You are on page 1of 11

Kebutuhan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota banyak digunakan untuk

berbagai hal vital seperti minum, memasak, dan mencuci. Oleh sebab itu, teknologi penjernihan
air yang terkontaminasi limbah rumah tangga dan limbah industri menjadi hal yang sangat
dibutuhkan.5 Limbah yang terkontaminasi dengan amonia berdampak pada kesehatan manusia.
Salah satunya adalah fungsi enzim yang terganggu sehingga dapat menyebabkan proses
metabolisme di dalam tubuh berhenti.

Indonesia adalah negara dengan tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia
setelah Brasil.7 Fakta ini menunjukkan bahwa keragaman sumber daya alam yang tinggi terutama
dari sektor pertanian dan perkebunan. Tidak heran jika Indonesia menghasilkan banyak jenis sisa
ampas seperti jerami padi dan serbuk gergaji dari sektor pertanian, serta minyak kelapa dan kulit
pisang dari sektor perkebunan. Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan dari sektor perkebunan
adalah pisang.

Produksi pisang di Indonesia sekitar 6,7 juta metrik ton yang diproduksi selama setahun
dan berhasil menjadi produk pertanian terbesar ketiga setelah beras dan ubi kayu. Hingga saat ini,
kulit pisang belum dimanfaatkan secara maksimal dan hanya berakhir sebagai limbah. Padahal,
kulit pisang mengandung 50,6% karbon per 100 gram.2 Sehingga, kulit pisang dapat digunakan
sebagai bahan utama karbon aktif.

Karbon aktif adalah material padat berpori yang berasal dari sisa pembakaran material yang
mengandung karbon. Karbon aktif adalah bentuk arang yang telah diaktivasi menggunakan gas
CO2, kelembapan atau bahan kimia yang menyebabkan pori-pori terbuka yang meningkatkan
penyerapan zat warna dan bau. Karbon aktif biasanya dikemas dalam kemasan kedap udara untuk
mencegah terjadinya saturasi yang dapat menyebabkan karbon aktif menjadi inaktif.5 Karbon aktif
adalah material padat berpori yang mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan yang
mengandung karbon dengan pembakaran pada suhu tinggi.5 Beberapa limbah pertanian seperti
jerami padi, jerami gandum, kulit kacang, bambu dan serat kelapa dapat digunakan sebagai produk
karbon aktif dan telah dipelajari secara mendalam dengan berbagai prosedur yang berbeda.8

Kebutuhan karbon aktif sebagai absorber sangat meningkat terutama di bidang kedokteran,
tekstil, makanan, dan pengolahan limbah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menggunakan
kulit pisang dan menganalisis faktor-faktor yang dapat mengoptimalkan proses kimia dengan
menggunakan aktivator dan fungsinya sebagai adsorber air limbah yang terkontaminasi dengan
amonia.

Penelitian eksperimental ini dilakukan pada bulan Maret hingga April 2018 di
Laboratorium Kimia Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, dengan harapan untuk
mengetahui potensi dan manfaat karbon aktif kulit pisang sebagai adsorben air sungai yang
terkontaminasi ammonia.
1. Alat dan Bahan
No Alat Bahan
1 Oven Kulit pisang putri 100gr
2 Neraca digital Kulit pisang tanduk 100gr
3 Gelas ukur 25ml Kulit pisang udang 100gr
4 Gelas ukur 100ml 1 botol HCl dengan konsentrasi 36%
5 Labu erlenmeyer 250ml Larutan KOH 4M 250ml
6 Spatula Larutan NaOH 0.1M 250ml
7 Gelas kimia Larutan H2SO4 0.1M 250ml
8 Corong 8 botol distilled water 1L
9 Kertas Saring Air
10 Stopwatch 1 botol larutan NH3 25%
11 PH indikator universal
12 Buret 50ml
13 Statif
14 Kalkulator saintifik
15 Pipet pasteur
16 12 botol ukuran 100ml
Tabel 1. Alat dan Bahan

2. Metode Pengerjaan

A. Persiapan Limbah Kulit Pisang

100 gram kulit pisang dari setiap sampel dibersihkan dan dicuci menggunakan 500 ml
distilled water kemudian dipotong-potong berukuran 2x2 cm.

B. Pengeringan

100 gram kulit pisang yang telah dibersihkan kemudian dikeringkan di bawah matahari selama
3 hari. Kemudian, penimbangan dilakukan dengan menggunakan neraca digital. Hasilnya
menunjukkan bahwa berat masing-masing sampel antara lain kulit pisang putri memiliki berat
40,1 gram, kulit pisang udang memiliki berat 47,8 gram, kulit pisang tanduk memiliki berat
36,6 Gram. Untuk lebih jelasnya, bias dilihat pada tabel 2 berikut ini.
Tipe Berat Awal (gr) Berat setelah dikeringkan
(gr)
Kulit Pisang Tanduk 100 36,6
Kulit Pisang Udang 100 47,8
Kulit Pisang Putri 100 40,1
Tabel 2. Proses Pengeringan Pada Setiap Sampel Kulit Pisang

Kemudian untuk meminimalisir kelembaban yang terkandung dalam setiap sampel kulit
pisang, sampel kulit pisang dimasukan ke dalam oven dengan suhu 150°C dengan durasi
sekitar 30 menit.

C. Karbonisasi

Setelah semua kulit pisang telah kering, masing-masing sampel harus melalui proses
karbonisasi pada suhu 300°C selama 2 jam.
 36,6 gram kulit pisang tanduk yang telah kering dipanaskan dalam oven dengan suhu
300°C selama 2 jam dan sebanyak 13,2gr karbon yang dihasilkan (karbon A)
 47,8 gram kulit pisang udang yang telah kering dipanaskan dalam oven dengan suhu 300°C
selama 2 jam dan sebanyak 15,6gr karbon yang dihasilkan (karbon B)
 40,1 gram kulit pisang tanduk yang telah kering dipanaskan dalam oven dengan suhu
300°C selama 2 jam dan sebanyak 14,1gr karbon yang dihasilkan (karbon C).
Seluruh karbon yang dihasilkan dalam proses karbonisasi kemudian dimasukkan ke dalam
botol 100 ml untuk menghindari kontak dengan oksigen terlalu lama yang dapat mengurangi
tingkat penyerapan karbon.

D. Aktivasi
Proses aktivasi karbon aktif dilakukan dengan menambahkan setiap aktivator ke dalam setiap
sampel kulit pisang, hasil karbonisasi akan dimasukan ke dalam microcentrifuge corning dan
didiamkan selama 10 jam. Kemudian dilakukan penyaringan dan didapatkan residu yang
langsung keringkan. Setelah itu campuran disaring menggunakan kertas saring dan residu yang
didapat disuling dengan distilled water sampai pH netral dan keringkan.

3. Hasil dan Diskusi

A. Proses Karbonisasi

100gr setiap sampel dikeringkan di bawah matahari selama 3 hari untuk mengurangi
kandungan air di dalamnya. Kemudian, lakukan proses pemanasan untuk setiap sampel kulit
pisang dengan suhu 110°C selama 30 menit untuk mengurangi kadar air di setiap sampel kulit
pisang. Setelah semua sudah kering sampel kulit pisang diukur dengan menggunakan neraca
digital. Hasil penimbangan masing-masing sampel bisa dilihat pada tabel 3 di bawah ini:
Tipe Suhu(°C) Berat Awal (gr) Berat setelah
dikeringkan (gr)
Kulit Pisang Tanduk 300 100 36,6
Kulit Pisang Udang 300 100 47,8
Kulit Pisang Putri 300 100 40,1

Dalam proses karbonisasi, sampel kulit pisang dipanaskan pada suhu 300°C selama 2 jam yang
membuat kulit pisang menjadi karbon. Dalam proses ini dilakukan beberapa percobaan pada
kulit pisang. Pertama, 36,6 gram kulit pisang tanduk dengan menggunakan proses pemanasan
pada suhu 300°C selama 2 jam (karbon A). Kedua, 47,8gr kulit pisang udang dengan
menggunakan proses pemanasan pada suhu 300°C selama 2 jam (karbon B). Ketiga, 40,1gr
kulit pisang putri menggunakan proses pemanasan pada suhu 300°C selama 2 jam (karbon C).
Hal ini dapat dilihat di tabel dibawah ini:

Tipe Suhu(°C) Berat Setelah Karbonisasi


Karbon A 300 15.2
Karbon B 300 22.6
Karbon C 300 5.6

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa, proses karbonisasi yang dilakukan dengan
suhu yang berbeda akan didapatkan berat karbon yang berbeda. Karbon A menghasilkan
15,2gr karbon yang awalnya 36,6gr. Karbon B menghasilkan 22,6gr karbon yang awalnya 47,8
gram. Karbon C menghasilkan 5,6 gram yang awalnya 6,0 gram.
Dapat disimpulkan bahwa proses karbonisasi memiliki pengaruh besar terhadap berat karbon
karena kandungan airnya berkurang. Pengurangan air besar atau kecil tergantung pada suhu
yang digunakan selama pemanasan. Setelah kulit pisang telah mengalami karbonisasi pada
waktu yang telah ditentukan, maka hasil karbon dari proses karbonisasi langsung dimasukkan
ke dalam botol 100 ml untuk mengurangi kontak dengan oksigen begitu lama yang dapat
mengurangi kemampuan penyerapan karbon. Setelah itu, hasil karbon dari proses karbonisasi
dapat diaktifkan oleh aktivator.
B. Proses aktivasi karbon aktif
Proses aktivasi dilakukan dengan menambahkan karbon ke setiap aktivator yang berbeda untuk
menemukan aktivator yang baik untuk menyerap Amonia (NH3), seperti HCl, KOH, H2SO4,
NaOH di labu sekitar 10 jam dengan konsentrasi berbeda yaitu: HCl (36%) 4M, 4M KOH,
H2SO4 0,1 M, NaOH 0,1 M. Setelah itu, karbon disedot dan dicuci dengan air suling sampai
pH netral lalu karbon dimasukkan ke dalam botol 100 ml dan ditutup dengan rapat.

Variabel Perlakuan
Karbon A + HCl 4M
A Karbon A + H2SO4 0.1M
Karbon A + NaOH 0.1M
Karbon A + (KOH 4M + HCl 4M)
Karbon B + HCl 4M
B Karbon B + H2SO4 0.1M
Karbon B + NaOH 0.1M
Karbon B + (KOH 4M + HCl 4M)
Karbon C + HCl 4M
C Karbon C + H2SO4 0.1M
Karbon C + NaOH 0.1M
Karbon C + (KOH 4M + HCl 4M)

Tabel 5.Deskripsi: Karbon A adalah jenis kulit pisang Putri, Karbon B adalah jenis kulit pisang
Udang dan Karbon C adalah sejenis kulit pisang tanduk

Setelah karbon aktif oleh aktivator yang disebutkan di atas, karbon aktif sekarang bisa
diuji dengan larutan amonia (NH3) dalam air untuk menentukan jenis kulit pisang dan aktivator
yang merupakan larutan terbaik terhadap penyerapan amonia (NH3) dalam limbah.

C. Pengujian Penyerapan Karbon Aktif terhadap Larutan Amonia


Karbon aktif yang telah diaktifkan dapat diuji untuk melihat tingkat absorpsinya terhadap
larutan amonia di dalam air limbah. 1 gram karbon aktif dari masing-masing jenis kulit pisang
yang telah siap ditambahkan ke larutan 20 ml amonia (NH3) 1,2M, kemudian dikocok dan
didiamkan selama 1 jam sehingga proses penyerapan dapat berlangsung dengan baik. Setelah 1
jam, campuran karbon aktif dan larutan amonia (NH3) disaring untuk memperoleh residu karbon
aktif dan filtrat dari larutan amonia (NH3). Selanjutnya, filtrat dititrasi menggunakan larutan 1M
CH3COOH. Sebelum dititrasi, filtrat diuji dengan menggunakan indikator universal untuk
menentukan titik akhir titrasi ketika larutan telah menjadi netral. Semua volume yang diperlukan
untuk titrasi CH3COOH dicatat dan dihitung jumlah Mol CH3COOH yang diperlukan untuk
bereaksi dengan larutan amonia (NH3). Data dari volume CH3COOH 1 M yang diperlukan untuk
titrasi dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Variabel Perlakuan Volume CH3COOH untuk titrasi
Karbon A + HCl 4M 3.6
A Karbon A + H2SO4 0.1M 2.2
Karbon A + NaOH 0.1M 0.6
Karbon A + (KOH 4M + HCl 4M) 4.6
Karbon B + HCl 4M 1.4
B Karbon B + H2SO4 0.1M 1.0
Karbon B + NaOH 0.1M 1.4
Karbon B + (KOH 4M + HCl 4M) 2.8
Karbon C + HCl 4M 1.6
C Karbon C + H2SO4 0.1M 3.3
Karbon C + NaOH 0.1M 1.3
Karbon C + (KOH 4M + HCl 4M) 3.4

Setelah volume Asam Asetat (CH3COOH) diperlukan untuk titrasi telah diketahui
kemudian dapat dihitung dengan mol asam asetat (CH3COOH) yang dikali dengan volume asam
asetat (CH3COOH) dan konsentrasi larutan asam asetat (CH3COOH) yang digunakan. Mol Asam
Asetat (CH3COOH) yang diperoleh akan sama dengan larutan mol Amonia (NH3). Kemudian
konsentrasi larutan Amonia (NH3) dapat ditentukan dengan membagi larutan mol yang tersisa
digunakan dengan volume awal larutan amonia (NH3). Kapasitas penyerapan karbon aktif
terhadap larutan Amonia (NH3) dalam air limbah dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini:
Variabel Perlakuan Konsentrasi Ammonia di air Konsentrasi Ammonia di air
limbah Sebelum diberi limbah Setelah diberi karbon
karbon aktif (M) aktif (M)
Karbon A + HCl 4M 1.205 0.218
A Karbon A + H2SO4 1.205 0.198
0.1M
Karbon A + NaOH 1.205 0.036
0.1M
Karbon A + (KOH 4M 1.205 0.278
+ HCl 4M)
Karbon B + HCl 4M 1.205 0.168
B Karbon B + H2SO4 1.205 0.065
0.1M
Karbon B + NaOH 1.205 0.042
0.1M
Karbon B + (KOH 4M 1.205 0.170
+ HCl 4M)
Karbon C + HCl 4M 1.205 0.192
C Karbon C + H2SO4 1.205 0.198
0.1M
Karbon C + NaOH 1.205 0.072
0.1M
Karbon C + (KOH 4M 1.205 0.206
+ HCl 4M)

4. Kesimpulan
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa variabel A dengan kulit pisang tanduk
yang ditambahkan ke 0,1 M larutan NaOH merupakan karbon aktif yang paling optimal dalam
menyerap Amonia (NH3) dengan konsentrasi awal 1,205 M menjadi 0,036 M. Tingkat absorbsinya
mencapai 1,179 M.
DAFTAR PUSTAKA

Alfathoni, Girun.2001. Rahasia untuk mendapatkan mutu produk karbon aktif dengan
serapan Iodin diatas 1000 MG/G. Yogyakarta.
Hewett, Emma., Stem A and Mrs. Wildfong. 2011. Banana Peel Heavy Metal Water Filter.
Natalina, Ferae. 2006. Penurunan warna dengan karbon aktif tempurung kelapa sawit pada
air gambut sungai sebangau kota palangkaraya. Diponegoro : Universitas Diponegoro.
Sembiring, Mei Lita,ST dan Tuti Sarma Si Naga, ST.2003. Arang aktif ( pengenalan dan
proses pembuatannya ). Medan : Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Samia, Al Azharia Jahn. 1981. Traditional Water Purification in Tropical Developing Countries :
Existing Methods and Potential Application. Eschborn : GTZ.
Hitipeuw J. 2011. Indonesia, The World's Second Mega Biodiversity Country. Dikutip dari
Kompas, 16 Mei 2011.
Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006.
Yalçin, 2000;Lartey, 1999; Baksi dkk, 2003

You might also like