You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

I. I. Bahaya Potensial di tempat kerja

Bahaya Potensi bahaya atau hazard merupakan segala hal atau sesuatu yang
mempunyai kemungkinan mengakibatkan kerugian pada manusia, harta benda
maupun lingkungan di tempat kerja.
Di tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko khususnya terdapat
keselamatan dan kesehatan di perusahaan akan selalu dijumpai, antara lain berupa:
1. Faktor fisik : kebisingan, cahaya, radiasi, vibrasi, suhu, debu.
2. Faktor kimia : solven, gas, uap, asap, logam berat.
3. Faktor biologik : tumbuhan, hewan, bakteri, virus.
4. Aspek ergonomi : desain, sikap dan cara kerja.
5. Stresor : tekanan produksi, beban kerja, monotoni, kejemuan.
6. Listrik dan sumber energi lainnya.
7. Mesin, peralatan kerja, pesawat.
8. Kebakaran, peledakan, kebocoran.
9. Tata rumah tangga (house keeping).
10. Sistem Manajemen peusahaan.
11. Pelaksana / manusia : perilaku, kondisi fisik, interaksi.
Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event)
yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar, tergantung dari cara
pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah
sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua
potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar
tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |1
Rincian langkah umum yang biasanya dilaksanakan dalam penilaian risiko meliputi :
1. Menentukan personil penilai
Penilai risiko dapat berasal dari intern perusahaan atau dibantu oleh petugas lain
diluar perusahaan yang berkompeten baik dalam pengetahuan, kewenangan
maupun kemampuan lainnya yang berkaitan. Tergantung dari kebutuhan, pada
tempat kerja yang luas, personil penilai dapat merupakan suatu tim yang terdiri
dari beberapa orang.
2. Menentukan obyek/bagian yang akan dinilai
Obyek atau bagian yang akan dinilai dapat dibedakan menurut bagian /
departemen, jenis pekerjaan, proses produksi dan sebagainya. Penentuan obyek
ini sangat membantu dalam sistematika kerja penilai.
3. Kunjungan / Inspeksi tempat kerja
Kegiatan ini dapat dimulai melalui suatu “walk through survey / Inspection”
yang bersifat umum sampai kepada inspeksi yang lebih detail. Dalam kegiatan
ini prinsip utamanya adalah melihat, mendengar dan mencatat semua keadaan di
tempat kerja baik mengenai bagian kegiatan, proses, bahan, jumlah pekerja,
kondisi lingkungan, cara kerja, teknologi pengendalian, alat pelindung diri dan
hal lain yang terkait.
4. Identifikasi potensi bahaya
Berbagai cara dapat dilakukan guna mengidentifikasi potensi bahaya di tempat
kerja, misalnya melalui :
a. Inspeksi/survei tempat kerja rutin.
b. Informasi mengenai data kecelakaan kerja dan penyakit serta absensi.
c. Laporan dari Panitia pengawas Kesehatan dan Keselamatan Kerja(P2K3) atau
supervisor atau keluhan pekerja.
d. Lembar data keselamatan bahan (material safety data sheet), dan lain
sebagainya.
Selanjutnya diperlukan analisis dan penilaian terhadap potensi bahaya tersebut
untuk memprediksi langkah atau tindakan selanjutnya terutama pada
kemungkinan potensi bahaya tersebut menjadi suatu risiko.

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |2
5. Mencari informasi / data potensi bahaya
Upaya ini dapat dilakukan misalnya melalui kepustakaan, mempelajari MSDS,
petunjuk teknis, standar, pengalaman atau informasi lain yang relevan.
6. Analisis Risiko
Dalam kegiatan ini, semua jenis risiko, akibat yang bisa terjadi, tingkat
keparahan, frekuensi kejadian, cara pencegahannya, atau rencana tindakan untuk
mengatasi risiko tersebut dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin.
Ketidaksempurnaan dapat juga terjadi, namun melalui upaya sitematik, perbaikan
senantiasa akan diperoleh.
7. Evaluasi risiko
Memprediksi tingkat risiko melalui evaluasi yang akurat merupakan langkah
yang sangat menentukan dalam rangkaian penilaian risiko. Kualifikasi dan
kuantifikasi risiko, dikembangkan dalam proses tersebut. Konsultasi dan nasehat
dari para ahli seringkali dibutuhkan pada tahap analisis dan evaluasi risiko.
8. Menentukan langkah pengendalian
Apabila dari hasil evaluasi menunjukan adanya risiko membahayakan bagi
kelangsungan kerja maupun kesehatan dan keselamatan pekerja perlu ditentukan
langkah pengendalian yang dipilih dari berbagai cara seperti :
a. Memilih teknologi pengendalian seperti eliminasi, substitusi, isolasi,
engineering control, pengendalian administratif, pelindung peralatan/mesin
atau pelindung diri.
b. Menyusun program pelatihan guna meningkatka pengetahuan dan pemahaman
berkaitan dengan risiko
c. Menentukan upaya monitoring terhadap lingkungan / tempat kerja.
d. Menentukan perlu atau tidaknya survailans kesehatan kerja melalui pengujian
kesehatan berkala, pemantauan biomedik, audiometri dan lain-lain.
e. Menyelenggarakan prosedur tanggap darurat / emergensi dan pertolongan
pertama sesuai dengan kebutuhan.

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |3
9. Menyusun pencatatan / pelaporan
Seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penilaian risiko harus dicatat dan disusun
sebagai bahan pelaporan secara tertulis. Format yang digunakan dapatdisusun
sesuai dengan kondisi yang ada.
10. Mengkaji ulang penelitian
Pengkajian ulang perlu senantiasa dilakukan dalam periode tertentu atau bila
terdapat perubahan dalam proses produksi, kemajuan teknologi, pengembangan
informasi terbaru dan sebagainya, guna perbaikan berkelanjutan penilaian risiko
tersebut.

I.II. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk dapat melaksanakan pekerjaan


tanpa kecelakaan, memberikan suasana atau lingkungan kerja yang aman sehingga
dapat dicapai hasil yang menguntungkan dan bebas dari segala macam bahaya.

Menurut Suma’mur kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan /


kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja / masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun social
dengan usaha preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang
diakibatkan oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit
umum..
Untuk mengetahui sejauh mana program K3 telah diimplementasikan di
perusahaan, maka manajemen perusahaan harus melakukan audit atau evaluasi di
setiap unit kerja yang ada. Hal ini sesuai dengan peraturan Menteri Tenaga Kerja
Nomor : PER.05/MEN/1996 pada BABIII pasal 4 bahwa perusahaan wajib
mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja program Keselamatan dan Kesehatan
kerja serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan.
Hakikat dan tujuan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yaitu bahwa
faktor K3 berpengaruh langsung terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga
berpengaruh terhadap efektifitas kerja pada tenaga kerja dan juga berpengaruh

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |4
terhadap efisiensi produksi dari suau perusahaan industri sehingga dengan demikian
mempengaruhi tingkat pencapaian produktifitasnya. Karena pada dasarnya tujuan K3
adalah untuk melindungi para tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan dan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif
sehingga upaya pencapaian produktifitas yang semaksimalnya dari suatu perusahaan
industry dapat lebih terjamin.
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI (1996;2) adalah : ‘’bagian dari
system manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi,
perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang
dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja guna tercapainya tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif.
Tujuan dan sasaran SMK3 adalah menciptakan suatu system K3 di tempat
kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan
kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat yang aman, efisien dan produktif.
Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau
lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik
proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti
peledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan
SMK3.
Pengelolaan SMK3 ini memiliki pola ‘total loss control’ yaitu suatu
kebijakan untuk menghindarkan kerugian bagi perusahaan, property, personil di
perusahaan dan lingkungan melalui penerapan SMK3 yang mengintegrasikan sumber
daya manusia, material, peralatan, proses, bahan, fasilitas dan lingkungan dengan
pola penerapan prinsip manajemen yaitu planning, do, check, dan improvement.
Kinerja (performa) setiap pekerja merupakan resulatan dari tiga komponen
kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja yang dapat
menjadi beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka
dapat dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan meningkatkan

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |5
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidakserasian dapat menimbulkan masalah
kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya
akan menurunkan produktivitas kerja.

I.III. Plant Survey


Plant Survey adalah upaya pengenalan mengenai resiko atau potensi bahaya
yang dihadapi komunitas pekerja sehari-hari sehingga diharapkan dikemudian hari
aspek lingkungan dan pekerjaan diperhatikan dalam mengelola masalah kesehatan.
Kegiatan plant survey melakukan kunjungan ke perusahaan untuk mendapatkan
gambaran mengenai cara kerja pekerja, bahaya potensial yang dihadapi dan
perlindungan yang telah diberikan perusahaan dengan cara observasi, wawancara dan
pengukuran.

Tujuan dari plant survey adalah:

1. Mengidentifikasi bahaya potensial atau faktor resiko


2. Mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul
3. Memahami upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan
4. Memahami program K3 yang dilakukan
5. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan upaya kesehatan dan keselamatan
kerja bagi pekerja di suatu perusahaan yang bersifat evidence-based

Tahap kegiatan plant survey meliputi 3 tahap yaitu tahap pelaksanaan,


pembuatan laporan dan presentasi laporan. Sasaran dari pengamatan plant survey
adalah seluruh proses produksi dengan bahaya potensialnya, sanitasi umum, sanitasi
lingkungan kerja, pengolahan limbah, bahaya potensial kecelakaan kerja dan
kebakaran serta kantin dan gizi kerja. Sedangkan komponen yang harus diperhatikan
meliputi bahaya potensial faktor fisik, kimia, biologi, fisiologi/ergonomi, psikologi,
resiko terjadinya kecelakaan kerja, jumlah tenaga kerja tiap proses, pembuangan
sampah atau limbah yang ada dan keadaan kesehatan pekerja.

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |6
I.IV. Rumusan Masalah
a. Bahaya potensi apa saja dan resiko kecelakaan kerja pada setiap langkah
proses produksi?
b. Dampak apa saja yang dapat terjadi akibat bahaya potensial tersebut?
c. Penyakit apa saja yang dapat timbul akibat bahaya potensial tersebut?

I.V. Tujuan
a. Mengetahui dan menyusun profil bagian Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus.
b. Mengidentifikasi bahaya potensi (hazard) atau faktor resiko terhadap
kesehatan dan keselamat pekerja di bagian Instalasi Gizi di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Doris Sylvanus.
c. Mengidentifikasi gangguan kesehatan yang mungkin timbul dengan adanya
bahaya potensial yang ada di bagian Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus.
d. Menjelaskan upaya perlindungan dan pencegahan yang telah dilakukan oleh
bagian Instalasi Gizi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus.
e. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan upaya kesehatan dan keselamatan
kerja bagi pekerja yang bekerja di bagian Instalasi Gizi di Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Doris Sylvanus.

I.VI. Manfaat
a. Bagi Rumah Sakit
Mampu mengidentifikasi dan mencegah terjadinya bahaya bagi seluruh
karyawan serta dapat meningkatkan kualitas kesehatan untuk karyawan
sehingga dapat menjaga kinerja dan profesionalitas pegawai rumah sakit
khususnya pada bagian instalasi gizi.
b. Bagi mahasiswa
Sebagai sarana pembelajaran mengenai cara melakukan plant survey atau
observasi perusahaan sehingga dapat melatih kemampuan melakukan

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |7
identifikasi dan meningkatkan pemahaman tentang bahaya potensial yang ada
di lingkungan kerja serta dapat menanggulangi bahaya dan dampak yang
ditimbulkan.
c. Bagi institusi pendidikan
Hasil plant survey ini dapat dijadikan sebagai referensi untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan merealisasikan tri dharma perguruan tinggi dalam
melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

I.VII. Metode
Metode yang digunakan adalah metode walk through survey dimana
kunjungan hanya dilakukan hanya satu kali dan tidak melakukan pengukuran.

Lap o r an K el o mp o k 2 M o d u l I l mu K ed o kt er an K o mu n i t as |8
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

II.I. Profil Instalasi Gizi

Visi
Instalasi Gizi RSUD DR.DORIS SYLVANUS Palangka Raya menjadi instalasi gizi terbaik
dan menjadi pusat percontohan seluruh instalasi gizi di Kalimantan Tengah.

Misi
1. Meningkatkan pelayanan gizi yang bermutu prima
2. Meningkatkan profesionalisme sdm tenaga gizi yang ada di instalasi gizi
3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana di instalasi gizi
4. Meningkatkan manajemen instalasi gizi yang efektif dan efisien

Falsafah
Pelayanan gizi merupakan pelayanan yang diperlukan oleh konsumen / klien, oleh karena itu
instalasi gizi memberikan pelayanan gizi yang bermutu dan santun sesuai dengan hak
konsumen / klien.

Tujuan
Memberikan Pelayanan gizi yang optimal untuk menunjang penyembuhan pengobatan pasien
rawat inap dan rawat jalan yang terintergrasi dengan pelayanan kesehatan lain. Berdasarkan
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh direktur rumah sakit.

Tujuan Khusus
1. Tersediannya makanan untuk pasien sesuai standar dan kebutuhan pasien
2. Terlaksananya pelayanan asuhan gizi di ruang rawat inap
3. Terlaksananya pelayanan asuhan gizi di ruang rawat jalan
4. Terlaksananya penyuluhan / konsultasi dan rujukan gizi bagi pasien. pegawai dan
masyarakat lain
5. Terlaksananya pendidikan guna peningkatan karir bagi pegawai instalasi gizi
6. Terlaksananya pendidikan bagi mahasiswa dan siswa

Laporan Kelompok 2 Modul Ilmu Kedokteran Komunitas |9


7. Terlaksananya pendidikan dan latihan bagi seluruh tenaga di instalasi gizi guna
peningkatan pelayanan gizi, khususnya kegiatan penyelenggaraan makanan

II.II. Proses Produksi dan Alur Kegiatan

Ahli gizi datang ke Diet pasien yang dibuat Tenaga persiapan,


bangsal dan diberikan kepada tenaga tenaga pemasak dan
mendata diet persiapan untuk membuat tenaga snack mulai
makanan pasien makanan mengolah makanan

Ahli gizi mengecek Makanan siap kemudian


Diberikan ke pramusaji
makanan pasien 1 jam mulai di bungkus sesuai
dan pramusaji mulai
setelah di distibusikan diet makanannya sambil
memberikan ke bangsal
di bangsal pasien diawasi oleh ahli gizi

Gambar 1. Alur Produksi Makanan Pasien

Untuk proses distribusi diawasi oleh ahli gizi dengan proses yang steril
menggunakan handscoen dan masker. Bahan makanan sudah siap pada pagi hari
karena ada toko-toko yang sudah langganan akan mengantarnya ke rumah sakit.
Tenaga pemasak mulai mempersiapkan makanan sesuai diet masing-masing pasien.
Pramusaji akan mengantarkan makanan ke masing-masing bangsal, satu pramusaji
mengantar ke dua bangsal.

II.III. Sarana, Prasarana, dan Sanitasi

Sarana :
a. Timbangan manual
b. Kulkas 2 pintu,
c. Kereta sayur,
d. Keranjang besar,

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 10
e. Panci
f. Pisau
g. Talenan,
h. Kipas angin,
i. Kompor
j. Troli
k. Tempat sampah
l. Rak sepatu
m. Meja
n. Tikar anyaman
o. Nyiru bambu
p. Jam dinding
q. Hand glove

Prasarana
a. Ruang instalasi gizi
b. Gudang penyimpanan BM kering
c. Gudang penyimpanan BM basah
d. Ruang pemotongan sayuran dan daging
e. Ruang cuci alat masak
f. Ruang masak
g. Dapur pengolahan makanan
h. Ruang fasilitas pegawai
i. Toilet

Bangunan dan Sanitasi


1. Kondisi Bangunan dan Lokasi
Bangunan agak tua dan catnya pudar. Ruangannya berdekatan dengan tempat

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 11
pembuangan limbah pasien dan berada pada jarak kurang dari 4 meter dari
sumber pencemaran asap
2. Pembagian Ruangan
– Ruang instalasi gizi,
– Gudang penyimpanan BM kering
– Gudang penyimpanan BM basah
– Ruang pemotongan sayuran dan daging
– Ruang cuci alat masak
– Ruang masak
– Dapur pengolahan makanan
– Ruang fasilitas pegawai
– Toilet
3. Lantai : Bersih, tidak licin, rata dan kering
4. Dinding : Kedap air, rata dan bersih
5. Ventilasi: ada
6. Pencahayaan
– Tersebar merata disetiap ruangan
– Tidak menyilaukan
7. Atap
– Tidak menjadi sarang tikus dan serangga
– Tidak bocor
8. Langit – langit
– Tinggi ≤ 3 meter,
– Rata dan agak tua
– Tidak terdapat lubang dan rapuh
9. Pintu keluar ada lima

Fasilitas Sanitasi
1. Air bersih dan jumlah mencukupi

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 12
2. Pembuangan air limbah :
Air limbah mengalir dengan lancar
3. Tempat Sampah
– Sampah diangkut tiap sudah penuh
– Terdapat tempat sampah di tiap sudut ruangan
– Tempat sampah dibuat dari plastik dan terbuka ditempatkan di beberapa
ruangan di ruangan masak, ruangan pencuci piring.
– Kapasitas tempat sampah terangkat oleh seorang petugas sampah
4. Tempat cuci tangan
– Tersedia air cuci tangan yang mencukupi
– Tersedia sabun dan tidak tersedia alat pengering
– Jumlahnya cukup untuk pengunjung dan karyawan
5. Tempat mencuci peralatan
– Tersedia air yang cukup
– Terbuat dari bahan yang kuat dan aman
– Terdapat 1 bak besar
6. Tempat pencucian bahan makanan
– Tersedia air yang cukup
– Terbuat dari bahan yang kuat dan aman

Dapur, Ruang makan, Gudang bahan makanan


1. Dapur
– Bersih
– Ukuran dapur sedang
– Tidak ada cerobong asap
– Terdapat blower
2. Ruang Makan
– Perlengkapan
– Tersedia fasilitas cuci tangan yang memenuhi estetika
– Pintu masuk terbuka

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 13
Bahan makanan dan makanan jadi
1. Bahan makanan
– Kondisi fisik bahan makanan baik
– bahan makanan diantar langsung oleh pedagang
2. Makanan jadi
– Kondisi fisik makanan jadi baik
– Makanan dikemas dengan baik dan bersih
– Makanan ditutupi dengan plastik

Pengolahan makanan
Proses pengolahan
– Semua tenaga pengelolah memakai celemek, pakaian kerja dengan benar dan
cara kerjanya bersih
– Menggunakan peralatan bersih

Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi


1. Penyimpanan bahan makanan
– Tempatnya bersih dan terpelihara
– Disimpan dalam aturan sejenis dan disusun dalam rak – rak
2. Penyajian makanan
Cara penyajian
– Pewadahan dan penjamah makanan menggunakan alat yang bersih
– Penyajian makanan pada tempat yang bersih
Peralatan
Ketentuan Peralatan
– Cara pencucian, pengeringan, dan penyimpanan perelatan memenuhi persyaratan
agar selalu dalam keadaan bersih
– Peralatan dalam keadaan yang baik dan utuh

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 14
Tenaga Kerja
1. Pegawai
– Ahli gizi 16 orang
– Terdapat tenaga pemasak
– Tenaga pemotong sayur 2 orang
– Tenaga pemotong dan pencuci daging dan ikan 1 orang
– Pramusaji 15 orang, masing-masing pegawai yang bertugas bertanggung jawab
pada 2 ruangan
– Cleaning Service
2. Pakaian kerja
– Pakaian bebas, bersih dan rapi
– Tenaga pemasak, pemotong sayur, pemotong dan pencuci daging dan ikan,
pramusaji memakai apron yang digunakan pada waktu jam kerja
3. Personal hygiene
– Setiap karyawan berperilaku bersih dan sehat
– Setiap pegawai yang mau kerja cuci tangan terlebih dahul
– Menggunakan alat yang bersih bila mengambil makanan

II.IV. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)


1. Pencegahan dan penaggulangan kebakaran
Tersedia Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dengan Norma Standar
Pedoman dan Manual (NSPM) kebakaran seperti yang diatur oleh
Permennaker No.4 tahun 1980.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 15
2. Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, siap dan layak pakai : Masker,
celemek, sendal, handscoond, penutup kepala

3. Kotak Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)

4. Standar pelayanan keselamatan kerja di RS


Membuat SOP (Standard Operating Procedures) di Instalasi Gizi

II.V. Masalah Kesehatan Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan

Pekerja instalasi gizi di rumah sakit Doris Sylvanus dapat mengalami gangguan
kesehatan sebagai berikut:

1. Carpal Tunnel Syndrome


Carpal tunnel syndrome adalah kondisi tangan dan lengan semakin
menyakitkan disebabkan oleh saraf terjepit di pergelangan tangan. Sejumlah

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 16
faktor dapat berkontribusi untuk carpal tunnel syndrome, termasuk anatomi
pergelangan tangan, beberapa masalah kesehatan mendasar, dan mungkin pola
penggunaan tangan. Terikat oleh tulang dan ligamen, terowongan karpal
adalah jalan sempit yang terletak pada bagian telapak dari pergelangan tangan.
Terowongan ini melindungi saraf utama untuk tangan dan sembilan tendon
pada jari. Kompresi saraf menghasilkan mati rasa, rasa sakit, dan, akhirnya
kelemahan tangan yang menjadi ciri carpal tunnel syndrome. Untungnya,
untuk kebanyakan orang yang mengembangkan carpal tunnel syndrome,
pengobatan yang tepat biasanya dapat meringankan nyeri dan mati rasa dan
mengembalikan penggunaan normal dari pergelangan tangan dan tangan.
Carpal tunnel syndrome terjadi sebagai akibat dari kompresi saraf median.
Nervus medianus berjalan dari lengan melalui sebuah lorong di pergelangan
tangan (terowongan karpal) ke tangan. Saraf tersebut memberikan sensasi ke
sisi telapak ibu jari dan jari-jari, kecuali jari kelingking. Saraf tersebut juga
memberikan sinyal saraf untuk menggerakkan otot-otot di sekitar dasar ibu
jari (fungsi motorik). Secara umum, apa pun yang mengganggu atau menekan
saraf median di ruang terowongan karpal dapat menyebabkan carpal tunnel
syndrome. Misalnya, patah tulang pergelangan tangan dapat mempersempit
terowongan karpal dan mengiritasi saraf, seperti pembengkakan dan
peradangan yang dihasilkan dari rheumatoid arthritis. Dalam banyak kasus,
tidak ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi. Mungkin bahwa
kombinasi faktor risiko berkontribusi pada pengembangan kondisi.

2. Low Back Pain


Nyeri punggung bawah atau low back pain adalah nyeri pada bagian di sekitar
pinggang atau pada daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai
dengan penjalaran nyeri ke daerah tungkai dan kaki. Nyeri pada bagian
tersebut biasanya terjadi karena beban kerja atau posisi kerja yang buruk.
Nyeri punggung bawah dapat digolongkan ke dalam penyakit akibat kerja.
Berikut adalah beberapa penyebab tersering dari nyeri pinggang atau low back

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 17
pain (LBP). Peregangan tulang pinggang (akut, kronis). Peregangan tulang
pinggang adalah cidera regangan pada ligamentum, tendon dan otot pinggang.
Regangan akan menyebabkan luka yang sangat kecil pada organ tersebut.
Cidera yang paling sering menjadi biang kerok dari nyeri pinggang ini,
disebabkan oleh beberapa hal antara lain, pergerakan yang berlebihan,
pergerakan yang tidak benar atau trauma. Disebut akut bila keadaan ini
berlangsung dalam beberapa hari atau minggu, dan disebut kronis bila
keadaan ini berlangsung lebih dari 3 bulan. Peregangan tulang pinggang
sering terjadi pada orang yang berumur diatas 40 tahun. Terkadang keadaan
ini bisa menyerang tanpa batasan usia. Gejala yang timbul dari keadaan ini
antara lain adanya rasa tidak nyaman atau nyeri pada pinggang setelah
pinggang mengalami tekanan mekanis. Derajat nyeri sangat tergantung dari
seberapa banyak otot yang mengalami cidera. Diagnosis peregangan pinggang
ditegakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat trauma yang terjadi,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rontgen. Penanganan nyeri pinggang oleh
karena peregangan yang paling utama adalah mengistirahatkan pingang agar
tidak terjadi cidera ulangan. Obat obatan diperlukan untuk meredakan nyeri
dan melemaskan otot yang kaku. Bisa pula dilakukan pemijatan,
penghangatan dan penguatan otot pinggang, namun tetapi harus dilakukan
secara hati hati.

Iritasi saraf
Serat serat saraf yang terbentang sepanjang tulang belakang dapat mengalami
iritasi oleh karena pergeseran mekanis atau oleh penyakit. Keadaan ini
termasuk penyakit diskus lumbar (radikulopathy), gangguan tulang, dan
peradangan saraf akibat infeksi virus. Radikulopathy lumbar adalah iritasi
saraf yang disebabkan oleh karena rusaknya diskus antara tulang belakang.
Kerusakan ini terjadi akibat dari adanya degenerasi dari cincin luar diskus,
dan trauma atau kombinasi antara keduanya. Penanganan penyakit ini

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 18
memerlukan pengobatan konservatif dengan obat obatan atau bila keadaan
parah bisa dilakukan tindakan pembedahan.

Kondisi tulang dan sendi


Kondisi tulang dan sendi yang bisa menyebabkan nyeri pinggang antara lain
gangguan kongenital (bawaan), gangguan akibat proses degeneratif dan
peradangan yang terjadi pada sendi.

Penyebab lain nyeri pinggang


Penyebab lain dari nyeri pinggang antara lain: Gangguan ginjal yang sering
dihubungkan dengan nyeri pinggang antara lain infeksi ginjal, batu ginjal,
mengangkat barang-barang yange berat, dan perdarahan pada ginjal akibat
trauma. Diagnosa ditegakan berdasarkan pemeriksaan kencing, dan
pemeriksaan radiologi.
3. Trauma Benda Tajam
Trauma akibat benda tajam dapat diakibatkan oleh teriris pisau. Pekerja masak
saat mengiris bahan mentah dapat teriris pisau. Trauma tajam (penetrating
injuries) disebabkan benda tajam atau benda asing yang masuk ke mata seperti
kayu, kaca, logam, atau partikel kayu berkecepatan tinggi, percikan proses
pengelasan, dan peluru.

4. Luka Bakar
Pekerja masak saat menggoreng bahan makanan tidak menggunakan sarung
tangan dan baju lengan panjang sehingga dapat terpapar minyak goreng yang
panas. Luka bakar adalah sejenis cedera pada daging atau kulit yang
disebabkan oleh panas, listrik, zat kimia, gesekan, atau radiasi.[1] Luka bakar
yang hanya mempengaruhi kulit bagian luar dikenal sebagai luka bakar
superfisial atau derajat I. Bila cedera menembus beberapa lapisan di
bawahnya, hal ini disebut luka bakar sebagian lapisan kulit atau derajat II.
Pada Luka bakar yang mengenai seluruh lapisan kulit atau derajat III, cedera

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 19
meluas ke seluruh lapisan kulit. Sedangkan luka bakar derajat IV melibatkan
cedera ke jaringan yang lebih dalam, seperti otot atau tulang. Perawatan yang
diperlukan bergantung pada tingkat keparahan luka bakar. Luka bakar
superfisial mungkin dapat ditangani dengan pereda nyeri sederhana,
sementara luka bakar besar mungkin memerlukan pengobatan yang lebih lama
di pusat perawatan luka bakar khusus. Mendinginkan dengan air ledeng
mungkin membantu meredakan nyeri dan mengurangi kerusakan; akan tetapi,
paparan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan suhu tubuh rendah.
Luka bakar yang mengenai sebagian lapisan kulit mungkin perlu dibersihkan
dengan sabun dan air, kemudian dibalut.

5. Sesak Napas, Kebisingan, dan Sakit Mata


Suara bising dari pembakaran sampah dan asap yang dihasilkan, di mana
tempat tersebut terletak di samping instalasi gizi sehingga sering mengganggu
pendengaran, sesak napas, dan sakit mata pekerja-pekerja di instalasi gizi
tersebut.

Sesak nafas yaitu perasaan sulit bernapas yang biasanya terjadi ketika kita
melakukan aktivitas fisik. Sesak napas adalah suatu gejala dari beberapa
penyakit yang dapat bersifat kronis. Sesak napas juga dikenal dengan istilah
“Shortness Of Breath”. Kejadian-kejadian sesak nafas bergantung dari tingkat
keparahan dan sebabnya. Perasaan itu sendiri merupakan hasil dari kombinasi
impuls (rangsangan) ke otak dari saraf yang berakhir di paru-paru, tulang iga,
otot dada, atau diafragma, ditambah dengan persepsi dan interpretasi pasien.
Pada beberapa kasus, sesak napas diperhebat karena kegelisahan memikirkan
penyebabnya. Pasien mendeskripsikan dyspnea dengan berbagai cara, sesak
napas yang tidak menyenangkan, merasa sulit untuk menggerakkan otot dada,
merasa tercekik, atau rasa kejang di otot dada.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 20
Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat
mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam
satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang
tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan.
Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Bunyi yang
menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar.
Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara
sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini
menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium
udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini
dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu
sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan

Sakit mata sangat sering terjadi pada saat ini, penyakit mata bisa saja terjadi
karena infeksi dan iritasi yang disebabkan oleh virus, juga bisa dikarenakan
gangguan akibat polusi udara. Sakit mata merupakan penyakit yang sangat
menganggu aktifitas sehari-hari, selain itu jika sedang mengalami masalah
pada mata seperti ini, orang sering merasa malu untuk bepergian keluar rumah
karena orang lain pasti juga akan seolah menjauhi karena semua orang tahu
bahwa sakit mata bisa saja menular melalui pandangan mata saja. Hal ini
dikarenakan mata manusia memang sangatlah sensitif.

II. VI. Upaya Peran Perusahaan Untuk Meningkatkan Kesehatan Pekerja

Tingginya angka kasus kecelakaan kerja tersebut menimbulkan pertanyaan


bagaimana peran perusahaan untuk dapat menekan terjadinya kasus tersebut.
Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan setiap pekerja yang juga
merupakan stakeholdernya. Apabila terjadi banyak kecelakaan, karyawan banyak

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 21
yang menderitam absensi meningkat, produksi menurun, dan biaya pengobatan
semakin besar. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun
perusahaan yang bersangkutan, karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja
sebab cacar dan perusahaan akan kehilangan pekerjaannya (Hasibuan, 2011:188).

Undang-Undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pada pasal 35


ayat 3 menyebutkan bahwa pemberi kerja (dalam hal ini perusahaan) dalam
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan, baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Dan pada pasal 86 ayat 2 disebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja
tersebut bertujuan untuk mewujudkan produktivitas yang optimal, diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu, seharusnya setiap perusahaan
wajib memiliki dan mengimplementasikan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1996 tentang SMK3,


sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bahi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3, dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, dan guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Tempat kerja yang di maksud adalah
tempat kerja di darat, dalam tanah, permukaan air, dalam air, maupun di udara dengan
unsur dilakukan usaha, ada tenaga kerja yang bekerja, dan ada sumber bahaya. Dasar
hukum dari peraturan menteri tersebut antara lain pasal 5,20, dan 27 ayat (2) UUD
1945 ; pasal 86, 87 Paragraf 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; UU
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pelaksanaan yang dibagi
menjadi Peraturan Khusus dan Peraturan Pemerintah, termasuk Peraturan Menteri.

Tujuan penerapan SMK3 di antaranya menempatkan tenaga kerja sesuai


dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia, meningkatkan komitmen pimpinan
perusahaan dalam melindungi tenaga kerja, meningkatkan efisiensi dan produktivitas

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 22
kerja untuk menghadapi kompetisi perdagangan global, dan meningkatkan
pelaksanaan kecelakaan melalui pendekatan sistem. Dalam Per.Menaker tersebut juga
diatur bahwa kriteria perusahaan yang wajib memiliki SMK3 ini adalah perusahaan
dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih dan atau potensi bahaya peledakan,
kebakaran, pencematan, dan penyakit akibat kerja.

Perusahaan juga berperan dalam mensosialisasikan praktik K3 kepada


karyawannya melalui penyuluhan dan pembinaan dengan baik sehingga pekerja
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya maupun bagi
perusahaan. Menurut Hasibuan (2011:188), K3 dapat menjadi tindakan kontrol
preventif yang mendorong terwujudnya pemeliharaan karyawan yang baik. Misalnya
dengan memberlakukan sanksi bagi karyawan yang tidak memakai alat pengaman
ketika bekerja, seperti masker, sarung tangan, helm, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa untuk menekan


angka kecelakaan kerja, perusahaan memiliki dua peran penting. Pertama, berperan
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan dan meningkatan kesadaran
pekerja akan pentingnya pengetahuan mengenai K3 melalui pembinaan dan
penyuluhan. Hal ini tentunya akan lebih efektif jika pekerja juga memiliki kesadaran
untuk memperhatikan keselamatan dirinya, seperti menggunakan seperti masker,
sarung tangan, helm, dan pengaman lainnya saat bekerja.

Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjaga keselamatan setiap pekerja


yang juga merupakan stakeholdernya. Apabila terjadi banyak kecelakaan, karyawan
banyak yang menderita absensi meningkat, produksi menurun, dan biaya pengobatan
semakin besar. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun
perusahaan yang bersangkutan, karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja
sebab cacar dan perusahaan akan kehilangan pekerjaannya (Hasibuan, 2011:188).

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 23
Undang-Undang no 13 tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan pada pasal 35
ayat 3 menyebutkan bahwa pemberi kerja (dalam hal ini perusahaan) dalam
mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup
kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan, baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Dan pada pasal 86 ayat 2 disebutkan bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja
tersebut bertujuan untuk mewujudkan produktivitas yang optimal, diselenggarakan
upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk itu, seharusnya setiap perusahaan
wajib memiliki dan mengimplementasikan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/Men/1996 tentang SMK3,


sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah bagian dari sistem
manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bahi pengembangan,
penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan K3, dalam rangka
pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, dan guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Tempat kerja yang di maksud adalah
tempat kerja di darat, dalam tanah, permukaan air, dalam air, maupun di udara dengan
unsur dilakukan usaha, ada tenaga kerja yang bekerja, dan ada sumber bahaya. Dasar
hukum dari peraturan menteri tersebut antara lain pasal 5,20, dan 27 ayat (2) UUD
1945 ; pasal 86, 87 Paragraf 5 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ; UU
No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta Peraturan Pelaksanaan yang dibagi
menjadi Peraturan Khusus dan Peraturan Pemerintah, termasuk Peraturan Menteri.

Tujuan penerapan SMK3 di antaranya menempatkan tenaga kerja sesuai


dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia, meningkatkan komitmen pimpinan
perusahaan dalam melindungi tenaga kerja, meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja untuk menghadapi kompetisi perdagangan global, dan meningkatkan
pelaksanaan kecelakaan melalui pendekatan sistem. Dalam Per.Menaker tersebut juga
diatur bahwa kriteria perusahaan yang wajib memiliki SMK3 ini adalah perusahaan
dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih dan atau potensi bahaya peledakan,
kebakaran, pencematan, dan penyakit akibat kerja.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 24
Perusahaan juga berperan dalam mensosialisasikan praktik K3 kepada
karyawannya melalui penyuluhan dan pembinaan dengan baik sehingga pekerja
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya maupun bagi
perusahaan. Menurut Hasibuan (2011:188), K3 dapat menjadi tindakan kontrol
preventif yang mendorong terwujudnya pemeliharaan karyawan yang baik. Misalnya
dengan memberlakukan sanksi bagi karyawan yang tidak memakai alat pengaman
ketika bekerja, seperti masker, sarung tangan, helm, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa untuk menekan


angka kecelakaan kerja, perusahaan memiliki dua peran penting. Pertama, berperan
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan dan meningkatan kesadaran
pekerja akan pentingnya pengetahuan mengenai K3 melalui pembinaan dan
penyuluhan. Hal ini tentunya akan lebih efektif jika pekerja juga memiliki kesadaran
untuk memperhatikan keselamatan dirinya, seperti menggunakan seperti masker,
sarung tangan, helm, dan pengaman lainnya saat bekerja.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada instalasi gizi di RSUD
dr. Doris Sylvanus, upaya peran perusahaan untuk meningkatkan kesehatan pekerja,
berupa :

1. Kotak P3K
2. Kamar istirahat
3. APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Apabila ada pekerja yang mengalami luka dengan derajat ringan, contohnya
injury pada telunjuk dikarnakan pisau dan beberapa benda tajam yang digunakan di
area tempat kerja maka pertolongan pertama yang digunakan adalah P3K, sedangkan
jika mengalami injury dengan derajat lebih dalam akan segera dibawa ke UGD yang
ada di RSUD dr. Doris Sylvanus. Apabila terjadi kegawat daruratan seperti kebakaran
kecil di Instalasi Gizi maka akan digunakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan).

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 25
Pada instalasi gizi di RSUD dr. Doris Sylvanus ada pergantian shift penjaga
ruangan, dimana seorang pekerja yang mendapatkan tugas shift telah disediakan
kamar istirahat.

II. VII. Hak Dan Kewajiban Pekerja

UNDANG – UNDANG NOMER 13 TAHUN 2003; TENTANG


KETENAGAKERJAAN

Dalam Undang-undang nomer 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan


menjelaskan tentang hak dan kewajiban seorang tenaga pekerja dalam melaksanakan
pekerjaannya, yang mana Undang-undang tersebut berfungsi untuk melindungi dan
membatasi status hak dan kewajiban para tenaga pekerja dari para pemberi kerja
(Pengusaha) yang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam ruang
lingkup kerja. Dengan demikian perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan
untuk menjamin hak-hak dasar para tenaga kerja dan menjamin pula kesamaan
kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun bahkan untuk
mewujudkan kesejahteraan para tenaga kerja dengan tetap memperhatikan
perkembangan kemajuan didunia usaha.

Hak–hak dan Kewajiban Para Tenaga Kerja Didalam Ruang Lingkup


Undang–undang Nomer 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Terdiri Dari :

Hak-hak Para Tenaga Kerja

*** Pasal 5 : Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
untuk memperoleh pekerjaan.

*** Pasal 6 : Setiap pekerja berHak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 26
*** Pasal 11 : Setiap tenaga kerja berHak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan
dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya melalui pelatihan kerja.

*** Pasal 12 ayat ( 3 ) : Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk
mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya.

*** Pasal 18 ayat ( 1 ) : Tenaga kerja berHak memperoleh pengakuan kompetensi


kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja
pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan ditempat kerja.

*** Pasal 23 : Tenaga kerja yang telah mengikuti program pemagangan berHak atas
pengakuan kualifikasi kompetensi kerja dari perusahaan atau lembaga sertifikasi.

*** Pasal 31 : Setiap tenaga kerja mempunyai Hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang
layak didalam atau diluar negeri.

*** Pasal 67 : Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib
memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.

*** Pasal 78 ayat ( 2 ) : Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu


kerja sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (1) wajib membayar upah kerja
lembur.

*** Pasal 79 ayat ( 1 ) : Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada
pekerja.

*** Pasal 80 : Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada


pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.

*** Pasal 82 : Pekerja perempuan berHak memperoleh istirahat selam 1,5 (satu
setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (Satu setengah) bulan
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 27
*** Pasal 84 : Setiap pekerja yang menggunakan hak waktu istirahat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82
berHakmendapatkan upah penuh.

*** Pasal 85 ayat ( 1 ) : Pekerja tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi

*** Pasal 86 ayat ( 1 ) : Setiap pekerja mempunyai Hak untuk memperoleh


perlindungan atas :

a. Keselamatan dan kesehatan kerja

b. Moral dan kesusilaan dan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama

*** Pasal 88 : Setiap pekerja berHak memperoleh penghasilan yang memenuhi


penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

*** Pasal 90 : Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.

*** Pasal 99 ayat ( 1 ) : Setiap pekerja dan keluarganya berHak untuk memperoleh
jaminan sosial tenaga kerja.

*** Pasal 104 ayat ( 1 ) : Setiap pekerja berHak membentuk dan menjadi anggota
serikat pekerja.

*** Pasal 137 : Mogok kerja sebagai Hak dasar pekerja dan serikat pekerja dilakukan
secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

*** Pasal 156 ayat ( 1 ) : Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha
diwajibkan membayar uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang
pengganti. Hak yang seharusnya diterima.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 28
Kewajiban Para Tenaga Kerja

*** Pasal 102 ayat ( 2 ) : Dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan
serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan
keWajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
aspirasi secara demokrasi, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut
memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta
keluarganya.

*** Pasal 126 ayat ( 1 ) : Pengusaha, serikat pekerja dan pekerja Wajib melaksanakan
ketentuan yang ada dalam perjanjian kerja bersama. ( 2 ) : Pengusaha dan serikat
pekerja Wajib memberitahukan isi perjanjian kerja bersama atau perubahannya
kepada seluruh pekerja.

*** Pasal 136 ayat ( 1 ) : Penyelesaian perselisihan hubungan


industrial Wajibdilaksanakan oleh pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja secara
musyawarah untuk mufakat

*** Pasal 140 ayat ( 1 ) : Sekurang kurangnya dalam waktu 7 (Tujuh) hari kerja
sebelum mogok kerja dilaksanakan, pekerja dan serikat
pekerja Wajib memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang
bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan setempat.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 29
KESIMPULAN

Program keselamatan kerja untuk lingkungan kerja instalasi gizi RSUD dr. doris
Sylvanus sudah dapat dikatakan lumayan baik karena sudah menyediakan beberapa
alat pelindung diri (Sendal jepit, celemek, masker) pada saat bekerja walaupun
kebanyakan pekerja masih belum terlalu baik menggunakan alat pelindung diri
tersebut yang justru malah membahayakan pekerja itu sendiri. Tapi tidak adanya alat
pelindung diri untuk menutup telinga menghindari kebisingan untuk pekerja yang
bekerja di dekat mesin pembakaran sampah.
Bahaya potensial yang ditemukan dilingkungan kerja instalasi gizi mencakup
bahaya lingkungan fisik, kimia, biologis serta psikosoial yang dapat dicegah dengan
memakai alat pelindung diri yang dianjurkan dan kerja shift.

SARAN

a. Perlunya menggunakan alat pelindung diri berupa alat penutup telinga untuk
pekerja bagian yang memotong sayur yang dekat dengan mesin pembakaran
sampah, agar tidak terdengar bising.
b. Perlunya pergantian waktu kerja(shifting)/pertambahan karyawan untuk karyawan
yang memotong sayur dan membersihkan ikan.
c. Perlunya menjauhkan pembakaran sampah dari tempat kerja karyawan agar asap
tidak menyebabkan gangguan pada penglihatan.
d. Mengatur kembali jarak antara tempat sampah dengan area memasak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak Rumah Sakit Doris
Sylvanus yang terkhususnya Bakordik dan instalasi gizi Rumah Sakit Doris Sylvanus
atas bantuan dan kerja sama yang diberikan sehingga laporan ini dapat diselesaikan
tepat pada waktunya.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 30
DAFTAR PUSTAKA

1. Jufri J, Hamzah A, Bahar B. Manajemen Pengelolaan Makanan di Rumah


Sakit Umum Lanto dg. Pasewang Kabupaten Jeneponto. Universitas
Hasanuddin: Makassar. 2012. Hal. 1.

2. Badan POM RI. Sentra Informasi Keracunan Nasinola (SiKerNas). Pusat


Informasi Obat dan Makanan. Jakarta; 2010.
3. Kamal K. Penerapan Kesehatan Kerja Praktis Bagi Dokter dan Manajemen
Perusahaan Program Studi Magister Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta; Balai Penerbit FKUI, 2011
4. Gosselin RE. Clinical toxicology of commercial products. 5th ed. Donelson
Pike. Nashville : MDL Information System, Inc. 1997
5. Micromedex (R) Healthcare Series. Micromedex Inc.

L a p o r a n K e l o m p o k 2 M o d u l I l m u K e d o k t e r a n K o m u n i t a s | 31

You might also like