perubahan iklim yang drastis ini adalah reptil. Seperti yang kita ketahui selama ini, reptil dikenal
sebagai hewan berdarah dingin karena mereka sangat menggantung pada sumber panas dari luar seperti sinar
matahari, batu atau kayu yang hangat, atau tanah yang hangat. Inilah yang membedakan reptil dengan mamalia
dan burung yang mengambil sumber temperatur panasnya dari dalam. Dengan kondisi fisik seperti ini dan tidak
mempunyai kelenjar keringat seperti manusia, jika terjadi perubahan iklim dan peningkatan suhu yang drastis,
maka banyak reptil yang tidak bisa beradaptasi dan mengalami kepunahan seperti 70 persen spesies katak
harlequin di hutan tropis Amerika Tengah dan Selatan saat ini.

Selain reptil, saat ini beberapa spesies burung juga menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim ini dan terancam
punah dengan kemungkinan di antara 2 sampai 72 persen, semuanya tergantung wilayah, skenario iklim bagi burung
untuk berpindah ke habitat yang baru. Dari laporan World Wide Found yang berjudul Bird Species and Climate Change
menunjukan berbagai macam dampak buruk perubahan iklim ini bagi burung, contohnya lahan basah di sepanjang
pantai Mediterania di Eropa yang selama ini menjadi habitat bagi burung migran akan hancur dalam tahun 2080 saat
permukaan air laut naik dengan peningkatan suhu dari 1,5-4,2oC. Perubahan iklim di Kanada juga akan membuat
habitat burung tufted puffin menjadi tidak sesuai lagi.

Sebagai antisipasi dari perubahan iklim ini, burung juga mengubah perilakunya seperti mereka akan berkembang
biak dan bertelur lebih awal dari musim semi. Dari 64 kajian megenai burung ini, mereka memajukan waktunya
karena musim semi datang lebih awal 6,6 hari per dekade. Bahakan di Eropa dan Amerika Utara, burung-burung
migran berhenti bermigrasi dan mereka tidak perlu lagi menghindari musim dingin yang membeku karena
daratan Eropa menjadi lebih hangat dari sebelumnya. Beberapa burung ini tidak mampu datang lebih awal
pada musim semi untuk berkembang biak dan memburu mangsanya seperti serangga yang akan mencapai
puncak perkembangbiakan lebih awal karena perubahan iklim ini. Di Belanda, populasi burung penangkap serangga
mengalami penurunan sampai 90 persen selama dua dekade terakhir ini. Burung migran ini harus berkembang biak
lebih awal saat musim semi tiba di Eropa karena serangga akan mencapai puncak perkembangbiakan lebih cepat. Jika
mereka terlambat mendapatkan serangga dan ulat sebagai sumber makanan bagi anak-anaknya yang baru menetas,
maka banyak anak-anaknya akan mati kelaparan. Saat burung mulai berkembang biak, sumber makanannya justru
sedang mengalami penurunan yang drastis, sehingga dapat dipastikan bahwa anak-anaknya akan mengalami
kekurangan gizi.
Perubahan iklim ini juga akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan. Jika air laut semakin memanas, maka
akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan menghadapi
peningkatan keasaman ini. menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang seperti
sedang mencatat kematiannya sendiri. “Kami tahu bahwa jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke atmosfer
sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu
karang akan hancur dan larut karena asam tadi.” Persoalan perubahan suhu meupun berbagai perubahan lain yang
dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun
perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab
alami.

You might also like