You are on page 1of 9

Retinoblastoma

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Penegakan diagnosis retinoblastoma didasarkan pada temuan klinis dan pemeriksaan
penunjang. Manifestasi klinis retinoblastoma ditentukan oleh ukuran, lokasi tumor, dan ada
tidaknya invasi ekstraokular dan metastasis jauh. Manifestasi klinis paling sering ditemukan
leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata yang bercahaya, berkilat,
atau cat’s-eye appearance, strabismus dan inflamasi okular. Gejala ini muncul setelah tumor
menginvasi lensa, melalui pupil tumor tampak berwarna putih kuning. Strabismus adalah gejala
klinis lain yang sering ditemukan, karena otot okular terkena, atau tumor menginvasi makula
sehingga visus terganggu, dapat berupa esotropia ataupun eksotropia. Penurunan visus terutama
karena tumor menginvasi retina. ketika tumor bertambah besar dan menyumbat angulus kamera
okuli anterior, dapat timbul glaukoma, oftalmalgia dan sefalgia. Bila tumor menginvasi keluar
bola mata sampai ke orbita maka bola mata bengkak merah terfikasi, kelenjar limfe periaurikular
dan leher dapat membesar.1,2

Gambar 2.? Manifestasi klinis retinoblastoma3


Tabel 2.? Manifestasi Klinis Retinoblastoma1

Usia < 5 tahun Usia > 5 tahun

 Leukokoria(54-62%)
 Strabismus (18%-22%)
 Inflamasi
Hypopion
 Hyphema

 Leukokoria (35%)
 Heterochromia

 Penurunan visus (35%)
 Spontaneous globe perforation
 Strabismus (15%)
 Proptosis

 Floater (4%)
 Katarak

 Pain (4%)
 Glaucoma

 Nistagmus

 Tearing

 Anisocoroa

Untuk mengkonfirmasi temuan klinis, berbagai pemeriksaan dilakukan dalam keadaan


anestesi dengan pupil dilatasi maksimal. Pemeriksaan dengan oftalmoskopi indirek dan
penekanan sklera adalah pemeriksaan yang sangat penting untuk diagnosis. Ultrasonografi
(USG) membantu untuk membuat diagnosis banding leukocoria pada anak. USG dapat
menentukan ketebalan atau tinggi dari tumor. Namun USG tidak lebih sensitif daripada CT
scan.4,5
Evaluasi nervus optikus, orbital, keterlibatan sistem saraf pusat dan kalsifikasi intraokular
dapat dilakukan dengan menggunakan CT scan dan MRI. MRI adalah modalitas yang sangat
sensitif untuk tumor ekstraokuler. Apabila ada bukti penyebaran ekstraokuler, maka dianjurkan
untuk pemeriksaan sitologi dengan cara aspirasi, biopsi sumsum tulang, dan punksi lumbal.
Diagnosis retinoblastoma jarang menggunakan biopsi. Pemeriksaan dokter berdasarkan gejala
klinis dan pencitraan adalah dua modalitas utama penegakan diagnosis retinoblastoma.4,5
Gambar 2.? Gambaran USG retinoblastoma8

Gambar 2.? Pemeriksaan CT scan pada retinoblastoma8

Diagnosis Banding
Retinoblastoma adalah diagnosis yang paling penting jika terdapat leukokoria pada anak.
Namun, hilangnya refleks fundus ini juga dapat disebabkan oleh, hal lain seperti katarak,
penyakit Coats, persistent fetal vasculature (PFV), retinopati prematur, ablasi retina,
toxocariasis, koloboma koroid, perdarahan vitreous, mielinisasi serat saraf retina, dan tumor
retina lainnya, seperti hamartoma astrocytic. Selain itu kekeruhan kornea juga dapat
menghasilkan refleks putih, tetapi hal ini dapat dengan mudah dibedakan dari leukocoria pada
pemeriksaan klinis.6
Toxocariasis dapat menyebabkan retina putih, perifer dengan tampilan yang mirip dengan
retinoblastoma. Toxocariasis biasanya unilateral, dan jika akut, dapat dikaitkan dengan tanda-
tanda peradangan. Riwayat demam, eosinofilia, pneumonitis, atau hepatosplenomegali sangat
sugestif untuk manifestasi sistemik larva migrans perifer. Serum titer positif bagi Toxocara canis
akan lebih mendukung diagnosis.6
PFV adalah penyakit kongenital, dan leukocoria terlihat pada masa awal kehidupan,
bahkan pada saat lahir. Biasanya bersifat unilateral, dan mata cenderung microphthalmic.
Katarak sering menyertai penyakit ini.. USG bisa membantu membedakan PFV dari
retinoblastoma.6
Eksudat pada penyakit Coats lebih kuning karena adanya eksudasi lipid. Penyakit Coats
biasanya unilateral dan dominan pada anak laki-laki antara 6 dan 8 tahun yang mana merupakan
usia yang lebih tua dari pasien retinoblastoma.6
B-scan ultrasonografi dapat membantu dalam membedakan retinoblastoma dari kondisi-
kondisi ini. Adanya kalsifikasi intralesi difus yang berhubungan dengan massa membantu
diagnosis retinoblastoma. Massa retrolental yang tidak terkalsifikasi dan aksial yang pendek
dibandingkan mata kontralateral membantu menegakkan diagnosis PFV. Fluorescein
angiography (FA) dapat membantu untuk membedakan antara retinoblastoma dan penyakit
Coats.6

Tatalaksana
Regresi spontan dari retinoblastoma dapat terjadi, namun sangat jarang. Tatalaksana
retinoblastoma bertujuan untuk mempertahankan kehidupan, mempertahankan bola mata dan
mempertahankan penglihatan. Penanganan retinoblastoma bergantung pada besarnya tumor,
bilateral, perluasan ke jaringan ekstra okular dan adanya tanda-tanda metastasis jauh. Jenis-jenis
terapi pada retinoblastoma adalah :7
1. Fotokoagulasi laser
Fotokoagulasi digunakan sebagai terapi primer pada tumor kecil yang terletak di
posterior. Fotokoagulasi laser sangat bermanfaat untuk retinoblastoma stadium sangat dini.
Dengan melakukan fotokoagulasi laser diharapkan pembuluh darah yang menuju ke tumor akan
tertutup sehingga sel tumor akan menjadi mati. Laser yang paling sering digunakan adalah argon
atau xenon.7
2. Krioterapi
Krioterapi dapat digunakan untuk tumor yang diameternya 3,5 mm dengan ketebalan 3
mm, tanpa adanya vitreous seeding dan terletak di anterior. Krioterapi dapat digabung dengan
fotokoagulasi laser. Krioterapi dilakukan secara transklera, pembekuan dilakukan sampai semua
badan tumor membentuk jaringan es. Siklus refreeze-thaw diulang 3-4 kali.7
3. Termoterapi
Panas yang ekstrim ditargetkan untuk membunuh sel kanker.7
4. Enukleasi bulbi
Enukleasi merupakan terapi definitif untuk retinoblastoma unilateral pada pasien yang
belum meluas ke ekstraokular.1 Enukleasi dilakukan apabila tumor sudah memenuhi segmen
posterior bola mata dan visus sudah sangat menurun. Enukleasi dilakukan untuk mencegah
perluasan tumor ke jaringan sekitar. Setelah mengangkat bola mata, dapat di pasang implan mata
artifisial pada rongga orbita. Otot ekstraokular akan dilekatkan pada implan mata, sehingga otot
mata dapat menggerakan implan mata seperti halnya dengan mata normal. Implan mata tidak
dapat melihat, namun dapat bergerak dan terlihat layaknya seperti mata yang normal.7
5. Kemoterapi
Kemoterapi adalah obat-obatan yang diberikan yang akan ditransportasikan oleh darah ke
seluruh tubuh untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi biasanya digunakan bersama dengan
terapi konsolidatif fokal. Prinsip pentalaksanaan ini disebut sebagai kemoreduksi karena
tujuannya adalah untuk mengecilkan ukuran tumor, sehingga selanjutnya dapat dilakukan terapi
konsolidatif fokal atau terapi lain untuk mengatasi sel kanker yang tersisa. Pengecilkan ukuran
tumor akan meningkatkan angka kesuksesan terapi konsolidatif fokal. Terapi konsolidatif fokal
bersifat dekstruksi terhadap sel tumor secara langsung ataupun dengan menghancurkan barier
pembuluh darah okular sehingga akan meningkatkan penetrasi obat kemoterapi ke dalam bola
mata.1 Kemoterapi juga dapat digunakan untuk menatalaksana kanker yang sudah menginvasi
keluar dari bola mata. Indikasinya adalah pada tumor yang sudah dilakukan enukleasi bulbi yang
pada pemeriksaan patologi anatomi terdapat tumor pada khoroid dan atau mengenai nervus
optikus. Kemoterapi juga diberikan pada pasien yang sudah dilakukan eksenterasi dan dengan
metastase regional atau metastase jauh.7
Pada pasien dengan retinoblastoma bilateral yang lanjut, sisi mata yang kelainannya lebih
berat diterapi dengan enukleasi bulbi, sedangkan sisi mata yang lebih ringan diterapi dengan
kemoreduksi dengan atau tanpa EBR.7
Retinoblastoma study group menganjurkan penggunaan carboplastin, vincristine sulfate,
dan etopozide phospate. Teknik lain yang dapat digabungkan dengan metode kemoterapi ini
adalah :7
a. Kemotermoterapi
Dimana setelah dilakukan kemoreduksi dilanjutkan dengan termoterapi. Cara ini
paling baik untuk tumor-tumor yang berada pada fovea dan nervus optikus dimana
dilakukan radiasi atau fotokoagulasi laser
b. Kemoradioterapi
Dimana kombinasi antara kemoterapi dan radioterapi yang dapat dipergunakan
untuk tumor-tumor lokal dan sistemik.

6. Eksternal beam radioterapi (EBR)


Radioterapi adalah terapi elektif lokal untuk retinoblastoma karena tumor ini bersifat
radiosensitif. Keberhasilan EBRT bergantung pada ukuran tumor, teknik terapi dan lokasi tumor.
Hasil terapi bisa dilihat dengan oftalmoskopi. Cryoterapi atau fotokoagulasi bisa dilakukan
setelah radiasi apabila terdapat rekurensi.7
EBR menggunakan sinar X untuk membunuh sel kanker. Dosis yang diberikan adalah
4000-45000 cGy dengan 200 cGy fraksi. EBR dapat menyebabkan efek samping seperti katarak,
chronic dry eye, keratopati, perdarahan vitreous, retinopati radiasi, neuropati radiasi optik,
hipoplasia fasial. EBR juga dapat meningkatkan resiko terhadap tumor sekunder. Resiko tumor
sekunder meningkat sebanyak tiga kali lipat oleh EBR. Karena efek samping ini, maka EBR
mulai diganti dengan kemoterapi sebagai tatalaksana utama terhadap retinoblastoma. EBR masih
dapat digunakan pada kasus tertentu sebagai tindakan penyelamatan setelah kegagalan terhadap
kemoterapi reduksi sistemik dan sebagai tatalaksana dari retinoblastoma ekstraokular.1
Retinoblastoma di tatalaksana sesuai dengan klasifikasinya yaitu klasifikasi Reese-
Ellsworth dan klasifikaai retinoblastoma internasional, yang dapat dilihat sesuai gambar
dibawah.
Retinoblastoma Retinoblastoma
intraokular ekstraokular

1. N.optikus, atau
Less advanced Advanced koroid
-RE : I, II, III -RE : IV, V 2. Orbital
-ICRB : A, B, C -ICRB : D, E 3. Sistem saraf pusat
4. Metastasis jauh

Laser, transpupillary Multimodal therapy


termoterapi, Enukleasi
krioterapi, bulbi Kemoterapi sistemik
kemoreduksi, eksternal intensif, EBR, surgical
debulking, transplant
sumsum tulang

Gambar 2.6 Tatalaksana retinoblastoma berdasarkan klasifikasinya10


Sebelum berkembang pesatnya kemajuan kemoterapi, retinoblastoma ekstraokular
bersifat fatal. Retinoblastoma yang terbatas pada rongga orbita, hanya memiliki 10% angka
survival, sedangkan semua pasien retinoblastoma yang telah bermetastasis jauh tidak akan
mampu bertahan hidup lama. Akan tetapi, setelah semakin maju kemoterapi, prognosis
retinoblastoma ekstraokular semakin membaik. Retinoblastoma yang terbatas para rongga orbita,
dapat ditatalaksana dengan kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan sel tumor, yang
selanjutnya diikuti dengan surgical debulking dan kemoterapi post operasi dan radiasi jika
diperlukan. Retunoblastoma yang telah bermetastasis, terutama pada sistem saraf pusat,
penatalaksaan agresif dengan kemoterapi dosis tinggi (high dose chemoteraphy/HDC) dan
autologous stem cell rescue (ASCR) direkomendasikan.1

Komplikasi
Pasien dengan retinoblastoma membutuhkan tindak lanjut jangka panjang karena pasien
tersebut memiliki resiko keganasan sekunder di seluruh tubuh seumur hidup. Tumor sekunder
yang paling umum adalah osteosarcoma. Tumor lainnya adalah PNETs, fibrosarcoma, dan
melanoma. Pasien yang telah diobati dengan radiasi berada pada resiko tinggi untuk tumor
sekunder.8

Prognosis
Dengan modalitas kemoterapi saat ini termasuk intravena, intra-arteri, dan kemoterapi
intravitreal, tingkat kesembuhan pasien lebih dari 95%. Prognosis visual tergantung pada ukuran
dan lokasi tumor. Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi yang tepat. Angka
kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi dilakukan sebelum
tumor melewati lamina kribosa. Angka ketahanan hidup jadi 60% jika tumor meluas melewati
lamina kribosa. Kematian terjadi kerana perluasan intrakranial.1
Daftar Pustaka

1. American Academy of Ophtalmology. 2014. Ophtalmic patology and intraocular tumors. San
Francisco: American Academy of Ophtalmology.
2. Herzog, Cynthia E. 2004. Retinoblastoma. In: Behrman, Richard E, Robert Kliegman,Hall B,
Jenson. Nelson Textbook of Pediatric. Philadelphia: WB Saunders
3. Khurana, AK. 2007. Retinoblastoma. In: Comprehensive Ophtalmology. New Delhi: New
Age International (P).
4. Dimaras H,Kimani K, Dimba EAO, Gronsdahl P, White A, Chan HSL, et al.
Retinoblastoma. Lancet. 2012 March 12; 379: 1436-46.
5. Rodriguez-Galindo, Orbach DB, VanderVeen D. Retinoblastoma. Pediatr Clin N Am. 2015;
62: 201-203.
6. Dimaras H,Kimani K, Dimba EAO, Gronsdahl P, White A, Chan HSL, et al.
Retinoblastoma. Lancet. 2012 March 12; 379: 1436-46.
7. Rodriguez-Galindo, Orbach DB, VanderVeen D. Retinoblastoma. Pediatr Clin N Am. 2015;
62: 201-203.
8. Correa ZM, Berry JL. Retinoblastoma. 2016 (diunduh 13 Desember 2017). Tersedia dari:
URL:http:// www.aao.org/pediatric-center-detail/retinoblastoma-2016.
9. American Academy of Ophtalmology. 2007. Ophtalmic patology and intraocular tumors.
San Fransisco : American Academy of Ophtalmology
10. American Academy of Ophtalmology. 2013 (diakses 27 desember 2017). Tersedia dari :
URL : http://www.aao.org/topic-detail/retinoblastoma.

You might also like