Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan karbohidrat sebagai sumber makanan pokok di Indonesia setiap tahun
semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk, sehingga perlu dilakukan
upaya peningkatan produktivitas tanaman pangan yang menghasilkan karbohidrat.
Pemenuhan karbohidrat dapat dilakukan melalui diversifikasi pangan selain tanaman padi
sebagai tanaman penghasil karbohidrat utama. Talas adalah salah satu bahan pangan
alternatif pengganti beras yang menghasilkan karbohidrat.
Tanaman talas merupakan tanaman jenis herba yang umbinya banyak
mengandung air. Talas memiliki nama ilmiah Colocasia esculenta (L.) Schott yang
termasuk famili Araceae (Onwueme 1999). Beberapa jenis tanaman talas yang umum
dibudidayakan yaitu talas bogor, talas sutera, talas hijau, dan talas ketan (Sulistyowati et
al. 2013).
Di Indonesia, talas dikonsumsi sebagai makanan pokok dan makanan tambahan.
Talas mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin (Kusumo et al.
2002). Talas mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Umbi, pelepah, dan daun
banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan, pakan, obat maupun pembungkus.
Pengolahan talas dengan memanfaatkan umbi segar sebagai produk hasil olahan seperti
keripik talas, lapis talas bogor, dan tepung talas.
Hal yang menyebabkan produktivitas talas tidak stabil yaitu kurangnya perhatian
masyarakat, kurang adanya dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri talas,
dan kurangnya pembinaan terhadap petani. Salah satu elemen perubahan yang diterapkan
oleh pengembangan industri talas yaitu terbentuknya kelompok tani yang mandiri di
lokasi penanaman talas (Maflahah 2010). Menurut Qomaria (2011), faktor yang
memengaruhi rendahnya produksi talas adalah status kepemilikan lahan dan umur petani
yang memengaruhi kemampuan manajerial petani dalam berusahatani talas, khususnya
dalam alokasi penggunaan input pada produksi talas, dan adanya gangguan organisme
pengganggu tanaman (OPT).
OPT yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman talas salah satunya yaitu
hama. Menurut Untung (1993), kerugian akibat serangan hama dan penyakit di Indonesia
diperkirakan rata-rata setiap tahun 15-20% dari potensi produksi pertanian total. Hama
yang sudah diketahui menyerang tanaman talas di beberapa pulau di Samudra Pasifik
diantaranya adalah Hippotion calerio, Oxya sp., Empoasca sp., dan Spodoptera litura
(Carmichael et al. 2008). Dalam konsep pengendalian hama terpadu (PHT) ditekankan
bahwa pengendalian hama selayaknya dapat dilakukan secara hayati dengan
memanfaatkan musuh alami salah satunya adalah predator yang telah ada di lahan
pertanaman. Predator pada pertanaman talas sangat beragam dan dapat dimanfaatkan
untuk menekan populasihama. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui kelimpahan hama dan predator yang ada di pertanaman talas.
Hama dan Penyakit Pada Tanaman Talas