You are on page 1of 3

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN TERHADAP PRAKTEK DI INDONESIA

Jurnal ini mengambil setting tempat di negara yang terlibat konflik peperangan yaitu
negara Uganda Utara dan Burundi. Pada masa konflik, peran tenaga kesehatan dalam
menolong persalinan sangat minim hal dijelaskan dalam journal bahwa penyebabnya
adalah salah satunya minimnya jumlah tenaga kesehatan di daerah konflik, hal ini
dikarenakan mereka lebih memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman karena
pada saat perang tenaga kesehatan menjadi incaran pihak yang bertikai. Maka dalam hal ini
peran pertolongan persalinan dan pasca persalinan (nifas) tugas tenaga kesehatan di ambil
alih oleh dukun beranak, dan ini seolah dilegalkan oleh negara.

Ketika konflik sudah selesai, terdapat perbedaan perlakuan terhadap dukun beranak
oleh kedua negara yaitu Burundi dan Uganda Utara. Di Burundi, terdapat perubahan yang
mendasar ketika konflik selesai, diantaranya :

1. pengenalan perawatan kesehatan gratis untuk wanita hamil dan anak-anak di bawah 5
tahun
2. menghilangkan hambatan keuangan yang mendorong beberapa wanita mencari
layanan dari dukun bayi
3. peningkatan konstruksi fasilitas kesehatan baru di daerah pedesaan
4. mengurangi hambatan geografis yang menghambat akses ke fasilitas kesehatan di
beberapa daerah pedesaan
5. larangan resmi dukun beranak melakukan pertolongan persalinan, dengan beberapa
ancaman tindakan hukum
6. penugasan kembali peran baru ke dukun bayi di komunitas.
Perubahan kearah yang lebih baik yang terjadi di Negara Burundi setelah konflik
selesai tidak serta merta diikuti Negara Uganda Utara yang mana mereka masih
menggunakan layanan dukun beranak, karena bagi sebagian orang merupakan mata
pencaharian dan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat. Meskipun demikian untuk
periode selanjutnya terdapat perubahan yang bertahap yang diterapkan oleh pemerintah
Uganda Utara, diantaranya pelarangan dukun beranak untuk menolong persalinan langsung
tanpa tenaga kesehatan ahli. Meskipun demikian, di negara Uganda Utara peran dukun
beranak masih dilibatkan tapi dengan peran dan fungsi yang baru, hal ini dikarenakan dukun
beranak dapat digambarkan sebagai agen perubahan komunitas untuk mempromosikan
perubahan dalam sikap masyarakat terhadap kelahiran dan menyediakan perawatan. Peran
baru dukun beranak di negara Uganda Utara seperti yang dipaparkan journal ini antara lain :
1. Pelayanan komunitas tentang tanda bahaya dalam kehamilan dan kunjungan ANC
2. merujuk wanita hamil ke fasilitas persalinan seperti yang saat ini terjadi di Burundi.

Indonesia sejatinya adalah negara yang relatif aman yang mana tidak terdapat
konflik sosial masyarakat dalam skala besar seperti peperangan. Jadi hal demikian bukanlah
menjadi motivasi masyarakat untuk melaksanakan persalinan ke dukun beranak seperti di
Negara Burundi dan Uganda Utara, akan tetapi praktek persalinan di tolong dukun beranak
masih berlangsung di masyarakat Indonesia terutama di kalangan sosial ekonomi menengah
kebawah baik yang ada di pedesaan maupun di perkotaan.

Angka kematian ibu dan angka kematian bayi yang masih tinggi merupakan sebuah
indikator belum berjalannya program kesehatan secara memadai. Salah satu faktor
tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia adalah masih rendahnya cakupan
pertolongan oleh tenaga kesehatan. Menurut Nuraeni dan Purnamawati (2011) rendahnya
pendidikan di masyarakat, budaya dan ekonomi menjadikan sebagian masyarakat memilih
bersalin pada tenaga non kesehatan (dukun). Hasil Riset Kesehatan Dasar (2010)
menunjukkan bahwa persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai
55,4%, sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baru mencapai 69,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa ada sekitar 31% masyarakat dalam proses persalinan masih
ditolong dukun beranak.

Pemerintah Indonesia sebenarnya sudah mengatur tentang pelarangan praktek


persalinan yang dilakukan oleh tenaga non kesehatan. Hal ini diatur dalam undang – undang
nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, dukun beranak dilarang ikut terlibat
dalam persalinan. Dengan adanya pelarangan tersebut bukan serta merta peran dukun
beranak di Indonesia dihapuskan, sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 pasal 46 ayat (2) mereka dibina dan tetap dilibatkan dalam
peran yang baru, sehingga mereka bisa bermitra dengan tenaga bidan dalam menangani
pasien. Adapun peran baru dukun beranak tersebut juga diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 yaitu pada pasal 43 ayat (2) yang
berbunyi “ Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa
sesudah melahirkan, dan penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, yang diberikan oleh
tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berupa pelayanan
promotif dan preventif”.

Dengan adanya sinergi antara dukun beranak dengan bidan dan adanya pembinaan
kembali tentang peran baru dukun beranak yang diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia diharapkan kedepannya terjadi penurunan yang signifikan terhadap
angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia.

You might also like