You are on page 1of 21

Nama : Bondan Prakoso

NIM : 1510301025
Kelas : VI A
Kajian Stilistika dan Nilai Edukasi dalam Puisi Indonesia Tanah Sajadah Karya
D. Zawawi Imron Serta Implementasi Pembelajarannya di SMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karya sastra merupakan wujud dan cermin kebudayaan yang lahir dari
kontemplasi seorang pengarang atau sastrawan pada masa tertentu. Kontemplasi
tersebut biasanya dilatarbelakangi oleh pergolakan batin dan kegelisahan pengarang
terhadap fenomena yang muncul dalam lingkungan sosialnya. Baginya, kegelisahan
dan pergolakan itu perlu diketahui oleh khalayak luas. Dalam rangka menarik perhatian
khalayak luas, sebuah karya sastra sebaiknya dikemas dengan bahasa yang menarik
dan komunikatif. Selain itu, tiap-tiap pengarang nentunya harus mempunyai kekhasan
tersendiri dalam menggambarkan fenomena itu baik secara eksplisit maupun implisit.
Secara umum, karya sastra diwujudkan pengarang menjadi tiga bentuk, yakni
prosa, drama, dan puisi. Pertama yakni prosa. Prosa biasanya diungkapkan dengan
bahasa naratif yang tidak terikat oleh aturan fonemis (bunyi) atau unsur-unsur
suprasegmental. Selanjutnya yaitu drama, yang diwujudkan melalui dialog antartokoh
dalam alur dan cerita tertentu. Kemudian yang terakhir yakni puisi. Puisi merupakan
manifestasi pengarang yang berupa kata dan untaian kata-kata yang membentuk sajak-
sajak yang khas. Puisi mempunyai kekhasan yang berkaitan dengan adanya unsur-
unsur fonemis seperti irama, rima, dan matra pada untaian kata-kata itu. Selain unsur-
unsur itu, tiap kata dalam puisi terkadang juga memiliki makna konotatif yang dapat
menyebabkan multitafsir. Meski demikian, di balik itu semua, puisi menyimpan nilai-
nilai moral, agama, sosial budaya, politik, hingga nilai edukasi atau pendidikan. Di
samping kebahasaannya, tiap-tiap pengarang puisi (penyair) tentu berbeda dalam
menginternalisasi nilai-nilai itu.
Beberapa pengarang puisi (penyair) melahirkan puisi-puisi yang khas beserta
nilai-nilainya tersendiri. Ambil saja contoh seperti puisi “Aku” Chairil Anwar, yang
menurut beberapa ahli kental akan nilai individualnya. Sutardji Calzoum Bachri
dengan puisi “Tragedi Sihka Winka” memiliki diksi dan tipografi yang unik. “Aku
Ingin” karya Sapardi Djoko Damono yang begitu romantis dan estetis. Realisme-magis
spiritual dalam puisi-puisi A. Mustofa Bisri. Hingga puisi-puisi W.S. Rendra yang sarat
akan kritik sosial. Puisi-puisi tersebut begitu fenomenal sehingga sudah banyak peneliti
yang mengkajinya dari berbagai aspek dan teori kesastraan.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seiring perkembangan zaman,
dalam pengetian ini zaman modern (sebagian menyebutnya era milenial atau era
Industri 4.0), nilai-nilai nasionalisme bangsa semakin merosot. Hal ini tampak dari
semakin banyaknya paham yang bertentangan dengan pilar kebangsaan. Contoh
konkretnya seperti serangan teroris serta maraknya aksi intoleransi terhadap
keberagaman bangsa ini. Kegelisahan dan fenomena dirasakan oleh seluruh
masyarakat tak terkecuali para sastrawan. Salah satu puisi fenomenal yang
menyinggung masalah nasionalisme ialah puisi yang berjudul “Indonesia Tanah
Sajadah” karya sastrawan, budayawan, sekaligus ulama senior, D. Zawawi Imron.
Puisi “Indonesia Tanah Sajadah” menjadi dikenal luas karena dibacakan oleh
D. Zawawi Imron saat pembukaan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama. Puisi karya
penyair berjuluk Celurit Emas asal Madura itu juga dibacakan oleh Menpora pada
peringatan Hari Lahir Pancasila tahun 2017 lalu. Puisi itu pun baru dijadikan antologi
buku dalam “Segugus Percakapan Cinta Di Bawah Matahari: Antologi Dua Penyair
Malaysia Indonesia” yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan
Institut Terjemahan dan Buku Malaysia Berhad pada tahun 2017.
Puisi “Indonesia Tanah Sajadah” berisi ungkapan kekaguman manusia pada
tanah airnya yang memberikannya kehidupan mulai dari lahir hingga akhir hayatnya.
Tanah air yang dimaksudkan yakni Indonesia, yang digambarkan begitu elok alamnya
serta mengasihi rakyatnya. Indonesia dijadikan sebagai sajadah, tempat warganya
beribadah serta rukun dalam beragama. Kekaguman-kekaguman itu diungkapkan
melalui sajak-sajak metaforis yang dibegitu hidup dan indah. Selain itu, dalam puisinya
itu Zamawi juga mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga ketentraman dan
persatuan Indonesia supaya damai. Pada bagian akhir, ia melarang keras siapapun yang
ingin merusak keutuhan Indonesia. Banyak gaya bahasa dan nilai-nilai kehidupan
dalam puisi tersebut yang perlu diungkap lebih lanjut.
Berdasarkan uraian di atas dan pemaknaan secara langsung, maka peneliti
bermaksud untuk mengkaji puisi “Indonesia Tanah Sajadah” dari aspek stilistika dan
nilai-nilai edukasinya. Aspek stilistika dipilih karena setelah memaknai dan
mengamatinya secara komprehensif, peneliti melihat bahwa puisi itu dibangun dengan
style atau gaya bahasa yang begitu indah dan penuh makna. Gaya yang indah itu tentu
dijalin melalui kata-kata yang dipertimbangkan betul pemilihannya. Kemudian yang
berkaitan dengan nilai-nilai edukasi, peneliti menduga banyak nilai seperti nilai religi,
moral, sosial, serta nilai nasionalisme yang perlu diungkap secara komprehensif.
Atas dasar fokus kajian yang telah disebutkan, penelitian ini dapat diterapkan
pada pembelajaran sastra Indonesia pada kelas X SMA tepatnya pada Kompetensi
Dasar (KD) 3.17 menganalisis unsur pembangun puisi dan KD 4.17 menulis puisi
dengan memerhatikan unsur pembangunnya. Kedua KD tersebut tercantum dalam
silabus mata pelajaran bahasa Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kurikulum 2013 edisi
revisi tahun 2016. Kontribusi penelitian pada pembelajaran yang dimaksud yakni
berupa materi ajar dan belajar.

1.2. Identifikasi Masalah


Atas dasar uraian latar belakang di atas, dapat dijabarkan identifikasi masalah
sebagai berikut. (1) Peran puisi dalam menumbuhkan nilai nasionalisme dan moral, (2)
kajian stilistika dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah”, (3) nilai-nilai edukasi dalam
puisi “Indonesia Tanah Sajadah”, dan (4) materi ajar dalam pembelajaran puisi.

1.3. Batasan Masalah


Berdasarkan uraian identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan
pada analisis/kajian stilistika dan nilai-nilai edukasi yang terdapat dalam puisi
“Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron. Selanjutnya, setelah didapatkan
hasil analisis/pembahasan akan diimplementasikam melalui pembelajaran sastra
Indonesia di SMA.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan batasan masalah yang telah dijelaskan, rumusan masalah
penelitian ini sebagai berikut.
1. Kajian stilistika dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi
Imron?
2. Nilai edukasi apa saja yang ditemukan dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah”
karya D. Zawawi Imron?
3. Bagaimana cara menerapkan hasil penelitian dalam pembelajaran sastra
Indonesia di SMA?

1.5. Tujuan Penelitian


Atas rumusan masalah di atas maka tujuan penilitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan kajian stilistika dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah”
karya D. Zawawi Imron.
2. Mendeskripsikan nilai edukasi yang ditemukan dalam puisi “Indonesia Tanah
Sajadah” karya D. Zawawi Imron.
3. Menerapkan hasil penelitian dalam pembelajaran sastra Indonesia di SMA.

1.6. Manfaat Penelitian


Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Bagi Guru
Penelitian ini dapat dimanfaatkan guru untuk menambah materi ajarnya pada
KD 3.17 menganalisis unsur pembangun puisi dan KD 4.17 menulis puisi dengan
memerhatikan unsur pembangunnya. Selain itu, nilai-nilai edukasi yang
ditemukan dapat digunakan guru untuk membetuk karakter siswa dan dirinya
sendiri.
2. Bagi Siswa
Melalui hasil pembahasan aspek stilistika, siswa kelas X dapat memanfaatkan
hasil penelitian ini untuk tambahan materi belajarnya khususnya pada KD 3.17
menganalisis unsur pembangun puisi dan KD 4.17 menulis puisi dengan
memerhatikan unsur pembangunnya. Selain itu, hasil pembahasan dari aspek nilai
edukasi, dapat membangun dan membangkitkan nilai-nilai moral, religi, moral,
sosial, serta nilai nasionalismenya.
3. Pembaca Secara Umum
Keseluruhan bagian penelitian ini khususnya pada bagian hasil pembahasan
dapat menambah pengetahuan atau wawasan bagi pembaca terkait dengan kajian
aspek stilistika dan nilai edukasi dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah”.
4. Peneliti Selanjutnya
Dalam penelitian ini, puisi “Indonesia Tanah Sajadah” hanya dikaji dari segi
stilistika dan nilai edukasinya sehingga terbuka peluang untuk diteliti dari aspek
atau segi yang lain. Melihat peluang itu tentu penelitian ini dapat menjadi acuan
untuk penelitian lain dengan sumber data yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini berkorelasi dengan penelitian terdahulu berkaitan dengan
pendekatan yang digunakan maupun sumber data. Penelitian itu di antaranya berupa
artikel jurnal, skripsi, dan tesis. Artikel jurnal yang dimaksud yakni artikel penelitian
yang ditulis oleh Salamah (2016), Lidya (2014), dan Yuliawati (2012). Selain itu,
penelitian ini berkorelasi dengan skripsi yang ditulis Rahmawati (2012), serta tesis
yang disusun oleh Purwaningsih (2013).
Guru Madrasah Aliyah Negeri 3 Banjarmasin, Salamah (2016), menulis artikel
berjudul “Kajian Stilistika pada Kumpulan Puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
karya Taufiq Ismail” yang dimuat dalam Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya
(Universitas Lambung Mangkurat). Ia menggunakan pendekatan stilistika untuk
mengungkap penggunaan diksi, citra, dan majas dalam kumpulan puisi “Puisi Malu
(Aku) Jadi Orang Indonesia” karya Taufiq Ismail. Melalui pendekatan itu ia
mengungkap bahwa dalam kumpulan puisinya tersebut Taufiq Ismail menggunakan
diksi yang sederhana dan komunikatif. Kemudian citraan yang digunakan ada berbagai
macam, mulai dari citraan pendengaran, penglihatan, gerak, hingga citraan taktil. Lalu
majas yang digunakan yakni eufoni. Penelitian Salamah memiliki persamaan
pendekatan dengan penelitian ini yakni sama-sama menggunakan pendekatan stilistika.
Perbedaannya terletak pada sumber data yang digunakan. Selain itu, Salamah juga
tidak mengungkap adanya nilai-nilai edukasi dari kumpulan puisi yang ia teliti.
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Tanjungpura,
Lidya (2014), menulis artikel penelitian mengenai nilai-nilai edukasi dalam puisi.
Artikel yang ia beri judul “Nilai-nilai Edukasi Puisi dalam Kolom Apresiasi Harian
Pontianak Post" itu dimuat dalam Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (Universitas
Tanjungpura). Dalam analisisnya, Lidya menggunakan pendekatan semiotik untuk
membedah tiap puisi yang dimuat dalam Kolom Apresiasi Harian Pontianak Post.
Hasilnya, ia mampu menyimpulkan bahwa nilai-nilai edukasi dalam puisi terdapat
empat nilai yaitu nilai sosial, individu, budaya, dan nilai religius. Kajian yang Lidya
lakukan memiliki tujuan yang sama penelitian ini yakni sama-sama mengungkap nilai-
nilai edukasi dalam puisi. Adapun perbedaannya terletak pada sumber data yang
digunakan dan pendekatan yang dilakukan. Lidya menggunakan pendekatan semiotik
dengan sumber data puisi dalam Kolom Apresiasi Harian Pontianak Post, sedangkan
penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika dengan sumber data puisi “Indonesia
Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron.
Peneliti selanjutnya yakni Yuliawati (2012). Ia menulis artikel penelitian berjudul
“Analisis Stilistika dan Nilai Pendidikan Novel Bumi Cinta Karya Habiburrahman El
Shirazy” yang kemudian dimuat dalam BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa, Sastra
Indonesia dan Pengajarannya Volume 1 Nomor 1 (Universitas Sebelas Maret).
Yuliawati mengkaji mengenai bentuk retorika, keunikan diksi, serta nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel Bumi Cinta menggunakan metode analisis isi.
Hasilnya penelitiannya menunjukkan bahwa bentuk retorika yang digunakan
Habiburrahman yakni kiasan dan pencitraan. Dalam novel itu, Habiburrahman juga
memasukkan beberapa kosa kata bahasa Rusia, Inggris, Arab, dan Jawa. Lalu nilai-
nilai pendidikannya yakni nilai agama, moral, dan sosial. Kajian yang dilakukan
Yuliawati memiliki tujuan yang sama penelitian ini yakni sama-sama mengungkap
gaya bahasa (style) dan nilai-nilai edukasi (pendidikan). Hanya saja perbedaannya
terletak pada sumber data yang digunakan. Kalau penelitian ini sumber datanya berupa
puisi sedangkan Yuliawati (2012) menggunakan novel.
Skripsi berjudul “Kajian Stilistika dan Nilai Pendidikan Kumpulan Puisi Bangsal
Sri Manganti Karya Suminto A. Sayuti” berhasil ditulis oleh mahasiswa Pendidikan
Bahasa Indonesia Universitas Sebelas Maret, Rahmawati (2015). Skripsi yang ia tulis
bertujuan untuk mendeskripsikan diksi, gaya bahasa, citraan, serta nilai-nilai
pendidikan yang terdapat pada kumpulan puisi “Bangsal Sri Manganti” karya Suminto
A. Sayuti. Melalui analisis isi, Rahmawati menyimpulkan bahwa diksi yang banyak
digunakan yakni kata konotatif. Gaya bahasanya personifikasi, sedangkan citraan yang
dominan yakni citraan penglihatan. Lalu nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam
kumpulan puisi “Bangsal Sri Manganti” adalah nilai pendidikan agama. Kajian yang
dilakukan Rahmawati memiliki tujuan yang sama penelitian ini yakni sama-sama
mengungkap gaya bahasa dan nilai-nilai edukasi (pendidikan) dalam puisi. Hanya saja
perbedaannya terletak pada sumber data yang digunakan. Kalau penelitian ini sumber
datanya yakni puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron sedangkan
Rahmawati (2015) menggunakan kumpulan puisi “Bangsal Sri Manganti” karya
Suminto A. Sayuti.
Terakhir, penelitian yang relevan dengan penelitian ini yakni sebuah tesis berjudul
“Analisis Stilistika dan Nilai-Nilai Pendidikan Kumpulan Puisi Mata Badik Mata Puisi
Karya D. Zawawi Imron” yang ditulis oleh Purwaningsih (2013), mahasiswa
pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Purwaningsih mengkaji style sekaligus nilai-
nilai pendidikan beberapa puisi dalam kumpulan “Mata Badik Mata Puisi” karya D.
Zawawi Imron. Puisi-puisi itu yakni Mata Mengaji Pada Ikan, Mengaji pada Padi,
Renungan Hidup, Berguru, Renungan, Badik Semoga, Badik dalam hitam, Badik Air
Mata, Badik Embun, Monolog Orang Buta, Detik-detik mendebarkan, Mengaji diri,
Budi Istiqarah, dan Siri. Kajian yang dilakukan Purwaningsih berhasil mengungkap
style yang meliputi diksi, citraan, kata konkret, rima, dan bahasa figuratif. Kemudian
nilai-nilai pendidikannya di antaranya nilai moral, nilai agama, nilai sosial, serta nilai
budaya. Penelitian yang dilakukan Purwaningsih (2013) memiliki persamaan dengan
penelitian ini yakni sama-sama mengungkap gaya bahasa (stilistika) dan nilai-nilai
edukasi (pendidikan) dalam puisi karya D. Zawawi Imron. Perbedaannya terletak pada
sumber data yang digunakan. Penelitian ini sumber datanya puisi “Indonesia Tanah
Sajadah” karya D. Zawawi Imron sedangkan Rahmawati (2015) menggunakan
kumpulan puisi “Mata Badik Mata Puisi” karya D. Zawawi Imron.
Berkaitan dengan perbedaan lain antara artikel dan karya ilmiah di atas dengan
penelitian ini yakni dalam hal implementasi atau penerapan dalam pembelajaran.
Artikel dan karya ilmiah yang telah dijelaskan di atas belum dibahas mengenai
implementasinya dalam pembelajaran, sedangkan dalam penelitian ini dibahas pula
implementasi pembelajarannya di kelas X SMA tepatnya pada KD 3.17 dan 4.17.
2.2. Landasan Teori
Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
diperlukan teori-teori yang relevan untuk menganalisisnya. Ada beberapa teori yang
digunakan dalam penelitian ini diantaranya yakni teori mengenai pendekatan stilistika,
nilai edukasi, makna dari pembelajaran sastra khususnya puisi. Teori-teori itu
diantaranya yakni.
2.2.1. Stilistika
Kata-kata atau bahasa yang digunakan penyair dalam menyusun sebuah puisi
merupakan kata-kata pilihan yang menimbulkan kesan estetis. Slametmuljana
(dalam Pradopo, 2014: 49) bahkan menyebut kata-kata itu sebagai kata berjiwa.
Kata berjiwa ini biasanya berwujud bahasa kiasan yang berbeda dengan makna
aslinya atau makna di kamus. Alasan itulah yang melatarbelakangi munculnya
pendekatan stilistika. Dalam pendekatan stilistika, bahasa dianggap sebagai
medium utama karya sastra (dalam Katrini, 2018: 14). Dalam pengertian ini bahasa
mempunyai peran yang sangat penting karena keindahan dan kualitas karya sastra
sangat bergantung pada kemahiran penulis (sastrawan) dalam menggunakan
bahasa itu.
Chapman (dalam Nurgiyantoro, 2012: 279) mengungkapkan bahwa stilistika
bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan mendalam bahasa yang
dipergunakan itu memperlihatkan suatu penyimpangan, serta bagaimana
pengarang menggunakan tanda-tanda bahasa untuk memperoleh efek khusus.
Dalam pengertian ini tentulah tiap-tiap pengarang mempunyai gaya yang berbeda
dalam penciptaan karyanya. Lebih lanjut lagi, Nurgiyantoro (2012: 280)
berpendapat bahwa kajian stilistika menjadi penting karena dapat memberikan
informasi tentang karakteristik khusus sebuah karya. Ia juga membagi wujud
tanda-tanda stilistika menjadi fonologi, sintaksis, leksikal, dan penggunaan bahasa
figuratif. Fonologi berkaitan dengan pola suara dan irama; sintaksis berkaitan
dengan struktur kalimatnya; leksikal meliputi kata abstrak atau konkret, frekuensi
penggunaan kata benda, kerja, dan sifat; kemudian penggunaan bahasa figuratif
seperti pemajasan, permainan struktur, dan pencitraan.
Katrini (2018: 15) menyatakan bahwa stilistika memiliki langkah kerja hierarkis
karena bahasa merupakan struktur yang berjenjang. Langkah itu dapat ditetapkan
mulai dari satuan bunyi (fon), kata, frasa, kalimat, paragraf, hingga wacana
ataupun sebaliknya yakni dari wacana ke satuan bunyi. Selain berwujud fisik tentu
karya sastra tak lepas dari makna yang melekat pada struktur berjenjang itu,
sehingga pendekatan stilistika harus menganalisis makna satuan bahasa yang
dipilih.

2.2.2. Struktur Lahir dan Struktur Batin Puisi


Layaknya seorang manusia, puisi juga mempunyai dua struktur utama yang
mengonstruksinya. Dua struktur atau unsur itu yakni tubuh atau struktur fisik dan
nyawanya berupa struktur batin. Kedua struktur itu pun juga dapat dijabarkan lagi
substrukturnya. Penjelasan lebih lengkap sebagai berikut.
(1) Struktur Fisik Puisi
Beberapa ahli mempunyai pandangan mengenai struktur ini, diantaranya
yakni Aminudin (2002:134), yang berpendapat bahwa struktur fisik puisi
merupakan suatu struktur atau unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara
kasat mata. Struktur ini dapat diamati oleh melalui kegiatan pembacaan dan
pemaknaan luarnya. Berkaitan dengan hal itu, lebih lanjut ia menguraikan unsur
itu menjadi beberapa subunsur yakni diksi, pengimajinasian, pemajasan, kata
konkret, ritma (ritme), dan tipografi. Penjabaran keenam subunsur itu dapat
dijelaskan sebagai berikut.
a. Diksi
Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraf sebelumnya bahwa karya
sastra, khususnya puisi, disusun menggunakan pilihan kata yang mampu
menimbulkan kesan estetis. Pengertian itulah yang disebut dengan istilah
diksi. Ketepatan pengarang dalam memilih kata-kata menjadi penting
mengingat kata-kata dalam puisi harus bersifat puitis dan estetis. Lebih lanjut
Aminuddin (1995: 78) menggambarkan diksi sebagai pilihan kata-kata tepat
dan selaras sehingga memiliki efek estetis, serta dalam penggunaannya untuk
mengungkapkan gagasan memperoleh apa yang diharapkan. Kecermatan ittu
dipertimbangkan dari segi makna, komposisi bunyi, irama, dan ritma.
b. Pengimajinasian (penciptaan)
Puisi sebagai salah satu genre karya sastra pastilah mempunyai unsur
imajinasi. Penggunaan unsur itu biasa disebut dengan istilah pengimajinasian.
Jadi pengimajinasian adalah suatu susunan kata yang mampu
menggungkapkan pengalaman indrawi penyair seperti penglihatan,
pendengaran, serta perasaan, ke dalam kata-kata. Imaji-imaji itulah yang
mampu menimbulkan daya bayang dari sisi penikmatnya.
c. Majas (Gaya Bahasa)
Dalam rangka mencapai efek puitis dan estetis, puisi dikonstruksi
berdasarkan gaya bahasa atau majas-majas tertentu. Aminuddin (2002:144)
mengartikan majas sebagai suatu bahasa atau kata yang digunakan penyair
untuk mengungkapkan suatu makna secara tidak langsung sehingga pembaca
harus menginterpretasinya secara mendalam. Tujuan dari penggunaan gaya
bahasa ini yakni untuk menciptakan efek lebih beragam, efektif, dan sugestif.
d. Kata konkret
Kata konkret digunakan pengarang untuk membangkitkan daya imajinasi
pembacanya. Penggunaan kata konkret yang tepat dapat membuat pembaca
mampu membayangkan dengan lebih hidup terhadap apa yang diungkapkan
oleh pengarang. Dengan kata lain, apabila penyair mampu mengonkretkan
kata-kata itu maka pembaca sekonyonh-konyong melihat, mendengarkan,
hingga merasakan apa yang dilukiskan oleh pengarang (penyair). Dengan
demikian pembaca terlibat penuh secara batin kedalam puisinya. Selain itu
juga, pengkongkretan kata-kata erat hubungannya dengan pengimajinasian,
perlambangan atau pengkiasan.
e. Ritma
Ritma ialah pengulangan bunyi yang sama dalam sajak-sajak puisi.
Pengulangan bunyi itu dimaksudkan untuk membentuk musikalitas sehingga
merdu saat dibaca serta mendukung perasaan dan suasana puisi. Pengulangan
tidak hanya hanya sebatas bunyi tetapi juga berupa kata, frasa, dan kalimat.
f. Tipografi
Satu hal yang menjadi pembeda puisi dengan genre sastra lain seperti prosa
dan drama ialah tipografi. Tipografi ini berwujud kata-kata yang disusun
mewujudkan larik-larik yang panjang dan pendeknya menbuat kesatuan yang
terpadu. Aminuddin (2002:146) menjelaskan bahwa tipografi berperan untuk
menampilkan aspek artistik visual sehingga mampu menciptakan nuansa
makna dan suasana tertentu. Tipografi terkadang juga menunjukkan adanya
makna-makna tertentu yang hendak disampaikan oleh penyair.
(2) Struktur Batin Puisi
Selain struktur lahir, puisi juga dikonstruksi dengan struktur batin. Struktur
ini tidak cukup hanya dimaknai secara indrawi saja melainkan harus ditemukan
melalui proses idenfitikasi dan analisis. Struktur batin ini dibagi lagi menjadi
empat substruktur (subunsur) yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, serta
amanat. Keempat unsur itu dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2012: 68) mendefinisikan
tema sebagai sebuah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis serta
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan perbedaan. Dalam
pengertian itu, tema dianggap sebagai sebuah pilar atau landasan utama yang
menaungi kelesuruhan isi karya sastra. Lebih khusus lagi mengenai tema puisi
yang tentu berhubungan dengan penyairnya serta konsepnya yang
terimajinasikan. Tema merupakan suatu pokok persoalan yang berasal dari
diri pengarang, masyarakat, ataupun keadaan pengarang saat menulis sebuah
puisi.
b. Perasaan
Puisi merupakan wujud ungkapan perasaan penyair. Berdasarkan hal itu
dapat didefinisikan bahwa perasaan merupakan suatu sikap atau ungkapan
penyair terhadap puisinya yang menjurus pada pokok persoalan yang ada di
dalamnya saat menciptakan puisi. Perasaan itu dapat dihayati oleh pembaca
sehingga tema puisi dapat diidentifikasi.
c. Nada dan Suasana
Dalam isi puisi, seorang pengarang (penyair) mempunyai sikap-sikap
tertentu terhadap penikmat karyanya. Sikap-sikap itu misalnya saja seperti
sikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, maupun sikap-sikap
lainnya. Sikap sikap inilah yang selanjutnya dinamakan dengan nada.
Selanjutnya yakni suasana, yang merupakan dampak psikis yang ditimbulkan
puisi terhadap penikmatnya. Nada dan suasana ini juga akan memberikan
kesan khusus dan mendalam kepada penikmatnya.
d. Amanat
Berdasarkan pendekatan pragmatik, karya sastra menjadi media pengarang
dalam mengungkapkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran tertentu. Nilai dan ajaran
itu biasanya berwujud amanat. Amanat ini dapat diamati dengan cara
memahami tema, perasaan, nada dan suasana puisi terlebih dahulu. Amanat
tersirat dalam puisi dan dirumuskan sendiri oleh penikmat/pembacanya.
Meskipun demikian, tema tidak lepas dari isi dari puisi itu.

2.2.3. Gaya Bahasa dalam Kajian Stilistika


Menyoal mengenai stilistika maka pikiran seseorang akan tertuju pada gaya
bahasa. Gaya bahasa tersebut merupakan unsur inti dalam sebuah karya sastra
terlebih bergenre puisi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
masing-masing pengarang (sastrawan) memiliki kekhasan tersendiri dalam
penggunaan gaya bahasa. Meski demikian, gaya-gaya bahasa yang dipakai
tersebut dapat diidentifikasi dan digolongkan jenisnya menjadi beberapa
macam. Salah satu ilmuwan yang berhasil mengidentifikasi macam gaya
bahasa itu salah satunya yakni Keraf (2000: 116) yang membagi gaya bahasa
menjadi empat macam, yaitu:
(1) Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata
Gaya bahasa berkaitan dengan ketepatan dan kesesuaian bahasa dalam
situasi-situasi tertentu. Selain itu, gaya bahasa jenis ini dibahas mengenai posisi
tepat tidaknya bahasa sesuai dengan lapisan pengguna bahasa dalam
masyarakat. Dalam pengertian ini dipertimbangkan kata-kata yang paling tepat
untuk posisi tertentu. Gaya bahasa ini terdiri dari tiga macam yakni:
a. Gaya bahasa resmi: gaya bahasa ini bentuknya lengkap biasanya digunakan
dalam kesempatan atau situasi yang resmi. Gaya bahasa dalam jenis ini
biasanya berupa bahasa standar yang dipilih khusus serta gaya tulisan
dengan tingkat tertinggi.
b. Gaya bahasa tak resmi: gaya bahasa ini biasanya dipergunakan berupa
bahasa standar yang biasanya digunakan dalam kesempatan yang kurang
formal. Gaya ini bervariatif, santai, kata-katanya sederhana dan kalimatnya
lebih singkat dibanding gaya bahasa resmi.
c. Gaya bahasa percakapan: gaya bahasa ini biasanya dipergunakan dalam
dialog atau percakapan biasa dan berupa kata-kata populer.
(2) Gaya Bahasa Berdasarkan Nada
Gaya bahasa ini muncul karena adanya sugesti yang dimunculkan oleh
rangkaian kata-kata atau kalimat dalam sebuah wacana utuh. Gaya bahasa ini
macamnya adalah sebagai berikut.
a. Gaya sederhana: gaya yang biasanya dipakai untuk memberi perintah atau
instruksi dan pada pelajaran. Gaya ini cocok digunakan untuk
menyampaikan fakta atau pembuktian.
b. Gaya mulia dan bertenaga: suatu gaya bahasa yang penuh aktivitas dan
energi. Hal itu disebabkan karena nada yang agung dan mulia sehingga
dapat menggerakkan emosi pendengarnya.
c. Gaya menengah: gaya bahasa ini digunakan untuk menciptakan suasana
senang, damai, dan terkadang disisipi dengan humor. Gaya ini bersifat
dengan menggunakan gaya ini menggunakan metafora dalam pemilihan
katanya sehingga lebih menarik, lemah lembut dan sopan santun.
(3) Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat
Stuktur suatu kalimat bersifat periodik, kendur, dan berimbang. Dikatakan
periodik apabila penekanan berada di akhir kalimat. Dikatakan kendur apabila
penekanan dilakukan di awal kalimat. Lalu dikatakan berimbang apabila dua
bagian kalimat atau lebih memiliki kedudukan sederajat. Gaya bahasa terbagi
menjadi beberapa jenis yakni:
a. Klimaks: gaya ini diturunkan dari kalimat yang bersifat periodik. Klimaks
mengandung urutan-urutan yang semakin meningkat kepentingannya
gagasan sebelumnya.
b. Atiklimaks: gaya ini dihasilkan oleh kalimat yang bersifat kendur.
Antiklimaks merupakan suatu acuan gagasan yang diurutkan dari posisi
terpenting ke gagasan yang kurang penting.
c. Pararelisme: gaya ini berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata
dan frasa. Kata dan frasa itu menduduki fungsi yang sama dalam bentuk
gramatika yang sama.
d. Antitesis: gaya ini mengandung gagasan yang bertentangan dan biasanya
berwujud kata atau kelompok kata yang berlawanan.
e. Repetisi: gaya ini berwujud perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian
kalimat yang dianggap penting. Repetisi biasanya dipakai untuk memberi
tekanan dalam pada konteks tertentu.
(4) Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna
Gaya bahasa disebut juga dengan istilah “trope” yang berarti
penyimpangan. Gaya ini diukur berdasarkan dari langsung atau tidaknya
makna. Dalam pengertian ini, acuannya yakni gaya yang digunakan sudah
memakai makna denotasi atau sudah terjadi penyimpangan makna. Gaya
bahasa ini dibagi menjadi gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.
Penjelasannya sebagai berikut.
Gaya bahasa retoris
a. Aliterasi: gaya bahasa ini berwujud perulangan bunyi konsonan yang sama.
b. Asonansi: gaya bahasa ini berwujud perulangan bunyi vokal yang sama.
c. Anastrof: gaya bahasa ini berwujud pembalikkan susunan kata yang biasa
dalam kalimat.
d. Apofasis: gaya bahasa ini penulis berusaha penulis menegaskan sesuatu,
namun tampaknya menyangkal sesuatu itu.
e. Apostrof: gaya bahasa ini berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin
kepada sesuatu yang tidak hadir.
f. Asidenton: gaya bahasa ini berupa acuan yang bersifat padat dan mampat.
Dalam asidenton ada beberapa kata, frasa, dan klausa sederajat yang tidak
dihubungkan dengan konjungsi.
g. Polisidenton: gaya bahasa ini merupakan kebalikan dari asidenton yakni
bersifat longgar dan digunakan konjungsi dalam kata, frasa, dan klausanya.
h. Kiasmus: gaya bahasa ini terdiri dari dua bagian frasa atau klausa yang
sifatnya berimbang kemudian dipertentangkan satu sama lain.
i. Elipsis: gaya bahasa ini dilakukan dengan menghilangkan suatu unsur
kalimat lalu pembaca dapat mengisinya sendiri dengan mudah.
j. Eufemismus: gaya bahasa ini berwujud kata-kata dengan arti yang baik
dengan tujuan yang baik. Mudahnya yakni berupa ungkapan halus untuk
menggantikan ungkapan yang dirasa lebih kasar.
k. Litotes: gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan
merendahkan diri sendiri.
l. Histeron Proteron: gaya bahasa ini berupa kebalikan dari sesuatu yang logis
atau nalar.
m. Pleonasme dan tautologi: gaya bahasa ini dilakukan dengan
mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk
mengungkapkan suatu pikiran.
n. Perifrasa: gaya bahasa ini hampir sama dengan pleonasme, yakni
pengungkapan yang panjang sebagai pengganti pengungkapan yang lebih
pendek.
o. Prolepsis: gaya bahasa ini dilakukan dengan mempergunakan lebih dahulu
kata-kata sebelum peristiwa yang sebenarnya terjadi.
p. Erotesis: gaya bahasa ini berupa pertanyaan yang tidak menghendaki
adanya suatu jawaban.
q. Silepsis dan Zeugma: gaya bahasa ini mempergunakan dua konstruksi
rapatan.
r. Koreksio: merupakan suatu suatu gaya yang berwujud.
s. Hiperbol: gaya bahasa ini mengandung suatu pernyataan yang berlebihan
dengan membesar-besarkan suatu hal.
t. Paradoks: gaya bahasa ini mengandung pertentangan dengan kenyataan
atau fakta-fakta yang ada tetapi mengandung kebenaran.
u. Oksimoron: gaya bahasa ini dilakukan dengan menggabungkan kata-kata
untuk mencapai efek yang bertentangan.
Gaya bahasa kiasan:
a. Simile: gaya bahasa ini berwujud perbandingan yang bersifat eksplisit.
b. Metafora: gaya bahasa ini berwujud analogi di mana membandingkan dua
hal secara langsung tetapi dalam bentuk yang singkat.
c. Alegori: gaya bahasa ini berwujud cerita singkat yang mengandung kiasan.
d. Parabel: gaya bahasa ini berwujud kisah singkat dengan tokoh-tokoh
biasanya manusia yang selalu mengandung tema moral.
e. Fabel: gaya bahasa ini berwujud metafora mengenai cerita dunia binatang.
f. Personifikasi: gaya bahasa ini dilakukan dengan menggambarkan benda-
benda mati seolah-olah memiliki sifat-sifat manusia.
g. Alusi: gaya bahasa ini dilakukan dengan menyugestikan kesamaan antara
orang, tempat, atau peristiwa.
h. Eponim: merupakan suatu gaya di mana seseorang yang namanya
dihubungkan dengan sifat tertentu.
i. Epitet: gaya bahasa ini dilakukan dengan menyatakan suatu sifat yang
khusus dari seseorang atau suatu hal.
j. Sinekdoke: gaya bahasa ini dilakukan dengan mempergunakan sebagian
dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan.
k. Metonimia: gaya bahasa ini diwujudkan dengan mempergunakan sebuah
kata untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian yang
sangat dekat.
l. Antonomasia: merupakan sebuah bentuk khusus dari sinekdoke.
m. Hipalase: gaya bahasa ini terjadi di mana sebuah kata tertentu dipergunakan
untuk menerangkan sebuah kata yang seharusnya dikenakan pada kata lain.
n. Ironi: gaya bahasa ini diwujudkan dengan mengatakan sesuatu dengan
makna berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian kata-katanya
(sindiran).
o. Inuendo: gaya bahasa ini merupakan sebuah sindiran dengan mengecilkan
kenyataan yang sebenarnya.

2.2.4. Nilai Edukasi dalam Sastra


Nilai merupakan sesuatu yang berharga, berkualitas, bermutu, serta berguna
bagi manusia. Beranjak dari pengertian itu, sebuah karya sastra juga merupakan
sesuatu yang bernilai. Hal ini sesuai dengan sifat dari karya sastra yakni Dulce et
Utile atau biasa diartikan sebagai menghibur dan bermanfaat. Nilai-nilai dalam
karya sastra sangatlah beragam mengingat genre dan pengarang juga beragam. Di
balik keberagaman tersebut ternyata ada sebuah nilai yang berlaku universal, yakni
nilai edukasi (pendidikan).
Nilai edukasi dalam karya sastra menjadi sesuatu yang urgen mengingat karya
sastra merupakan media pengarang dalam menyampaikan nilai-nilai dan ajaran
tertentu. Begitupun dengan puisi yang juga memiliki beberapa nilai edukasi.
Purwaningsih (2013: 47) membagi nilai edukasi dalam genre puisi menjadi empat
macam yakni nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan
sosial, dan nilai pendidikan budaya.

2.2.5. Pembelajaran Sastra di SMA


Sesuai silabus yang telah disusun oleh Kemendikbud, pembelajaran sastra
menginduk pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran sastra pada
tataran SMA bertujuan agar siswa mampu mengapresiasi karya sastra. Tahap
apresiasi ini tidak hanya sekadar hanya membaca dan memahami karya sastra,
tetapi siswa diharap mampu memproduksi karya sastra berdasar pemahamannya
itu. Untuk dapat memahami sebuah karya sastra, siswa harus mempunyai daya
analisis dan identifikasi. Tugas gurulah yang memberikan daya itu melalui
pembelajaran yang ia laksanakan. Kompetensi seorang guru tentu akan
berpengaruh signifikan terhadap pembelajaran sastra. Selain itu, siswa juga harus
senantiasa belajar secara mandiri sehingga peluang tercapainya indikator dan
tujuan pembelajaran sastra menjadi lebih tinggi.
Berkaitan dengan pembelajaran sastra tentu tak lepas dari pembelajaran puisi.
Berdasar hal itu maka penetilian ini dapat menjadi referensi bagi guru maupun
siswa SMA, khususnya pada kelas X berkaitan dengan unsur-unsur pembangun
puisi. Unsur pembangun itu dapat berwujud lahir maupun wujud batin. Wujud
lahir itu dapat berkaitan dengan unsur-unsur stilistika, sedangkan unsur batin
tersebut dapat berupa nilai-nilai edukasi yang terdapat dalam sebuah puisi.
Penguasaan dua wujud itu sesuai dengan pembelajaran pada KD 3.17 menganalisis
unsur pembangun puisi. Tidak hanya sebatas menganalisis saja, dengan bekal
analisis dan pemahaman itu diharap siswa dapat menulis puisi dengan
memerhatikan unsur pembangunnya (KD 4.17).

BAB II
METODE PENELITIAN
3.1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D.
Zawawi Imron. Puisi itu yang dimuat dalam buku antologi puisi berjudul “Segugus
Percakapan Cinta Di Bawah Matahari: Antologi Dua Penyair Malaysia Indonesia”
yang diterbitkan oleh Yayasan Pustaka Obor Indonesia dan Institut Terjemahan dan
Buku Malaysia Berhad pada tahun 2017.

3.2. Objek Penelitian


Objek penelitian ini berupa unsur-unsur stilistika dan nilai-nilai edukasi yang
terdapat di dalam puisi “Indonesia Tanah Sajadah” karya D. Zawawi Imron.

3.3. Wujud Data


Wujud data dalam penelitian ini berupa teks. Perwujudannya berupa

3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan serangkaian aktivitas yang memiliki tujuan untuk
mengumpulkan informasi dan menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang ditulis
dalam rencana penelitian (Creswell dalam Sudikan 2016, p.273). Adapun lebih lanjut
metode dan tekniknya sebagai berikut.

3.4.1 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam peneliti ini ialah metode studi
pustaka. Metode ini secara khusus akan meneliti teks dalam novel Sarongge karya
Tosca Santoso.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data


Teknik yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan cara membaca, mendandai,
dan mengklasifikasi data yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu: hubungan
timbal balik manusia dengan alam yang berkaitan dengan tinjauan ekologi sastra.
Langkah-langkah penyediaan data tersebut adalah sebaga berikut:
1) Membaca novel Sarongge karya Tosca Santoso secara detail dan teliti.
2)Menandai teks yang berkaitan dengan ekologi sastra serta hubungan timbal balik
manusia dengan alam terhadap novel Sarongge karya Tosca Santoso.
3)Mengklasifikasi data hubungan timbal balik manusia dengan alam terhadap novel
Sarongge dan menyusun korpus data dengan memanfaatkan kartu data.
4)Penyimpanan data yang siap dianalisis

Berikut lebih jelasnya bagaimana alur teknik pengumpulan datanya:


Bagan 1. Alur Teknik Pengumpulan Data
Daftar Pustaka
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2015. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aminuddin. 1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Aminudin. 2002. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Jakarta: Sinar Baru
Yuliawati, Nina. 2012. Analisis Stilistika dan Nilai Pendidikan Novel Bumi Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy. BASASTRA Jurnal Penelitian Bahasa,
Sastra Indonesia dan Pengajarannya, Vol. 1, No. 1.

You might also like