You are on page 1of 3

Noise Induced Hearing Loss

Gangguan Pendengaran Akibat Bising

Definisi

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat
terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising
lingkungan kerja.

Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural koklea dan uumumnya terjadi pada kedua telinga.

Bising adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi. Bising yang intensitasnya 85 desiel (dB) atau lebih
dapat mengakibatkan kerusakan pda reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Penyebab kerusakannya pada
reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz sampai dengan 6000 Hz dan yang terberat dengan frekuensi 4000 Hz.

Faktor Resiko

Pekerjaan

Pekerjaan yang dapat mempermudah seseorang menjadi tuli yaitu yang sering terpajan bising, antara lain intensitas
bising yang tinggi, berfrekuensi tinggi, lama waktu terpapar bising.

Lingkungan

Lingkungan seseorang yang mempermudah seseorang enjadi tuli adalah lingkungan yang dekat dengan pabrik, alat
transportasi, dan lain lain yang memiiki lain intensitas bising yang tinggi, berfrekuensi tinggi, lama waktu terpapar bising.

Obat

Seseorang dapat juga menjadi tuli akibat mengkonsumsi obat yang tergolong ototoksik seperti golongan aminoglikosida,
eritromisin, Loop diuretics, Anti inflammasi, Anti Malaria, Anti tumor, dan obat tetes telinga.

Dengan mekanisme kerusakan yaitu:

- Degenerasi stria vaskularis. Kelainan patologi terjadi hampir semua jenis obat ototoksik.
- Degenerasi sel epitel sensori. Kelainan patologi ini terjadi pada organ corti dan labirin vestibular, akiat
penggunaan antibiotika aminoglikosida sel rambut luar lebih terpengaruh daripada sel rambut dalam, dan
perubahan degeneratif ini terjadi dari basal koklea dan berlanjut terus hingga sampai ke apeks.
- Degenerasi sel ganglion. Kelainan ini terjadi sekunder akbat adanya degenerasi dari epitel sensori.

Gejala

Kurang mendengar disertai tinitus (berdengung) atau tidak. Bila berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan
dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan yang keraspun suit didengar. Secara klinis pajanan bising
pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang dengar sementara (temporary
threshold shift) dan peningkatan ambang dengar menetap (permanent threshold shift).

1. Reaksi adaptasi merupakan respons kelelahan akibat rangsangan oleh bunyi dengan intensitas 70 dB SPL atau
kurang, keadaan ini merupakan fenomena fisiologis pada saraf telinga yang terpajan bising
2. Peningkatan ambang dengar sementara, merupakan keadaan terdapatnya peningkatan ambang dengar
menetap akibat pajanan bising dengan intensitas sangat tinggi berlangsung singkat (explosif) atau berlangsung
lama yang menyebabkan kerusakan pada berbagai struktur koklea, antara lain kerusakan organ Corti, sel-sel
rambut, stria vaskularis dan lain lain.

Patologi

Telah diketahui secara umum bahwa bising menimbulkan kerusakan di telinga dalam. Lesinya sangat bervariasi
dari disosiasi organ Corti, ruptur membran, perubahan stereosilia dan organel subseluler. Bising juga menimbulkan efek
pada sel ganglion, saraf, membran tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis.
Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan dan
frekuensi bising. Intensitas bunyi 120 dB dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan kerusakan sel rambut. Kerusakan
juga pada sel penyangga, pembuluh darah dan serat aferen. Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan
perubahan ringan pada silia dan Hensen’s body, sedangkan stimulasi dengan intensitas yang lebih keras dengan waktu
pajanan yang lebih lama akan mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut lain seperti mitokondria, granula
lisosom, lisis sel dan robekan di membran Reisner. Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar
menyebabkan terjadinya ‘floppy silia’ yang sebagian masih fleksibel.

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik dan otoskopi serta
pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.

Anamnesis didapatkan informasi khusus seperti pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan kerja bising
dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan
kelainan. Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil tes Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik dan Scwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural. Pemeriksaan
audiometri didapatkan tuli sensorineural pada frekuensi antara 3000 – 6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering
terdapat takik (notch) yang patognomik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI (short
increment sensitivity index), ABLB (alternate binaural loudess balance), MLB (mnoaaural loudness balance), audiometri
Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), hasil menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang
patognomonik untuk tuli sensorineural koklea.

Rekrutmen adalah suatu fenomena pada tui sensorineural koklea, dimana teinga yang tuli menjadi lebih sensitif
terhadap kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang dengarnya. Sebagai
contoh orang yang pendengarannya normal tidak dapat mendeteksi kenaikan bunyi 1 dB bila sedang mendengarkan
bunyi nada murni yang kontinyu, sedangkan bila ada rekrutmen dapat mendeteksi kenaikan bunyi tersebut. Contoh
sehari-hari pada orang tua yang menderita presbikusis (tuli sensorineural koklea akibat proses penuaan) bila kita
berbicara dengan kekerasan (volume) biasa dia engatakan jangan berbisik, tetapi bila kita berbicara agak keras dia
mengatakan jangan berteriak, sedangkan orang yang pendengarannya normal tidak menganggap kita berteriak.

Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu oleh bising latar belakang (background noise),
sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan mendengar dan mengerti
pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai ccktail party deafness.

Apabila seorang yang tuli mengatakan lebih mudah berkomunikasi di tempat yang sunyi atau tenang, maka
orang tersebut menderita tuli sensorineural koklea.

Penatalaksanaan

Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak
mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug),
tutup telinga (ear muff) dan pelindung kepala (helmet).

Oleh karena itu tuli akibat bising adalah tuli sensorineural koklea yang bersifat menetap (irreversible), bila
gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba
alat bantu dengar/ABD (hearing aid). Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga memakai ABD pun
tidak dapat berkomunikasi dengan adekuatperlu dilakukan psikoterapi agar dapat menerima keadaannya. Latihan
pendengaran (auditory training) agar dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan
membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga
diperlukan agar dapat mengendalikan volume, tiggi rendag dan irama percakapan. Pada Pasien yang telah mengalami
tuli total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochear implant).

Prognosis
Oleh karena ketulin akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat
diobati dengan obat maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu yang terpenting adalah
pencegahan terjadinya ketulian.

Pencegahan

Bising dengan intensitas lebih dari 85 dB dalam waktu tertentu dpat mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising
lingkungan kerja harus diusahakan lebih rendah dari 85 dB.Hal ini dapat diusahakan dengan cara meredam sumber
bunyi, misalnya yang berasal dari generator dipisah dengan menempatkannya di suatu ruangan yang dapat meredam
bunyi. Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti mesin tenun, mesing pengerolan baja, kilang minyak atau bising yang
ditimbulkan sendiri oleh pekerja seperti di tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut yang harus dilindungi
dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup telinga dan pelindung kepala. Ketiga alat tersebut terutama
melindungi telinga terhadap bising yang berfrekuensi masing-masing mempunyai keuntungan dan erugian. Tutup telinga
memberikan proteksi lebih baik dari sumbat telinga, sedangkan helm juga sebagai pelindung kepala.

You might also like