Professional Documents
Culture Documents
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RST Dr. Soedjono Magelang
Pembimbing :
dr. Tatag Primiawan, Sp.PD
Disusun oleh :
Ana Lutfia Ariani
30101306866
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Wipopati Pakis
No. RM : 153247
Ruangan : Seruni
Tanggal Masuk : 31 Mei 2017
Tanggal keluar : 3 Juni 2017
II. Anamnesis
Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis dilakukan pada hari Kamis tanggal 1 Juni 2017 pukul 07.00
Kronologi
Mei 2017 dengan keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 1 hari SMRS.
Keluhan pasien disertai dengan batuk berdahak warna putih kental yang
perut di uluhati. Mual (+), BAB (-) sejak 2 hari SMRS, namun BAK (+)
putih kental. Selain itu, pasien juga mengeluhkan nyeri perut dan mual.
pasien sudah berkurang. Mual (-), muntah (-), BAB (+) 1 kali konsistensi
dipulangkan.
5
B. Pemeriksaan Khusus
a. Kepala : normocephal
b. Mata : Konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
c. Hidung : Simetris, sekret (-), nafas cuping hidung (-)
d. Telinga : Bentuk normal, discharge (-/-)
e. Tenggorok : Hiperemis (-), nyeri telan (-)
6
COR :
INSPEKSI
Iktus cordis terlihat
PALPASI
Iktus cordis teraba di ICS VI linea midclavicula sinistra
Kuat angkat (+), pulsus parasternal (-), sternal lift (-), pulsus
epigastrium(-)
PERKUSI
Redup (+)
Batas atas jantung ICS II linea sternalis sinistra
Pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Kanan jantung ICS V linea sternalis dextra
Kiri bawah ICS VI linea midclavicula sinistra
AUSKULTASI
Katup aorta SD I-II murni, reguler A1<A2
Katup trikuspidal SD I-II murni, reguler T1>T2
Katup pulmonal SD I-II murni, reguler P1<P2
Katup mitral SD I-II murni, reguler M1>M2
Bising -
HR : 80 x/menit
normal
8
i. Abdomen
INSPEKSI
PERKUSI
Timpani, pekak sisi-pekak alih (-) Hepar : pekak (+), liver span
dextra 9 cm, sinistra 6cm,
Lien : troube space perkusi
(+) timpani
PALPASI
Superfisial : Dalam:
Supel, nyeri tekan abdomen (+) regio Nyeri tekan (-), Hepar :
iliaca dextra, massa (-), defense permukaan rata, tepi rata,
muscular (-) Lien: tidak teraba.
j. Ekstremitas :
Superior : Akral dingin -/-, Oedema -/-, capillary refill <2
detik
Inferior : Akral dingin -/-, Oedema -/-, capillary refill <2
detik
9
Interpretasi :
Irama : Sinus
Rate : Reguler (75 x/menit)
Axis : Normo Axis
Kompleks QRS : 0.08 dt
Gelombang P : 0.08 dt
Interval PR : 0.16 dt
Segmen ST : Isoelektrik
Gelombang T : 0.6 mV
Kesimpulan : EKG Normal
10
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
31 Mei 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
WBC 13,2 x 109 3.5 – 10.0
LYM 0,7 x 109 0.5 – 5.0
LYM % 5.6 % 15.0 – 50.0
MID 0,4 x 109 0.1 – 1.5
MID % 2,5 % 2.0 – 15.0
GRA 12,1 x 109 1.2 – 8.0
GRA % 91,9 % 35.0 – 80.0
HGB 11,5 g/dl 11.5 – 16.5
MCH 27,4 pg 25.0 – 35.0
MCHC 35,8 mg/dl 31.0 – 38.0
RBC 4,19 x109 3.50 – 5.50
MCV 76,4 fl 75.0 – 100.0
HCT 32,0 % 35.0 – 55.0
RDW 13,0 % 11.0 – 16.0
PLT 225 x 109 100 – 400
MPV 8,0 fl 8.0 – 11.0
PDW 11,6 fl 0.1 – 99.9
PCT 0,18 % 0.01 – 9.99
L-PCR 16,3 % 0.1 – 99.9
Foto Thorax
Kesan :
- Bronchitis
- Besar Cor Normal
- Aortosclerosis
- Hump Hemidiafragma dextra
- Trachea dan Mediastinum di tengah
- Scoliotic Thoracalis
12
V. DAFTAR MASALAH
- Sesak napas
- Batuk
- Perokok
- Riwayat asma
- Pelebaran sela iga PPOK
- Fremitus vokal melemah
- RBK (+)
- Wheezing (+)
- Mual
- Muntah
- Nyeri tekan epigastrium
- BAB (-)
VI. PEMBAHASAN
Assesment :
1. PPOK
IP Dx :
- Spirometri
- Foto thorak PA
- Pemeriksaan darah rutin
- EKG
- SGOT SGPT
IP Tx
Infus RL 20 tpm
Oksigen bila sesak
Bronkodilator kerja cepat ( nebulier : agonis b2 kerja cepat ,
(salbutamol) + antikolinergik (iptatropium bromida)
Lansoprazol (untuk lambung)
Sucralfat syr
Kortikosteroid systemik (prednison)
Ekspektoran (GG 100 mg)untuk mengeluarkan dahak
Ciprofloxacin
13
Edukasi
- Memberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit yang diderita
- Tirah baring
- Edukasi pada pasien untuk berhenti merokok
- Hindari menghirup pollutan dan iritan (memakai masker)
IP Mx
Vital Sign (Tekanan Darah), Foto Thorax
14
Follow up pasien
Bangsal Seruni S: sesak berkurang, batuk berkurang, mual (-), muntah (-),
2 juni 2017 BAB (+)
pkl. 07. 00 Kesadaran : Composmentis
E:4
M:6
V:5
TD : 120/70 mmHg
N: 80 x/mnt
S : 36,5 0C
RR : 22 x/menit
Saturasi O2 : 95%
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : tidak teraba membesar
Pulmo : SD Ves+, Rbk +, Wh +
Cor: teraba SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-),
gallop (-), Pul. Parasternal (-), Pul. Epigastrik (-).
Abd: datar, BU (+), nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas atas : edema (-), CR < 2 detik, akral dingin (-)
Ekstremitas bawah : edema (-), CR < 2 detik, akral dingin
(-)
Bangsal Seruni S: sesak (-), batuk (-), mual (-), muntah (-), BAB (+)
3 juni 2017 Kesadaran : Composmentis
pkl. 07. 00 E:4
M:6
V:5
TD : 120/70 mmHg
N: 85 x/mnt
S : 36,5 0C
RR : 22 x/menit
Saturasi O2 : 95%
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : tidak teraba membesar
Pulmo : SD Ves+, Rbk +, Wh +
Cor: teraba SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-),
gallop (-), Pul. Parasternal (-), Pul. Epigastrik (-).
Abd: datar, BU (+), nyeri tekan epigastrium (-)
Ekstremitas atas : edema (-), CR < 2 detik, akral dingin (-)
Ekstremitas bawah : edema (-), CR < 2 detik, akral dingin
(-)
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. PPOK
2.1 Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif non reversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya.
2.2 Epidemiologi
Data prevalensi PPOK yang ada saat ini bervariasi berdasarkan
metode survei, kriteria diagnostik, serta pendekatan analisis yang
dilakukan pada setiap studi. Berdasarkan data dari studi PLATINO,
sebuah penelitian yang dilakukan terhadap lima negara di Amerika Latin
(Brasil, Meksiko, Uruguay, Chili, dan Venezuela) didapatkan prevalensi
PPOK sebesar 14,3%, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 18,9% dan 11.3%. Pada studi BOLD, penelitian serupa yang
dilakukan pada 12 negara, kombinasi prevalensi PPOK adalah 10,1%,
prevalensi pada laki-laki lebih tinggi yaitu 11,8% dan 8,5% pada
perempuan. Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013
(RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka kejadian
penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan lebih tinggi pada
laki-laki (4,2%) dibanding perempuan(3,3%).
2.4 Patogenesis
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi
terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.
Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi adalah
kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan
parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV vital paksa
(FEV), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap
kapasitas/FVC).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi
19
2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,
gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan
kelainan jelas dan tanda inflasi paru
Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :
A. Gambaran klinis
a. Anamnesis
- Keluhan
1. Batuk kronik
Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan
dalam 2 tahun terakhir yang tidak hilang dengan pengobatan
yang diberikan. Batuk dapat terjadi sepanjang hari atau
intermiten. Batuk kadang terjadi pada malam hari.
2. Berdahak kronik
Hal ini disebabkan karena peningkatan produksi sputum.
Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus
menerus tanpa disertai batuk. Karakterisktik batuk dan dahak
kronik ini terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur.
21
3. Sesak napas
Terutama pada saat melakukan aktivitas. Seringkali pasien
sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas yang bersifat
progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak
napas sesuai skala sesak.
4. Mengi
Mengi atau wheezing adalah suara memanjang yang
disebabkan oleh penyempitan saluran pernafasan dengan aposisi
dinding saluran pernafasan. Suara tersebut dihasilkan oleh
vibrasi dinding saluran pernafasan dengan jaringan sekitarnya.
Karena secara umum saluran pernafasan lebih sempit pada saat
ekspirasi, maka mengi dapat terdengar lebih jelas pada saat fase
ekspirasi. Pada pasien PPOK juga terdapat mengi pada fase
ekspirasi. Mengi polifonik merupakan jenis mengi yang paling
banyak terdapat pada pasien PPOK. Terdapat suara jamak
22
Derajat Klinis
PPOK - Dengan atau tanpa batuk
Ringan - Dengan atau tanpa produksi
sputum
- Sesak napas derajat sesak 1
sampai derajat sesak 2
PPOK - Dengan atau tanpa batuk
23
- Riwayat penyakit
Pada penderita PPOK baru diketahui atau dipikirkan
sebagai PPOK, maka riwayat penyakit yang perlu diperhatikan
diantaranya:
a. Faktor risiko terpaparnya pasien seperti rokok dan paparan
lingkungan ataupun pekerjaan.
b. Riwayat penyakit sebelumnya termasuk asma bronchial,
alergi, sinusitis, polip nasal, infeksi saluran nafas saat masa
anak-anak, dan penyakit respirasi lainnya.
c. Riwayat keluarga PPOK atau penyakit respirasi lainnya.
d. Riwayat eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit untuk
penyakit respirasi.
e. Ada penyakit dasar seperti penyakit jantung, osteoporosis,
penyakit musculoskeletal, dan keganasan yang mungkin
memberikan kontribusi pembatasan aktivitas.
f. Pengaruh penyakit pada kehidupan pasien termasuk
pembatasan aktivitas, pengaruh pekerjaan atau ekonomi yang
salah.
g. Berbagai dukungan keluarga dan sosial ekonomi pada pasien
h. Kemungkinan mengurangi faktor risiko terutama
menghentikan merokok
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisik mulai dari inspeksi dapat berupa
bentuk dada seperti tong (barrel chest), terdapat cara bernapas
purse lips breathing (seperti orang meniup), terlihat penggunaan
dan hipertrofi otot-otot bantu napas, pelebaran sela iga, dan bila
telah terjadi gagal jantung kanan terlihat distensi vena jugularis dan
edema tungkai. Pada perkusi biasanya ditemukan adanya
hipersonor. Pemeriksaan auskultasi dapat ditemukan fremitus
25
Palpasi
- Fremitus melemah
- Sela iga melebar
Perkusi
- Hipersonor
Auskultasi
- Fremitus melemah
- Suara nafas vesikuler melemah atau normal
- Ekspirasi memanjang
- Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)
- Ronki
26
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit
kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk
sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru,
sianosis sentral dan perifer.
B. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan rutin
a. Faal paru
- Spirometri
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV dan
FVC dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi
menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri harus
memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari
titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC)),
kapasitas udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced
Expiratory Volume in one second (FEV)), dan rasio kedua
pengukuran tersebut (FEV1/FVC). Pada tabel 1 diperlihatkan
klasifikasi tingkat keparahan keterbatasan aliran udara pada
pasien PPOK.
27
- Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada
gunakan APE meter. Setelah pemberian bronkodilator inhalasi
sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan
nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP< 200 ml. Uji
bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
- Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
2.6 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Berhenti Merokok
b. Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi frekuensi
dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki status kesehatan dan
toleransi aktivitas.
c. Regimen terapi farmakologis sesuai dengan pasien spesifik,
tergantung beratnya gejala, risiko eksaserbasi, availabilitas obat dan
respon pasien.
d. Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal
e. Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus diberikan
rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas
fisik dan emosional pasien dalam kehidupannya sehari-hari
Terapi Farmakologi
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk
meningkatkan FEV atau mengubah variable spirometri dengan cara
mempengaruhi tonus otot polos pada jalan napas.
- ß-Agonist (short-acting dan long-acting)
Prinsip kerja dari ß-agonis adalah relaksasi otot polos jalan
napas dengan menstimulasi reseptor ß-adrenergik dengan
meningkatkan C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional
terhadap bronkokontriksi. Efek bronkodilator dari short acting ß-
agonist biasanya dalam waktu 4-6 jam. Penggunaan ß-agonis
secara reguler akan memperbaiki FEV1 dan gejala (Evidence B).
Penggunaan dosis tinggi short acting ß-agonist pro renata pada
pasien yang telah diterapi dengan long acting broncodilator tidak
didukung bukti dan tidak direkomendasikan. Long acting ß-agonist
inhalasi memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih. Formoterol dan
salmeterol memperbaiki FEV dan volume paru, sesak napas, health
29
- Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium,
oxitropium dan tiopropium bromide. Efek utamanya adalah
memblokade efek asetilkolin pada reseptor muskarinik. Efek
bronkodilator dari short acing anticholinergic inhalasi lebih lama
dibanding short acting ß-agonist. Tiopropium memiliki waktu
kerja lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi
eksaserbasi dan hospitalisasi, memperbaiki gejala dan status
kesehatan (Evidence A), serta memperbaiki efektivitas rehabilitasi
pulmonal (Evidence B). Efek samping yang bisa timbul akibat
penggunaan antikolinergik adalah mulut kering. Meskipun bisa
menimbulkan gejala pada prostat tapi tidak ada data yang dapat
membuktikan hubungan kausatif antara gejala prostat dan
penggunaan obat tersebut.
b. Methylxanthine
Contoh obat yang tergolong methylxanthine adalah teofilin. Obat
ini dilaporkan berperan dalam perubahan otot-otot inspirasi. Namun
obat ini tidak direkomendasikan jika obat lain tersedia.
30
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid inhalasi yang diberikan secara regular dapat
memperbaiki gejala, fungsi paru, kualitas hidup serta mengurangi
frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan FEV<60% prediksi.
d. Phosphodiesterase-4 inhibitor
mekanisme dari obat ini adalah untuk mengurangi inflamasi
dengan menghambat pemecahan intraselular C-AMP. Tetapi,
penggunaan obat ini memiliki efek samping seperti mual,
menurunnya nafsu makan, sakit perut, diare, gangguan tidur dan
sakit kepala.
Terapi Lain
a. Terapi Oksigen
Pada eksaserbasi akut terapi oksigen merupakan hal yang
pertama dan utama, bertujuan untuk memperbaiki hipoksemia dan
mencegah keadaan yang mengancam jiwa, dapat dilakukan di ruang
gawat darurat, ruang rawat atau di ICU. Tingkat oksigenasi yang
adekuat (PaO2>8,0 kPa, 60 mmHg atau SaO2>90%) mudah tercapai
pada pasien PPOK yang tidak ada komplikasi, tetapi retensi CO2
dapat terjadi secara perlahan-lahan dengan perubahan gejala yang
sedikit sehingga perlu evaluasi ketat hiperkapnia.
b. Ventilatory Support
Tujuan utama penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK
eksaserbasi berat adalah mengurangi mortalitas dan morbiditas, serta
memperbaiki gejala. Ventilasi mekanik terdiri dari ventilasi
intermiten non invasif (NIV), baik yang menggunakan tekanan
negatif ataupun positif (NIPPV), dan ventilasi mekanik invasif
dengan oro-tracheal tube atau trakeostomi. Dahulukan penggunaan
NIPPV, bila gagal dipikirkan penggunaan ventilasi mekanik dengan
intubasi. Penggunaan NIV telah dipelajari dalam beberapa
Randomized Controlled Trials pada kasus gagal napas akut, yang
secara konsisten menunjukkan hasil positif dengan angka
keberhasilan 80-85%. Hasil ini menunjukkan bukti bahwa NIV
memperbaiki asidosis respiratorik, menurunkan frekuensi
pernapasan, derajat keparahan sesak, dan lamanya rawat inap.
2.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal napas
kronik, gagal napas akut pada gagal napas kronik, infeksi berulang, dan
kor pulmonale. Gagal napas kronik ditunjukkan oleh hasil analisis gas
darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg, serta pH dapat
normal. Gagal napas akut pada gagal napas kronik ditandai oleh sesak
napas dengan atau tanpa sianosis, volume sputum bertambah dan
purulen, demam, dan kesadaran menurun. Pada pasien PPOK produksi
sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini
memudahkan terjadi infeksi berulang. Selain itu, pada kondisi kronik ini
imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar
limfosit darah. Adanya kor pulmonale ditandai oleh P pulmonal pada
EKG, hematokrit>50 %, dan dapat
disertai gagal jantung kanan.
b. Gejala
Pada setiap kunjungan, tanyakan perubahan gejala dari saat
kunjungan terakhir termasuk batuk dan dahak, sesak napas, fatiq,
keterbatasan aktivitas dan gangguan tidur.
c. Merokok
Pada setiap kunjungan, tanyakan status merokok terbaru dan paparan
terhadap rokok.
Pemantauan Komorbid
36
BAB III
KESIMPULAN
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progressif non reversibel atau reversibel
parsial. Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak napas.
Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien PPOK karena
terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Pasien biasanya mendefinisikan
sesak napas sebagai peningkatan usaha untuk bernapas, rasa berat saat bernapas,
gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul secara hilang timbul, tapi biasanya
batuk kronis adalah gejala awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya
merupakan gejala klinis yang pertama kali disadari oleh pasien. Batuk kronis pada
PPOK bisa juga muncul tanpa adanya dahak. Faktor risiko PPOK berupa
merokok, genetik, paparan terhadap partikel berbahaya, usia, asma/
hiperreaktivitas bronkus, status sosio ekonomi, dan infeksi. Pada awal
perkembangannya, pasien PPOK tidak menunjukkan kelainan saat dilakukan
pemeriksaan fisik. Pada pasien PPOK berat biasanya didapatkan bunyi mengi dan
ekspirasi yang memanjang pada pemeriksaan fisik. Tanda hiperinflasi seperti
barrel chest juga mungkin ditemukan. Sianosis, kontraksi otot-otot aksesori
pernapasan, dan pursed lips breathing biasa muncul pada pasien dengan PPOK
sedang sampai berat. Spirometri merupakan pemeriksaan penunjang definitif
untuk diagnosis PPOK. Selain spirometri, bisa juga dilakukan Analisis Gas Darah
untuk mengetahui kadar pH dalam darah, radiografi bisa dilakukan untuk
membantu menentukan diagnosis PPOK, dan Computed Tomography (CT) Scan
dilakukan untuk melihat adanya emfisema pada alveoli. Prinsip penatalaksanaan
PPOK diantaranya adalah Berhenti Merokok, terapi farmakologis dapat
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan
memperbaiki status kesehatan dan toleransi aktivitas. Regimen terapi
farmakologis sesuai dengan pasien spesifik, tergantung beratnya gejala, risiko
eksaserbasi, availabilitas obat dan respon pasien. Vaksinasi Influenza dan
Pneumococcal Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus diberikan
38
rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas hidup, kualitas fisik dan
emosional pasien dalam kehidupannya sehari-hari.
39
DAFTAR PUSTAKA