Professional Documents
Culture Documents
Jawaban :
Antropologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari makhluk manusia (anthropos). Secara
etimologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia dan logos berarti ilmu.
Dalam antropologi manusia dipandang sebagai suatu yang kompleks dari segi fisik, emosi,
sosial, dan kebudayaan. Antropologi sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan
kebudayaannya.
Para ahli antropologi (antropolog) sering mengemukakan bahwa antropologi merupakan
studi tentang umat manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang
manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian atau pun pemahaman yang
lengkap tentang keanakearagaman manusia.
Jadi antropologi merupakan ilmu yang berusaha mencapai pengertian atau pemahaman
tentang manusia dengan mempelajari aneka warna dan bentuk fisik, masyarakat dan
kebudayaannya. Sedangkan secara praktis, antropologi merupakan sebuah ilmu yang
mempelajari manusia dalam bersagam masyarakat suku bangsa guna membangun
masyarakat suku bangsa tersebut.
Pada permulaan abad ke-19 perhatian terhadap himpunan pengetahuan tentang masyarakat,
adat-istiadat dan ciri-ciri fisik bangsa-bangsa diluar Eropa dari pihak dunia ilmiah menjadi
sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha pertama dari dunia ilmiah
untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.
Fase Kedua (Kira-Kira Pertengahan Abad ke-19)
Integrasi yang sungguh-sungguh baru, timbul pada pertengahan abad ke-19. Karangan-
karangan etnografi tersebut tersusun berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat. Secara
singkat, cara berpikir itu dapat dirumuskan sebagai berikut : masyarakat dan kebudayaan
manusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka waktu beribu-ribu tahun
lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat antara, sampai ke
tingkat-tingkat tertinggi. Bentuk masyarakat dan kebudayaan manusia yang tertinggi adalah
bentuk masyarakat dan kebudayaan seperti yang hidup di Eropa Barat kala itu. Semua
bentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Eropa (oleh seorang Eropa
disebut primitive) dianggap sebagai contoh dari tingkat kebudayaan lebih rendah, yang
masih hidup sampai sekarang sebagai sisa-sisa dari kebudayaan manusia zaman dahulu.
Berdasarkan cara berpikir tersebut, maka semua bangsa di dunia dapat digolongkan menurut
berbagai tingkat evolusi itu. Dengan timbulnya beberapa karangan sekitar tahun 1860, yang
mengklasifikasikan bahan tentang beragam kebudayaan diseluruh dunia ke dalam tingkat-
tingkat evolusi tertentu, maka timbullah ilmu antropologi.
Kemudian timbul pula beberapa karangan hasil penelitian tentang sejarah penyebaran
kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Disini pun kebudayaan-kebudayaan
diluar Eropa itu dianggap sebagai sisa-sisa dan contoh-contoh dari kebudayaan manusia
yang kuno sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa diluar Eropa itu orang
dapat menambah pengetahuan tentang sejara penyebaran kebudayaan manusia. Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam fase perkembangannya yang kedua ini ilmu
antropologi berupa suatu ilmu yang akademikal, dengan tujuan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut : mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
mendapat suatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah
penyebaran kebudayaan manusia.
Fase Ketiga (Permulaan Abad ke-20)
Pada permulaan abad ke-20, sebagian negara penjajah di Eropa berhasil mencapai
kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Untuk keperluan
pemerintah jajahannya tadi, yang waktu itu mulai berhadapan langsung dengan bangsa-
bangsa terjajah di uar Eropa, maka ilmu antropologi sebagai suatu ilmu yang justru
mempelajari bangsa-bangsa di daerah-daerah di luar Eropa itu, menjadi sangat penting.
Berkaitan erat dengan itu dikembangkan pemahaman bahwa mempelajari bangsa-bangsa di
luar Eropa itu penting, karena bangsa-bangsa itu pada umumnya masih mempunyai
masyarakat yang belu kompleks seperti bangsa-bangsa Eropa. Suatu pengertian tentang
masyarakat yang tidak kompleks akan menambah juga pengertian orang tentang masyarakat
yang kompleks.
Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai tadi, terutama berkembang di
Inggris sebagai negara penjajah yang utama, dan juga hampir semua negara kolonial lainnya.
Amerika Serikat pun yang bukan negara kolonial, tetapi telah mengalami berbagai masalah
yang berhubungan dengan suku-suku bangsa Indian penduduk pribumi Benua Amerika,
kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi yang baru tadi.
Dalam fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis, dan tujuannya dapat
dirumuskan sebagai berikut : mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa
diluar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat suatu pengertian
tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
Fase Keempat (Sesudah Kira-Kira 1930)
Dalam fase ini ilmu antropologi mengalami masa perkembangannya yang paling luas, baik
mengenai bertambahnya bahan pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai
ketajaman dari metode-metode ilmiahnya. Selain itu kita lihat adanya dua perubahan di
dunia :
1) Timbulnya antipati terhadap kolonialisme sesudah Perang Dunia II.
2) Cepat hilangnya bangsa-bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari
pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan
sesudah Perang Dunia II memang hampir tidak ada lagi di muka bumi ini.
Proses-proses tersebut menyebabkan ilmu antropologi seolah-olah kehilangan lapangan, dan
dengan demikian terdorong untuk mengembangkan lapangan-lapangan penelitian dengan
pokok dan tujuan yang baru. Adapun warisan dari fase-fase perkembangan semula, yaitu
yang pertama, kedua, dan ketiga, berupa bahan etnografi dan banyak metode ilmiah, tentu
tidak dibuang demikian saja, tetapi dipakai sebagai landasan bagi perkembangan yang baru.
Perkembangan itu terutama terjadi di universitas-universitas di Amerika Serikat, tetapi
menjadi umum di negara-negara lain juga setelah tahun 1951, ketika 60 orang tokoh ahli
antropologi dari berbagai negara di Amerika dan Eropa (termasuk Uni Soviet), mengadakan
suatu simposium internasional untuk meninjau dan merumuskan pokok tujuan dan ruang
lingkup ilmu antropologi yang baru ini.
Pokok atau sasaran dari penelitian para ahli antropologi sudah sejak tahun 1930, memang
tidak lagi hanya suku-suku bangsa primitif yang tinggal di benua-benua di luar Eropa saja,
tetapi sudah beralih kepada manusia di daerah pedesaan pada umumnya, ditinjau dari sudut
keragaman fisiknya, masyarakatnya, serta kebudayaannya. Dalam hal itu, perhatian tidak
hanya tertuju kepada penduduk daerah pedesaan di luar benua Eropa (seperti suku-suku
bangsa Soami, Flam, Lapp, Albania, Irlandia, penduduk Pegunungan Sierra dan lain-lain),
dan kepada penduduk beberapa kota kecil di Amerika Serikat (Middletown, Jonesville, dan
lain-lain)
Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya yang
keempat ini dapat dibagi dua, yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya. Tujuan
akademisnya adalah mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan
mempelajari keberagaman bentuk fisiknya, masyarakat, seta kebudayaannya. Karena di
dalam praktik ilmu antropologi biasanya mempelajari masyarakat suku-bangsa, maka tujuan
praktisnya adalah mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna
membangun masyarakat suku bangsa itu.
Jurnal Antropologi Papua. 2002. Volume Volume 1 No.1 Agustus 2002. Universitas
Cendrawasih. Diakses dari http://papuaweb.org/uncen/dlib/jr/antropologi/01-01/jurnal.pdf
Waluya, Bagja. 2009. Konsep Dasar Antropologi. Universitas Pendidikan Indonesia. Diakses
dari URL http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/197210242001121-
BAGJA_WALUYA/PIS/Konsep_dasar_Antropologi.pdf