Professional Documents
Culture Documents
Appendisitis Akut
Oleh
dr. Endah Khairun Nisa
Konsulen
dr. Fahrul Rozi, SpB
Pendamping
dr. Suciati Lestari
dr. Yenny Dwi Kalisna
2. Riwayat Pengobatan : -
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis appendisitis akut
2. Tata laksana pasien appendisitis akut
b. Pemeriksaan sistemik
Kulit : Teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis.
Kepala : Bentuk normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, ɸ 3 mm /
3 mm, refleks cahaya +/+ Normal.
Leher : JVP 5 – 2 cmH2O, KGB tidak membesar
Thoraks :
Jantung I : iktus tak terlihat
P: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P: sonor
c. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hb : 11,6 gr/dl
Leukosit : 17.400 /mm3
Trombosit : 374.000/mm3
Ht : 36,8%
Pendidikan :
Kepada keluarga pasiendijelaskan mengenai penyakit yang diderita pasien mengarah
kepada infeksi kelenjer apendic ( kelenjer usus buntu), yang dapat diakibatkan oleh beberapa
penyebab. Bahwa keadaan pasien saat ini membutuhkan penanganan yang lebih lanjut yang
berhubungan dengan spesialisasi bidang bedah. Dan jika tidak dilakukan konsultasi atau
penanganan lebih lanjut dapat menyebabkan keadaan yang lebih buruk.
Konsultasi :
Dilakukan konsultasi kepada spesialis bedah untuk penangan pasien selanjutnya.
APPENDISITIS AKUT
Definisi
Appendisitis akut merupakan peradangan pada appendiks verniformis yang diawali oleh
proses obstruksi penyumbatan lumen appendiks oleh mucus, fecalith, atau benda asing yang
Epidemiologi
Appendisitis merupakan keadaan bedah akut abdomen yang paling sering. Kira-kira 1-
2% seluruh operasi adalah appendictomi atau 1 dari setiap 15 orang berkemungkinan mendapat
appendicitis selama hidupnya. Insidennya jarang pada bayi, meninggi pada masa anak-anak,
tertinggi pada usia 10-30 tahun, dan jumlah yang sebanding pada kedua jenis kelamin.
Appendicitis muncul pada 7% dari populasi Amerika Serikat dengan insiden 1,1 : 1000
orang setiap tahunnya. Insiden appendicitis lebih rendah pada masyarakat yang memiliki
kebiasaan mengkonsumsi serat dalam jumlah yang banyak. Serat dalam makanan dapat
memperbaiki tekstur fisik, meurunkan waktu transit pada usus besar, dan menghalangi
pembentukan fecalith yang merupakan predisposisi bagi seseorang untuk mengalami obstruksi
Anatomi Appendiks
berpangkal dari sekum. Lumennya sempit pada bagian proksimal dan lebar di bagian distal,
sedangkan pada bayi kebalikannya, hal ini mempengaruhi insiden appendisitis pada usia
tersebut. Pada kasus appendisitis, appendiks dapat terletak intraperitoneal atau retroperitoneal.
Appendiks disarafi oleh saraf parasimpatis (berasal dari cabang nervus vagus) dan simpatis
(berasal dari nervus thorakalis X). Hal ini mengakibatkan nyeri pada appendisitis berawal dari
sekitar umbilikus.
Fisiologi
(Gut Associated Lymphoid Tissue), yaitu IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai
perlindungan terhadap infeksi, tapi jumlah IgA yang dihasilkan oleh appendiks sangat sedikit
bila dibandingkan dengan jumlah IgA yang dihasilkan oleh organ saluran cerna yang lain. Jadi
pengangkatan appendiks tidak akan mempengaruhi sistem imun tubuh, khususnya saluran cerna.
Etiologi Appendisitis
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetus appendisitis akut. Sumbatan pada lumen
appendiks merupakan faktor penyebab dari appendisitis akut, di samping hiperplasia jaringan
limfoid, fecalith, tumor appendiks, dan cacing ascaris juga dapat menyebabkan sumbatan.
Patofisiologi
lama makin banyak dan menekan dinding appendiks menjadi edema, dan merangsang tunika
serosa dan peritoneum visceral. Oleh karena persarafan appendiks dari torakal X maka
rangsangan sakit terasa di sekitar umbilicus. Mucus yang tertumpuk lalu terinfeksi bakteri dan
menjadi nanah dan kemudian timbul gangguan aliran vena, peradangan meluas mengenai
peritoneum parietal setempat sehingga menimbulkan rasa sakit pada perut kanan bawah.
appendiks dalam waktu 24 – 48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh berupa membatasi reaksi
peradangan dengan cara menutupi appendiks dengan omentum, usus halus atau dengan adneksa.
Jika berlanjut akan terbentuk abses dan berakhir dengan perforasi, jika tidak appendiks akan
tenang dan terbentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan sekitar karena
appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, hal ini suatu saat akan menjadi
eksaserbasi akut.
Diagnosis
Gejala klasik dari appendisitis adalah nyeri samar-samar dan tumpul, merupakan nyeri
visceral di daerah sekitar umbilikus, yang sering diikuti dengan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Beberapa jam berikutnya nyeri akan berpindah ke perut kanan bawah di titik Mc
Burney, di sini nyeri akan lebih jelas dirasakan dan merupakan nyeri somatik. Demam mungkin
tidak ditemukan pada awal serangan namun setelah 6 jam akan terjadi peningkatan suhu.
Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tanda-tanda nyeri tekan, nyeri lepas, defans
muskuler, Rovsing sign, dan Blumberg sign yang menandakan perangsangan peritoneum. Letak
appendiks pada appendisitis sangat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Pada appendiks letak
retrosekal maka uji Psoas akan positif dan tanda perangsangan peritoneum tidak begitu jelas,
sedangkan bila appendiks terletak di rongga pelvis maka Obturator sign akan positif dan tanda
perut apakah suatu appendicitis akut atau bukan adalah sistem scoring. Denga sistem ini
diberikan nilai kuantitatif dari gejala dan tanda nyeri perut. Salah satu sistem skor yang bias
Rebound tenderness :1
Migratory pain :1
Anorexia :1
Nausea/vomiting :1
Leukocytosis :2
Total skor : 10
Hasil laboratorium yang mendukung adalah leukositosis pada kejadian akut dan kasus
dengan komplikasi. Pada kasus yang kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
Rectal toucher sangat penting dilakukan untuk mengetahui situasi rongga pelvis dan
penting dalam membuat diagnosis appendisitis akut terutama untuk menyingkirkan kelainan lain
dalam rongga panggul kecuali pada anak-anak karena dapat menambah trauma. Kadang–kadang
ditemukan kelainan kecuali appendiks posisi pelvis, dan terasa nyeri jam 9-11.
Penatalaksanaan
Tindakan yang paling tepat pada appendisitis adalah appendectomy yang dilakukan
1. Sebelum operasi
a. Observasi dalam 8-12 jam setelah timbul keluhan, tanda dan gejala appendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien dipuasakan
2. Operasi apendiktomi
3. Pasca operasi : observasi tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan internal, syok,
hipertermia atau gangguan napas. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan.
DAFTAR PUSTAKA
4. Hamami AH, PieterJ. Usus halus, Apendiks, Kolon dan anorektum. Dalam: Buku Ajar Ilmu
5. Snell RS. anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran ( clinical anatomy for medical