Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
1. A. Kajian Teori
2. 1. Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah bayi dan plasenta lahir,
mencakup enam minggu sampai delapan minggu berikutnya yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan seperti kondisi sebelum hamil (Mochtar, 1998). Masa nifas merupakan
masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Marmi, 2011).
Pelayanan masa nifas harus diberikan secara menyeluruh karena periode ini merupakan
periode transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya karena rentan terjadi komplikasi apabila
tidak mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, petugas kesehatan khususnya bidan setelah
menolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam setelah melahirkan
(Hadijono S dalam Saifuddin, 2009).
1) Ambulasi
Umumnya ibu sangat lelah setelah bersalin terlebih jika mengalami persalinan yang
cukup lama, untuk itu ibu harus beristirahat, tidur telentang selama delapan jam pasca persalinan.
Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat
atau kelima sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada
komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka. (Anggraini Y, 2010).
2) Diet
Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. (Mochtar, 1998)
3) Eliminasi
Ibu diharapkan dapat BAB sekitar tiga sampai empat hari postpartum. Apabila
mengalami kesulitan BAB atau obstipasi, lakukan diet teratur, cukup cairan, konsumsi makanan
berserat, olahraga, berikan obat rangsangan per oral atau per rektal atau lakukan klisma bilamana
perlu. (Marmi, 2011)
Menurut Mochtar tahun 1998 , masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :
1) Puerperium dini
Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium intermedial
Suatu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam
sampai delapan minggu.
3) Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu
apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.
Pada masa nifas terjadi perubahan baik perubahan fisiologi maupun psikologi. Pada
perubahan fisiologi dikenal istilah trias nifas, yaitu tiga komponen penting yang biasanya
diamati selama masa nifas, yaitu :
Involusi uterus adalah pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses Involusi uterus adalah sebagai
berikut :
a) Iskemia miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus stelah pengeluaran
plasenta menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat pelepasan
plasenta.
c) Autolysis
Autolysis merupakan proses pengancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine
dan dibantu oleh enzim proteolitik yang akan memendekkan jaringan otot.
d) Efek oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.
Menurut Varney, 2001, indikator involusi uterus adaalah penurunan tinggi fundus uteri
dan pengeluaran lokia.
Tabel 1.
2) Proses Lokia
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan .
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa atau alkalis
yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Selama dua jam pertama setelah bayi lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut,
aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang. (Maryunani, 2011).
Tabel 2
Lebih sedikit
darah dan lbih
Kekuningan atau banyak serum,
Serosa 7-14 hari
kecoklatan juga terdiri dari
leukosit dan
robekan plasenta
Mengandung
leukosit, selaput
lendir serviks dan
Alba >14 hari Putih
serabut jaringan
mati. (Marmi,
2011)
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca persalinan menunjukkan perdarahan
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya perdarahan
ulang setelah hari kesepuluh pascapartum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat
plasenta yang mulai memulih, namun setelah tiga sampai empat minggu, perdarahan mungkin
disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen yang
dihubungkan dengan pengeluaran cairan (Bobak, 2005).
3) Proses Laktasi
a) Pengertian laktasi
Menurut Marmi tahun 2011, laktasi mempunyai dua pengertian, yaitu : produksi dan
pengeluaran Air Susu Ibu (ASI). Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun
dengan lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan
terhadap prolaktin dan estrogen. Oleh karena itu, air susu ibu segera keluar. Biasanya,
pengeluaran air susu dimulai pada hari kedua atau ketiga setelah kelahiran . Setelah persalinan ,
segera susu-kan bayi karena akan memacu lepasnya prolaktin dari hipofise sehingga pengeluaran
air susu bertambah lancar. Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi,
yaitu refleks prolaktin, refleks aliran (let down reflex), reflex menangkap (rooting reflex), reflex
mengisap (sucking reflex), reflex menelan (swallowing reflex) sebagai berikut :
Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada putting susu terangsang.
Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu dilanjutkan
ke bagian depan kelenjar hipofise yang memacu pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah.
Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar memproduksi air susu. Jadi, semakin
sering bayi menyusu, semakin banyak prolaktin yang dilepas oleh hipofise, sehingga semakin
banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar.
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar sampai bagian belakang
kelenjar hipofise yang akan melepaskan hormon oksitosin masuk ke dalam darah. Oksitosin akan
memacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkontraksi sehingga memeras air
susu dari alveoli, duktuli, dan sinus menuju putting susu. Keluarnya air susu karena kontraksi
otot polos tersebut disebut refleks aliran. Dengan seringnya menyusui, penciutan rahim akan
semakin cepat dan makin baik.
Jika disentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Jika bibirnya dirangsang atau
disentuh, bayi akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan
tersebut dikenal dengan istilah refleks menangkap.
Refleks mengisap pada bayi akan timbul jika putting merangsang langit-langit (palatum)
dalam mulutnya. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus tertangkap oleh mulut bayi.
Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah,
serta langit-langit sehingga air susu diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi.
Pada saat bayi menyusu, akan terjadi peregangan putting susu dan areola untuk mengisi
rongga mulut. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus ikut ke dalam mulut. Lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari sinus laktiferus yang berada di bawah areola.
(1) Kolostrum
Kolostrum merupakan ekskresi cairan dengan viskositas kental, lengket dan berwarna
kekuningan pada hari pertama sampai hari keempat postpartum. Kolostrum mengandung tinggi
protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada
ASI matur.
ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari keempat
sampai hari kesepuluh. Selama dua minggu, volume ASI bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa
meningkat.
ASI matur disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, tampak berwarna putih,
kandungannya relatif konstan. Air susu yang mengalir pertama kali disebut foremilk. Foremilk
lebih encer dan mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi laktosa, gula, protein, mineral
dan air. Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindmilk, kaya akan lemak dan nutrisi.
1. 2. Senam nifas
Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari
sampai hari kesepuluh, dimana senam ini dilakukan pada saat sang ibu benar-benar pulih.
(Maryunani dkk, 2011). Organ-organ fisik yang mengalami perubahan selama kehamilan antara
lain rahim, mulut rahim, vagina, dan otot-otot dasar panggul maupun otot-otot perut. Adanya
perubahan fisik yang terjadi pada proses persalinan diharapkan dapat kembali seperti semula
dalam waktu beberapa minggu ditunjang dengan tindakan senam nifas.
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara teratur setiap
hari. Kendala yang sering ditemui adalah tidak sedikit ibu yang setelah melakukan persalinan
takut untuk melakukan mobilisasi karena takut merasa sakit atau menambah pendarahan.
Anggapan ini tidak tepat karena enam jam setelah persalinan normal, ibu sudah dianjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini. Tujuan mobilisasi ini agar terutama peredarahan darah ibu dapat
berjalan baik, membantu memulihkan kembali kekuatan otot-otot dasar panggul,
mengencangkan otot dinding perut dan perineum, dan mencegah komplikasi. Selanjutnya ibu
dapat melakukan senam nifas. Dengan melakukan senam nifas tepat waktu dan dilakukan secara
bertahap hari demi hari, maka hasil yang didapat pun bisa maksimal. (Marmi, 2011)
2. Memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan,
memperbaiki tonus otot pelvis, memperbaiki regangan otot abdomen atau perut setelah
hamil, memperbaiki regangan otot tungkai bawah, dan meningkatkan kesadaran untuk
melakukan relaksasi otot-otot dasar panggul.
3. Dengan melakukan senam nifas, kondisi umum menjadi lebih baik, contohnya :
kemungkinan terkena infeksi pun kecil karena sirkulasi darahnya bagus.
4. Menumbuhkan atau memperbaiki nafsu makan hingga asupan makannya bisa mencukupi
kebutuhannya. Dengan melakukan senam nifas, ibu tak terlihat lesu ataupun emosional.
Menurut Sulistyawati, 2009 teknik atau gerakan senam nifas dilakukan dari hari pertama
sampai hari kesepuluh masa nifas, sebagai berikut :
1. 1. Hari pertama
Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan kedua kaki lurus. Tarik napas dalam
(pernapasan perut) melalui hidung sambil merelaksasikan otot perut. Keluarkan napas pelan
sambil mengontraksikan otot perut. Tahan napas hingga hitungan kelima detik untuk relaksasi.
Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.
1. 2. Hari kedua
Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan kedua kaki lurus. Kedua tangan ditarik lurus ke
atas sampai kedua tangan bertemu lalu turunkan tangan sampai kedua tangan bertemu. Ulangi
gerakan sebanyak 8 kali.
1. 3. Hari ketiga
Posisi tidur telentang. Kedua tangan berada di samping badan. Kedua kaki ditekuk
membentuk sudut 450, bokong diangkat ke atas, kembali ke posisi semula. Ulangi gerakan
sebanyak 8 kali.
1. Hari keempat
Posisi tidur telentang kaki ditekuk 450, tangan kanan di atas perut, kepala ditekuk sampai
dagu menyentuh dada. Kerutkan anus sekuat mungkin. Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.
1. 5. Hari kelima
Posisi telentang, kaki ditekuk, gerakkan tangan kanan ke arah kaki kiri, kepala ditekuk
sampai dagu menyentuh dada. Lakukan gerakkan tersebut secara bergantian.
1. 6. Hari keenam
Posisi tidur terlentang, kaki lurus, dan kedua tangan di samping badan, kemudian lutut
ditekuk ke arah perut 90 derajat secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan. Jangan
menghentak ketika menurunkan kaki, lakukan perlahan namun bertenaga. Ulangi gerakan
sebanyak 8 (delapan) kali.
1. Hari ketujuh
Posisi tidur telentang, kedua kaki lurus. Kedua kaki diangkat dalam keadaan lurus.
Turunkan kaki secara perlahan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.
1. 8. Hari kedelapan
Posisi nungging, napas melalui pernapasan perut. Kerutkan anus, tahan lima sampai
sepuluh hitungan, kemudian lepaskan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.
1. 9. Hari kesembilan
Posisi tidur telentang, kedua tangan di samping badan. Kedua kaki diangkat 900, lalu
turunkan perlahan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.
Posisi tidur telentang, kedua tangan ditekuk di belakang kepala. Bangun sampai posisi
duduk dengan kedua tangan tetap di belakang kepala lalu tidur kembali. Ulangi gerakan
sebanyak 8 (delapan) kali.
1. B. Landasan Teori
2. 1. Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai segera setelah kelahiran bayi dan
plasenta, mencakup enam sampai delapan minggu berikutnya yang diperlukan oleh alat
kandungan seperti sebelum hamil. Penyebab utama komplikasi yang terjadi pada masa nifas 24
jam pertama postpartum adalah perdarahan. Oleh karena itu, pelayanan masa nifas harus
diberikan secara menyeluruh agar mencegah berbagai komplikasi yang mungkin terjadi.
Pada masa nifas terjadi perubahan fisiologi yang dikenal dengan Trias Nifas. Ada tiga hal
pokok yang dikaji, yaitu :
1. Proses involusi uterus
Involusi uterus adalah proses kembalinya uterus seperti kondisi sebelum hamil. Proses
involusi uterus dimulai dari kontraksi dan retraksi otot-otot miometrium yang mengakibatkan
serat otot atrofi dilanjutkan dengan proses autolisis yang dibantu oleh enzim proteolitik untuk
memendekkan jaringan otot. Dengan efek oksitosin terjadi kontraksi dan retraksi yang akan
menekan pembuluh darah sehingga suplai darah ke uterus berkurang. Umumnya, pada hari
kesepuluh postpartum tinggi fundus uteri mulai tidak teraba, namun jika masih dapat teraba
maka telah terjadi ganggguan proses involusi yang dikenal dengan subinvolusi.
1. Proses Lokia
Proses involusi berhubungan dengan pengeluaran lokia. Lokia adalah ekskresi cairan
uterus akibat lapisan decidua yang mati dan nekrotik. Pengeluaran lokia dapat dibedakan
berdasarkan waktu dan warnanya, dimulai dari lokia rubra sampai lokia alba. Lokia rubra yang
menetap pada awal masa nifas menunjukkan perdarahan akibat sisa plasenta atau membran yang
tertinggal. Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, sehingga sangat
mengganggu proses involusi.
1. Proses Laktasi
Pada proses laktasi, dikenal dua poses penting, yaitu proses produksi (prolaktin) dan
proses pengeluaran (okstitosin). Kedua proses ini berawal ketika setelah persalinan terjadi
penurunan hormon estrogen dan progesteron sehingga tidak ada yang menghambat produksi
hormon prolaktin sehingga prolaktin tetap tinggi. Segera susu-kan bayi, sehingga isapan bayi
akan merangsang kelenjar hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin yang
berperan dalam membantu kontraksi uterus sehingga mencegah perdarahan.
1. 2. Senam Nifas
Komplikasi yang muncul pada masa nifas seperti subinvolusi merupakan masalah besar
jika tidak mendapat perhatian yang serius dari awal. Salah satu kebutuhan ibu nifas yaitu
ambulasi, ibu nifas dapat melaksanakan senam kegel yang dilanjutkan dengan senam nifas untuk
mencegah komplikasi yang muncul pada masa ini.
Senam nifas adalah senam yang dilakukan untuk memperbaiki kembali organ-organ yang
mengalami perubahan selama kehamilan. Senam ini sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama
postpartum. Tujuan dari mobilisasi dini adalah untuk melancarkan sirkulasi, proses involusi,
laktasi, dan mencegah komplikasi. Ada banyak manfaat yang dihasilkan dari senam nifas ini, jika
dilakukan secara teratur maka hasil yang diperoleh pun bisa maksimal. Gerakan dalam senam
nifas ini bertahap, dilakukan sampai hari kesepuluh postpartum untuk membantu pemulihan
kembali kondisi ibu.
1. C. Kerangka Konsep
Ibu nifas dua jam sampai hari kesepuluh postpartum yang rutin melaksanakan senam nifas.
1. Involusi uterus.
2. Pengeluaran lokia
3. Manajemen laktasi
Keterangan :
1. D. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian studi kasus ini, yaitu : Bagaimanakah gambaran
perkembangan tinggi fundus uteri, pengeluaran lokia, serta perkembangan laktasi pada ibu nifas
yang rutin melaksanakan senam nifas ?
BAB III
METODE PENELITIAN
1. A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode deskriptif yang
bertujuan untuk memaparkan proses atau menjelaskan perkembangan kejadian terhadap
rangkaian suatu peristiwa. Studi kasus ini akan memaparkan kondisi nifas pada ibu yang rutin
melaksanakan senam nifas.
1. B. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005). Penelitian
ini mengambarkan mengenai kondisi nifas pada ibu yang rutin melaksanakan senam nifas.
1. C. Pendekatan Subjek
Pada penelitian studi kasus ini menggunakan pendekatan prospektif dimana peneliti
mengetahui langsung proses perjalanan atau pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan
sesuai dengan standar asuhan kebidanan masa nifas.
1. D. Subjek Penelitian
Adapun kriteria yang dipenuhi untuk menjadi subjek penelitian antara lain: ibu bersalin
normal tanpa komplikasi. Ibu nifas yang melaksanakan senam nifas secara teratur. Ibu nifas yang
berjumlah lima orang yaitu ibu “AB”, “NA”, “YK”, “AL”, “IM”, dan diamati mulai dua jam
postpartum sampai hari kesepuluh postpartum serta bersedia menjadi subjek penelitian dengan
menandatangani inform consent. Peneliti telah mendapat ijin dari Puskesmas II Banjar untuk
menjadikan ibu- ibu nifas ini menjadi subjek penelitian karena mereka bertempat tinggal di
wilayah kerja Puskesmas II Banjar. Dalam penulisan studi kasus ini, peneliti mengamati kondisi
nifas pada ibu-ibu tersebut yang rutin melaksanakan senam nifas sehingga penulis mengunakan
multi subjek dengan kasus tunggal.
1. E. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian studi kasus ini akan dilakukan pada bulan Januari sampai Maret di wilayah
kerja Puskesmas II Banjar, tepatnya di Bidan Praktik Mandiri (BPM) dan dilanjutkan kunjungan
ke rumah ibu-ibu nifas, yaitu :
Dalam penelitian studi kasus ini, metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
yaitu:
1. Wawancara
Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung pada pasien dan keluarga. Bertujuan
untuk memperoleh data identitas pasien, keluhan pasien, dan perkembangan laktasi, serta
pengeluaran lokia.
2. Observasi
Dengan melakukan pengamatan pada keadaan umum ibu, keadaan lokia, kondisi jahitan
perineum (jika ada), pengeluaran ASI, serta pelaksanaan senam nifas.
3. Pemeriksaan klinik
Dengan melakukan pemeriksaan keadaan umum Ibu, tanda vital, pemeriksaan tinggi
fundus uteri (TFU).
4. Uji laboratorium
Dilakukan untuk pemeriksaan penunjang guna deteksi dini komplikasi yang mungkin
dialami Ibu, yaitu pemeriksaan Hb.
G. Instrumen Pengumpulan Data
2. Alat-alat ukur untuk pemeriksaan bayi baru lahir: stetoskop, termometer, pita ukur.
3. Alat-alat tulis seperti: pulpen, kertas, pensil, penggaris, dan lain- lain.
H. Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yaitu memaparkan secara
deskriptif perkembangan kondisi nifas ibu yang rutin melaksanakan senam nifas
https://akasawulan.wordpress.com/2013/05/20/bab-iitinjauan-pustakaa-kajian-teori1-masa-
nifaspengertian-masa/
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerperium dimulai sejak 2
jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Puerperium
adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan (Jannah, 2011; h. 13).
11
2
perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama setelah persalinan (standar
14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas (standar 15). Apabila merujuk pada
kompetensi 5 (standar kompetensi bidan), maka prinsip asuhan kebidanan pada masa nifas dan
menyusui harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat. Jika dijabarkan
lebih luas sasaran asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis.
b. Identifikasi dari penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis.
c. Mendorong agar dilaksanakannya metode yang sehat tentang pemberian makanan anak dan
bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%
kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Rukiyah dkk, 2011; h. 3).
Tujuan yang diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila tejadi komplikasipada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,KB, cara dan
c. Remote Peurperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu
persalinan memiliki komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan,
tahunan.
untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi antara lain sebagai
berikut :
Kunjungan I : Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan
KUNJUNGA
WAKTU ASUHAN
N
I 6-8 jam post partuma. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
pendarahan
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai
bagaimana cara pencegahan pendarahan
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi
yang baru lahir
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hypothermi
II 6 hari post partuma. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi,tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
III 2 minggu post a. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
partum uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makan,cairan
dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
IV 6 minggu post a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
partum yang ia alami
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini,
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya
yang dialami oleh ibu dan bayi.
(Sumber: Sulistyawati, 2009; hal .6).
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu
dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk
pertumbuhan massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal
tergantung pada hyperplasia, penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran
sel – sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormone – hormone ini
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan.
b) Atrofi jaringan
Jaringan yang berprolifersi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami
atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
c) Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang
dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Kontraksi uterus yang
meningkat setelah bayi keluar, ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta
sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus menjadi nekrosis dan lepas
c. Afterpains
Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin ibu mengalami kram/mulas pada abdomen
yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram sewaktu periode menstruasi, keadaan ini
disebut afterpains, yang ditimbulkan karena kontraksi uterus pada waktu mendorong gumpalan
d. Tempat Plasenta
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi tempat atau situs
plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati). Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa
cairan, suatu campuran antara darah dan yang dinamakan lochea yang menyebabkan pelepasan
membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada wanita
normal. Lochea memiliki bau yang amis/anyir dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat
organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochea
memiliki bau yang amis/anyir meskipun tidak telalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea
dapat dibagi menjadi lochea rubra, sanguelenta, serosa, alba (Maryunani, 2009; h. 10-11).
f. Perubahan Ligamentum
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
saat melahirkan, kembali ke sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan
antara lain : ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi
retrofleksi, ligamen fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. Perubahan
bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah
diubah dari struktur yang jelas – jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup
bulan menjadi isthmus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantar korpus diatas dan os
iinterna serviks dibawah. Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai
dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks
tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin
2) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah
beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali
luas ukurannya secara perlahan – lahan mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran nulipara
implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada
pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009; h. 56).
‘diastasis rekti abdomeminis’, yang normalnya adalah kurang dari 20 cm dan lebar 2 cm.
Sementara itu, dilihat pada dinding abdomen, abdomen tampak menonjol keluar pada hari
pertama sesudah melahirkan. Dua mnggu pertama melahirkan, dinding abdomen relaksasi,
kurang lebih 6 minggu keadaan abdomen kembali seperti sebelum hamil (Rukiyah dkk, 2011; h.
63).
5) Payudara (mamae)
Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:
a. Produksi susu
1) Sekresi susu atau let down
Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara dapat dirasakan. Pembuluh
darah menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel –
sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks
saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormone oksitosin. Oksitosin
menjadi ASI yang matur kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir (Sulistyawati, 2009; h. 12).
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae malalui duktus sinus laktiferus. Isapan
merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hipofisi anterior. Oksitosin memasuki drah dan
menyebabkan kontraksi sel-sel khusus yang mengelilingi alveolus dan duktus laktiferus.
Kontraksi ini mendorong ASI keluar dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju sinus
laktiferus dimana ia akan tersimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI dalam sinus tertekan keluar
kemulut bayi. Gerakan ASI dari sinus dinamakan let down atau pelepasan. Pada akhir let down
dapat dipicu tanpa rangsangan isapan, pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menagis
atau sekedar memikirkan bayinya. “pelepasan” penting sekali bagi pemberian ASI yang baik.
Tanpa “pelepasan” bayi dapat mengisap terus-menerus, tetapi hanya memperoleh dari sebagian
ASI yang tersedia dan tersimpan. Bila “pelepasan” gagal terjadi berulang kali dan payudara
berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pelepasan, reflek ini akan berhenti berpungsi dan
2) Pengeluaran ASI
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang
ibu pada anaknya yang baru dilahirkannya. Komposisi berubah sesuai dengan kebutuhan bayi
pada setiap saat, yaitu kolostrum pada hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI
peralihan sampai 3-4 minggu, selanjutnya ASI matur (Prawirohardjo, 2010; h. 376).
3) ASI Ekslusif
ASI ekslusif (menururt WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa
tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.
Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan
pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun negara.
Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12 bulan mengatakan
bahwa ASI ekslusif dapat menurunkan risiko kematian akibat infeksi saluran nafas akut dan
diare. WHO dan UNICEF merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif
kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air besar
kembali normal,dapat diatasi dengan diet tinggi serat,peningkatan asupan cairan saat ambulasi
awal. Bila ini tidak berhasil dalm 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung,biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24
jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan
edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi
kurang sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine
pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem
muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah
melahirkan, untuk membantu mencegah kompllikasi dan mempercepat involusi uteri (Rukiyah
untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain :
a. Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C). Sebagai akibat kerja keras saat
melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan biasa
lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada akan
menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan
akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya pre-
Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan akan mengikutinya kecuali ada
Caesaria kehilangan darah bisa dua kali lipat. Apabila pada persalinan pervaginam
haemokonsentrasi akan naik dan pada Seksio sesarea haemokonsentrasi cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4-6 minggu. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat
besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma
darah tidak begitu mengandung cairan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan
darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini
8. Perubahan Perubahan Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor
pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga
meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan
kehilangan volume plasma daripada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel
darah pada waktu kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin pada
hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan (Rukiyah dkk, 2011; h. 70-71).
Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas sementara ia menyesuaikan
diri menjadi seorang ibu. Sangat penting bagi bidan untuk memantau perkembangan penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan
khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuian yang normal
setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat
untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat bayinya. Selain itu
perasaannya mudah tersinggung dan komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu
memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase leting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10
hari setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan
untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini (Sunarsih dkk, 2011; h. 65-66).
mobilisasi yang dapat dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap diawali dengan miring
kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.
4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran
sisa metabolisme
Biasanya 2-3 hari post partum masih susah BAB maka sebaiknya diberikan laksan atau paraffin
(1-2 hari post partum), atau pada hari ke-3 diberi laksa supositoria dan minum air hangat. Berikut
1) Diet teratur
2) Pemberian cairan yang banyak
3) Ambulasi yang baik
4) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan suposotria
4. Kebersihan Diri/Perineum
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan sabun dan air. Pastikan
bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan kepada ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali buang air besar atau buang air kecil.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain
dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau
disetrika.
d. Sarankan ibu untuk cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan
daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
5. Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk
dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah
berhenti dan ibu tidak merasa nyeri, aman untuk memulai, melakukan hubungan suami istri
tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada
7. Perawatan Payudara
a. Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting lemas, tidak
c. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan payudara sampai
d. Untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel (Sunarsih dkk, 2011; h. 29).
Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat
prolakti (hormon plasenta) yang menhambat pembentukan asi. Stelah plasenta lepas,hormon
plasenta itu tidak dihasilkan lagi,sehinga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah
8. Keluarga berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali.
b. Biasanya ibu post partum tidak menghasilkan telur (ovum) sebelum mendapatkan haidnya
selamaa meneteki, oleh karena itu Amenore Laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali
meliputi :
1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya
2) Kelebihan dan keuntungan
3) Efek samping
4) Kekurangannya
5) Bagaimana memakai metode itu
6) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca persalinan yang menyusui.
7) Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2
minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan dan untuk
melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Rukiyah dkk, 2011; h. 80)
infeksi puerpuralis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan, biasanya dari
Infeksi nifas merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Infeksi yang mungkin terjadi adalah
infeksi saluran kemih, infeksi pada genetalia, infeksi payudara (mastitis, abses), dan infeksi
luka menjadi marah dan bengkak, jahitan mudah lepas, serta luka yang terbuka menjadi ulkus
mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah yang keluar
dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi servik sering juga terjadi, tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka servik
yang dalam dan meluas dapat langsung kedasar ligamentum latum sehingga menyebabkan
b. Tromboflebilitis
Penyebaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari
tromboflebitis femoralis.
1) Tromboflebitis pelvis. Tromboflebitis pelvisyang sering meradang adalah vena ovarika karna
magna atau peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat
parametritis.
3) Peritonitis. Infeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar keperitonium hinga
hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam
yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering.
f. Payudara bengkak
1. penyebab
b. Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa ASI
terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak
ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. Statis pada pembuluh darah
dan limfe akan mengakibatkan meningkanya tekanan intrakaudal, yang akan mempengaruhi
segmen pada payudaranya, sehingga takanan pada payudara meningkat. Akibatnya, payudara
sering terasa penuh, tegang serta nyeri. Kemudian diikuti oleh penurunan produksi ASI dan
penurunan let down. Penggunaan Bra yang ketat juga bisa menyebabkan segmental
engorgement, demikian pula puting yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus
(Saleha, 2009; h. 96-105).
Bedakan antara payudara penuh karna berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada payudara
penuh terasa berat pada payudara,bengkak panas dan keras bila diperiksa ASI keluar dan tidak
ada demam. pada payudara bengkak; payudara udema, sakit, puting kencang, kulit mengkilat
walau tidak merah, dan bila diperiksa dan dihisap ASI tidak keluar. Badan biasa demam setelah
bertambahnya aliran darah kepayudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah
payudara lebih menonjol, puting lebih datar dan sulit dihisap oleh bayi, kulit pada payudara
nampak lebih megkilap, ibu merasa demam dan payudara terasa nyeri. Oleh karna itu, sebelum
disusuka pada bayi, ASI harus diperas dengan tangan atau pompa terlebih dahulu agar payudara
Biasanya dilakukan selang-seling dengan kompres hangat untuk melancarkan pembuluh darah.
c) Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena untuk mempelancarkan
demand”. Bayi harus sesering mungkin disusui. Apabila terlalu tegang, atau bayi tidak dapat
menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun. Untuk merangsang
ASI.
b) Posisi menyusui yang diubah-ubah.
c) Mengenakan bra yang menyangga, bukan yang menekan.
h. Bendungan ASI
1. Pengertian dari bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai
paktor dari hifotalamus yang menghalangi keluarnya prolaktin waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis.
Hormone ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mamma terisi dengan air susu, tetapi
untuk mengeluarkan dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang
mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut.pada permulaan nifas apabila
bayi belum mampu menyusui dengan baik, atau kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak
ASI pada ibu yang memproduksi ASI-nya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai
menyusui, dan payudara dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara, sisa ASI
sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI)
c) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam menyusui dapat
mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusui.
Akibat ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d) Puting susu terbenam (putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu karna
bayi tidak dapat menghisap putting dan aerola, bayi tidak mau menyusui dan akibatkan
menyusui karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk
mendatar sehinga bayi sulit untuk menyusui, mengeluarkan susu kadang terhalang oleh duktuli
laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras, panas, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan,
dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karna
kemungkinan penyebaran.
Pertama lakukan dengan cara insfeksi (periksa pandangan), hal ini harus dilakukan pertama
dengan tangan disamaping dan sesudah itu dengan tangan keatas, selagi pasien duduk. Kita akan
lihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atua ganas
dibawah kulit. Perlu diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat menjadi merah, misalnya oleh
mastitis karsinoma. Edema kulit harus diperhatikan pada tumor yang terletak tidak jauh dibawah
kulit. Kita akan melihat jelas edema kulit seperti gambaran kulit jeruk (peaud’orange)pada
kanker payudara. Kemudian lakukan palpasi (periksa raba), ibu harus tidur dan diperiksa secara
sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus kebagian lateral. Palpasi ini
harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila belakang, dan dari
subklavikular kearah paling distal. Setelah palpasi payudara selesai, dimulai dengan palpasi
aksila dan supraklavikular. Untuk pemeriksaan aksila orang sakit harus duduk, tangan aksilla
yang akan diperiksa dipegang oleh pemeriksa, dan dokter pemeriksa mengadakan palpaso aksilla
dengan tangan yang kontralateral dari tangan sipenderita. Misalnya kalau aksilla kiri orang sakit
bengkak; susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa dijadwal, keluarkan sedikit ASI
sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa
apabila produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan,
untuk menguragi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk
secara bergantian kiri dan kanan, untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting
susu berikan kompres sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan divena dan pembuluh
getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari putting kearan korpus
Karna itu jauh sebelumnya harus memakai BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang
sifatnya menyokong payudara dari bawah sunpension bukan menekan dari depan.
Bagi ibu yang menyusui, dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan tangan dan
pompa, jika ibu menyusui dan bayi mampu meneteki lebih sering pada kedua payudara tiap kali
meneteki, berikan penyuluhan cara meneteki yang baik, mengurangi nyeri sebelum meneteki,
berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki atau mandi air hangat, pijat punggung dan
leher memeras susu secara manual sebelum meneteki dan basahi putting susu agar bayi mudah
menetek, mengurangi nyeri setelah menetek, gunakan bebat atau kutang, kompres dingin pada
dada untuk mengurangi bengkak, terapi parastamol 500mg per oral, evaluasi 3 hari.
Bagi ibu yang tidak menyusui : berikan bebat dan kutang ketat, kompres dingin pada dada untuk
menguragi bengkak dan nyeri, hindari pijat dan kompres hangat, berikan parastamol 500mg per
hangat.mengurut atau mengusap ringan payudaranya ibu duduk bersandar kedepan, dan lengan
diatas meja dan meletakkan kepalanya dilenganya.payudara tergantung lepas tanpa baju.
penolong mengosoki kedua sisi tulang belakang dengan menggunai kepalan tinju kedua tangan
dan ibu jari menghadap keatas /kedepan. menekan dengan kuat membentuk gerakan lingkaran
kecil dengan kedua ibu jari .mengosok kearah bawah dikedua sisi tulang belakang dari leher
menyiapkan cangkir bersih lalu lakukan massas dengan menggunakan telapak tangan dari
pangkal melalui aerola dan menekan kedaerah aerola dengan ibu jari sekitar aerola bagian atas da
jari telunjuk pada posisi aerola yang lain. peras aerola dengan ibu jari dan jari telunjuk jangan
memijat atau menekan puting susu karna akan menyebabkan rasa sakit dan lecet (Sunarsih dkk,
2011; h. L-50).
i. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara
1. Penyebab
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis.
2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan adekuat,
j. Abses payudara
a. Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi
dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluanya peradangan dalam payudara tersebut.
b. Gejala
1) Ibu tanpak lebih parah sakitnya.
2) Payudara lebih merah dan mengkilat.
3) Benjolan lebih lunak karna berisi nanah sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah
tersebut.
c. Penatalaksanaan
1) Teknik menyusui yang benar.
2) Kompres air hangat dan dingin.
3) Terus menyusui pada mastitis.
4) Susukan dari yang sehat.
5) Senam laktasi.
6) Rujuk.
7) Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotik bila abses bertambah. Bila terjadi abses, menyusui
sandaran kekursi.
2) Meletakkan kaki ibu diatas kursi kecil.
3) Meletakkan bantal diatas pangkuan ibu.
4) Cara duduk ibu terlihat membentuk sudut 90
5) Sebelum menyusui, keluarkan ASI sedikit, oleskan pada puting susu dan aerola disekitarnya
tahan bokong bayi dengan telapak tangan. Usahakan perut bayi menempel pada badan ibu
dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
8) Lengan bayi yang lebih dekat dengan ibu diusahakan melingkari tubuh ibu agar tidak
mulut bayi dengan putting. Setelah bayi membuka mulut yang paling lebar, segera dekatkan
putting kemulut.
10) Masukan payudara kemulut bayi dengan memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari lain
Jika bayi hanya menghisap bagian putting kelenjar-kelenjar susu tidak akan mengalami tekanan.
12) Mengunakan jari untuk menekat payudara dan menjauhkan hidung bayi agar bernapas tidak
tergangu.
13) Jika bayi berhenti menyusui, tetapi tertahan dipayudara jangan menarik dengan kuat karna akan
menimbulkan luka. pertama-tama hentikan isapan bayi dengan menekan payudara atau
meletakkan jari anda pada ujung mulut bayi agar ada udara yang masuk.
14) Selama menyusui tataplah bayi dengan penuh kasih sayang.
15) Jangan khawatir jika bayi belum trampil menghisap karna baik ibu maupun bayi masih belajar.
Menyendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus pada bahu dan perlahan
punggung bayi diusap sampai bersendawa. bila bayi tidur baring miring bayi kanan atau
tengkurap, udara akan keluar dengan sendirinya (Sunarsi dkk, 2011; h. L-51)