You are on page 1of 11

Pediococcus cerevisiae, Bakteri Pembuat Sosis

Pediococcus cerevisiae, Bakteri Pembuat Sosis

Pediococcus adalah genus bakteri yang termasuk bakteri asam laktat (BAL) dengan ciri

non­motil   (tidak   bergerak)  dan   memiliki   bentuk  sferis.  Sel   bakteri   ini  terbagi   ke  dalam  dua

bidang sehingga membentuk pasangan, tetrad (terususun empat), atau gumpalan sel sferis yang

lebih besar.  Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat berpasangan.

Genus  Pediococcus  termasuk   golongan   fakultatif   anaerob   dan   untuk   hidup   memerlukan

lingkungan   yang   kaya   nutrisi   serta   mengandung   faktor   pertumbuhan   dan   gula   yang   dapat

difermentasi.  Bakteri ini termasuk homofermentatif (hanya menghasilkan asam laktat) dan tidak

dapat menggunakan pentosa (karbohidrat beratom C5).

Suhu optimum untuk pertumbuhan Pediococcus adalah 25­30 °C dan pH optimum ± 6.[2]

Spesies dan galur dari genus ini berbeda dalam toleransi atau ketahanannya terhadap  oksigen,

pH,   suhu,   resistensi   antibiotik,   dan   NaCl.   Beberapa   galur   dari  Pediococcus  telah   diketahui

memiliki   satu   atau   lebih  plasmid  dalam   berbagai   ukuran,   yang   sebagian   di   antaranya

mengkodekan gen untuk fermentasi karbohidrat dan produksi bakteriosin.

Bakteri  Pediococcus  banyak   digunakan   dalam   pembuatan   sosis.   Bahan   baku   sosis

bermacam­macam jenisnya, ada yang menggunakan daging sapi, daging ayam dan daging ikan.

Sosis   adalah   satu­satunya   produk   daging   terfermentasi.   Sosis   yang   telah   diolah   kemudian

disimpan pada suhu 8 derajat celcius selama 40 hari atau lebih, yang selama waktu itu terjadi

fermentasi asam laktat disertai dehidrasi daging yang cukup. Tentu saja hal ini meningkatkan

kadar garam yang bersama dengan asam laktat mencegah pertumbuhan organisme yang merusak.

Saat   tumbuh   pada   daging,  Pediococcus  dapat   menghasilkan   diasetil   yang   berperan   sebagai

antimikroba,   namun   juga   dapat   menghilangkan   rasa   makanan   meskipun   dalam   jumlah   kecil.

Contohnya Pediococcus dapat menghambat  pertumbuhan Escherichia coli pada sosis fermentasi
selama masa inkubasi ( Anonim, 2011).  Genus  Pediococcus  banyak terlibat dalam fermentasi

bagian tanaman, di antaranya adalah P. acidilactici, P. dextrinicus, P. inopinatus, P. parvulus,

dan  P. pentosaceus. Sejak tahun 1985, telah diteliti bahwa kemampuan Pediococcus sp. untuk

membunuh  mikroorganisme  pembusuk   dan   patogen   dalam   fermentasi   daging   dikarenakan

kemampuannya   menghasilkan   asam   organik.   Selain   itu,   fermentasi   dengan   bakteri   ini   juga

meningkatkan kestabilan makanan dalam masa penyimpanan dan menghasilkan produk yang

lebih banyak mengandung protein. Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan anggur,

bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

Adapun klasifikasi dari Pediococcus cerevisiae adalah sebagai berikut:

Gambar bakteri Klasifikasi

Kingdom  : Bacteria

Filum        : Firmicutes

Kelas        : Bacilli

Ordo         : Lactobacillales

Famili        : Lactobacillaceae

Genus       : Pediococcus

Species     : Pediococcus cerevisiae
Sosis fermentasi adalah produk yang terdiri dari campuran daging dan lemak, garam NaCl, bahan-bahan
kuring, dan bumbu yang dimasukkan ke dalam casing kemudian difermentasi dan dikeringkan. Di luar
negeri khususnya Italia, Jerman, Perancis, Spanyol, Netherland dan Scandinavia produk sosis fermentasi
dikenal dengan nama dry sausage atau semi dry sausage. Sedangkan di Indonesia produk sosis
fermentasi masih jarang ditemukan, di pasaran lokal produsen sosis lebih banyak menjual jenis emulsi
(fresh sausage) yang terbuat dari olahan daging sapi dan ayam. Padahal dari segi kesehatan, produk sosis
fermentasi d klaim lebih menyehatkan daripada sosis emulsi.

Pengolahan sosis fermentasi dilakukan dengan memanfaatkan potensi bakteri asam laktat guna
menghasilkan produk yang dapat meningkatkan keamanan pangan dengan berperan sebagai bioproteksi
dan biopreservasi. Ini karena bakteri asam laktat akan menghasilkan berbagai senyawa antimikroba,
seperti bakteriosin yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusukan pada
sosis. Selain itu, produk sosis fermentasi juga bertujuan untuk mengubah daging yang mudah rusak
(highly perishable) menjadi lebih tahan lama sehingga pemakaian bahan pengawet bisa dikurangi.

Dalam pengolahan sosis fermentasi, penggunaan kultur starter (jenis bakteri asam laktat) sangat
mempengaruhi komposisi gizi akhir produk, contohnya asam amino. Penggunaan kultur starter yang
digunakan adalah Lactobacillus plantarum dan Pediococcus menunjukkan adanya peningkatan
kandungan beberapa asam amino pada produk sosis. Seperti, aspartat, glutamat, serin, histidin, treonin,
arginin, alanin, tirosin, metionin, valin, fenilalanin, ileusin, dan leusin. Keberadaan asam amino esensial
tersebut sangat dibutuhkan untuk menunjang kesehatan tubuh.

Kebutuhan asam amino esensial dibutuhkan dalam jumlah besar oleh anak-anak yang berumur antara 10
� 12 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang berumur lebih dari 12 tahun. Hal ini disebabkan
anak-anak yang berusia lebih muda membutuhkan jumlah asam amino yang banyak untuk
pertumbuhannya. Disamping karena kandungan asam aminonya, produk sosis fermentasi dapat
dijadikan sebagai sumber pangan baru probiotik. Selama ini kita mengenal aplikasi asam laktat sebagai
probiotik banyak diterapkan pada susu dan sereal saja. Oleh karena itu, pengembangan produk sosis
fermentasi ini juga diharapkan dapat mendukung program pemerintah dalam diversifikasi pangan.
1. Manfaat Sosis Fermentasi

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengkonsumsian sosis fermentasi,


yaitu:

 Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya
(mikroorganisme bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi
senyawa sederhana sehingga mudah dicerna dan mensintesis vitamin kompleks
dan faktor-faktor pertumbuhan badan lainnya, sebagai contoh vitamin B12,
riboflavin, provitamin A)

 Meningkatkan kesehatan dengan cara meningkatkan jumlah bakteri baik dalam


saluran pencernaan sehingga dapat menghindarkan dari berbagai macam
penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan saluran pencernaan

Memiliki daya cerna yang tinggi sehingga mudah diserap dan dicerna oleh tubuh

Karakteristik Sosis Fermentasi

Sosis fermentasi yang telah jadi akan memiliki karakteristik pH yang asam, yaitu 4,8-
5,3. Pada sosis kering (dry sausage) akan terjadi penurunan berat sebesar 60-70% dari
berat awal setelah dilakukan proses fermentasi, sehingga kadar air akhir dari sosis
kering yaitu 25-45% dengan ratio perbandingan antara air dan protein sebesar 2,3 : 1.
Sedangkan pada sosis semi kering (semi dry sausage), kadar air pada akhir prosesnya
yaitu 55-60% dengan ratio perbandingan antara air dan protein sebesar 3,7 : 1.

Pertumbuhan kapang, khamir atau bakteri pada permukaan sosis dapat menyebabkan
kondisi permukaan berjamur atau berlendir. Hal ini dapat terjadi ketika sosis
diperlakukan buruk dan dikeringkan. Kelembaban menjadi meningkat sehingga suhu
penyimpanan berubah, terutama dari suhu rendah ke suhu yang lebih tinggi.
Permukaan yang berlendir dan berjamur ini adalah akumulasi besar sel mikroba yang
dapat menyebabkan perubahan karakteristik pada produk akhir.

Proses Pembuatan Sosis Fermentasi

Bahan utama yang digunakan pada pembuatan sosis fermentasi yaitu daging. Selain
itu, terdapat bahan-bahan khusus yang ditambahkan antara lain garam, nitrit, gula,
rempah-rempah (merica, bawang putih, lada), dan starter. Pada pembuatan sosis
fermentasi digunakan casing atau selongsong yang berfungsi sebagai cetakan.

1. Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan
mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air
dan bahan- bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan yang
mengandung nitrogen, mineral, garam dan abu. Kurang lebih 20% dari semua bahan
padat dalam daging adalah protein. Bagian potongan daging yang dapat digunakan
sebagai bahan baku sosis adalah potongan daging seperti beef short ribs, chuck, dan
round pork shoulder. Karakteristik daging yang digunakan adalah yang memiliki daya
mengikat air.

1. Garam

Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur
(NaCl), garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor, namun juga
berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik dan adonan. Garam mempunyai
peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk, mempertahankan
flavor dari bahan-bahan yang digunakan, serta berfungsi sebagai pengikat adonan
sehingga mengurangi kelengketan. Selain itu, garam juga dapat membantu mencegah
berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan. Komposisi garam dalam sosis
berkisar 1-3%.

1. Nitrit

Nitrat merupakan sumber nitrit. Nitrat akan diubah menjadi nitrit kemudian diubah
menjadi NO melalui reduksi. Reduksi terjaid karena adanya aktivitas mikrobia. Fungsi
dari nitrit adalah menstabilkan warna dari jaringan untuk mengkontribusi karakter dari
daging curing untuk menghambat pertumbuhan dari racun makanan dan
mikroorganisme pembusuk, menghambat ketengikan, memberi flavor spesifik, efektif
mencengah pertumbuhan Clostridium botulinum. Jumlah nitrat/nitrit maksimal 200 ppm
pada produk akhir.

1. Gula

Penambahan gula terutama sukrosa dan glukosa selain sebagai substrat fermentasi
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat, juga berperan dalam pembentukan cita rasa
dan tekstur sosis fermentasi. Gula sebagai bahan pengawet berfungsi sebagai nutrisi
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat yang akan memulai proses fermentasi. Gula
yang ditambahkan akan difermentasi menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat dan
menghasilkan flavor yang tajam. Gula yang ditambahkan secara tepat dapat
mengaktifkan proses fermentasi dan mempercepat penurunan pH.

1. Rempah-Rempah

Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma, karena rempah-rempah
dapat menyamarkan makanan dengan penutup rasa makanan yang kurang enak.
Selain itu juga berfungsi sebagai pengawet. Bawang putih merupakan bumbu yang
sangat khas dalam pembuatan sosis fermentasi. Bawang putih mengandung
antioksidan yang kuat dan dapat memperpanjang daya tahan sosis. Bawang putih
dapat dipakai sebagai pengawet karena bersifat bakteriostatik. Lada biasanya
digunakan pada semua tipe sosis fermentasi sebanyak 0,2-0,3% dan berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes.

1. Kultur Starter

Mikroorganisme yang digunakan sebagai kultur starter pada umumnya dibagi menjadi
dua grup, yaitu kelompok bakteri asam laktat, peran utamanya adalah bertanggung
jawab terhadap proses asidifikasi dan kelompok mikroorganisme pembentuk flavor
sering mampu mereduksi nitrat. Kelompok pertama terdiri atas Lactobacillus dan
Pediococcus, yang kedua adalah kelompok Microccaceae, kapang.

Bakteri asam laktat yang digunakan sebagai kultur starter harus dapat memenuhi
kriteria yaitu: 1) mampu bersaing dengan mikroorganisme lain, 2) memproduksi asam
laktat secara cepat, 3) mampu tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 6%, 4)
mampu bereaksi dengan dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg, 5) mampu
tumbuh pada suhu antara 15-40˚C, 6) termasuk bakteri homofermentatif, 7) tidak
menghasilkan peroksida dalam jumlah besar, 8) dapat mereduksi nitrit dan nitrat, 9)
dapat meningkatkan flavour produk akhir, 10) tidak memproduksi senyawa asam amino,
11) dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen, dan 12) bersifat sinergis dengan
senyawa starter lain.

Starter bakteri asam laktat yang banyak digunakan biasanya dari golongan
Lactobacillus. Penggunaan kultur starter dalam pembuatan sosis fermentasi dilakukan
untuk meningkatkan mutu produk produk dengan meningkatakan keamanan produk,
memperpanjang umur simpan, dan menghasilkan produk yang konsisten.

Lactobacillus plantarum merupakan bakteri berbentuk batang, umumnya berukuran 0,7-


1,0 sampai 3,0-8,0 mikron, tunggal atau dalam rantai-rantai pendek, dengan ujung yang
melingkar. Organisme ini cenderung berbentuk batang pendek dalam kondisi
pertumbuhan yang sesuai dan akan cenderung lebih panjang di bawah kondisi yang
tidak menguntungkan. Bakteri ini termasuk homofermentatif dengan suhu minimum
10°C, maksimum 40°C dan optimum 30°C. Lactobacillus plantarum mampu
memproduksi H2O2 dalam jumlah yang tinggi dan berfungsi sebagai antibakteri yang
dapat menyebabkan adanya daya hambat terhadap pertumbuhan mikroorganisme lain.

1. Selongsong

Selongsong adalah bahan pengemas sosis yang umumnya berbentuk silindris.


Selongsong sosis dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus
selama penanganan dan pengangkutan serta sebagai media display selama
diperdagangkan. Penggunaan casing dalam pembuatan sosis bertujuan untuk
membentuk dan menjaga stabilitas sosis serta melindungi dari kerusakan kimia seperti
oksidasi, mikroba, atau kerusakan fisik seperti ketengikan.
Terdapat 5 jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis yaitu alami,
kolagen, selulosa, plastic, serta logam. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami
hewan, casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi dan melekat
pada produk, sedangkan kerugian dari casing ini adalah produk ini tidak awet. Casing
kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar, keuntungan dari jenis casing
ini dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya
berbahan baku pulp. Keuntungan dari casing selulosa adalah dapat dicetak atau
diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adalah sangat keras dan dianjurkan
untuk tidak dimakan.

Proses pembuatan sosis fermentasi meliputi tahapan persiapan, chilling/ freezing,


pemberian bumbu dan pencampuran, filling/ pengisian, fermentasi, pengasapan aging/
drying, dan penyimpanan.

1. Persiapan

Pada tahap ini, dilakukan pemilihan daging yang baik kemudian dipotong-potong
menjadi bagian yang lebih kecil. Daging tersebut kemudian dicincang menjadi daging
yang lebih halus. Dalam tahap ini harus dilakukan proses penanganan yang tepat agar
daging tidak mengalami kontaminasi silang.

1. Chilling/ Freezing

Pertumbuhan mikroorganisme dalam pangan dapat dicegah dengan cara penurunan


suhu. Terdapat dua macam pengawetan dengan suhu rendah, yaitu pendinginan cara
chilling dan deep-feezing (pembekuan pada suhu sangat rendah).

Pada pendinginan cara chilling, pangan ditempatkan pada suhu diatas titik beku air
(diatas 0°C). Suhu di dalam alat pendingin rumah tangga adalah dalam kisaran 0-5°C.
Pertumbuhan hampir semua mikroorganisme diperlambat dan beberapa diantaranya
dapat mengalami kematian. Namun beberapa mikroorganisme tetap tumbuh lambat
pada suhu tersebut dan spora bakteri tetap bertahan hidup.

Pada deep-freezing, pangan disimpan pada suhu -18°C atau lebih rendah lagi.
Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme
pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu
menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat
kerja dari mikroba pembusuk tersebut.

1. Pemberian Bumbu dan Pencampuran

Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah lada, pala ,bawang
putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang digunakan tergantung selera,
daerah dan aroma yang dikehendaki. Setelah daging dicincang halus, bumbu-bumbu
ditambahkan pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri
dibuat dari bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata.
Penambahan air bertujuan untuk memecah curing agents, memfasilitasi proses
pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.

1. Filling/ Pengisian

Stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam selongsong. Pengisisan


adonan sosis ke dalam selongsong tergantung tipe sosis, ukuran kemudahan proses,
penyimpanan serta permintaan konsumen. Pemasukan adonan sosis ke dalam casing
menggunakan alat khusus (disebut stuffer) yang bertujuan membentuk dan
mempertahankan kestabilan sosis.

1. Fermentasi

Tahapan ini merupakan tahap peningkatan suhu sosis yang memungkinkan bakteri
alami tumbuh dan bereaksi dengan daging. Fermentasi merupakan tahapan penting
pada proses pembuatan sosis dan suhu yang tepat juga memainkan peran yang
penting. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi kecepatan pertumbuhan bakteri.
Suhu pertumbuhan yang terbaik adalah suhu tubuh kita (36,6°C).

1. Pengasapan

Pengasapan dilakukan pada suhu 70°C selama 30 menit, asap diusahakan


menempel dan masuk ke dalam casing sehingga sosis berflavor asap.
Pengasapan adalah suau cara pengawetan bahan makanan terutama pada
daging dan ikan. Pengasapan dapat memberikan cita rasa khas, mengawetkan,
dan memberikan warna yang khas.

1. Aging/ Drying

Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi/ mengeluarkan


sebagian air dari sosis dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air sosis dikurangi sampai
batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh
terhadap tekstur sosis. Pengeringan dapat menurunkan kandungan air dan
menyebabkan pemekatan dari bahan-bahan yang ditinggal seperti karbohidrat,
lemak, protein sehingga bahan pangan memiliki kualitas simpan yang lebih baik.

2. Penyimpanan

Faktor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi jenis


dan bahan baku yang digunakan, metode dan keefektifan pengolahan, jenis dan
keadaan kemasan, perlakuan mekanis yang cukup berat dalam produk yang
dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang ditimbulkan
oleh suhu dan kelembaban penyimpanan.
Mekanisme Reaksi Selama Proses Pembuatan Sosis Fermentasi

Dalam sosis fermentasi terdapat kandungan makromolekul seperti karbohidrat,


protein, lemak dan fosfolipid. Karbohidrat akan mengalami metabolisme oleh
mikroba sehingga dipecah menjadi asam-asam organik. Enzim yang terdapat
pada daging akan memecah protein menjadi molekul yang lebih kecil, yaitu
peptida dan asam amino pada reaksi proteolisis. Sedangkan enzim lain yang
juga terdapat pada daging akan memecah lemak dan fosfolipid menjadi asam
lemak bebas pada reaksi hipolisis.

Asam-asam organik hasil pemecahan karbohidrat akan mempengaruhi rasa


(taste) dari sosis. Asam lemak bebas yang berasal dari reaksi hipolisis
(pemecahan lemak dan fosfolipid) akan mempengaruhi aroma (flavor) sosis.
Sedangkan peptida dan asam amino hasil pemecahan protein akan
mempengaruhi rasa dan aroma sosis.
enis–Jenis Sosis
Berdasarkan kehalusan nya, sosis dibedakan menjadi 2, yaitu : Sosis Kasar dan Sosis emulsi.
Sosis Kasar tahap pengolahannya lebih sederhana, yaitu menggiling lemak sampai halus
kemudian mencampur dengan lemak sampai merata. Sosis Emulis, tahapan pencampurannya
terdiri dari pencampuran, pencacahan dan pengelmusian.
Berdasarkan proses pengolahannya, sosis umum dapat dibagi 4 yaitu: 1) Sosis mentah (fresh
sausage) yaitu sosis yang diolah tanpa pemanasan, 2) Sosis yang direbus dan diasap (process
cooking-Boilling & Smooking ) , contohnya frankfuter, bologna, knackwurst, 3) Sosis yang
direbus tanpa diasap ( Process Cooking-boilling ), contohnya beer salami, liver sausage, 4) Sosis
kering, semikering (fermentasi), misalnya dry salami.

Fresh Sausage

Franfurter Sausage

Liver Sausage
Salami Sausage
Berdasarkan jenis casing yang digunakan, sosis terbagi menjadi ; 1) sosis dengan casing natural,
terbuat dari usus sapi , kambing ( sheep) , domba ( lamb ), dan babi ( pork ), Casing ini
mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi, dan melekat pada produk. Kerugian
penggunaan casing ini adalah produk tidak awet. Disamping itu juga ada casing sintetis,
diantaranya ; 1) sosis dengan casing jenis colagen, terbuat dari kulit hewan besar. Keuntungan
dari penggunaan casing ini adalah dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk
atau , 2) Sosis dengan casing Selulosa, berbahan baku pulp,keuntungan casing selulosa adalah
dapat dicetak atau diwarnai dan murah. Casing selulosa sangat keras dan dianjurkan untuk tidak
dimakan , 3) Sosis dengan casing polyamide ( turunan plastic yang bersifat food grade ), Casing
jenis ini tidak bisa dimakan, dapat dibuat berpori atau tidak, bentuk dan ukurannya dapat diatur,
tahan terhadap panas, dan dapat dicetak.

You might also like