You are on page 1of 41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. A. Kajian Teori

2. 1. Masa Nifas

1. Pengertian Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah bayi dan plasenta lahir,
mencakup enam minggu sampai delapan minggu berikutnya yang diperlukan untuk pulihnya
kembali alat kandungan seperti kondisi sebelum hamil (Mochtar, 1998). Masa nifas merupakan
masa selama persalinan dan segera setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan tidak hamil yang normal (Marmi, 2011).

Pelayanan masa nifas harus diberikan secara menyeluruh karena periode ini merupakan
periode transisi kritis bagi ibu, bayi, dan keluarganya karena rentan terjadi komplikasi apabila
tidak mendapatkan perhatian khusus. Oleh karena itu, petugas kesehatan khususnya bidan setelah
menolong persalinan harus tetap waspada sekurang-kurangnya 1 jam setelah melahirkan
(Hadijono S dalam Saifuddin, 2009).

1. Kebutuhan ibu nifas

Kebutuhan ibu pada masa nifas adalah sebagai berikut :

1) Ambulasi

Umumnya ibu sangat lelah setelah bersalin terlebih jika mengalami persalinan yang
cukup lama, untuk itu ibu harus beristirahat, tidur telentang selama delapan jam pasca persalinan.
Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli. Pada hari kedua diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat
atau kelima sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada
komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka. (Anggraini Y, 2010).

2) Diet

Makanan harus bermutu, bergizi, dan cukup kalori. Sebaiknya makan makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran, dan buah-buahan. (Mochtar, 1998)

3) Eliminasi

a) Buang Air Kecil (BAK)


Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi normal bila dapat BAK
spontan setiap tiga sampai empat jam. Kesulitan BAK dapat disebabkan karena sfingter uretra
tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulo sfingter ani selama persalinan, atau
dikarenakan oedema kandung kemih selama persalinan. Lakukan kateterisasi apabila kandung
kemih penuh dan sulit berkemih.

b) Buang Air Besar (BAB)

Ibu diharapkan dapat BAB sekitar tiga sampai empat hari postpartum. Apabila
mengalami kesulitan BAB atau obstipasi, lakukan diet teratur, cukup cairan, konsumsi makanan
berserat, olahraga, berikan obat rangsangan per oral atau per rektal atau lakukan klisma bilamana
perlu. (Marmi, 2011)

1. Tahapan Masa Nifas

Menurut Mochtar tahun 1998 , masa nifas terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu :

1) Puerperium dini

Suatu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan.

2) Puerperium intermedial

Suatu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ reproduksi selama kurang lebih enam
sampai delapan minggu.

3) Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu
apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, atau tahunan.

1. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Pada masa nifas terjadi perubahan baik perubahan fisiologi maupun psikologi. Pada
perubahan fisiologi dikenal istilah trias nifas, yaitu tiga komponen penting yang biasanya
diamati selama masa nifas, yaitu :

1) Proses involusi Uterus

Involusi uterus adalah pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali
ke kondisi sebelum hamil dengan bobot hanya 60 gram. Proses Involusi uterus adalah sebagai
berikut :

a) Iskemia miometrium
Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus stelah pengeluaran
plasenta menyebabkan serat otot atrofi.

b) Atrofi jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon estrogen saat pelepasan
plasenta.

c) Autolysis

Autolysis merupakan proses pengancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine
dan dibantu oleh enzim proteolitik yang akan memendekkan jaringan otot.

d) Efek oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga menekan
pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus.

Menurut Varney, 2001, indikator involusi uterus adaalah penurunan tinggi fundus uteri
dan pengeluaran lokia.

Tabel 1.

Tinggi Fundus Uteri Menurut Masa Involusi

No. Involusi Tinggi Fundus Uteri

24 jam dan hari pertama


1. Setinggi pusat
postpartum

2. Hari kedua postpartum Dua jari dibawah pusat

3. Hari ketiga postpartum Tiga jari dibawah pusat

4. Hari keempat postpartum Empat jari dibawah pusat

5. Hari kelima postpartum Setengah pusat symfisis


6. Hari keenam postpartum Empat jari diatas symfisis

7. Hari ketujuh postpartum Tiga jari diatas symfisis

8. Hari kedelapan postpartum Dua jari diatas symfisis

9. Hari kesembilan postpartum Satu jari diatas symfisis

10. Hari kesepuluh postpartum Tidak teraba

2) Proses Lokia

Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan .
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa atau alkalis
yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Selama dua jam pertama setelah bayi lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut,
aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang. (Maryunani, 2011).

Tabel 2

Pengeluaran Lokia Dapat Dibagi Berdasarkan Waktu Dan Warnanya

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel


decidua, verniks
caseosa, rambut
lanugo, sisa
mekoneum dan
sisa darah.

Putih bercampur Sisa darah


Sanguilenta 3-7 hari
merah bercampur lendir

Lebih sedikit
darah dan lbih
Kekuningan atau banyak serum,
Serosa 7-14 hari
kecoklatan juga terdiri dari
leukosit dan
robekan plasenta

Mengandung
leukosit, selaput
lendir serviks dan
Alba >14 hari Putih
serabut jaringan
mati. (Marmi,
2011)

Sumber : Maryunani, Asuhan Kebidanan Masa Nifas, 2010

Lokia rubra yang menetap pada awal periode pasca persalinan menunjukkan perdarahan
berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya perdarahan
ulang setelah hari kesepuluh pascapartum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat
plasenta yang mulai memulih, namun setelah tiga sampai empat minggu, perdarahan mungkin
disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau nyeri tekan pada abdomen yang
dihubungkan dengan pengeluaran cairan (Bobak, 2005).

3) Proses Laktasi

a) Pengertian laktasi

Menurut Marmi tahun 2011, laktasi mempunyai dua pengertian, yaitu : produksi dan
pengeluaran Air Susu Ibu (ASI). Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun
dengan lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi sehingga tidak ada lagi hambatan
terhadap prolaktin dan estrogen. Oleh karena itu, air susu ibu segera keluar. Biasanya,
pengeluaran air susu dimulai pada hari kedua atau ketiga setelah kelahiran . Setelah persalinan ,
segera susu-kan bayi karena akan memacu lepasnya prolaktin dari hipofise sehingga pengeluaran
air susu bertambah lancar. Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi,
yaitu refleks prolaktin, refleks aliran (let down reflex), reflex menangkap (rooting reflex), reflex
mengisap (sucking reflex), reflex menelan (swallowing reflex) sebagai berikut :

(1). Refleks prolaktin

Sewaktu bayi menyusu, ujung syaraf peraba yang terdapat pada putting susu terangsang.
Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu dilanjutkan
ke bagian depan kelenjar hipofise yang memacu pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah.

Melalui sirkulasi, prolaktin memacu sel kelenjar memproduksi air susu. Jadi, semakin
sering bayi menyusu, semakin banyak prolaktin yang dilepas oleh hipofise, sehingga semakin
banyak air susu yang diproduksi oleh sel kelenjar.

(2). Refleks aliran

Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar sampai bagian belakang
kelenjar hipofise yang akan melepaskan hormon oksitosin masuk ke dalam darah. Oksitosin akan
memacu otot-otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktuli berkontraksi sehingga memeras air
susu dari alveoli, duktuli, dan sinus menuju putting susu. Keluarnya air susu karena kontraksi
otot polos tersebut disebut refleks aliran. Dengan seringnya menyusui, penciutan rahim akan
semakin cepat dan makin baik.

(3). Refleks menangkap (rooting reflex)

Jika disentuh pipinya, bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Jika bibirnya dirangsang atau
disentuh, bayi akan membuka mulut dan berusaha mencari putting untuk menyusu. Keadaan
tersebut dikenal dengan istilah refleks menangkap.

(4). Refleks mengisap (sucking reflex)

Refleks mengisap pada bayi akan timbul jika putting merangsang langit-langit (palatum)
dalam mulutnya. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus tertangkap oleh mulut bayi.
Dengan demikian, sinus laktiferus yang berada di bawah areola akan tertekan oleh gusi, lidah,
serta langit-langit sehingga air susu diperas secara sempurna ke dalam mulut bayi.

(5). Refleks menelan (swallowing reflex)

Pada saat bayi menyusu, akan terjadi peregangan putting susu dan areola untuk mengisi
rongga mulut. Oleh karena itu, sebagian besar areola harus ikut ke dalam mulut. Lidah bayi akan
menekan ASI keluar dari sinus laktiferus yang berada di bawah areola.

b) Perkembangan Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) dibedakan dalam tiga stadium, yaitu :

(1) Kolostrum
Kolostrum merupakan ekskresi cairan dengan viskositas kental, lengket dan berwarna
kekuningan pada hari pertama sampai hari keempat postpartum. Kolostrum mengandung tinggi
protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada
ASI matur.

(2) ASI Transisi atau Peralihan

ASI yang keluar setelah kolostrum sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari keempat
sampai hari kesepuluh. Selama dua minggu, volume ASI bertambah banyak dan berubah warna
serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa
meningkat.

(3) ASI Matur

ASI matur disekresi pada hari kesepuluh dan seterusnya, tampak berwarna putih,
kandungannya relatif konstan. Air susu yang mengalir pertama kali disebut foremilk. Foremilk
lebih encer dan mempunyai kandungan rendah lemak dan tinggi laktosa, gula, protein, mineral
dan air. Selanjutnya, air susu berubah menjadi hindmilk, kaya akan lemak dan nutrisi.

1. 2. Senam nifas

2. Pengertian Senam Nifas

Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari
sampai hari kesepuluh, dimana senam ini dilakukan pada saat sang ibu benar-benar pulih.
(Maryunani dkk, 2011). Organ-organ fisik yang mengalami perubahan selama kehamilan antara
lain rahim, mulut rahim, vagina, dan otot-otot dasar panggul maupun otot-otot perut. Adanya
perubahan fisik yang terjadi pada proses persalinan diharapkan dapat kembali seperti semula
dalam waktu beberapa minggu ditunjang dengan tindakan senam nifas.

Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara teratur setiap
hari. Kendala yang sering ditemui adalah tidak sedikit ibu yang setelah melakukan persalinan
takut untuk melakukan mobilisasi karena takut merasa sakit atau menambah pendarahan.
Anggapan ini tidak tepat karena enam jam setelah persalinan normal, ibu sudah dianjurkan untuk
melakukan mobilisasi dini. Tujuan mobilisasi ini agar terutama peredarahan darah ibu dapat
berjalan baik, membantu memulihkan kembali kekuatan otot-otot dasar panggul,
mengencangkan otot dinding perut dan perineum, dan mencegah komplikasi. Selanjutnya ibu
dapat melakukan senam nifas. Dengan melakukan senam nifas tepat waktu dan dilakukan secara
bertahap hari demi hari, maka hasil yang didapat pun bisa maksimal. (Marmi, 2011)

1. Manfaat Senam Nifas

Ada beberapa manfaat senam nifas, antara lain : (Anggraini Y, 2010)


1. Mengencangkan otot perut, liang senggama, otot-otot sekitar vagina maupun otot-otot
dasar panggul, disamping melancarkan sirkulasi darah.

2. Memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh setelah hamil dan melahirkan,
memperbaiki tonus otot pelvis, memperbaiki regangan otot abdomen atau perut setelah
hamil, memperbaiki regangan otot tungkai bawah, dan meningkatkan kesadaran untuk
melakukan relaksasi otot-otot dasar panggul.

3. Dengan melakukan senam nifas, kondisi umum menjadi lebih baik, contohnya :
kemungkinan terkena infeksi pun kecil karena sirkulasi darahnya bagus.

4. Menumbuhkan atau memperbaiki nafsu makan hingga asupan makannya bisa mencukupi
kebutuhannya. Dengan melakukan senam nifas, ibu tak terlihat lesu ataupun emosional.

5. c. Cara Melakukan Senam Nifas

Menurut Sulistyawati, 2009 teknik atau gerakan senam nifas dilakukan dari hari pertama
sampai hari kesepuluh masa nifas, sebagai berikut :

1. 1. Hari pertama

Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan kedua kaki lurus. Tarik napas dalam
(pernapasan perut) melalui hidung sambil merelaksasikan otot perut. Keluarkan napas pelan
sambil mengontraksikan otot perut. Tahan napas hingga hitungan kelima detik untuk relaksasi.
Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

1. 2. Hari kedua

Posisi tidur telentang tanpa bantal dengan kedua kaki lurus. Kedua tangan ditarik lurus ke
atas sampai kedua tangan bertemu lalu turunkan tangan sampai kedua tangan bertemu. Ulangi
gerakan sebanyak 8 kali.

1. 3. Hari ketiga

Posisi tidur telentang. Kedua tangan berada di samping badan. Kedua kaki ditekuk
membentuk sudut 450, bokong diangkat ke atas, kembali ke posisi semula. Ulangi gerakan
sebanyak 8 kali.

1. Hari keempat

Posisi tidur telentang kaki ditekuk 450, tangan kanan di atas perut, kepala ditekuk sampai
dagu menyentuh dada. Kerutkan anus sekuat mungkin. Ulangi gerakan sebanyak 8 kali.

1. 5. Hari kelima
Posisi telentang, kaki ditekuk, gerakkan tangan kanan ke arah kaki kiri, kepala ditekuk
sampai dagu menyentuh dada. Lakukan gerakkan tersebut secara bergantian.

1. 6. Hari keenam

Posisi tidur terlentang, kaki lurus, dan kedua tangan di samping badan, kemudian lutut
ditekuk ke arah perut 90 derajat secara bergantian antara kaki kiri dan kaki kanan. Jangan
menghentak ketika menurunkan kaki, lakukan perlahan namun bertenaga. Ulangi gerakan
sebanyak 8 (delapan) kali.

1. Hari ketujuh

Posisi tidur telentang, kedua kaki lurus. Kedua kaki diangkat dalam keadaan lurus.
Turunkan kaki secara perlahan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

1. 8. Hari kedelapan

Posisi nungging, napas melalui pernapasan perut. Kerutkan anus, tahan lima sampai
sepuluh hitungan, kemudian lepaskan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

1. 9. Hari kesembilan

Posisi tidur telentang, kedua tangan di samping badan. Kedua kaki diangkat 900, lalu
turunkan perlahan. Ulangi gerakan sebanyak 8 (delapan) kali.

10. Hari kesepuluh

Posisi tidur telentang, kedua tangan ditekuk di belakang kepala. Bangun sampai posisi
duduk dengan kedua tangan tetap di belakang kepala lalu tidur kembali. Ulangi gerakan
sebanyak 8 (delapan) kali.

1. B. Landasan Teori

2. 1. Masa Nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai segera setelah kelahiran bayi dan
plasenta, mencakup enam sampai delapan minggu berikutnya yang diperlukan oleh alat
kandungan seperti sebelum hamil. Penyebab utama komplikasi yang terjadi pada masa nifas 24
jam pertama postpartum adalah perdarahan. Oleh karena itu, pelayanan masa nifas harus
diberikan secara menyeluruh agar mencegah berbagai komplikasi yang mungkin terjadi.

Pada masa nifas terjadi perubahan fisiologi yang dikenal dengan Trias Nifas. Ada tiga hal
pokok yang dikaji, yaitu :
1. Proses involusi uterus

Involusi uterus adalah proses kembalinya uterus seperti kondisi sebelum hamil. Proses
involusi uterus dimulai dari kontraksi dan retraksi otot-otot miometrium yang mengakibatkan
serat otot atrofi dilanjutkan dengan proses autolisis yang dibantu oleh enzim proteolitik untuk
memendekkan jaringan otot. Dengan efek oksitosin terjadi kontraksi dan retraksi yang akan
menekan pembuluh darah sehingga suplai darah ke uterus berkurang. Umumnya, pada hari
kesepuluh postpartum tinggi fundus uteri mulai tidak teraba, namun jika masih dapat teraba
maka telah terjadi ganggguan proses involusi yang dikenal dengan subinvolusi.

1. Proses Lokia

Proses involusi berhubungan dengan pengeluaran lokia. Lokia adalah ekskresi cairan
uterus akibat lapisan decidua yang mati dan nekrotik. Pengeluaran lokia dapat dibedakan
berdasarkan waktu dan warnanya, dimulai dari lokia rubra sampai lokia alba. Lokia rubra yang
menetap pada awal masa nifas menunjukkan perdarahan akibat sisa plasenta atau membran yang
tertinggal. Lokia serosa atau alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, sehingga sangat
mengganggu proses involusi.

1. Proses Laktasi

Pada proses laktasi, dikenal dua poses penting, yaitu proses produksi (prolaktin) dan
proses pengeluaran (okstitosin). Kedua proses ini berawal ketika setelah persalinan terjadi
penurunan hormon estrogen dan progesteron sehingga tidak ada yang menghambat produksi
hormon prolaktin sehingga prolaktin tetap tinggi. Segera susu-kan bayi, sehingga isapan bayi
akan merangsang kelenjar hipofise posterior untuk mengeluarkan hormon oksitosin yang
berperan dalam membantu kontraksi uterus sehingga mencegah perdarahan.

1. 2. Senam Nifas

Komplikasi yang muncul pada masa nifas seperti subinvolusi merupakan masalah besar
jika tidak mendapat perhatian yang serius dari awal. Salah satu kebutuhan ibu nifas yaitu
ambulasi, ibu nifas dapat melaksanakan senam kegel yang dilanjutkan dengan senam nifas untuk
mencegah komplikasi yang muncul pada masa ini.

Senam nifas adalah senam yang dilakukan untuk memperbaiki kembali organ-organ yang
mengalami perubahan selama kehamilan. Senam ini sebaiknya dilakukan dalam 24 jam pertama
postpartum. Tujuan dari mobilisasi dini adalah untuk melancarkan sirkulasi, proses involusi,
laktasi, dan mencegah komplikasi. Ada banyak manfaat yang dihasilkan dari senam nifas ini, jika
dilakukan secara teratur maka hasil yang diperoleh pun bisa maksimal. Gerakan dalam senam
nifas ini bertahap, dilakukan sampai hari kesepuluh postpartum untuk membantu pemulihan
kembali kondisi ibu.
1. C. Kerangka Konsep

Ibu nifas dua jam sampai hari kesepuluh postpartum yang rutin melaksanakan senam nifas.

Perkembangan masa nifas, meliputi :

1. Involusi uterus.

2. Pengeluaran lokia

3. Manajemen laktasi

Masa nifas, meliputi: involusi, lokia, dan laktasi berlangsung normal.

Keterangan :

= variabel yang diamati

1. D. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan penelitian studi kasus ini, yaitu : Bagaimanakah gambaran
perkembangan tinggi fundus uteri, pengeluaran lokia, serta perkembangan laktasi pada ibu nifas
yang rutin melaksanakan senam nifas ?

BAB III

METODE PENELITIAN

1. A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus dengan metode deskriptif yang
bertujuan untuk memaparkan proses atau menjelaskan perkembangan kejadian terhadap
rangkaian suatu peristiwa. Studi kasus ini akan memaparkan kondisi nifas pada ibu yang rutin
melaksanakan senam nifas.

1. B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu studi kasus dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005). Penelitian
ini mengambarkan mengenai kondisi nifas pada ibu yang rutin melaksanakan senam nifas.

1. C. Pendekatan Subjek

Pada penelitian studi kasus ini menggunakan pendekatan prospektif dimana peneliti
mengetahui langsung proses perjalanan atau pelaksanaan asuhan kebidanan yang diberikan
sesuai dengan standar asuhan kebidanan masa nifas.

1. D. Subjek Penelitian

Adapun kriteria yang dipenuhi untuk menjadi subjek penelitian antara lain: ibu bersalin
normal tanpa komplikasi. Ibu nifas yang melaksanakan senam nifas secara teratur. Ibu nifas yang
berjumlah lima orang yaitu ibu “AB”, “NA”, “YK”, “AL”, “IM”, dan diamati mulai dua jam
postpartum sampai hari kesepuluh postpartum serta bersedia menjadi subjek penelitian dengan
menandatangani inform consent. Peneliti telah mendapat ijin dari Puskesmas II Banjar untuk
menjadikan ibu- ibu nifas ini menjadi subjek penelitian karena mereka bertempat tinggal di
wilayah kerja Puskesmas II Banjar. Dalam penulisan studi kasus ini, peneliti mengamati kondisi
nifas pada ibu-ibu tersebut yang rutin melaksanakan senam nifas sehingga penulis mengunakan
multi subjek dengan kasus tunggal.
1. E. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian studi kasus ini akan dilakukan pada bulan Januari sampai Maret di wilayah
kerja Puskesmas II Banjar, tepatnya di Bidan Praktik Mandiri (BPM) dan dilanjutkan kunjungan
ke rumah ibu-ibu nifas, yaitu :

1. Rumah ibu “AB” yang bertempat di jalan Gunung Rinjani no. 11

2. Rumah ibu “NA” yang bertempat di jalan Cempaka putih no.20

3. Rumah ibu “YK” yang bertempat di jalan Padma no.3

4. Rumah ibu “AL” yang bertempat di jalan Sriayu no.15

5. Rumah ibu “IM” yang bertempat di jalan Teuku Umar no. 10

1. F. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian studi kasus ini, metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan data
yaitu:

1. Wawancara

Dilakukan dengan mengajukan pertanyaan langsung pada pasien dan keluarga. Bertujuan
untuk memperoleh data identitas pasien, keluhan pasien, dan perkembangan laktasi, serta
pengeluaran lokia.

2. Observasi

Dengan melakukan pengamatan pada keadaan umum ibu, keadaan lokia, kondisi jahitan
perineum (jika ada), pengeluaran ASI, serta pelaksanaan senam nifas.

3. Pemeriksaan klinik

Dengan melakukan pemeriksaan keadaan umum Ibu, tanda vital, pemeriksaan tinggi
fundus uteri (TFU).

4. Uji laboratorium

Dilakukan untuk pemeriksaan penunjang guna deteksi dini komplikasi yang mungkin
dialami Ibu, yaitu pemeriksaan Hb.
G. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah pedoman wawancara mendalam,


pedoman observasi, dan alat – alat medis seperti:

1. Alat-alat medis untuk pemeriksaan tanda vital: spigmomanometer, stetoskop,


thermometer.

2. Alat-alat ukur untuk pemeriksaan bayi baru lahir: stetoskop, termometer, pita ukur.

3. Alat-alat tulis seperti: pulpen, kertas, pensil, penggaris, dan lain- lain.

H. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif yaitu memaparkan secara
deskriptif perkembangan kondisi nifas ibu yang rutin melaksanakan senam nifas

https://akasawulan.wordpress.com/2013/05/20/bab-iitinjauan-pustakaa-kajian-teori1-masa-
nifaspengertian-masa/
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Tinjauan Teori Medis


A. Masa nifas
1. Pengertian Masa Nifas
a. Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa Nifas atau puerperium dimulai sejak 2

jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu. Puerperium

adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali

seperti prahamil (Sunarsih dkk, 2011; h. 1).


b. Masa nifas atau purpurium dimulai sejak 1 jam setelah lahir plasenta sampai dengan 6 minggu

(42hari) (Prawirohardjo, 2010; h. 356).


c. Masa nifas disebut juga masa postpartum atau purperium, adalah masa setelah persalinan, masa,

perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi seperti

sebelum hamil yang lamanya 6 minggu atau 40 hari pasca persalinan (Jannah, 2011; h. 13).

11
2

2. Prinsip dan Sasaran Asuhan Masa Nifas


Berdasarkan standar pelayanan kebidanan, standar pelayanan untuk ibu snifas meliputi

perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama setelah persalinan (standar

14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas (standar 15). Apabila merujuk pada

kompetensi 5 (standar kompetensi bidan), maka prinsip asuhan kebidanan pada masa nifas dan

menyusui harus yang bermutu tinggi serta tanggap terhadap budaya setempat. Jika dijabarkan

lebih luas sasaran asuhan kebidanan bagi ibu pada masa nifas meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Peningkatan kesehatan fisik dan psikologis.
b. Identifikasi dari penyimpangan dari kondisi normal baik fisik maupun psikis.
c. Mendorong agar dilaksanakannya metode yang sehat tentang pemberian makanan anak dan

peningkatan pengembangan hubungan antara ibu dan anak yang baik.


d. Mendukung dan memperkuat percaya diri ibu dan memungkinkan ia melaksanakan peran ibu

dalam situasi keluarga dan budaya khusus.


e. Pencegahan, diagnosis dini, dan pengobatan komplikasi pada ibu.
f. Merujuk ibu ke tenaga yang lebih ahli jika perlu (Sunarsih dkk, 2011; h. 1).

3. Tujuan Asuhan Masa Nifas


Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena merupakan masa kritis baik ibu maupun

bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%

kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Rukiyah dkk, 2011; h. 3).

Tujuan yang diberikannya asuhan pada ibu selama masa nifas antara lain:
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologinya.
b. Mendeteksi masalah, mengobati dan merujuk bila tejadi komplikasipada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,KB, cara dan

manfaat. menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.


d. Memberikan pelayanan KB (Saleha, 2009; h. 4).

4. Tahapan Masa Nifas


Nifas dibagi menjadi 3 tahap :
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu tlah diperbolehkan untuk berjalan-jalan, Dalam agama islam dianggap

telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.


b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

c. Remote Peurperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan memiliki komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan,

tahunan.

5. Program dan Kebijakan Tehnis


Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan BBL, dan

untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi antara lain sebagai

berikut :
Kunjungan I : Asuhan 6-8 jam setelah melahirkan

Kunjungan II : Asuhan 6 hari setelah melahirkan

Kunjungan III : Asuhan 2 minggu setelah melahirkan

gan IV : Asuhan 6 minggu setelah melahirkan


h dkk, 2011; h. 4-5).

Tabel 2.1 Asuhan Kunjungan Nifas Normal

KUNJUNGA
WAKTU ASUHAN
N
I 6-8 jam post partuma. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
pendarahan
c. Memberikan konseling pada ibu mengenai
bagaimana cara pencegahan pendarahan
d. Pemberian ASI awal
e. Melakukan hubungan antara ibu dengan bayi
yang baru lahir
Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hypothermi
II 6 hari post partuma. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi,tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
III 2 minggu post a. Memastikan involusi uterus berjalan normal,
partum uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan abnormal
b. Menilai adaanya tanda-tanda demam, infeksi,
perdarahan abnormal
c. Memastikan ibu mendapat cukup makan,cairan
dan istirahat
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyulit
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai
asuhan pada bayi, tali pusat dan merawat bayi
sehari-hari
IV 6 minggu post a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit
partum yang ia alami
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini,
imunisasi, senam nifas, dan tanda-tanda bahaya
yang dialami oleh ibu dan bayi.
(Sumber: Sulistyawati, 2009; hal .6).

B. PERUBAHAN FISIOLOGI MASA NIFAS


1. Perubahan fisiologi masa nifas pada sistem reproduksi
a. Involusi
1) Pengertia
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali kekondisi

sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir

akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Maryunani, 2009; h. 6).


2) Proses involusi uteri
Pada akhir kala III persalinan, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilicus.

Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu

dengan berat 1000 gram. Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk

pertumbuhan massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus pada masa prenatal

tergantung pada hyperplasia, penigkatan jumlah sel – sel otot dan hipertropi, yaitu pembesaran
sel – sel yang sudah ada. Pada masa postpartum penurunan kadar hormone – hormone ini

menyebabkan terjadi autolysis (Maryunani, 2009; h. 6-7).


Proses involusi uterus adalah sebagai berikut :
a) Autolysis
Autolysis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim

proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali

panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan.
b) Atrofi jaringan
Jaringan yang berprolifersi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian mengalami

atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
c) Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi

sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang

dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi

hemostatis (Sulistyawati, 2009; h. 74-75).


b. Kontraksi
Kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna setelah bayi keluar, yang diperkirakan terjadi

sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Kontraksi uterus yang

meningkat setelah bayi keluar, ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan plasenta

sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding uterus menjadi nekrosis dan lepas

(Maryunani, 2009; h. 9).


Perubahan uterus Tabel 2.2 Perubahan Uterus

Involusi Tinggi Fundus Berat Diameter Keadaan Serviks


Uteri Uterus (gr) Bekas
Melekat
Plasenta
(cm)
Bayi Lahir Setinggi pusat 1000
Uri Lahir 2 jari dibawah 750 12.5 Lembek
pusat
Satu Minggu Pertengahan 500 7,5 Beberapa hari setelah
pusat-simfisis postpartum dapat
dilalui 2 jari akhir
minggu pertama dapat
dimasuki 1 jari

Dua Minggu Tak teraba 350 3-4


diatas simfisis

Enam Minggu Bertambah 50-60 1-2


kecil
Delapan Minggu Sebesar 30
normal
Sumber (Sunarsih dkk, 2011; h. 57).

c. Afterpains
Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkin ibu mengalami kram/mulas pada abdomen

yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram sewaktu periode menstruasi, keadaan ini

disebut afterpains, yang ditimbulkan karena kontraksi uterus pada waktu mendorong gumpalan

darah dan jaringan yang terkumpul didalam uterus.

d. Tempat Plasenta
Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar dari decidua yang mengelilingi tempat atau situs

plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati). Decidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa

cairan, suatu campuran antara darah dan yang dinamakan lochea yang menyebabkan pelepasan

jaringan nekrotik tadi adalah karena pertumbuhan endometrium.


e. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang

membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada wanita

normal. Lochea memiliki bau yang amis/anyir dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat

organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada wanita normal. Lochea

memiliki bau yang amis/anyir meskipun tidak telalu menyengat dan volumenya berbeda-beda
pada setiap wanita. Lochea mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lochea

dapat dibagi menjadi lochea rubra, sanguelenta, serosa, alba (Maryunani, 2009; h. 10-11).

Tabel 2.3. Perubahan Lochea

Lochea Waktu Warna Ciri-ciri


Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari decidua, vernik caseosa, rambut
lanugo, sisa mekonium dan sisa darah
Sanguelenta 3-7 hari Putih bercampur Sisa darah bercampur lendir
merah
Serosa 7-14 hari Kekuningan/keco Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,
klatan juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi
plasenta
Alba >14 hari Putih Mengandung leokosit, selaput lendir serviks
dan serabut jaringan yang mati.
Sumber(Rukiyah DKK, 2011; h. 59-60).

f. Perubahan Ligamentum
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan

saat melahirkan, kembali ke sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan

antara lain : ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi

retrofleksi, ligamen fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor. Perubahan

yang terjadi antara lain :


1) Perubahan di serviks dan Segmen Bawah Uterus
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis berkontraksi dan

bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Dalam perjalanan beberapa minggu, segmen bawah

diubah dari struktur yang jelas – jelas cukup besar untuk memuat kebanyakan kepala janin cukup

bulan menjadi isthmus uteri hampir tidak dapat dilihat yang terletak diantar korpus diatas dan os

iinterna serviks dibawah. Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai

dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks

tidak berkontraksi sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin
2) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah

beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali

pada minggu ketiga


Vagina pintu keluar pada bagian pertama masa nifas membentuk lorong berdinding lunak dan

luas ukurannya secara perlahan – lahan mengecil tetapi jarang kembali ke ukuran nulipara

(Rukiyah dkk, 2011; h. 60-62).


3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi, dan nekrosis di tempat

implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang

kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada

pembentukan jaringan parut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009; h. 56).

4) Perubahan di Peritoneum dan Dinding Abdomen


Konsistensi abdomen lembek, peregangan selama kehamilan dapat memisahkan otot perut

‘diastasis rekti abdomeminis’, yang normalnya adalah kurang dari 20 cm dan lebar 2 cm.

Sementara itu, dilihat pada dinding abdomen, abdomen tampak menonjol keluar pada hari

pertama sesudah melahirkan. Dua mnggu pertama melahirkan, dinding abdomen relaksasi,

kurang lebih 6 minggu keadaan abdomen kembali seperti sebelum hamil (Rukiyah dkk, 2011; h.

63).
5) Payudara (mamae)
Proses menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:
a. Produksi susu
1) Sekresi susu atau let down
Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada payudara dapat dirasakan. Pembuluh

darah menjadi bengkak terisi darah, sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel –

sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks

saraf merangsang lobus posterior pituitari untuk menyekresi hormone oksitosin. Oksitosin

merangsang refleks let down mengalirkan (Saleha, 2009; h. 58).


ASI mulai ada kira-kira pada hari ke-3 atau ke-4 setelah kelahiran bayi dan kolostrum berubah

menjadi ASI yang matur kira-kira 15 hari sesudah bayi lahir (Sulistyawati, 2009; h. 12).
Isapan bayi memicu pelepasan ASI dari alveolus mamae malalui duktus sinus laktiferus. Isapan

merangsang produksi oksitosin oleh kelenjar hipofisi anterior. Oksitosin memasuki drah dan

menyebabkan kontraksi sel-sel khusus yang mengelilingi alveolus dan duktus laktiferus.

Kontraksi ini mendorong ASI keluar dari alveolus melalui duktus laktiferus menuju sinus

laktiferus dimana ia akan tersimpan. Pada saat bayi menghisap, ASI dalam sinus tertekan keluar

kemulut bayi. Gerakan ASI dari sinus dinamakan let down atau pelepasan. Pada akhir let down

dapat dipicu tanpa rangsangan isapan, pelepasan dapat terjadi bila ibu mendengar bayi menagis

atau sekedar memikirkan bayinya. “pelepasan” penting sekali bagi pemberian ASI yang baik.

Tanpa “pelepasan” bayi dapat mengisap terus-menerus, tetapi hanya memperoleh dari sebagian

ASI yang tersedia dan tersimpan. Bila “pelepasan” gagal terjadi berulang kali dan payudara

berulang kali tidak dikosongkan pada waktu pelepasan, reflek ini akan berhenti berpungsi dan

laktasi akan berhenti (Sunarsih dkk, 2011; h.10-11)

Gambar 2.1 Hubungan otak dan ASI


Sumber (Janah, 2011; h. 44)

2) Pengeluaran ASI
ASI sebagai makanan alamiah adalah makanan yang terbaik yang dapat diberikan oleh seorang

ibu pada anaknya yang baru dilahirkannya. Komposisi berubah sesuai dengan kebutuhan bayi

pada setiap saat, yaitu kolostrum pada hari pertama sampai 4-7 hari, dilanjutkan dengan ASI

peralihan sampai 3-4 minggu, selanjutnya ASI matur (Prawirohardjo, 2010; h. 376).
3) ASI Ekslusif
ASI ekslusif (menururt WHO) adalah pemberian ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan tanpa

tambahan cairan ataupun makanan lain. ASI dapat diberikan sampai bayi berusia 2 tahun.

Pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan dianjurkan oleh pedoman internasional yang didasarkan

pada bukti ilmiah tentang manfaat ASI baik bagi bayi, ibu, keluarga, maupun negara.
Menurut penelitian yang dilakukan di Dhaka pada 1.667 bayi selama 12 bulan mengatakan

bahwa ASI ekslusif dapat menurunkan risiko kematian akibat infeksi saluran nafas akut dan

diare. WHO dan UNICEF merekomendasikan kepada para ibu, bila memungkinkan ASI ekslusif

diberikan sampai 6 bulan dengan menerapkan hal-hal sebagai berikut.


a. Insisi menyusui dini selama satu jam setelah kelahiran bayi.
b. ASI ekslusif diberikan pada bayi hanya ASI saja tanpa makanan tambahan atau minuman.
c. ASI diberikan secara on-demand atau sesuai kebutuhan bayi, setiap hari setiap malam.
d. ASI diberikan tidak menggunakan botol, cangkir, maupun dot.

2. Perubahan sistem pencernaan


Biasanya, ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena pada waktu

persalinan,alat pencernaan mengalami tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong,

kurangnya asupan cairan dan makanan, serta kurangnya aktivitas tubuh. Supaya buang air besar

kembali normal,dapat diatasi dengan diet tinggi serat,peningkatan asupan cairan saat ambulasi

awal. Bila ini tidak berhasil dalm 2-3 hari dapat diberikan obat laksansia.
3. Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung,biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24

jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan

edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala

janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi

kurang sensitif dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine

residual (normal kurang lebih 15cc) (Sulistyawati, 2009; h. 78).


4. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi muskuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat

pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem

muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah

melahirkan, untuk membantu mencegah kompllikasi dan mempercepat involusi uteri (Rukiyah

dkk, 2011; h. 67-68).


5. Perubahan Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-

hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain :


a. Hormon oksitosin
Disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Hormon oksitosin berperan dalam pelepasan

plasenta dan mempertahankan kontraksi sehinga mencegah pendarahan.


b. Hormon prolaktin
Menurunkan kadar ekstrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian belakang

untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk

merangsang produksi susu.


c. Hormon estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum

dimengerti (Saleha, 2009; h. 60).


6. Perubahan Tanda-tanda Vital

Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain :

a. Suhu badan
24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,50C-380C). Sebagai akibat kerja keras saat

melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan akan biasa

lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada pembentukan ASI, buah dada akan

menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI bila suhu tidak turun kemungkinan

adanya infeksi pada endometrium, mastitis, dan lain-lain.


b. Nadi
Denyut nadi orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi itu

akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin

disebabkan oleh infeksi atau perdarahan post partum yang tertunda.


c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan akan rendah setelah ibu melahirkan

karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum dapat menandakan terjadinya pre-

eklamsi post partum.


d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.

Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal pernafasan juga akan akan mengikutinya kecuali ada

gangguan khusus pada saluran pernafasan (Sunarsih dkk, 2011; h. 60).

7. Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 CC. Bila persalinan dengan Sectio

Caesaria kehilangan darah bisa dua kali lipat. Apabila pada persalinan pervaginam

haemokonsentrasi akan naik dan pada Seksio sesarea haemokonsentrasi cenderung stabil dan

kembali normal setelah 4-6 minggu. Meskipun kadar estrogen mengalami penurunan yang sangat

besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma

darah tidak begitu mengandung cairan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan

darah harus dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini
8. Perubahan Perubahan Hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor

pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan

sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga

meningkatkan faktor pembekuan darah. Pada ibu masa nifas 72 jam pertama biasanya akan

kehilangan volume plasma daripada sel darah, penurunan plasma ditambah peningkatan sel

darah pada waktu kehamilan diasosikan dengan peningkatan hematoktir dan haemoglobin pada

hari ketiga sampai tujuh hari setelah persalinan (Rukiyah dkk, 2011; h. 70-71).

C. PROSES ADAPTASI PSIKOLOGI IBU MASA NIFAS

Wanita banyak mengalami perubahan emosi pada awal masa nifas sementara ia menyesuaikan

diri menjadi seorang ibu. Sangat penting bagi bidan untuk memantau perkembangan penyesuaian
psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan

khusus dalam masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuian yang normal

yang umum terjadi.

Adaptasi psikologi ibu nifas dibagi 3 yaitu :


a. Fase taking in
Fase ini adalah fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua

setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman

selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat

untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Pada fase ini perlu diperhatikan

pemberian ekstra makanan untuk proses pemulihannya.


b. Fase taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking hold, ibu merasa

khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat bayinya. Selain itu

perasaannya mudah tersinggung dan komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu

memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima

berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase leting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10

hari setelah melahirkan. Ibu sudah menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan

untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini (Sunarsih dkk, 2011; h. 65-66).

D. KEBUTUHAN DASAR IBU NIFAS


1. Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya

melalui ASI nya (Saleha, 2009; h. 71).


2. Ambulasi/Mobilisasi
Ambulasi dapat dilakukan dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah bisa melakukan

mobilisasi yang dapat dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap diawali dengan miring

kanan atau kiri terlebih dahulu, kemudian duduk dan berangsur-angsur untuk berdiri dan jalan.

a. Manfaat mobilisasi Dini (Early mobilization) yaitu:

1) Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium

2) Mempercepat involusi alat kandungan

3) Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan

4) Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran

sisa metabolisme

b. Keuntungan ambulasi dini adalah :


1) Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
2) Fungsi usus, sirkulasi, paru-paru dan perkemihan lebih baik.
3) Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
4) Mencegah thrombosis pada pembuluh tungkai (Sunarsih dkk, 2011; h. 73).
5) Sesuai dengan keadaan Indonesia ( sosial ekonomis )
3. Eliminasi BAK/BAB
Miksi disebut normal bila dapat BAK spontan tiap 3-4 jam. Ibu diusahakan mampu buang air

kecil sendiri, bila tidak dilakukan tindakan berikut ini :


a. Dirangsang dengan mengalirkan air keran di dekat klien
b. Mengompres air hangat diatas simpisis
c. Saat site bath (berendam air hangat) klien disuruh BAK

Biasanya 2-3 hari post partum masih susah BAB maka sebaiknya diberikan laksan atau paraffin

(1-2 hari post partum), atau pada hari ke-3 diberi laksa supositoria dan minum air hangat. Berikut

adalah cara agar dapat BAB dengan teratur:

1) Diet teratur
2) Pemberian cairan yang banyak
3) Ambulasi yang baik
4) Bila takut buang air besar secara episiotomi, maka diberikan laksan suposotria
4. Kebersihan Diri/Perineum
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kemaluan dengan sabun dan air. Pastikan

bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke

belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasehatkan kepada ibu untuk

membersihkan vulva setiap kali buang air besar atau buang air kecil.

c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Kain

dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau

disetrika.

d. Sarankan ibu untuk cuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan

daerah kelaminnya.

e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari

menyentuh daerah luka.

5. Istirahat
a. Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan

b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan serta untuk

tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur

c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal :

1) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi


2) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
3) Menyebabkan depresi dan ketidak mampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri (Sunarsih

dkk, 2011; h. 72-76)


6. Seksual
a) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti dan ibu

dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah

berhenti dan ibu tidak merasa nyeri, aman untuk memulai, melakukan hubungan suami istri

kapan saja ibu siap


b) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu

tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan bergantung pada

pasangan yang bersangkutan (Saleha, 2009; h. 74-75).

7. Perawatan Payudara
a. Sebaiknya perawatan payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting lemas, tidak

keras, dan kering sebagai persiapan untuk menyusui bayinya

b. Perlu dilakukan perawatan payudara pada ibu nifas

c. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan payudara sampai

tertekan, pemberian obat estrogen

d. Untuk supresi LH seperti tablet Lynoral dan Pardolel (Sunarsih dkk, 2011; h. 29).

e. Proses laktasi atau menyusui

Proses ini timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta mengandung hormon penghambat

prolakti (hormon plasenta) yang menhambat pembentukan asi. Stelah plasenta lepas,hormon

plasenta itu tidak dihasilkan lagi,sehinga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari setelah

melahirkan (Saleha, 2009; h. 2-3).

8. Keluarga berencana
a. Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun sebelum ibu hamil kembali.
b. Biasanya ibu post partum tidak menghasilkan telur (ovum) sebelum mendapatkan haidnya

selamaa meneteki, oleh karena itu Amenore Laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali

untuk mencegah terjadinya kehamilan.


c. Sebelum menggunakan metode KB, hal-hal berikut sebaiknya dijelaskan dahulu pada ibu,

meliputi :
1) Bagaimana metode ini dapat mencegah kehamilan serta metodenya
2) Kelebihan dan keuntungan
3) Efek samping
4) Kekurangannya
5) Bagaimana memakai metode itu
6) Kapan metode itu dapat mulai digunakan untuk wanita pasca persalinan yang menyusui.
7) Jika pasangan memilih metode KB tertentu, ada baiknya untuk bertemu dengannya lagi dalam 2

minggu untuk mengetahui apakah ada yang ingin ditanyakan oleh ibu atau pasangan dan untuk

melihat apakah metode tersebut bekerja dengan baik (Rukiyah dkk, 2011; h. 80)

E. INFEKSI MASA NIFAS


1. Pengertian

infeksi puerpuralis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan, biasanya dari

endometrium bekas insersi plasenta (Saleha, 2009; h. 96).

Infeksi nifas merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Infeksi yang mungkin terjadi adalah

infeksi saluran kemih, infeksi pada genetalia, infeksi payudara (mastitis, abses), dan infeksi

saluran pernapasan atas (ISPA) (Sunarsih dkk, 2011; h. 89)

2. Infeksi pada Vulva, Vagina dan Servik


a. Vulvitis
Pada infeksi bekas syatan episiotomy atau luka perinium jaringan sekitarnya membengkak, tepi

luka menjadi marah dan bengkak, jahitan mudah lepas, serta luka yang terbuka menjadi ulkus

dan mengeluarkan pus.


b. Vaginitis
Infeksi pagina bias terjadi secara langsung pada luka pagina atau melalui perineum. Permukaan

mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, serta getah mengandung nanah yang keluar

dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi servik sering juga terjadi, tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka servik

yang dalam dan meluas dapat langsung kedasar ligamentum latum sehingga menyebabkan

infeksi menjalar keparametrium.


Gejala klinis yang dirasakan pada servisitis adalah:
b. Nyeri dan rasa panas pada daerah infeksi
c. Kadang perih bila BAK
d. Demam dengan suhu badan 39 -40

b. Tromboflebilitis
Penyebaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari

kematian karna infeksi purpuralis.


Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena-vena golongan 2 disebut

tromboflebitis femoralis.
1) Tromboflebitis pelvis. Tromboflebitis pelvisyang sering meradang adalah vena ovarika karna

mengalirkan darah dan luka bekas plasenta didaerah fundus uteri.


2) Tromboflebitis femoralis. Tromboflebitis femolis rdapat menjadi Tromboflebitisvena safena

magna atau peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan akibat

parametritis.
3) Peritonitis. Infeksi puerpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar keperitonium hinga

terjadi peritonitis atau keparametrium menyebabkan parametritis.


4) Parametris dapat terjadi dengan 3 cara tersebut
a) melalui robekan servik yang dalam.
b) penjalaran endometritis atau luka servik yang terinfeksi melalui saluran getah bening.
c) sebagai lanjutan tromboflebitis pelvis.

c. perdarahan dalam masa nifas

penyebab dari pendarahan masa nifas adalah sebagai berikut.

1) Sisa plasenta dan polip plasenta


2) Endometritis purpuralis
3) Sebab-sebab pungsional
4) Perdarah luka

d. infeksi saluran kemih


kejadian infeksi saluran kemih pada masa nifas relative tinggi dan hal ini dihubungkan dengan

hipotoni kandung kemih akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam

yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering.

e. Putting susu lecet


1) kesalahan dalam teknik menyusui, bayi tidak menyusui sampai aerola tertutup oleh mulut bayi.
2) monoliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
3) akibat dari pemakaian sabun, alcohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci puting susu.
4) pada bayi lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit menghisap.
5) rasa nyeri juga dapat timbul apabila ibu menghentikan menyusui dengan kurang hati-hati

f. Payudara bengkak
1. penyebab
b. Pembengkakan payudara terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa ASI

terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak

ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. Statis pada pembuluh darah

dan limfe akan mengakibatkan meningkanya tekanan intrakaudal, yang akan mempengaruhi

segmen pada payudaranya, sehingga takanan pada payudara meningkat. Akibatnya, payudara

sering terasa penuh, tegang serta nyeri. Kemudian diikuti oleh penurunan produksi ASI dan

penurunan let down. Penggunaan Bra yang ketat juga bisa menyebabkan segmental

engorgement, demikian pula puting yang tidak bersih dapat menyebabkan sumbatan pada duktus
(Saleha, 2009; h. 96-105).
Bedakan antara payudara penuh karna berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada payudara

penuh terasa berat pada payudara,bengkak panas dan keras bila diperiksa ASI keluar dan tidak

ada demam. pada payudara bengkak; payudara udema, sakit, puting kencang, kulit mengkilat

walau tidak merah, dan bila diperiksa dan dihisap ASI tidak keluar. Badan biasa demam setelah

24 jam (Sunarsih dkk, 2011; h. 40)


Pada hari-hari pertama (sekitar 2-4 jam), payudara sering terasa penuh dan nyeri disebabkan

bertambahnya aliran darah kepayudara bersamaan dengan ASI mulai diproduksi dalam jumlah

banyak (Ambarwati dkk, 2008; h. 47).


2. Gejala
Payudara yang mengalami pembengkakan tersebut sangat sulit disusui oleh bayi, karena

payudara lebih menonjol, puting lebih datar dan sulit dihisap oleh bayi, kulit pada payudara

nampak lebih megkilap, ibu merasa demam dan payudara terasa nyeri. Oleh karna itu, sebelum

disusuka pada bayi, ASI harus diperas dengan tangan atau pompa terlebih dahulu agar payudara

lebih lunak, sehingga bayi lebih mudah menyusui.


3. Penaganan
a) masase payudara dan ASI diperas dengan tangan sebelum menyusui.
b) Kompres dingin untuk meguragi statis pembuluh darah vena dan mengurangi rasa nyeri.

Biasanya dilakukan selang-seling dengan kompres hangat untuk melancarkan pembuluh darah.
c) Menyusui lebih sering dan lebih lama pada payudara yang terkena untuk mempelancarkan

saluran ASI dan menurunkan tegangan payudara (Saleha, 2009; h. 105).


d) Susui bayi semau dia sesering mungkin tanpa jadwal dan tanpa batas waktu.
e) Bila bayi sukar menghisap, keluarkan ASI dengan bantuan tangan atau pompa ASI yang efektif.
f) Sebelum menyusui untuk merangsang reflek oksitosin dapat dilakukan: kompres hangat untuk

mengurangi rasa sakit, massage payudara, massage leher dan punggung.


g) Setelah menyusui, kompres air dingin untuk mengurangi oedema (Ambarwati dkk, 2010; h. 49)
4. Pencegahan
a) Apabila memungkinkan, susukan bayi setelah lahir.
b) Susukan bayi tanpa jadwal
c) Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi.
d) Melakukan perawatan pasca persalinan secara teratur (Saleha, 2009; h. 107)
Untuk mencegah maka diperlukan: menyusui dini, perlekatan yang baik, menyusui “on

demand”. Bayi harus sesering mungkin disusui. Apabila terlalu tegang, atau bayi tidak dapat

menyusu sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu, agar ketegangan menurun. Untuk merangsang

reflek oksitosin maka dilakukan:


1) Kompres panas untuk mengurangi rasa sakit.
2) Ibu harus rileks.
3) Pijat leher dan punggung belakang (sejajar daerah payudara).
4) Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan kearah tengah).
5) Stimulasi payudara dan putting.
6) Kompres dingin pasca menyusui, untuk mengurangi oedema.
7) Pakai BH yang sesuai (Ambarwati dkk, 2010; h. 48).

g. Saluran susu tersumbat


1. Penyebab
a) Pada wanita yang kurus, gejalanya terlihat dengan jelas dan lunak pada perabaan.
b) Payudara pada daerah yang mengalami penyumbatan terasa nyeri dan bengkak yang terlokalisir.
2. Penatalaksanaan
a) Untuk mengurangi rasa nyeri dan bengkak, dapat dilakukan massase serta kompres panas dan

dingin secara bergantian.


b) Bila payudara masih terasa penuh, ibu dianjurkan untuk mengeluarkan ASI dengan tangan atau

dengan pompa setiap kali selesai menyusui.


c) Ubah-ubah posisi menyusui untuk memperlancarkan aliran ASI.
3. Pencegahan
a) Perawatan payudara pasca persalinan secara teratur, untuk menghindari terjadinya statis aliran

ASI.
b) Posisi menyusui yang diubah-ubah.
c) Mengenakan bra yang menyangga, bukan yang menekan.

(Saleha, 2009; h. 107-108)

h. Bendungan ASI

1. Pengertian dari bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena

peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai

kenaikan suhu badan (Prawirhajo, 2005; h. 700)


2. Sesudah bayi dan plasenta lahir, kadar estrogen dan progestero turun dalam 2-3 hari. Dengan ini

paktor dari hifotalamus yang menghalangi keluarnya prolaktin waktu hamil, dan sangat

dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hypopisis.

Hormone ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mamma terisi dengan air susu, tetapi

untuk mengeluarkan dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang

mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut.pada permulaan nifas apabila
bayi belum mampu menyusui dengan baik, atau kemudian apabila terjadi kelenjar-kelenjar tidak

dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu


3. Faktor-faktor penyebab:
a) Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi

ASI pada ibu yang memproduksi ASI-nya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai

menyusui, dan payudara dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara, sisa ASI

tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI)


b) Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan bayinya

sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI)
c) Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam menyusui dapat

mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusui.

Akibat ibu tidak mau menyusui bayinya dan terjadi bendungan ASI).
d) Puting susu terbenam (putting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu karna

bayi tidak dapat menghisap putting dan aerola, bayi tidak mau menyusui dan akibatkan

terjadinya bandungan ASI)


e) Puting susu terlalu panjang (putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi

menyusui karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk

mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI)


4. Tanda dan gejala
Ditandai dengan mamme panas serta keras pada perabaan dan nyeri puting susu biasanya

mendatar sehinga bayi sulit untuk menyusui, mengeluarkan susu kadang terhalang oleh duktuli

laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras, panas, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan,

suhu tubuh sampai 38 .


5. Diangnosis
Pemeriksaan fisik payudara, pada pemeriksaan fisik payudara harus dikerjakan dengan sangat

teliti dan tidak boleh kasar dan keras.


Tidak jarang palpasi yang keras menimbulkan petechienecchymoses dibawah kulit. Orang sakit

dengan lesi ganas tidak boleh berulang-ulang diperiksa oleh dokter atau mahasiswa karna

kemungkinan penyebaran.
Pertama lakukan dengan cara insfeksi (periksa pandangan), hal ini harus dilakukan pertama

dengan tangan disamaping dan sesudah itu dengan tangan keatas, selagi pasien duduk. Kita akan

lihat dilatasi pembuluh-pembuluh balik dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atua ganas

dibawah kulit. Perlu diperhatikan apakah kulit pada suatu tempat menjadi merah, misalnya oleh

mastitis karsinoma. Edema kulit harus diperhatikan pada tumor yang terletak tidak jauh dibawah

kulit. Kita akan melihat jelas edema kulit seperti gambaran kulit jeruk (peaud’orange)pada

kanker payudara. Kemudian lakukan palpasi (periksa raba), ibu harus tidur dan diperiksa secara

sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari yang harus kebagian lateral. Palpasi ini

harus meliputi seluruh payudara, dari parasternal kearah garis aksila belakang, dan dari

subklavikular kearah paling distal. Setelah palpasi payudara selesai, dimulai dengan palpasi

aksila dan supraklavikular. Untuk pemeriksaan aksila orang sakit harus duduk, tangan aksilla

yang akan diperiksa dipegang oleh pemeriksa, dan dokter pemeriksa mengadakan palpaso aksilla

dengan tangan yang kontralateral dari tangan sipenderita. Misalnya kalau aksilla kiri orang sakit

yang akan diperiksa, tangan kiri dokter mengadakan palpasi.


6. Penanganan
Penanganan yang dilakukan yang paling penting adalah dengan mencegah terjadinya payudara

bengkak; susukan bayi segera setelah lahir, susukan bayi tanpa dijadwal, keluarkan sedikit ASI

sebelum menyusui agar payudara lebih lembek, keluarkan ASI dengan tangan atau pompa

apabila produksi melebihi kebutuhan ASI, laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan,

untuk menguragi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan handuk

secara bergantian kiri dan kanan, untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting

susu berikan kompres sebelum menyusui, untuk mengurangi bendungan divena dan pembuluh

getah bening dalam payudara lakukan pengurutan yang dimulai dari putting kearan korpus

mamae, ibu harus rileks, pijat leher dan punggung belakang.


Perawtan payudara, payudara merupakan sumber yang akan menjadi makanan utama bagi anak.

Karna itu jauh sebelumnya harus memakai BH yang sesuai dengan pembesaran payudara yang

sifatnya menyokong payudara dari bawah sunpension bukan menekan dari depan.
Bagi ibu yang menyusui, dan bayi tidak menetek, bantulah memerah air susu dengan tangan dan

pompa, jika ibu menyusui dan bayi mampu meneteki lebih sering pada kedua payudara tiap kali

meneteki, berikan penyuluhan cara meneteki yang baik, mengurangi nyeri sebelum meneteki,

berikan kompres hangat pada dada sebelum meneteki atau mandi air hangat, pijat punggung dan

leher memeras susu secara manual sebelum meneteki dan basahi putting susu agar bayi mudah

menetek, mengurangi nyeri setelah menetek, gunakan bebat atau kutang, kompres dingin pada

dada untuk mengurangi bengkak, terapi parastamol 500mg per oral, evaluasi 3 hari.

Bagi ibu yang tidak menyusui : berikan bebat dan kutang ketat, kompres dingin pada dada untuk

menguragi bengkak dan nyeri, hindari pijat dan kompres hangat, berikan parastamol 500mg per

oral, evaluasi 3 hari

(Rukiyah, 2010; h. 345-348).

7. Mengajarkan ibu cara pengeluaran ASI yaitu


1) Menstimulasi reflek oksitosin yaitu dengan mengompres payudara ibu dengan air

hangat.mengurut atau mengusap ringan payudaranya ibu duduk bersandar kedepan, dan lengan

diatas meja dan meletakkan kepalanya dilenganya.payudara tergantung lepas tanpa baju.

penolong mengosoki kedua sisi tulang belakang dengan menggunai kepalan tinju kedua tangan

dan ibu jari menghadap keatas /kedepan. menekan dengan kuat membentuk gerakan lingkaran

kecil dengan kedua ibu jari .mengosok kearah bawah dikedua sisi tulang belakang dari leher

kearah tulang belikat, selama 2-3 menit.


2) Cuci tangan dengan air mengalir dengan sabun dan dikeringkan dengan handuk bersih dan

menyiapkan cangkir bersih lalu lakukan massas dengan menggunakan telapak tangan dari

pangkal melalui aerola dan menekan kedaerah aerola dengan ibu jari sekitar aerola bagian atas da
jari telunjuk pada posisi aerola yang lain. peras aerola dengan ibu jari dan jari telunjuk jangan

memijat atau menekan puting susu karna akan menyebabkan rasa sakit dan lecet (Sunarsih dkk,

2011; h. L-50).

i. Mastitis
Mastitis adalah radang pada payudara
1. Penyebab
1) Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis.
2) Putting susu lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak.
3) Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan adekuat,

maka bias terjadi mastitis.


4) Ibu yang diet buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terinfeksi.
2. Gejala
1) Bengkak, nyeri pada seluruh payudara/nyeri local.
2) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local.
3) Payudara keras dan berbenjol-benjol.
4) Panas badan dan rasa sakit umum.

j. Abses payudara
a. Harus dibedakan antara mastitis dan abses. Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi

dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluanya peradangan dalam payudara tersebut.
b. Gejala
1) Ibu tanpak lebih parah sakitnya.
2) Payudara lebih merah dan mengkilat.
3) Benjolan lebih lunak karna berisi nanah sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah

tersebut.
c. Penatalaksanaan
1) Teknik menyusui yang benar.
2) Kompres air hangat dan dingin.
3) Terus menyusui pada mastitis.
4) Susukan dari yang sehat.
5) Senam laktasi.
6) Rujuk.
7) Pengeluaran nanah dan pemberian antibiotik bila abses bertambah. Bila terjadi abses, menyusui

dihentikan, tetapi ASI dikeluarkan


(Saleha, 2009; h. 109-110)
k. Mengajarkan ibu tehnik menyusui yang benar yaitu:
1) Member tahu ibu untuk duduk santai dikursi yang menyangga punggung diberi bantal untuk

sandaran kekursi.
2) Meletakkan kaki ibu diatas kursi kecil.
3) Meletakkan bantal diatas pangkuan ibu.
4) Cara duduk ibu terlihat membentuk sudut 90
5) Sebelum menyusui, keluarkan ASI sedikit, oleskan pada puting susu dan aerola disekitarnya

sebagai disinfektan dan untuk menjaga kelembapan puting


6) Meletakkan bayi diatas bantal pada pangkuan ibu menghadap payudara ibu.
7) Memegang belakang bahu bayi dengan satu lengan. Kepala bayi terletak dilengkungan siku ibu.

tahan bokong bayi dengan telapak tangan. Usahakan perut bayi menempel pada badan ibu

dengan kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya membelokkan kepala bayi).
8) Lengan bayi yang lebih dekat dengan ibu diusahakan melingkari tubuh ibu agar tidak

menghalangi mulut bayi ketika menghisap putting.


9) Memberi bayi rangsangan membuka mulut (rooting reflek) dengan cara menyentuh pipi atau sisi

mulut bayi dengan putting. Setelah bayi membuka mulut yang paling lebar, segera dekatkan

putting kemulut.
10) Masukan payudara kemulut bayi dengan memegang payudara dengan ibu jari diatas dan jari lain

menopang dibawahnya. jangan menekat puting dan aerola saja.


11) Memastikan bayi tidak hanya menghisap putting, tetapi seluruh aerola masuk kedalam mulutnya.

Jika bayi hanya menghisap bagian putting kelenjar-kelenjar susu tidak akan mengalami tekanan.
12) Mengunakan jari untuk menekat payudara dan menjauhkan hidung bayi agar bernapas tidak

tergangu.
13) Jika bayi berhenti menyusui, tetapi tertahan dipayudara jangan menarik dengan kuat karna akan

menimbulkan luka. pertama-tama hentikan isapan bayi dengan menekan payudara atau

meletakkan jari anda pada ujung mulut bayi agar ada udara yang masuk.
14) Selama menyusui tataplah bayi dengan penuh kasih sayang.
15) Jangan khawatir jika bayi belum trampil menghisap karna baik ibu maupun bayi masih belajar.

Dibutuhkan ketenangan, kasabaran dan latihanagar proses menyusui menjadi lancar.


16) Menyusukan pada payudara kiri dan kanan masing-masing (15-20 menit) atau on demand

(sesuai dengan keinginan bayi)


17) Setelah selesai menyusui keluarkan sedikit ASI, oleskan pada sekitar puting susu.

Menyendawakan bayi dengan cara meletakkan bayi tegak lurus pada bahu dan perlahan

punggung bayi diusap sampai bersendawa. bila bayi tidur baring miring bayi kanan atau

tengkurap, udara akan keluar dengan sendirinya (Sunarsi dkk, 2011; h. L-51)

Diposkan oleh Hesti Liana d

You might also like