You are on page 1of 52

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan 4 juta bayi meninggal pada tahun pertama

kehidupannya dan dua pertinganya meninggal pada bulan pertama. Dua pertiga dari yang

meninggal pada bulan pertama meninggal pada minggu pertama. Dua pertiga dari yang

meninggal pada minggu pertama, meninggal pada hari pertama. Penyebab utama kematian pada

minggu pertama kehidupan adalah komplikasi kehamilan dan persalinan seperti asfiksia, sepsis

dan komplikasi bayi berat lahir rendah (BBLR). Kurang lebih 99% kematian terjadi di Negara

berkembang dan sebagian besar kematian ini dapat dicegah dengan pengenalan dini dan

pengobatan yang tepat.

WHO menyebutkan bahwa dari 100.000 kelahiran neonatus dan penyebab kematian

diantaranya adalah disebabkan oleh BBLR. Dengan proporsi angka yang maksimal pada tahun

2000 sekitar 50% per 100.000 kelahiran, dan pada tahun 2010 menurun menjadi 45% per rentang

Negara. (WHO statistics, 2013)

Sedangkan secara global WHO menyebutkan dalam “distribution of causes of death

among children aged <5years” pada tahun 2000 sekitar 15% BBLR menjadi penyebab kematian

neonatus dari 100.000 kelahiran dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 17% per 100.000

kelahiran (WHO statistics, 2013).

WHO juga mengemukakan bahwa di Asia Tenggara terdapar 19-21% bayi lahir dalam

keadaan BBLR dan menjadi penyebab kematian neonatus terjadi pada tahun, 2000 hingga 2010.

Meskipun telah terjadi penurunan kematian bayi dan anak yang signifikan namun kematian bayi

baru lahir masih tinggi hal ini mungkin erat kaitannya dengan komplikasi obstetrik dan status

kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan, sebab kematian neonatal adalah
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 29% dan di susul oleh Asfiksia Neonatorum

sejumlah 27%. (Depkes RI,2015)

Infan mortality rate atau Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator yang lazim

digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat baik pada tatataran provinsi maupun

nasional. Angka kematian bayi merujuk kepada jumlah yang meninggal pada fase antara

kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup.

Berdasarkan laporan profil kesehatan kab/kota dari 261.563 bayi lahir hidup

tedapat 2.021 bayi meninggal sebelum usia 1 tahun. Berdasarkan angka ini, di perhitungkan

angka kematian bayi (AKB) di Sulawesi tenggara hanya 7,73/1.000 kelahiran hidup pada tahun

2015. Rendahnya angka ini mungkin disebabkan karena kasus-kasus kematian yang terjadi di

masyarakat belum seluruhnya terlaporkan. AKB berdasarkan sensus nasional 2014-2015 (BPS-

ST), angka kematian bayi pada tahun 2008 sebesar 25,60 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini

menurun bila dibandingkan dengan AKB tahun sebelumnya (2014) yang sebesar 26,9 per 1.000

kelahiran hidup.

Berdasarkan data BPS, AKB di Provinsi Sulawesi Tenggara setiap tahunnnya mengalami

penurunan. Pada tahun 2013, AKB adalah sebesar 39,4 per 1.000 kelahiran hidup dan pada tahun

2014, AKN adalah 25,6 per 1.000 kelahiran hidup. (BPS Prov. Sultra, 2013-2014)

World Health Organization (WHO) 1979, telah membagi umur kehamilan menjadi tiga

kelompok yaitu : 1) Pre-term yaitu kurang dari 37 minggu (259 hari), 2) Term, yaitu mulai 37

minggu sampai 42 minggu atau unur antara 259-293 hari, 3) Post-term, yaitu lebih dari 42

minggu (294 hari) (Manuaba, 2007).

Begitu juga menurut perkiraan World Health Organization (WHO) pada tahun 1961 telah

mengganti istilah Premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat badan lahir

rendah = BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi berat kurang dari 2500 gram pada
waktu lahir bayi premature. Keadaan ini dapat di sebabkan oleh : 1) masa kehamilan kurang dari

37 minggu dengan berat yang sesuai (masa kehamilan dihitung mulai dari hari pertama haid yang

teratur ; 2) bayi small for gestational age (SGA) : bayi yang kurang dari berat badan yang

semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan = KMK); 3) kedua-duanya

(pernyataan 1 dan 2) (Prawirohardjo,2006).

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari bagian rekam medik ruang Anak BLUD RS

Konawe diketahui bahwa jumlah bayi lahir pada tahun 2015 sebanyak 734 dan yang mengalami

BBLR sebanyak 154 kasus sedangkan pada tahun 2016 jumlah bayi lahir di BLUD RS Konawe

sebanyak 652 orang sedangkan jumlah bayi BBLR sebanyak 81 bayi dan yang mengalami afiksia

sebanyak 35 bayi, sedangkan pada tahun 2017 periode januari April jumlah bayi lahir sebanyak

254 pasien sedangkan bayi yang mengalami BBLR sebanyak 28 orang bayi dan yang mengalami

afiksia sebanyak 69 bayi.

Sehingga berdasarkan data dan latar belakang di atas, maka penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan kejadian Asfiksia

Neonatorum yang bertujuan untuk memaparkan besarnya kejadian BBLR dan asfiksia pada

BBLR di ruang anak BLUD RS Konawe”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah Bagaimana keterkaitan keadaan BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum di BLUD RS

Konawe.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan kejadian asfiksia

neonatorum
2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui besar angka kejadian BBLR di BLUD RS Kab. Konawe

b. Untuk mengetahui besar angka kejadian Asfiksia di BLUD RS Konawe.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman baru peneliti dalam melakukan penelitian dan dapat mengaplikasikan

ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis dalam pendidikan D-III di Akbid Konawe.

2. Bagi Institusi Akademi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pembuatan Karya Tulis

Ilmiah lebih lanjut dan dapat digunakan sebagai masukan bagi rekan-rekan dan peneliti

berikutnya untuk melakukan penelitian, dan dapat menambahkan perbendaharaan

kepustakaan Akbid Konawe.

3. Bagi Institusi Dinas Kesehatan

Hasil penelitian dapat memberikan informasi dalam rangka perbaikan pengembangan

program dan kualitas pelayanan kesehatan terutama tentang permasalahan yang terjadi

pada ibu hamil sehingga menyebabkan BBLR.

4. Untuk Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian dimasa mendatang

5. Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada hubungannya bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan kejadian asfiksia

neonatorum.

Ha : Ada hubungannya bayi berat lahir (BBLR) dengan kejadian asfiksia neonatorum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir (BBL)

1. Pengertian

a. Bayi Baru Lahir (BBL) atau neonatus adalah bayi umur 0-28 hari. (Kemenkes RI,

2010)

b. Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.

(Saifuddin, AB. 2009).

c. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu

sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram. (Dwienda R., 2014)

d. Neonatus atau Bayi Baru Lahir (BBL) adalah makhluk yang sangat unik karena

merupakan lanjutan fase kehidupan janin intra uterin yang harus dapat bertahan dan

beradaptasi untuk hidup diluar rahim. (Kosim, MS, 2008).

e. Neonatus adalah bayi baru lahir yang berusia sampai dengan 28 hari, dimana terjadi

perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim menjadi di luar rahim.

Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. (Kemenkes,

2014)

f. Masa neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari

setelah lahir). (Syafrudin, 2009)

2. Ciri - ciri Bayi Baru Lahir

a. Berat badan 2500-4000 gram

b. Panjang badan 48-52 cm

c. Lingkar dada 30-38 cm

d. Lingkar kepala 33-35 cm


e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit, kemudian menurun

sampai 120-140 x/menit.

f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian menurun

setelah tenang kira-kira 40 x/menit.

g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan

diliputi verniks caeseosa.

h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak sempurna.

i. Kuku agak panjang dan lemas.

j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora (pada perempuan), testis

sudah turun (pada anak laki-laki).

k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.

l. Refleks morrow sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan

seperti memeluk.

m. Refleks graps sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak tangan, bayi

akan menggenggam/ adanya gerakan refleks.

n. Refleks rooting mencari puting susu dengan rangsangan taktil

pada pipi dan daerah mulut terbentuk dengan baik.

o. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam, pertama,mekonium

berwarna kecoklatan. (Dwienda R., 2014)

3. Reflek-reflek Fisiologis Bayi Baru Lahir

a. Kedutan anus: Usapan lembut di area anus menyebabkan sfingter berkonstraksi.

b. Tanda Babinski: Mengusap dengan mantap kebagian lateral akan menyebabkan jari-

jari kaki mengembang dan jari kaki yang besar menekuk untuk hasil yang positif.

Menetap sampai usia 2-4 tahun.


c. Refleks Kornea: Menyentuh kornea dekat kantus luar dengan gumpalan kapas kering

menyebabkan kelopak mata menutup (menetap seumur hidup).

d. Ekstensi menyilang: Pegang satu tungkai dibawah, tungkai yang lain akan mendorong

tangan.

e. Refleks gag, batuk, konstriksi pupil: Menetap seumur hidup.

f. Kee jerk: Dengan perlahan tepuk lutut, tungkai bawah akan mengedut kedepan

(menetap seumur hidup). Karena traktus kortikospinal belum sempurna pada bayi,

reflex tendon profunda bervariasi dan tidak spesifik.

g. Refleks Magnet: Dengan tungkai bayi fleksi, letakkan sebuah pena dengan ringan

dibawah jari-jari kaki. Gerakkan pena kedepan dan kaki akan mengikuti pena

kedepan.

h. Refleks Palatun: Juga disebut reflex menelan. Menstimulasi palatun harus

menyebabkan menelan. Menetap seumur hidup.

i. Inkurvasi Badan: Atur posisi bayi tengkurap, usap punggung membentuk sebuah

garis 2-3 cm dari tulang belakang dari bahu hingga kebokong. Respons yang normal

adalah fleksi lateral searah usapan tersebut. Hilang setelah 2-3 bulan. Tidak

ditemukan pada bayi dengan lesi spinal melintang.

j. Gerakan menarik kebelakang: Tungkai menarik kebelakang sebagai respons terhadap

stimulus yang menyakitkan.

k. Automatisme infantil: Refleks primitif yang terdapat saat lahir dan hilang setelah

sekitar 4-6 bulan, ketika control volunter mulai muncul. Tidak adanya reflex-refleks

ini pada saat lahir dapat mengindikasikan masalah SSP volunter. Jika kondisi ini

menetap, bisa sama beratnya.


l. Mengedip: Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba-tiba atau pada

pandel atau obyek kearah kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada

maka menunjukkan adanya kerusakan pada saraf cranial.

m. Refleks moro (Refleks terkejut): Menghasilkan suara yang keras. Bayi akan

mengabduksi kedua lengannya secara simetris, membentuk huruf C dengan jari-jari

membuka,dan kemudian mengaduksi kedua lengan (memeluk). Menetap setelah 4-6

bulan hanya jika bayi menderita penyakit serebral.

n. Genggaman telapak tangan (palmar grasp): Usap telapak tangan bayi, bayi akan

mulai memegang dan menggenggam (berlangsung 3-6 bulan). Tidak adanya gerakan

ini mengesankan penyakit serebral. Hilang pada bulan ketiga.

o. Refleks Perez: Letakkan ibu jari di sacrum bayi dan gerakkan keatas menuju kepala.

Bayi akan meluruskan kepalanya dan tulang belakangnya sambil memfleksi lututnya

dan dapat berkemih (menetap selama 2-3 bulan). Tidak adanya gerakan ini

mengindikasikan penyakit pada serebrum atau spinal servikalis, atau miopati.

p. Placing: Gosok-gosok bagian depan tibia diatyas meja, bayi akan melakukan gerakan

seperti mendaki (berlangsung selama 6 minggu). Paling bagus diamati setelah 4-5

hari kelahiran. Hilang setelah 2-5 bulan. (Sinclair C., 2009)

4. Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir

a. Penilaian skor apgar

1) Hitung ferkuensi jantung

2) Kaji kemampuan bernapas

3) Kaji tonus otot

4) Kaji kemampuan refleks

5) Kaji warna kulit


6) Hitung total skor yang didapat dari hasil pengkajian

7) Tentukan hasil penilaian ke dalam 3 kategori asfiksia, yaitu:

a) Adaptasi baik : Skor 7-10

b) Adaptasi ringan-sedang : Skor 4-6

c) Adaptasi berat : Skor 0-3

Penilaian tersebut dilakukan pada 1 menit, 5 menit, 10 menit dan 15 menit setelah bayi

baru lahir.

Tabel. 2.1. Komponen Penilaian Apgar

Komponen Skor
0 1 2
Frekuensi jantung Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
Kemampuan Tidak ada Lambat/tidak teratur Menangis kuat
bernafas
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas agak Gerakan aktif
fleksi
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan
kuat/melaw
an
Warna kulit Biru/pucat Tubuh kemerahan / Seluruh tubuh
ekstremitas biru kemerahan
Sumber : (Hidayat Alimul, 2008)

b. Pemeriksaan cairan amnion

1) Kaji jumlah cairan amnion

2) Lakukan penilaian jumlah cairan tersebut, dengan kategori:

a) > 2000 ml : Bayi mengalami polihidramnion

b) < 500 ml : Bayi mengalami oligohidramnion

c. Pemeriksaan plasenta

1) Kaji keadaan plasenta seperti adanya pengapuran, nekrosis, berat dan jumlah

korion.
2) Lakukan penilaian dari hasil pengkajian tersebut

d. Pemeriksaan tali pusat

1) Kaji keadaan tali pusat, seperti adanya vena atau arteri, adanya tali simpul atau

keadaan lainnya.

2) Lakukan penilaian dari hasil pengkajian tersebut

e. Pengukuran antropometri

1) Timbang berat badan menggunakan timbangan bayi.

2) Lakukan penilaian hasil penimbangan, dengan kategori :

Pengukuran berat badan:

a) Normal : 2500-4000 gram

b) Prematur : < 2500 gram

c) Makrosomia : > 4000 gram

Pengukuran panjang badan:

a) Ukur panjang badan menggunakan pengukur panjang badan / metelin.

b) Lakukan penilaian dari hasil pengukuran, dengan kategori normal adalah 45-

50 cm.

f. Pemeriksaan kepala

1) Ukur lingkar kepala

2) Lakukan penilaian hasil pengukuran, bandingkan dengan lingkar dada, jika

diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar dada, bayi mengalami hidrosefalus,

dan jika diameter kepala lebih kecil 3 cm dari lingkar dada, bayi tersebut

mengalami mikrosefalus.

3) Kaji jumlah dan warna adanya lanugo terutama di daerah bahu dan punggung.
4) kaji adanya moulage, yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat

lahir, apakah simetri atau tidak.

5) kaji apakah terdapat kaput suksadenum (edema kulit kepala, lunak, dan tidak

berfluktuasi, batas tidak tegas dan menyebrangi sutura, akan menghilang dalam

beberapa hari)

6) Kaji sefal hematom yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tampak pada hari

pertama karena tertutup kaput suksadenum, konsistensinya lunak, berfluktuasi,

berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyebrangi sutura, dan jika

menyebrangi sutura akan mengalami fraktur tulang tengkorak. Sefal hematom

akan menghilang dengan sempurna dalam waktu 2-6 bulan.

7) Kaji adanya perdarah akibat pecahnya pembuluh vena yang munghubungkan

jaringan di luar sinus dalam tengkorak, batasnya tidak tegas sehingga bentuk

kepala tampak asimetris, dengan palpasi teraba fluktuasi.

8) Kaji adanya fontanel dengan cara melakukan palpasi menggunakan jari tangan,

denyutannya sama dengan denyut jantung, kemudian fontanel posterior akan

dilihat proses penutupan setelah usia 2 bulan dan fontanel anterior menutup saat

usia 12-18 bulan.

g. Pemeriksaan mata

1) Kaji adanya strabismus (koordiansi gerakan mata yang belum sempurna), dengan

cara menggoyang kepala secara perlahan lahan sehingga mata bayi akan terbuka.

2) Kaji adanya kebutaan jika bayi jarang berkedip atau sensitivitas terhadap cahaya

berkurang.

3) Kaji tanda sindrom down jika ditemukan adanya epikantus yang melebar.

4) Kaji adanya katarak kongenital jika terlihat pupil berwarna putih.


5) Kaji adanya trauma pada mata seperti adanya edema palpebra, perdarahan

konjungtiva, retina dan lain lain.

h. Pemeriksaan Telinga

1) Kaji adanya gangguan pendengaran dengan membunyikan bel atau suara apakah

terjadi refleks terkejut.

2) Kaji posisi hubungan mata dan telinga.

i. Pemeriksaan Hidung dan Mulut

1) Kaji pola pernafasan dengan melihat pola nafas

2) Kaji nafas cuping hidung yang menunjukkan gangguan pada paru.

2) Kaji adanya kista di mukosa mulut.

3) Kaji lidah untuk menilai warna, kemampuan refleks menghisap dengan mengamati

saat menyusu.

4) Kaji gusi untuk menilai adanya pigmen gigi apakah terjadi penumpukan pigmen

yang tidka sempurna.

j. Pemeriksaan Leher

1) Kaji adanya pembengkakan dan benjolan.

2) Kaji pergerakan leher, jika terjadi keterbatasan pergerakan, kemungkinana terjadi

kelainan di tulang leher, seperti kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.

k. Pemeriksaan Dada dan Punggung

1) Kaji adanya kelainan bentuk.

2) Kaji kesimetrisan, jika tidak simetris, kemungkinan bayi mengalami

pseumotoraks, paresis diafrgama, atau hernia diafrgamatika.

3) Kaji adanya fraktur klavikula dengan cara meraba iktus kordis dengan menetukan

posisi jantung.
4) Kaji frekuensi jantung dengan auskultasi stetoskop.

5) Kaji bunyi pernafasan.

l. Pemeriksaan Abdomen

1) Kaji bentuk abdomen, jika ditemukan abdomen membuncit, kemungkinan

disebabkan hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut.

2) Kaji adanya kembung dengan perkusi.

m. Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstermitas

1) Kaji adanya kelainan tulang belakang (seperti skoliosis;

meningokel; spina bifida) dengan cara bayi diletakkan dalam posisi etngkurap,

kemudian tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang belakang.

2) Kaji adanya kelemahan dengan cara melihat posisi kedua kaki, adanya pes

equinovarus atau valgus dan keadaan jari-jari tangan dan kaki apakah terdapat

polidaktili.

n. Pemeriksaan Genitalia

1) Kaji keadaan labia minora yang tertutup labia mayora, lubang uretra dan lubang

vagina terpisah. Jika ditemukan satu lubang terjadi kelainan dan jika ada sekret di

lubang vagina, hal tersebut karena pengaruh hormon maternal.

2) Kaji adanya fimosis, hipospadia yang merupakan defek di bagian ventral ujung

penis atau defek sepanjang penis dan epispadia merupakan kelainan defek pada

dorsum penis.

o. Pemeriksaan Anus dan Rektum

1) Kaji adanya kelainan atresia ani atau mengetahui posisinya.


2) Kaji adanya mekonium. Secara umum mekonium keluar dalam rentang 24 jam,

jika dalam waktu 48 jam belum keluar kemungkinan meconium plug syndrome,

megakolon, atau obstruksi saluran pencernaan.

p. Pemeriksaan Kulit

1) Kaji adanya verniks kaseosa yang merupakan zat seperti lemak berfungsi

sebagai pelumas atau sebagai isolasi

panas pada bayi cukup bulan.

2) Kaji adanya lanugo, yakni rambut halus di punggung bayi, jumlahnya lebih

banyak pada bayi kurang bulan daripada bayi cukup bulan. (Hidayat Alimul, 2008)

5. Tanda-tanda Bahaya Pada Bayi Baru Lahir

Tanda dan gejala sakit berat pada bayi baru lahir dan bayi muda sering tidak

spesifik. Tanda ini dapat terlihat pada saat atau sesudah bayi lahir, saat bayi baru lahir

datang atau saat perawatan di rumah sakit. Tanda ini mencakup:

a. Tidak bisa menyusu

b. Kejang

c. Mengantuk atau tidak sadar

d. Frekuensi napas < 20 kali/menit atau apnu (pernapasan berhenti selama >15 detik)

e. Frekuensi napas > 60 kali/menit

f. Merintih

g. Tarikan dada bawah ke dalam yang kuat

h. Sianosis sentral. (Depkes RI, 2008)

6. Asuhan Bayi Baru Lahir

a. Jaga bayi tetap hangat.

b. Isap lendir dari mulut dan hidung (hanya jika perlu).


c. Keringkan.

d. Pemantauan tanda bahaya.

e. Klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-kira 2 menit setelah

lahir.

f. Lakukan inisiasi menyusu dini.

g. Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral setelah

inisiasi menyusu dini.

h. Beri salep mata antibiotika pada kedua mata.

i. Pemeriksaan fisis.

j. Beri imunisasi Hepatitis B 0,5 mL intramuskular, di paha kanan anteroleteral, kira-

kira 1-2 jam setelah pemberian vitamin K1.

(Kemenkes, 2010).

B. Tinjauan Umum Tentang Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

1. Pengertian Bayi Berat Lahir Rendah

a. Bayi berat lahir rendah adalah bayi dengan berat badan lahir kurang atau sama dengan

2500 gram. (Surasmi A, 2003, hal.3)

b. Bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang

dari 2500 gram sampai dengan 2499 gram. (Saifuddin A. B, 2000, hal.376).

c. Bayi berat lahir adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya pada saat kelahiran

kurang dari 2.500 gr (Rusepno H, 1998, hal.1051).

Untuk mendapat keseragaman, pada Kongres European perinatal ke II di London

(1970) telah diusulkan defenisi sebagai berikut

1) Bayi kurang bulan ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 37

minggu (259 hari)


2) Bayi cukup bulan ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan mulai 37 minggu

sampai 42 minggu ( 259 sampai 293 hari).

3) Bayi lebih bulan ialah bayi yang lahir dengan umur kehamilan mulai 42 minggu atau

lebih (294 hari atau lebih).

Dengan pengertian seperti yang telah diterangkan di atas, bayi berat lahir rendah

dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

a) Prematuritas murni

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan

berat badan untuk masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai

untuk masa kehamilan. Bayi prematuritas murni mempunyai ciri-ciri yaitu:

1. Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang badan kurang atau sama dengan 45

cm, lingkaran dada kurang dari 30 cm lingkaran kepala kurang dari 37 cm.

2. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.

3. Kepala relatif lebih besar dari pada badannya, ubun-ubun dan sutura lebar.

4. Kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak subkutan kurang.

5. Desensus testikulorum biasanya belum sempurna (pada laki-laki) labia minora

belum tertutup oleh labia mayora (pada wanita).

6. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga elastisitas daun telinga

masih kurang.

7. Jaringan mamma belum sempurna demikian pula putting susu belum terbentuk

dengan baik.

8. Bayi kecil, posisinya masih posisi fetal, pergerakannya kurang dan lemah.

9. Bayi lebih banyak tidur daripada bangum.

10. Tangisnya lemah, pernapasan belum teratur dan sering mengalami apnea.
11. Otot masih hipotonik sehingga sikap selalu dalam keadaan kedua tungkai dalam

abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap satu

jurusan.

12. Refleks tonus leher lemah, refleks mengisap dan menelan belum sempurna, kalau

bayi lapar biasanya menangis, gelisah aktifitas bertambah.

Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi. Hal ini disebabkan oleh karena

daya tahan tubuh terhadap infeksi masih kurang, sehingga relatif belum sanggup

membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum

baik.

b) Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan kurang yang seharusnya untuk masa gestasi itu.

Berarti bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterine dan merupakan bayi yang

kecil untuk masa kehamilan (KMK) dimana bayi ini mempunyai organ-organ yang

sudah matang (mature) berfungsi lebih baik dibandingkan dengan bayi lahir kurang

bulan, walaupun berat badannya kurang. (Rusepno H, 1985, hal.1051-1053).

Dismaturitas dapat terjadi “preterm”, “term”, “posterm”. Pada preterm akan

terlihat gejala fisis bayi prematur murni ditambah dengan gejala dismaturitas. Dalam

hal ini berat badan kurang dari 2.500 gram, karakteristik fisis sama dengan bayi

prematur dan mungkin ditambah dengan retardasi pertumbuhan, demikian pula pada

posterm dengan dismaturitas.

2. Diagnosis Dan Gejala Klinik Bayi Berat Lahir Rendah

a. Sebelum bayi lahir

1) Pada anamnesis sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus dan

lahir mati.
2) Pembesaran uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan

3) Pergerakan janin yang pertama terjadi lebih lambat walaupun kehamilannya sudah

agak lanjut.

4) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut yang seharusnya.

5) Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau biasa pula dengan

hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia

gravidarum atau perdarahan ante partum.

b. Setelah bayi lahir

1) Bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine, tanda-tanda bayi inilah adalah

tengkorak kepala keras, gerakan bayi terbatas, verniks kaseosa sedikit atau tidak

ada, kulit tipis, kering, berlipat-lipat, mudah diangkat.

2) Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu, tanda-tanda : verniks

casoesa ada, jaringan lemak bawah kulit sedikit, tulang tengkorak lunak dan

mudah bergerak, muka seperti boneka, abdomen buncit, tali pusat segar dan tebal,

menangis lemah dan kulit tipis, merah dan transfaran.

3) Bayi prematur kurang sempurna, pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, karena

itu sangat peka terhadap gangguan pernapasan, infeksi, trauma kelahiran,

hipotermi dan sebagainya (Mochtar R, 1998, hal.448-450).

3. Cara Menilai Bayi Berat Lahir Rendah

Menurut Dubowitz tafsiran maturitas neonatal ditetapkan melalui penilaian 11

tanda fisik luar dan 10 tanda neurologik. Selain Dubowitz, dikenal juga penilaian menurut

Ballard yang menilai maturitas neonatal berdasarkan 7 tanda kematangan fisik dan 6 tanda

kematangan neuromuskuler.

a. Penilaian menurut Dubowitz.


1) Karakteristik fisik eksternal dinilai, kemudian diberi nilai sesuai dengan panduan,

lalu nilai yang diperoleh dijumlah, hasil penjumlahan ini disebut juga nilai E.

2) Karakteristik neurologis dinilai, kemudian diberi nilai sesuai dengan panduan, lalu

nilai yang diperoleh dijumlah, hasil penjumlahan ini disebut juga nilai N.

3) Nilai jumlah karakteristik eksternal ditambah dengan nilai karakteristik neurologik

( jumlah nilai E + jumlah nilai N), hasil penjumlahan ini disebut angka

perhitungan total.

4) Angka perhitungan total, dimasukkan dalam grafik umur kehamilan bayi menurut

Dubowitz, lalu ditarik garis lurus ke atas sampai pada garis miring yang terdapat

di tengah-tengah grafik, kemudian ditarik garis ke samping kiri ke arah patokan

umur kehamilan dalam minggu, maka angka yang terdapat pada garis

menunjukkan kehamilan bayi waktu dilahirkan. (Surasmi, A, 2003 hal. 343).

Tabel 2. 1. Karakteristik Eksternal Menurut Dubowitz

Tanda Angka penilaian


Eksternal 0 1 2 3 4
Oedema Oedema Tidak Tidak ada
nyata yang terdapat oedema
mengenai oedema yang
tangan dan nyata pada
kaki; tangan dan
Menimbulk kaki;
an lekukan Menimbulkan
(pitting lekukan pada
pada permukaan
permukaan tibia
tibia.
Tekstur kulit Sangat tipis, Tipis dan Licin, Sedikit Tebal dan
seperti agar- licin ketebalan tebal, seperti
agar sedang, pecah- perkamen
ruam atau pecah serta pecah-
pengelupasa menglupas pecah yang
n yang bagian superficial
superficial superficial, atau yang
terutama dalam.
pada
bagian
tangan dan
kaki.
Warna kulit Merah tua Merata merah Merah Pucat,
(pada bayi mudah mudah yang
yang tidak pucat, merah
menangis) warna kulit mudah
tubuh hanya pada
bervariasi telinga,
bibir,
telapak
tangan,
atau
telapak
kaki
Keburaman Banyak Pembuluh Sejumlah Sejumlah Tidak ada
kulit (pada pembuluh darah vena kecil kecil satupun
batang tubuh) vena dan dan pembuluh pembuluh pembuluh
venula percabangann darah besar darah besar darah yang
dapat ya dapat dapat dilihat dapat terlihat.
terlihat dilihat. dengan jelas dilihat
dengan di atas dengan
jelas, abdomen. kurang
terutama di tuas di atas
atas, abdomen
Lanugo (di Tidak Sangat Rambut Sejumlah Paling tidak
atas belakang terdapat banyak, menepis, kecil setengah
tubuh lanugo panjang dan terutama di lanuga dan dari
tebal meliputi atas daerah belakang
seluruh belakang yang tubuh bebas
bagian tubuh gundul dari lanugo
belakang bagian
tubuh bawah
Guratan Tidak Tanda merah Tanda Lekukan Kekukan
telapak kaki terdapat yang tidak merah yang pang dalam yang
guratan jelas yang jelas pada terdapat jelas dan
pada kulit terdapat pada lebih dari pada lebih terdapat
lebih dari setengah dari pada lebih
setengah bagian sepertia dari seperti
bagian depan depan, bagian bagian
lekukan depan depan.
pada kurang
dari telapak
kaki
Pembentukan Putting susu Areola Areola
putting susu berbatas berbintik- berbintik-
jelas, areola bintik, tepi bintik, tep
licin serta tidak timbul, timbul,
datar, garis garis tengah < garis tengah
tengah 0,75 cm 0,75 cm
<0,75 cm
Ukuran Tidak teraba Jaringanpayu Jaringan Jaringan
payudara adanya dara teraba payudara payudara
jaringan pada satu atau teraba pada teraba pada
payudara atau kedua kedua sisi, kedua sisi,
sisi, dengan satu atau satu atau
garis tengah keduanya keduanya
0,5 cm dengan dengan
garis tengah garis
dari 0,5 tengah > 1
sampai 1,0 cm
cm
Bentuk Daun Penekukanan Penkukan Penekukan Daun
telinga telingan ke dalam ke dalam ke dalam telinga kuk
datar dan sebagian tepi secara yang tegas dan tulang
titidak daun telinga parsial, dari rawan
berbentuk, seluruh seluruh mencapai
penekukan bagian atas bagian atas tepi daun
tepi daun daun telinga daun telinga,
telingan ke telinga pembalikan
dalam, kembali
sedikit atau terjadi
tidak ada segera
sama sekali
Kekuatan Daun Daun telinga Tulang Daun Tebal dan
daun telinga telinga lunak, mudah rawan telinga seperti
lunak, dilihat, menuju tepi kukuh dan pecah-
mudah pembalikan daun tegas, pecah yang
dilipat tidak kembali telinga, tulang superficial
ada secara lambat tetapi pada rawan atau yang
pembalikan beberapa mencapai dalam
kembali tempat tepi daun
lunak, telinga,
pembalikan pembalika
kembali n kembali
dengan terjadi
mudah segera
Alat kelamin Tidak satu Paling tidak Tidak ada Tidak ada
laki-laki testis pun satu testis satu tetis satupun
yang berada di brada di pembuluh
terdapat di bagian bawah bagian darah yang
dalam skrotum bawah terlihat
skrotum skrotum
Alat kelamin Labia Labia mayora Labia Paling
perempuan mayora hampir mayora tidak
terpisah menutup labia telah setengah
jauh satu minora menutupi dari
sama lain seluruhnya labia belakang
minora tubuh
secara bebas dab
sempurna lanugo.
(Sumber : Surasmi A, 2003, hal.34-36)

Tabel 2. 2. Bagan Karakteristik Neurologi Menurut Dubowitz

Sumber : Asnining Surasmi, 2003, hal.39)


Tabel 2. 3. Grafik Hubungan Antara Berat Badan Lahir dengan Usia Kehamilan

Sumber : Mochtar R, 1998, hal.451

b. Penilaian dengan menggunakan sistem Ballard.

Ballard menilai maturitas neonatus berdasarkan 7 tanda kematangan fisik dan 6

tanda kematangan neuromuskuler. Penilaian dilakukan dengan cara :

1) Menilai 7 tanda kematangan fisik

2) Menilai 6 tanda kematangan neurologik

3) Hasil penilaian aspek kematangan fisik dan neurologik dijumlah

4) Jumlah nilai kedua aspek kematangan tersebut dicocokkan dengan tabel patokan

tingkat kematangan menurut Ballard. (Surasmi A, 2003, hal.40).


Tabel 2. 4. Ciri Kematangan Fisik menurut Ballard

0 1 2 3 4 5
Kulit Merah Merah muda Permukaan Daerah Seperti Seperti
seperti agar- licin/halus mengelupas pucat retak- kertas kuit, retak-
agar tampak vena dengan/tanp retak, vena retak lebih retak,
transparan a ruam, jarang dalam, mengeru
sedikit vena tidak ada t
vena
Lanugo Tidak ada Banyak Menepis Menghilan Umumnya
g tidak ada
Lipatan Tidak ada Tanda Hanya Lipatan 2/3 Lipatan
plantar merah lipatan mm diseluruh
sangat anterior yang telapak
sedikit melintang
Payudara Hampir Areola Areola Areola Areola
tidak ada datar, tidak seperti titik, lebih jelas, penuh,
ada tonjol tonjolan 1-2 tonjolan 3- tonjolan 5-
mm 4 mm 10 mm
Daun Sedikit Sedikit Bentuknya Bentuknya Tulang
telinga melengkung melengkung lebih baik, sempurna, rawan
datar, , lunak , lunak, lunak, membalik tebal,
tetap lambat mudah seketika telinga
terlipat membalik membalik kaku
Kelamin Skrtum Testis turun, Testis ke Testis
laki-laki kosong, sedikit ruga bawah, bergantung
tidak ada ruganya , ruganya
ruga bagus dalam
Kelamin Kitoris dan Labia Labia Klitoris
perempua labia minora mayora mayora dan labia
n menonjol besar, labia besar, labia minora
minora kecil minora ditutupi
kecil labia
mayora.
(Sumber : Surasmi A, 2003, hal.41)
Tabel 5. Bagan Kematangan Neuromuskular menurut Ballard

(Sumber : Surasmi A, 2003, hal.40)

Tabel 2. 6. Penilaian Tingkat Kematangan

Nilai 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Minggu 26 28 30 32 34 36 38 40 32 34

(Sumber :Varney H, 2001, hal.287)

c. Cara menilai aktivitas neuromuskuler

1) Posture : Dinilai bila bayi dalam posisi terlentang dan tenang

2) Square window-wrist : Tangan bayi di defleksikan diantara ibu jari dan

telunjuk si pemeriksa lalu diukur sudut antara

hypothenar eminence dengan forearm.


3) Arm recoil : lakukan fleksi dengan bawah selama 5 detik,

kemudian lengan tersebut diekstensikan dan dilepas.

Nilai derajat kembalinya ke posisi fleksi.

4) Popliteal angle : Bayi tidur telentang, paha dipegang sedemikian

rupa sehingga terdapat posisi lutut-data (knee-chest

position). Setelah itu dilakukan ekstensi tungkai

bawah, ukurlah sudut di bawah lutut tersebut.

5) Scarf sign : Posisi telentang, peganglah salah satu lengan bayi dan

usahakan tangan tersebut mencapai lehar posterior dari

bahu sisi lainnya. Angkat dan geserlah siku bayi di

atas dadanya dan lihat sampai di mana siku tersebut

dapat digeser. Makin muda bayi makin mudah

menggeser sikunya melewati garis tengah ke sisi lain.

6) Heel to ear : Posisi telentang, gerakkan kaki bayi ke telinga dari sisi

yang sama. Perbaikan jarak yang tidak mencapai

telinga ekstensi lutut. (Wiknjosastro H, 2002, hal.773).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Bayi Berat Lahir Rendah

Faktor yang dapat menyebabkan persalinan preterm (Prematur)

1) Faktor ibu :

a) Gizi saat hamil kurang

b) Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun.

c) Jarak hamil bersalin terlalu dekat.

d) Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok).

e) Faktor pekerja yang terlalu berat.


2) Faktor kehamilan

a) Hamil dengan hidramnion

b) Hamil ganda

c) Perdarahan antepartum

d) Komplikasi hamil : pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini.

3) Faktor janin

4.A.1.1. Cacat bawaan

4.A.1.2. Infeksi dalam kehamilan.

4) Faktor yang masih belum diketahui.

Selain faktor-faktor diatas terjadinya bayi kecil untuk masa kehamilan atau

dismaturitas adalah adanya gangguan transportasi zat-zat makanan kejanin, kelainan

congenital, infeksi, dan keadaan sosial ekonomi ibu yang rendah (manuaba. I.B.G.

1998, hal.326-329).

5. Komplikasi Pada Bayi Berat Lahir Rendah

Pada bayi yang dilahirkan prematur belum mempunyai alat-alat yang tumbuh

dengan sempurna seperti pada bayi matur. Oleh karena itu ia lebih banyak mengalami

kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin kecil usia kehamilan makin kurang

sempurna pertumbuhan organ-organ tubuhnya. Akibatnya semakin mudah terjadi

komplikasi seperti hipotermia, asfiksia, sindroma gangguan pernapasan, hipoglikemia,

hiperbilirubinemia, perdarahan intrakranial, rentang terhadap infeksi dan makin tinggi

angka kematiannya.

Pada umumnya maturitas bayi ini sesuai dengan masa kehamilannya dan sedikit

dipengaruhi oleh gangguan pertumbuhan di dalam rahim. Dengan kata lain organ-organ

dalam tubuhnya sudah bertumbuh dengan baik bila dibandingkan dengan bayi prematur
dengan berat yang sama, sehingga bayi dengan kecil masa kehamilan (KMK) yang tidak

prematur akan lebih mudah hidup diluar kandungan, komplikasi yang sering terjadi

seperti : sindroma aspirasi mekonium, penyakit membran hialin, yang juga mudah terjadi

seperti halnya pada bayi prematur. (Wiknjosastro H, 2002, hal.775-782)

6. Perawatan Bayi Berat Lahir Rendah

Perawatan bayi ini hampir sama dengan bayi normal, akan tetapi harus khusus

diperhatikan pengaturan suhu lingkungan, pemberian minum dan bila perlu pemberian

oksigen. Ini disebabkan belum sempurnanya kerja organ-organ tubuh yang diperlukan

untuk pertumbuhan, perkembangan, dan penyesuaian diri dengan lingkungan hidup diluar

uterus. Biasanya kematian disebabkan oleh gangguan pernapasan, cacat bawaan, trauma

pada sistem saraf pusat atau otak (perdarahan intrakranial, anorexia) dan infeksi.

a. Pengaturan suhu

Bayi berat lahir rendah mudah dan cepat sekali mengalami hipotermia bila

berada di lingkungan yang dingin.

Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang relatif luas

dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan lemak di bawah kulit. Untuk

mencegah hipotermia bayi diletakkan dalam inkubator, suhu inkubator untuk bayi

kurang dari 2000 gram harus 35 0C, dan untuk bayi dengan berat badan antara 2000 -

2500 gram suhunya 34°C supaya ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 370C.

suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C setiap minggu untuk bayi 2000 gram dan secara

berangsur-angsur ia dapat ditempatkan di tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan

27 - 290C. Bayi dalam inkubator harus dalam keadaan telanjang untuk memudahkan

observasi terhadap pernafasan dan warna kulit (biru, kuning). Bila inkubator tidak ada,
pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol hangat di

sekitarnya. (Wiknjosastro H, 2002 hal. 778).

b. Pemberian minum

Pada bayi prematur refleks isap, telan, dan batuk belum sempurna, kapasitas

lambung masih sedikit, daya enzim pencernaan terutama lipase kurang.

Prinsip pemberian minum ialah early feeding, yaitu minum sesudah bayi

berumur 2 jam untuk mencegah turunnya berat badan lebih dari 10 %, hipoglikemia,

dan hiperbilirubinemia.

Pedoman pemberian minum bayi yaitu :

Jumlah cairan yang pertama diberikan 1-5 ml per jam dan jumlahnya dapat ditambahkan

sedikit demi sedikit setiap 12 jam.

Penambahan susu setiap kali minum tidak boleh lebih dari 30 ml sehari atau tidak boleh

lebih dari 5 ml setiap kali pemberian.

Diberi susu buatan yang mengandung lemak yang mudah dicerna bayi. Mengandung 20

kalori per 30 ml atau sekurang-kurangnya bayi mendapat 110 per kg berat badan

perhari.

Bila bayi mengalami serangan sianosis, minuman berikutnya ditunda dan had

berikutnya jumlah minuman tidak ditambah.

Bayi yang lebih kecil dan bayi yang mengalami distres dapat diberi minum

dengan infus teratur ke lambung dengan pompa semprit atau dengan jalan trampilorus

dengan pipa pada jejunum. Pada bayi yang sangat kecil dapat digunakan infus larutan

asam amino, glukosa, elektrolit dan lemak namun tidak boleh digunakan terlalu lama

karena akan berbahaya.

c. Perlindungan terhadap infeksi


Bayi prematur mudah sekali diserang infeksi. Hal ini disebabkan oleh karena

daya tahan tubuh terhadap infeksi masih kurang, sehingga relatif belum sanggup

membentuk anti bodi dan daya fogositosis serta reaksi terhadap peradangan belum

baik. (Wiknjosastro H, 2002, hal.778-780).

7. Prognosis Bayi Berat Lahir Rendah

Prognosis bayi dengan berat badan rendah ini tergantung dari berat ringannya

masalah perinatal, misalnya umur kehamilan (makin muda umur kehamilan / makin

rendah berat makin tinggi angka kematian), asfiksia, sindroma gawat pernapasan,

perdarahan intraventrikuler, displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi,

gangguan metabolic (asidosis, hipoglikemia, hiperbilirubinemia ).

Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua

dan perawatan pada saat kehamilan, persalinan dan postnatal (pengaturan suhu

lingkungan, resusitasi, makanan, pencegahan infeksi, cara mengatasi gangguan

pernapasan, dan asfiksia. Wiknjosastro H, 2002, hal.783).

C. Tinjauan Umum Tentang Afsiksia

1. Pengertian Asfiksia

a. Asfiksia neonatorum (Apnea Neonatorum) adalah keadaan dimana bayi yang baru

dilahirkan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Triana

Ani, 2015)

b. Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini

berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. (Saifudin AB,

2009)
c. Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga

dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk

dalam kehidupan lebih lanjut. (Dwienda R., 2014; Manuaba, 2010)

d. Asfiksia neonatorum merupakan kondisi dimana bayi tidak

dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hidayat A, 2008).

e. Asfiksia neonatorum adalah keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegawatan

janin (fetal distress) intrauteri yang disebabkan oleh banyak hal. (Manuaba, 2007).

2. Etiologi Asfiksia

a. Gangguan sirkulasi darah

b. Gangguan aliran pada tali pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Simpul tali pusat

3) Tekanan pada tali pusat

4) Ketuban telah pecah

5) Kehamilan lewat waktu

c. Pengaruh obat

Karena narkosa saat persalinan.

d. Faktor ibu :

1) Gangguan his (tetania uteri/hipertoni).

2) Penurunan tekanan darah dapat mendadak (perdarahan pada plasenta previa dan

solusio plasenta).

3) Hipertensi pada ibu hamil.

4) Gangguan pertukaran nutrisi / O2 (solusio plasenta).

(Dwienda R. dkk, 2014)


Sedangkan menurut Kemenkes RI (2010), faktor penyebab asfiksia meliputi:

a. Faktor ibu

2) Ibu hamil dengan tekanan darah tinggi, kejang.

3) Perdarahan saat hamil dan persalinan.

4) Infeksi pada ibu hamil atau bersalin.

5) Ibu hamil menderita penyakit berat (malaria, TBC).

6) Persalinan lama.

b. Faktor bayi

1) Bayi dengan kelainan bawaan.

2) Bayi lahir dengan tindakan (misalnya vakum).

3) Bayi kembar, BBLR.

c. Faktor tali pusat

1) Tali pusat keluar sebelum bayi lahir.

2) Lilitan tali pusat.

3) Tali pusat pendek.

4) Simpul tali pusat.

3. Patofisiologi

Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin

intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut:

Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil

nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru

diabsorbsi oleh jaringan paru.

Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah banyak

dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi udara yang
mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan

ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan tekanan akhir ekspirasi

yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah setelah

lahir. Aliran intrakardial dan ekstrakardial mulai beralih arah yang kemudian diikuti

penutupan duktus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan

hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan aliran darah paru yang

inadekuat dan hipoksemia relative. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal

bernafas (Kosim MS, 2008).

4. Klasifikasi

a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)

1) Frekuensi jantung kecil (< 40 kali per menit

2) Tidak ada usaha napas

3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada

4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan

5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu

6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

b. Asfiksia Sedang (nilai apgar 4-6)

1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit

2) Usaha napas lambat

3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik

4) Bayi masih bias bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan

5) Bayi tampak sianosis

6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan


c. Asfiksia Ringan (nilai apgar 7-10)

1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit

2) Bayi tampak sianosis

3) Adanya retraksi sela iga

4) Bayi merintih (grunting)

5) Adanya pernapasan cuping hidung

6) Bayi kurang aktifitas

7) Dari pemeriksaan ronchi, rales, dan wheezing positif.

5. Tanda dan Gejala

a. Bayi lahir tidak menangis

b. Bernafas megap-megap / tersengal-sengal

c. Bayi merintih

d. Bayi lemas

e. Muka bayi kebiruan

(Kemenkes RI, 2010)

6. Diagnosis

Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin, dapat ditetapkan dengan melakukan

pemeriksaan sebagai berikut:

a. Denyut jantung janin

1) DJJ meningkat 160 kali permenit tingkat permulaan

2) Mungkin jumlah sama dengan normal, tetapi tidak teratur

3) Frekuensi denyut menurun < 100 x / menit, apalagi disertai irama yang tidak

teratur.
4) Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi

rangsangan nervus X, sehingga peristaltik usus meningkat dan sfingter ani terbuka.

b. Mekonium dalam air ketuban

Pengeluaran mekonium pada letak kepala menunjukkan gawat janin, karena terjadi

rangsangan nervus X, sehingga peristaltik

usus meningkat dan sfingter ani terbuka. (Manuaba, 2010)

7. Komplikasi

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang

telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan

menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat

terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal

istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan

sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti

mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada

pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan

transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran

CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak

efektif.
d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena

beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. (Amarayah, 2013)

8. Penatalaksanaan

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu diresusitasi,

tindakan harus segera dilakukan.

a. Tahap I (Langkah Awal)

Tahap awal diselesaikan dalam waktu 30 detik. Langkah awal tersebut meliputi:

1) Jaga bayi tetap hangat

2) Atur posisi bayi

3) Isap lendir

4) Keringkan dan rangsang bayi

5) Atur kembali posisi kepala bayi

6) Lakukan evaluasi bayi. (Triana Ani, 2015)

b. Tahap II (Ventilasi)

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah

volume udara ke dalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli

paru bayi agar bisa bernapas spontan dan teratur.

1) Pasang sungkup

Pasang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan hidung.

2) Ventilasi 2 kali

Lakukan peniupan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal tabung-sungkup / pompaan

awal balon-sungkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa

mulai bernapas dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka.


3) Lihat apakah dada bayi mengembang

Saat melakukan tiupan atau remasan perhatikan apakah dada bayi mengembang.

4) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik

a) Lakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau pemompaan dengan balon dan

sungkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi

mulai bernapas spontan

b) Pastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan atau peremasan, setelah 30

detik lakukan penilaian ulang napas.

c) Jika bayi mulai bernapas spontan atau menangis, hentikan ventilasi bertahap

d) Lihat dada apakah ada retraksi dnding dada bawah

e) Hitung frekuensi napas permenit

f) Jika bernapas > 40 per menit dan tidak ada retraksi berat, jangan ventilasi lagi

g) Letakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit dada ibu dan lanjutkan asuhan bayi

baru lahir

h) Pantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan kehangatan

i) Katakan pada ibu bahwa bayinya kemungkinan besar

akan membaik

j) Lakukan asuhan pasca resusitasi

k) Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas, lanjutkan ventilasi.

5) Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang napas

b) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan tekanan 20 cm air)

c) Hentikan ventilasi setiap 30 detik, lakukan penilaian bayi apakah bernapas,

tidak bernapas atau megap-megap.

c. Tahap III (Asuhan Pasca Resusitasi)


1) Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi

a) Tidak dapat menyusu

b) Kejang

c) Mengantuk atau tidak sadar

d) Nafas cepat (> 60 kali permenit)

e) Merintih

f) Retraksi dinding dada bawah

g) Sianosis sentral.

2) Pemantauan dan perawatan tali pusat

a) Memantau perdarahan tali pusat

b) Menjelaskan perawatan tali pusat.

3) Bila nafas bayi dan warna kulit normal, berikan bayi kepada

Ibunya dengan cara:

a) Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit), menyelimuti keduanya

b) Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam pertama

c) Menganjurkan ibu untuk mengusap bayinya dengan kasih sayang.

4) Pencegahan hipotermi

a) Membaringkan bayi dalam ruangan > 250C

b) Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24 jam

c) Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat selimut

d) Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan, buka selimut bayi sebagian-

sebagian.

5) Pemeliharaan pemberian oksigen 1 liter permenit.

6) Pencegahan infeksi
a) Memberikan salep mata antibiotika

b) Memberikan imunisasi Hepatitis-B dipaha kanan 0,5 mL intramuscular, 1 jam

setelah pemberian vit K

c) Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan infeksi bayi.

7) Pemeriksaan fisik

a) Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi

b) Melihat dan meraba kepala bayi

c) Melihat mata bayi

d) Melihat mulut dan bibir bayi

e) Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan dan menghitung jumlah jari

f) Melihat alat kelamin dan menentukan jenis kelamin, adakah kelainan

g) Memastikan adakah lubang anus dan uretra, adakah kelainan

h) Memastikan adakah buang air besar dan buang air kecil

i) Melihat dan meraba tulang punggung bayi.

8) Pencatatan dan pelaporan

9) Asuhan pasca lahir dengan cara melakukan asuhan bayi baru lahir lebih lanjut.

(Triana Ani, 2015)

D. Hubungan BBLR Dengan Kejadian Afiksia

Bayi prematur secara umum bayi lahir dalam keadaan belum matang, dan karena itu

belum dilengkapi dengan kemampuan untuk adaptasi fisiologik di luar uterus sehingga terjadi

asfiksia (Departemen Kesehatan RI, 1996 : 15).

Hipoksia sering ditemukan pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR). Kejadian ini

umumnya telah dimulai sejak janin di kandungan, berupa gawat janin atau terjadinya stres janin

pada waktu proses kelahiran. Akibatnya, bayi mengalami asfiksia (kegagalan bernapas spontan
dan teratur pada menit-menit pertama setelah lahir). Umumnya terjadi akibat belum matangnya

paru-paru, kekurangan bahan surfaktan yang berfungsi mempertahankan mengembangnya

gelembung paru, bayi akan mengalami sesak napas atau Sindroma Gangguan Napas (SGN)

(Kadri, 2008 : 1).

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan

transisi akibat berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah

alveoli fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil, jalan

napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, insufisiensi kalsifikasi tulang toraks, lemah,

kapiler-kapiler paru mudah rusak dan tidak matur. Fungsi kardiovaskuler mengalami penurunan

darah, perlambatan pengisian kapiler dan gawat napas yang berlanjut walaupun telah dilakukan

oksigenasi dan ventilasi (Jensen, 2004 : 891).

Gangguan pernapasan sering menimbulkan penyakit berat pada Bayi Berat Lahir Rendah

(BBLR). Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan, pertumbuhan dan pengembangan paru

yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah

melengkung, sehingga sering terjadi apneu, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernapasan

(Prawirohardjo, 2005 : 776).


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional dengan

rancangan”Case Control Study”yaitu suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk

megetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penelitian yang bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi tetanus toxoid pada calon pengantin

wanita di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia tahun 2012.

Gambar rancangan penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Calon
Faktor risiko
pengantin
+ wanita
yang tidak
Faktor risiko
mendapat
- kan
imunisasi
TT
(kasus) sam popu
Matching - umur
p l
e a
Faktor risiko l s
+ Calon
pengantin i
Faktor risiko wanita
yang
-
mendapat
kan
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
imunisasi
TT
1. Lokasi Penelitian
(kasus)
Penelitian ini telah dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 6 September sampai dengan 6

Oktober 2012.
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pengantin wanita yang berada di

Wilayah Kerja Puskesmas Poasia tahun 2012 sebanyak 106 orang.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili populasi.

Terdapat 2 golongan yaitu sebagai berikut:

2.1. Kasus

Calon pengantin wanita yang tidak diberikan imunisasi tetanus toxoid yang berada

di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun 2012.

2.2. Kontrol

Calon pengantin wanita yang diberikan imunisasi tetanus toxoid yang beradadi

Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Tahun 2012.

D. Tekhnik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel untuk kasus maupun control dilakukan dengan metode

accidental sampling, yaitu suatu teknik penarikan sampel dengan cara memilih sejumlah

responden yang datang atau membutuhkan jasa pelayanan kesehatan yang berada di Wilayah

Kerja Puskesmas Poasia Tahun 2012.

1. Besar Sampel

Penentuan besarnya sampel pada penelitian ini menggunakan rumus besar sampel

untuk penelitian case control studi dengan menduga Odds Ratio (OR) dalam jarak 50 %,

dimana OR = 2 dan proporsi terpapar pada kelompok pembanding P2 = 0,05 dengan

rumus. Rumus besar sampel menurut Lemeshow ( Soekidjo otoatmodjo, 2005).


𝑂𝑅.𝑃2 2(0,5) 1
P1= 𝑂𝑅.𝑃2+(1−𝑃2) = 2.0,5+(1−0,5) = 1,5=0,667

2
⦃𝑧 𝑎 √⦋2𝑃2 .(1−𝑃2 )⦌⦄+ 𝑍1−𝛽 √𝑃1 (1−𝑃1 )+ 𝑃2 (1−𝑃2 )
1−
2
N= (𝑃1 −𝑃2 )2

2
⦃1,96√⦋2𝑃2 .(1−𝑃2 )⦌⦄+ 0,842√0,667(1−0,667)+ 0,5(1−0,5)
N= (0,667−0,5)2

1,31481+0.57861
= = 68,34=68
0,0277

Keterangan:

N = Besar Sampel

P1 = Proporsi pada kelompok kasus

P2 = Proporsi pada kelompok control

α = Tingkat kemaknaan α (0,05)

CI = Interval kepercayaan (95%)

Berdasarkan rumus diatas diperoleh besar sampel yaitu sampel kasus 34 dan

sampel kontrol 34 sehingga total sampel adalah 68 orang.

E. Variable Penelitian, Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Variabel Penelitian

1.1. Variabel Independen : Pendidikan, pengetahuan, sikap dan pekerjaan.

1.2. Variabel Dependen : Imunisasi tetanus toxoid

2. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

2.1. Permberian Imunisasi TT Pada Calon Pengantin Wanita

Pemberian imunisasi yang dimaksud adalah pemberian imunisasi tetanus toxoid

yang diberikan kepada seoarang calon pengantin wanita.

Kriteria objektif

2.1.1. Pemberian Cukup : Bila pemberian imunisasi tetanus diberikan ≥ 1 kali.


2.1.2. Pemberian kurang : Bila pemberian imunisasi tetanus tidak diberikan

2.2. Pendidikan

Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendidikan formal yang

ditamatkan ibu sesuai yang tercatat pada status dalam kartu nikah ibu.

Kriteria Objektif :

2.2.1. Rendah : Bila calon pengantin wanita hanya tamat pendidikan Sekolah

Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP).

2.2.2. Tinggi : Bila calon pengantin wanita hanya tamat pendidikan Sekolah

Menengah Atas (SMA) atau Perguruan tinggi.

2.3. Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal-hal yang diketahui

oleh responden tentang pemberian imunisasi TT seperti pengertian, efektifitas,

keuntungan dan kerugian, Skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttaman.

Dimana untuk pernyataan dijawab benar diberi nilai 1 sedangkan jawaban salah diberi

nilai 0.

Kriteria objektif

2.3.1. Cukup : Jika jawaban responden ≥ 60%

2.3.2. Kurang : Jika jawaban responden ≤ 60%

( Notoatmodjo, 2005 ).

2.4. Sikap

Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap ibu terhadap alat

pemberian imunisasi TT yang akan dilakukan. Misalnya menyebutkan tujuan alat

pemberian imunisasi TT, dapat menentukan pilihannya penggunaannya. Skala


pengukuran yang digunakan adalah skala Likert. Dimana untuk pernyataan yang

dijawab setuju diberi skor 2 sedangkan untuk jawaban tidak setuju diberi skor 1.

Kriteria objektif :

2.4.1. Baik : Jika jawaban respondn ≥ 60%

2.4.2 Kurang : Jika jawaban responden ≤ 60%

( Notoatmodjo, 2005 ).

2.5. Pekerjaan

Status pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu yang

dilakukan, diperbuat dengan hasil kerja yang dilaksanakan untuk mendapatkan nafkah

dan menghasilkan uang.

Kriteria Objektif :

2.5.1. Beresiko : Jika pasien tercatat bekerja atau mempunyai pekerjaan

tetap dan kurang waktu istrahat.

2.5.2. Tidak beresiko : Jika tidak sesuai dengan kriteria di atas.

F. Hipotesis penelitian

1. Hipotesis Null (Ho)

1.1. Pendidikan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

1.2. Pengetahuan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

1.3. Sikap tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

1.4. Pekerjaan tidak berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

2.1. pendidikan berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

2.2. pengetahuan berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

2.3. sikap berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.


2.4. pekerjaan berpengaruh terhadap pemberian imunisasi TT.

G. Jenis Data dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Adapun jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan

data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil kuesioner, sedangkan data sekunder

didapatkan dari data yang ada di puskesmas poasia.

2. Cara Pengumpulan Data

Cara mengumpulkan data yang digunakan adalah dengan menggunakan kuesioner

yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan dengan cara mengedarkan

suatu daftar pertanyaan yang berupa formulir.

Pengumpulan data dengan menggunakan format kuesioner yang telah dibuat sendiri

oleh peneliti dengan memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian, kemudian dimohon

kesediannya untuk menjadi responden.

H. Pengolahan, Analisa dan Penyajian Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan kalkulator dan program

komputerisasi.

2. Analisis

Analisa data penelitian dibedakan atas dua yaitu analisis univariat analisis bivariat.

2.1. Analisis Univariat


Analisa univariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel yang

diteliti. Dengan cara mendeskripsikan tiap- tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian sehinggah akan terlihat gambaran distribusi frekuensi dalam bentuk tabel.

2.2. Analisis bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan

variabel terikat:

Menggunakan uji statistik Chi kuadrat (X2) dengan rumus :

X2 = N(ad – bc)2
(a +b) (c +d) (a+c) (b +d)
Keterangan :

= Nilai Chi-square
2
X

= Nilai Pengamatan pada petak-petak tabel

a,b,c,d kontingensi 2 x 2

N = Jumlah sampel

Kriteria :

Terima HO : Jika X2hit≤ X2tabel atau p value > alfa pada taraf
kepercayaan 95% (α = 0,05).

Terima HO : Jika X2hit>X2tabel atau p value < alfa pada taraf


kepercayaan 95% (α = 0,05).

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dan

variabel terikat. Karena rancangan penelitian adalah studi kasus dan kontrol maka

dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR). Dengan mengetahui besarnya OR, dapat

dietimasi pengaruh dan faktor yang diteliti yaitu jenis kelamin, status pekerjaan,

pendidikan, pengetahuan sikap, dan pekerjaan, dengan perhitungan tabel silang 2 x 2

sebagai berikut.

Tabel 1 tabel 2 x 2 Case Control Study

Faktor Kelompok Study


Total
Resiko Kasus Kontrol

Positif A B A+b

Negative C D C+d

Jumlah A+c B+d A+b+c+d

Keterangan

a : Jumlah kasus dengan resiko positif

b : Jumlah kontrol dengan resiko positif

c : Jumlah kasus dengan resiko negative

d : Jumlah kasus dengan resiko negative


𝑎𝑥𝑑
𝑅𝑢𝑚𝑢𝑠 𝑂𝑅 = bxc

Penelitian

OR > 1= Faktor Resiko

OR < 1= Faktor Protektif

OR = 1 = Bukan Faktor Resiko

Ketentuan OR adalah :

1. Interval kepercayaan atau confidence interval sebesar 95 %.

2. Nilai kemaknaan untuk melihat faktor resiko dengan kasus dengan kasus yang

ditemukan berdasarkan batas- batas limit sebagai berikut:

Nilai batas bawah (lower limit)= OR X e-f

Nilai batas atas (upper limit) = OR X e+f

f 1 1 1 1
= 1,96√ + + +
𝑎 b c d

e= Logaritma Natural = 2,72

dimana :

a. Apabila nilai lower limit dan upper limit mencangkup nilai 1 maka pengaruh yang

ditimbulkan tidak bermakna sehingga Ho diterima dan Ha ditolak.

b. Apabila nilai lower limit tidak mencangkup nilai 1 maka pengaruh yang

ditimbulkan bermakna sehinggah Ho ditolak dan Ha diterima.

3. Penyajian Data

3.1. Editing

Editing atau penyuntingan data dilakukan pada saat penelitian yakni memeriksa

semua lembar observasi yang telah diisi yaitu kelengkapan data, kesinambunga data,

dan memeriksa keseragaman data.


3.2. Koding

Koding atau pengkodean pada lembar observasi, pada tahap ini kegiatan yang

dilakukan ialah mengisi daftar kode yang disediakan pada lembar observasi, sesuai

dengan hasil pengamatan yang dilakukan.

3.3. Skoring

Setelah melakukan pengkodean maka dilanjutkan dengan tahap pemberian skor

pada lembar observasi dalam bentuk angka-angka.

3.4. Tabulasi

Setelah selesai pembuatan kode selanjutnya dilakukan pengolahan data kedalam

satu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki yang mana sesuai dengan tujuan

penelitian ini. Tabel Yang digunakan yaitu berupa tabel sederhana atau tabel silang.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mendapat izin dari Pimpinan Puskesmas Poasia

untuk melakukan penelitian, khususnya pada calon pengantin wanita yang berada di Wilatah

Kerja Puskesmas Poasia. Setelah mendapat izin, barulah melakukan penelitian dengan

menekankan masalah etika yang meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informed Cosent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penelitian dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut

diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus

menghormati hak pasien, tidak akan memaksa dan menghormatinya.

2. Tanpa nama (Anomity)


Masalah etika kebidanan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam

penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu

yang akan dilaporkan pada hasil riset.

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DENGAN

KEJADIAN ASFIKSIA DI RSUD KAB. KONAWE


OLEH

IMAWATI

YAYASAN PENDIDIKN KONAWE

AKADEMI KEBIDANAN

2017

You might also like