You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

Efusi pleura adalah penimbunan cairan di dalam rongga pleura akibat


transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura. Efusi pleura
bukan merupakan suatu penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Pada keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit cairan sebanyak
10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis dan viseralis,
dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan kedua pleura pada
waktu pernafasan
Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan efusi pleura adalah
tuberkulosis, infeksi paru non-tuberkulosis, keganasan, sirosis hati, trauma tembus
atau tumpul pada daerah. Ada, infark paru, serta gagal jantung kongestif. Di
negana-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di negara-
negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi
tuberkulosis. Pemeriksaan histologi pada cairan pleura yang mengalami efusi
menunjukkan 50-75% kasus merupakan pleuritis tuberkolusa.
Indonesia masih menempati urutan ke-3 di dunia untuk jumlah kasus TB
setelah India dan Cina. Pada tahun 1998, diperkirakan kasus TB di Indonesia
mencapai 591.000 kasus dan perkiraan kejadian BTA sputum positif di Indonesia
adalah 266.000. berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan survei
kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab
kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan
0,24%.

1
BAB II
STATUS PASIEN

II.1 IDENTIFIKASI
• Nama : Tn. W
• Umur : 39 tahun
• Jenis kelamin : Laki - laki
• Alamat : Kentheng, RT 001, RW 003 Kejiwan, Wonosobo
• Status : Menikah
• Pekerjaan : Swasta

II.2 ANAMNESA (alloanamnesa dengan isteri pasien)


Keluhan utama
Sesak napas yang bertambah hebat sejak beberapa jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Kurang lebih satu bulan terakhir os sering mengeluh sesak napas dan batuk tidak
berdahak. Os merasakan sesak kapan saja tidak tergantung aktivitas, sesak
terutama malam hari, tidak ada suara mengi, os tidak mersakan nyeri dada saat
menarik napas, saat berbaring os hanya menggunakan 1 atau 2 bantal, tidak ada
batuk malam hari, tidak ada keringat malam, tidak ada dada berdebar-debar. Os
merasa nafsu makan menurun dan minum hanya sedikit, satu bulan terkahir berat
badan turun sebanyak 5 kg. Os merasakan demam hampir setiap hari terutama
setelah dilakukan cuci darah, demam turun naik tidak disertai menggigil dan tidak
berkeringat. Nyeri pinggang kanan dan kiri.

Keterangan Tambahan
Pada akhir bulan september 2014 kaki dan tangan os tiba-tiba bengkak kemudian
os langsung berobat ke RS dan di diagnosa gagal ginjal lalu disarankan untuk
melakukan cuci darah seminggu sekali, namun setelah beberapa kali cuci darah os
disarankan untuk melakukan cuci darah 2x seminggu. Hingga saat ini os sudah

2
menajalani 36x cuci darah dan kaki serta tangan sudah tidak bengkak. Setelah
menjalani cuci darah yang ke 37 os langsung merasa lemas kemudian dibawa ke
RS dan didapatkan tekanan darah 80/60 mmHg akhirnya os dirawat beberapa hari
dan diperbolehkan pulang. Selang satu hari setelah keluar dari RS os menjalani
cuci darah, sesaat sebelum cuci darah os merasa tiba-tiba sesak napas, batuk tidak
berdahak, nyeri dada tidak menjalar dan seluruh badan lemas kemudian os
menjalani rawat inap.

Riwayat Kebiasaan
Os tidak pernah merokok dan tidak meminum kopi. Sebelum sakit ini os
sering minum air putih dan teh.

Riwayat penyakit dahulu:


a. Riwayat hipertensi (+)
b. Riwayat DM (-)
c. Riwayat stroke (+) 4 tahun yang lalu

Riwayat penyakit keluarga


Ibu os mempunyai riwayat hipertensi.

Riwayat Pengobatan
Os sedang menjalani terapi cuci darah.

II.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum
Keadaan umum : tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit, reguler, isi cukup
Pernafasan : 26 kali/menit, torakoabdominal, reguler
Suhu : 37,90 C

3
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 170 cm
RBW : 78,6% (underweight)

Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit berat, warna rambut hitam distribusi merata,
tidak udah dicabut, dan deformasitas (-).

Mata
Eksoftalmus dan endoftalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek cahaya normal, pergerakan mata ke segala
arah baik.

Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidak ditemukan penyumbatan maupun perdarahan, pernapasan cuping hidung (-).

Telinga
Tophi (-), nyeri tekan processus mastoideus (-), pendengaran baik.

Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, lidah kotor (-), atrofi papil (-), gusi berdarah (-),
stomatitis (-), bau pernapasan khas (-), faring tidak ada kelainan.

Leher
Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, pembesaran KGB tidak ada, kaku kuduk (-).

Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-)

4
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan dan kiri,
P : Stemfremitus kanan > kiri
P : Sonor pada lapangan paru kanan, redup pada lapangan paru kiri
A: Vesikuler (+) normal pada paru kanan, vesikuler (+) melemah pada paru
kiri, wheezing (+/+), ronkhi (+/+).
Jantung
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-).
P : Batas jantung sulit dinilai
A : HR = 84 kali/menit, murmur (-) , gallop (-)

Perut
I : Datar dan tidak ada pembesaran,venektasi(-)
P : Lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor kulit
normal.
P : timpani
A: bising usus (+) normal

Alat kelamin
Tidak diperiksa

Extremitas atas
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), akral
hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-).

Extremitas bawah
Eutoni, eutrophi, gerakan bebas, nyeri sendi (-), edema (-), jaringan parut (-), akral
hangat, jari tabuh (-), turgor kembali cepat, clubbing finger (-).

5
II. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap

Rontgen Thorax AP

Kesan :
- Efusi pleura massive sinistra, adanya massa belum dapat dikesampingkan
- Effusi pleura dextra minimal
- Besar cor tidak valid dinilai
- Sistema tulang tak tampak kelainan

II.5 DIAGNOSIS BANDING


Sesak
-

II.6 DIAGNOSIS KERJA


Efusi pleura dextra et sinstra (massive)
Chronic kidney disease

II.7 RENCANA
a. Rencana Pengobatan

b. Rencana Pemeriksaan Dan Tindakan


 Thorakosentesis
 Foto Thorax PA dan Lateral ulang

II.9 PROGNOSIS
 Quo ad vitam :
 Quo ad functionam :

6
RESUME
Seorang laki-laki berinisial Tn. A, berumur 57 tahun, MRS 18 september
2011 dengan keluhan utama sesak napas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari
SMRS.
Lebih kurang 3 bulan SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna dahak
putih, os merasa nafsu makan yang menurun, berat badan menurun. BAK dan
BAB normal (+). Pada keadaan ini, os tidak berobat.
Lebih kurang 2 minggu SMRS os mengeluh batuk semakin sering. Dahak
(+), warna dahak putih. Jumlah dahak semakin banyak, kurang lebih 1 sendok
makan setiap kali batuk. Batuk tidak bercampur darah, Frekuensi batuk sekitar 10-
20 kali per hari. Pada saat batuk, os merasakan sakit di dadanya, sakit tidak
menjalar. Os juga mengeluh sesak, sesak tidak dipengaruhi aktifitas, posisi, cuaca,
dan emosi. badan terasa lemas (+), demam (+) tidak terlalu tinggi, nafsu makan
menurun (+), berat badan menurun (+). BAB dan BAK biasa.
Lebih kurang 1 hari SMRS, os mengeluh sesak napas semakin hebat, sesak
tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, posisi, dan emosi. Sakit dada ada, sakit tidak
menjalar. Os juga mengeluh batuk semakin sering. Batuk berdahak. Dahak
berwarna putih. Jumlah dahak semakin banyak, sekitar 1 ½ sendok makan. Os
kemudian berobat ke klinik di dekat rumah, lalu os dirujuk ke RSUD Dr.
Moh.Rabain dan dirawat.
Riwayat sakit darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat penyakit dengan keluhan yang sama yaitu batuk darah dalam keluarga
juga disangkal oleh os.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
84x/menit, pernafasan 26x/menit, dan temperatur 36,90C. Pemeriksaan kepala dan
leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru ditemukan stemfremitus kanan
lebih dari kiri. Sonor pada paru kanan, redup pada paru kiri. Vesikuler melemah
pada paru kiri, dan didapatkan ronkhi basah sedang pada lapangan paru kiri. Pada
pemeriksaan jantung, abdomen, genital, dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan.

7
Dari pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan punksi pleura
didapatkan didapatkan Protein total 5,4 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 1,7 g/dl,
Leukosit 311/mm3, PMN 21%, MN 79%. Pada pemeriksaan darah rutin,
didapatkan Hb 10,6 g/dl, Ht 32 %, Leukosit 10.200/mm 3, LED 53 mm/jam,
Hitung jenis 0/3/0/81/11/5.. Pada pemeriksaan radiologi thorax PA, didapatkan
kesan efusi pleura sinistra.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet NB TKTP tinggi protein dan
medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik, kortikosteroid,
dan vitamin. Prognosis dari efusi pleura tergantung dari penyebabnya, umur
pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

PERKEMBANGAN SELAMA RAWAT INAP


20 September 2011
S Sesak napas, batuk
O Keadaan umum
• Kesadaran: compos mentis

• Tekanan darah : 110/70 mmHg

• Nadi : 84x/menit

• RR : 26x/menit

• Temperatur : 36,9ºC

Kepala: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)


Leher : JVP (5-2) CM H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill(-).
P: Batas jantung sulit dinilai
A: HR = 80x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri.

8
P : Stemfremitus kanan> kiri.
P : Sonor pada lapangan paru kanan, redup pada lapangan paru kiri
A: Vesikuler (+) melemah di lapangan paru kiri, vesikuler (+) normal
pada lapangan paru kanan, ronkhi basah sedang lapangan paru
kiri , wheezing (-).
Perut : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba,
bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema pretibial -/-
Efusi pleura e.c suspek TB
A
DD/ Massa pada paru kiri
 Istirahat,
 Diet NB TKTP
 IVFD RL gtt XX/menit
 Chloramex 2x1
 Ciprofloxacin 2x1
P
 Pehavral 2x1
 Dexamethason 2x1
 Vitamin B19
 Ambroxol

21 September 2011
S Sesak napas (+), batuk dahak (+)
O Keadaan umum
• Kesadaran : compos mentis

• Tekanan darah : 110/70 mmHg

• Nadi : 86x/menit

• RR : 28x/menit

• Temperatur : 37,2ºC

Kepala: konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)

9
Leher : JVP (5-2) CM H2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Jantung :
I : Iktus kordis tidak terlihat.
P : Iktus kordis tidak teraba, thrill (-).
P: Batas jantung atas sela iga ke- II, batas jantung kanan linea
parasternalis dekstra, batas jantung kiri linea mid aksilaris
sinistra
A: HR = 86x/menit, murmur (-) , gallop (-)
Paru
I : Statis,dinamis simetris kanan dan kiri.
P : Stemfremitus kanan> kiri.
P : Sonor pada kedua lapangan paru.
A: Vesikuler (+) meningkat, ronkhi basah sedang lapangan
paru kiri , wheezing (-).
Perut : datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar tidak teraba,lien tidak
teraba, bising usus (+) normal
Ekstremitas : edema pretibial -/-
A Efusi pleura e.c suspek TB
 Istirahat,
 Diet NB TKTP
 IVFD RL gtt XX/menit
 Rifampisin 450 mg 1x1
 Isoniazid 300 mg 1x1
 Pyrazinamid 500 mg 1x1
P
 Etambutol 250mg 1x1
 Ciprofloxacin 2x1
 Pehavral 2x1
 Dexamethason 2x1
 Vitamin B19
 Ambroxol
BAB III

10
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura


Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru.
Pleura disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak
kapiler limfa dan kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh
sel-sel (terutama fibroblast dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh
selapis mesotel. Pleura merupakan membran tipis, halus, dan licin yang
membungkus dinding anterior toraks dan permukaan superior diafragma.
Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan elastis (Sylvia Anderson
Price dan Lorraine M, 2005: 739).
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru-paru. Kedua
pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan
antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian permukaan luarnya terdiri
dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 µm).
Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Di bawah sel-sel
mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya
dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan serat-
serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan A.
Brankialis serta pembuluh getah bening.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan
tersebut dinamakan cairan pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.
Tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan
pleura viseralis sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas
pleura hanyalah suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih
rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru. Jumlah

11
normal cairan pleura adalah 10-20 cc (Hood Alsagaff dan H. Abdul Mukty,
2002: 786).

Gambar 1 Gambaran Anatomi Pleura (dikutip dari Poslal medicina, 2007:


www.google.com)

3.2 Definisi Efusi Pleura


Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat
transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne
Smeltzer: 2001). Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput
yang melapisi paru-paru dan rongga dada, diantara permukaan viseral dan
parietal. Dalam keadaan normal, rongga pleura hanya mengandung sedikit
cairan sebanyak 10-20 ml yang membentuk lapisan tipis pada pleura parietalis
dan viseralis, dengan fungsi utama sebagai pelicin gesekan antara permukaan
kedua pleura pada waktu pernafasan. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul
di dalam rongga pleura adalah darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan
yang mengandung kolesterol tinggi. Efusi pleura bukan merupakan suatu
penyakit, akan tetapi merupakan tanda suatu penyakit.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya, yakni :
a. Bila efusi berasal dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan
pleura.
b. Bila efusi terjadi akibat obstruksi aliran getah bening.
c. Bila efusi terjadi akibat obstruksi duktus torasikus (chylothorak).

12
d. Efusi berbentuk empiema akut atau kronik.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1. Transudat
Transudat dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu
adalah transudat. Biasanya hal ini terdapat pada:
a) Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b) Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
c) Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
d) Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:


a) Gagal jantung kiri (terbanyak)
b) Sindrom nefrotik
c) Obstruksi vena cava superior
d) Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma
atau masuk melalui saluran getah bening)

2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT


Warna Jernih Jernih, keruh, berdarah
BJ < 1,016 > 1,016
Jumlah set Sedikit Banyak (> 500 sel/mm2)
Jenis set PMN < 50% PMN > 50%
Rivalta Negatif Negatif
Glukosa 60 mg/dl (= GD plasma) 60 mg/dl (bervariasi)
Protein < 2,5 g/dl >2,5 g/dl
Rasio protein TE/plasma < 0,5 > 0,5
LDH < 200 IU/dl > 200 IU/dl
Rasio LDH T-E/plasma < 0,6 > 0,6

3.3 Etiologi

13
1. Berdasarkan Jenis Cairan
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui
pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan,
pleura. Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-
6000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan
lain-lain).
3) Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus,
Kriptococcus, dll. Karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap fungi.
4) Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi
melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening,
dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral.
Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari
jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada
didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas
tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada
hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis
ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada
pleuritik.
5) Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-
paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi
bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.

b. Transudat, disebabkan oleh :

14
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.

c. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb
pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin
karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh
permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah
tersebut berasal dari trauma dinding dada.

3.4 Manifestasi Klinis


Pada anamnesis lazim ditemukan, antara lain :
- nyeri dada dan sesak

15
- pernafasan dangkal
- tidur miring ke sisi yang sakit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan, antara lain :


- terlihat sesak nafas dengan pernafasan yang dangkal
- hemitoraks yang sakit lebih cembung
- ruang sela iga melebar, mendatar dan tertinggal pada pernafasan
- Fremitus suara melemah sampai menghilang
- Pada perkusi terdengar suara redup sampai pekak di daerah efusi
- tanda pendorongan jantung dan mediastinum ke arah sisi yang sehat
- Pada auskultasi, suara pernafasan melemah sampai menghilang pada
daerah efusi pleura.

3.5 Patogenesis Efusi Pleura


Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(keradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung / v. pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif
intrapleura (atelektasis ).
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Jumlah cairan yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan
vena meningkat karena dekompensasi cordis atau tekanan vena cava
oleh tumor intrathorax. Selain itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan
efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapailer darah.

16
17
18
3.6 Diagnostik
Diagnosis kadang-kadang dapat ditegakkan secara anamnesis dan pemeriksaan
fisik saja. Untuk diagnosis yang pasti perlu dilakukan tindakan torakosentesis
dan pada beberapa kasus dilakukan juga biopsy pleura.

1. Sinar tembus dada


Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk
bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
daripada bagian medial. Dalam foto dada pada efusi pleura adalah
terdorongnya mediastenum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya
cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan CT Scan dada. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

Gambar 2 Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura


(http://www.efusi pleura/080308/thorax/weblog.htm)

2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura
(torakosentesis) berguna sebagai
sarana untuk diagnostic maupun
terapeutik. Pelaksanaannya
sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris
posterioar dengan memakai jarum Abbocath nomor 14 atau 16.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500 cc pada
setiap kali aspirasi. Adalah lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang
daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural
shock (hipotensi) atau edema paru. Edema paru dapat terjadi karena paru-

19
paru menggembang terlalu cepat. Untuk diagnostic caiaran pleura
dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini menunjukan
adanya empiema. Bila merah tengguli, ini menunjukan adanya abses
karena amoeba.

2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat.
Diperiksakan juga pada cairan pleura:
A. Kadar pH dan glukosa
B. Kadar amylase.

3) Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostic penyakit.
a) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
b) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti
pleuritis tuberkulosa atau limfoma malignum.
c) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark
paru.biasanya juga ditemukan banyak sel eritrosit.
d) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
e) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
f) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.

4) Bakteriologi
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah
pneumokokus, E, coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.

3. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology menunjukan 50-75 persen diagnosis kasus-kasus
pleuritis tuberkolosa dan tumor pleura.

20
4. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Dalam hal ini dianjurkan asppirasi dan anakisisnya diulang kembali
sampai diagnosis menjadi jelas.

3.7 Tatalaksana
1. Pengobatan kausal
Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan
menggunakan OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk
menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan torakosintesis.
Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-kadang dapat
diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu
kemudian dosis diturunkan secara perlahan).
Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan
efusi dapat diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan
thoraxosentesis.
Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan
sensitivitas bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg.
Terapi lain yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi
keluar dari rongga pleura dengan efektif.

2. Thorakosentesis
- Pungsi pleura - Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis
aksila posterior dengan memakai jarum abocath nomor 14 atau 16.
- Pungsi percobaan/diagnostik
Yaitu dengan menusuk dari luar dengan suatu spuit kecil steril 10 atau 20
ml serta mengambil sedikit cairan pleura (jika ada) untuk dilihat secara fisik
(warna cairan) dan untuk pemeriksaan biokimia (uji Rivalta, kadar kolesterol,
LDH, pH, glukosa, dan amilase), pemeriksaan mikrobiologi umum dan terhadap
M. tuberculosis serta pemeriksaan sitologi.

21
3. Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi
maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
a. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b. Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
c. Terjadinva piopneumothoraxs

4. Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan
menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium,
parfum, talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan sangat
banyak dan selalu terakumulasi kembali.

3.8 Tuberkulosis
Definisi
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis.

Klasifikasi
TB Paru
TB paru adalah TB yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi atas:
a. TB paru BTA (+) adalah:
- Minimal 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA (+)
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA (+) dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran TB aktif.
- Hasil pemeriksaan 1 spesimen dahak menunjukkan BTA(+) dan biakan(+).
b. TB paru BTA (-)

22
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran klinis
dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-) dan biakan M.
tuberculosis positif.

2. Berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.Ada
beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
a. Kasus defaulted atau drop out
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak
mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
b. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.
c. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai
pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
d. Kasus bekas TB
 Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.

23
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.

TB Ekstraparu
Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening,selaput otak, tulang, ginjal,
saluran kencing, dan lain-lain.

Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan
penunjang lainnya.
Gejala klinis
Gejala klinis dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan sistemik.Bila
organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratori
 batuk ≥ 2 minggu
 batuk darah
 sesak napas
 nyeri dada
2. Gejala sistemik
 demam (biasanya subfebril menyerupai demam influenza yang bersifat
hilang timbul)
 malaise
 keringat malam
 anoreksia
 berat badan menurun

24
Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat.
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru.Pada awal perkembangan penyakit umumnya tidak atau sulit sekali
menemukan kelainan.Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior dan inferior, di daerah apeks.Dapat ditemukan suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum.
Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka didapatkan perkusi
redup, auskultasi suara napas bronkial, ronki basah, kasar, dan nyaring. Akan
tetapi jika infiltrate ini diliputi oleh penebalan pleura, auskultasi menjadi vesikuler
melemah. Bila ada kavitas cukup besar, perkusi hipersonor atau timpani dan
auskultasi amforik.
TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal.Bagian paru yang sakit menjadi ciut dan menarik isi
mediastinum atau paru lainnya. Bila fibrosis lebih dari setengah jumlah jaringan
paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran paru, dan selanjutnya hipertensi
pulmonal diikuti terjadinya tanda-tanda korpulmonal dan gagal jantung kanan.4
Jika TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat
agak tertinggal dalam pernapasan, perkusi pekak, dan auskultasi suara napas yang
lemah sampai tidak terdengar sama sekali.

Pemeriksaan Bakteriologi
Bahannya berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinalis, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feces, dan jaringan
biopsi.Pemeriksaan sputum paling penting karena dengan ini diagnosis pasti TB
dapat ditegakkan.Tetapi kadang-kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum,
karena pasien tidak batuk atau batuk non produktif.Oleh karena itu, dianjurkan

25
satu hari sebelumnya, pasien minum air sebanyak ± 2 liter dan diajarkan
melakukan reflex batuk.Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan bilasan
bronkus atau bilasan lambung, biasanya pada anak-anak karena mereka sulit
mengeluarkan dahak.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan bila:
 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif  BTA positif
 1 kali positif, 2 kali negatif  ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif  BTA positif
bila 3 kali negatif  BTA negatif

Pemeriksaan Radiologi
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
 Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru
dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas.
 Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Regimen Pengobatan Berdasarkan Kategori (WHO / Depkes RI)

Kateg Fase awal Fase lanjutan


Kriteria penderita
ori
I  Kasus baru BTA (+) 2 RHZE 6 EH
 Kasus baru BTA (-) (RHZS) 4 RH
Ro” (+) sakit berat 2 RHZE 4 R3H3*
 Kasus TBEP berat (RHZS)
2 RHZE
(RHZS)*
II Kasus BTA positif 2 RHZES / 1 5 RHE
 Kambuh RHZE 5 R3H3E3*
 Gagal 2 RHZES / 1

26
 Putus berobat RHZE*

III  Kasus baru BTA (-) 2 RHZ (E) 6 EH


 TBEP ringan 2 RHZ (E) 4 RH
2 RHZ* (E) 4 R3H3*
IV  Kasus kronik Obat-obat sekunder

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
15-40 (maks. 900 15-40 (maks. 900
INH 5-15 (maks 300 mg)
mg) mg)
10-20 (maks. 600 10-20 (maks. 600 15-20 (maks. 600
Rifampisin
mg) mg) mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Komplikasi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. Komplikasi dini
Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis.
2. Komplikasi lanjut
Obstruksi jalan napas, kerusakan parenkim berat (fibrosis paru), kor
pulmonale, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa
(ARDS) yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

27
BAB IV
ANALISIS KASUS

Seorang laki-laki berinisial Tn. A, berumur 57 tahun, MRS 18 september


2011 dengan keluhan utama sesak napas yang bertambah hebat sejak ± 1 hari

28
SMRS. Dari keluhan tersebut, yang dapat kita pikirkan adalah gangguan di sistem
respirasi/paru, gagal jantung, dan gangguan ginjal.
Lebih kurang 3 bulan SMRS, os mengeluh batuk, dahak (+), warna dahak
putih, os merasa nafsu makan yang menurun, berat badan menurun. BAK dan
BAB normal (+). Pada keadaan ini, os tidak berobat. Dari keluhan tersebut dapat
diketahui adanya batuk kronis, yang bisa dikarenakan TB paru atau bronkitis
kronik. Dari anamnesis ini, kemungkinan gangguan ginjal dapat disingkirkan
karena tidak ada kelainan BAK. Perubahan warna BAK bisa menunjukkan
terjadinya gangguan di ginjal.
Lebih kurang 2 minggu SMRS os mengeluh batuk semakin sering. Dahak
(+), warna dahak putih. Jumlah dahak semakin banyak, kurang lebih 1 sendok
makan setiap kali batuk. Batuk tidak bercampur darah, Frekuensi batuk sekitar 10-
20 kali per hari. Pada saat batuk, os merasakan sakit di dadanya, sakit tidak
menjalar. Os juga mengeluh sesak, sesak tidak dipengaruhi aktifitas, posisi, cuaca,
dan emosi. badan terasa lemas (+), demam (+) tidak terlalu tinggi, nafsu makan
menurun (+), berat badan menurun (+). BAB dan BAK biasa. Dalam hal ini, dapat
dicurigai adanya TB dari warna dahak yang putih. Sakit dada dapat dikarenakan
adanya proses pada pleura, dapat disebabkan adanya pleuritis atau efusi pleura.
Sesak yang ditimbulkan juga bukan berasal dari penyakit jantung dan asma.
Badan lemas, demam, nafsu makan dan berat badan yang turun menunjukkan
gejala-gejala prodromal yang sering dijumpai pada TB paru.
Lebih kurang 1 hari SMRS, os mengeluh sesak napas semakin hebat, sesak
tidak dipengaruhi aktifitas, cuaca, posisi, dan emosi. Sakit dada ada, sakit tidak
menjalar. Os juga mengeluh batuk semakin sering. Batuk berdahak. Dahak
berwarna putih. Jumlah dahak semakin banyak, sekitar 1 ½ sendok makan. Os
kemudian berobat ke klinik di dekat rumah, lalu os dirujuk ke RSUD Dr.
Moh.Rabain dan dirawat.
Riwayat sakit darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis tidak ada,
riwayat penyakit dengan keluhan yang sama yaitu batuk darah dalam keluarga
juga disangkal oleh os.

29
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
84x/menit, pernafasan 26x/menit, dan temperatur 36,90C. Pemeriksaan kepala dan
leher dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru ditemukan stemfremitus kanan
lebih dari kiri. Sonor pada paru kanan, redup pada paru kiri. Vesikuler melemah
pada paru kiri, dan didapatkan ronkhi basah sedang pada lapangan paru kiri. Pada
pemeriksaan jantung, abdomen, genital, dan ekstremitas tidak ditemukan kelainan.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, dapat ditegakkan diagnosis berupa efusi pleura
kiri. Adanya ronki basah sedang dapat menunjukkan ada kelainan lagi di parunya,
terutama TB. Karena banyaknya temuan bahwa efusi pleura sering merupakan
komplikasi TB paru, maka TB paru dapat dipertimbangkan sebagai penyebab
timbulnya efusi pleura dalam kasus ini.
Dari pemeriksaan laboratorium, pada pemeriksaan punksi pleura
didapatkan didapatkan Protein total 5,4 g/dl, Albumin 3,7 g/dl, Globulin 1,7 g/dl,
Leukosit 311/mm3, PMN 21%, MN 79%. Pada pemeriksaan darah rutin,
didapatkan Hb 10,6 g/dl, Ht 32 %, Leukosit 10.200/mm 3, LED 53 mm/jam,
Hitung jenis 0/3/0/81/11/5. Pada pemeriksaan radiologi thorax PA, didapatkan
kesan efusi pleura sinistra. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan efusi pleura tipe eksudat.
Penatalaksanaan yang diberikan adalah diet nasi biasa tinggi kalori tinggi
protein dan medikamentosa. Medikamentosa meliputi OBH syrup, antibiotik,
kortikosteroid, dan vitamin. Prognosis dari efusi pleura tergantung dari
penyebabnya, umur pasien, dan pengobatan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press

30
Astowo, pudjo. 2009. Efusi Pleura, Efusi Pleura Ganas Dan Empiema. Jakarta:
Departement Pulmonolgy And Respiration Medicine, Division Critical
Care And Pulmonary Medical Faculty UI
Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Halim, Hadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
Jeremy, et al. 2008. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi. Edisi kedua.
Jakarta: EMS Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta
EGC.
Richard W. Light. 2005. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition.
Editor: Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci, Stephen
Hauser, Dan Longo, J. Larry Jameson. McGraw-Hill Professional.

31

You might also like