ADSORPSI & ESTERIFIKASI MINYAK JELANTAH MENGGUNAKAN
AMPAS TEBU (Sacharrum oficinnarum L.) DENGAN METODE
FERMENTASI UNTUK MENGHASILKAN MINYAK LAYAK PAKAI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng merupakan kebutuhan pokok penduduk Indonesia dengan tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Salah satu aspek penggunaan minyak goreng yang setiap hari dapat ditemukan adalah pemanfaatan dalam usaha gorengan (Prasetyo dkk., 2014). Minyak goreng tersusun atas lemak tidak jenuh atau asam lemak yang memiliki kandungan ikatan rangkap derajat ketidakjenuhan, dan apabila mengalami pemanasan, maka mengakibatkan rantai asam lemak putus menjadi senyawa-senyawa radikal seperti hidroperoksida dan peroksida yang beresiko untuk kesehatan. Menurut hasil survei dari tim peneliti, pengusaha gorengan di Kabupaten Bantaeng menggunakan minyak goreng secara berulangulang (minyak jelantah), dengan sifat fisik yang tidak menarik, yakni cokelat kehitaman dan bau tengik. Minyak jelantah mengandung berbagai radikal bebas, yang dapat mengoksidasi organ tubuh secara perlahan. Pemakaian minyak jelantah dapat menimbulkan asam lemak trans yang berpengaruh terhadap metabolisme profil lipid darah yakni kolesterol yang menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah (atherosclerosis) dan memicu hipertensi, stroke serta jantung koroner (Sartika, 2009). Ernawati (2011), menyebutkan bahwa minyak jelantah memiliki kandungan senyawa karsinogenik yang memicu penyakit kanker. Selain itu, minyak jelantah menimbulkan mikroflora seperti khamir osmofilik yang mampu bertahan hidup pada kondisi ekstrim, dan dapat menyebabkan gangguan paru-paru (Zulkarnain dkk, 2011). Penggunaan minyak jelantah oleh pedagang gorengan dilakukan untuk menekan pengeluaran. Untuk menangani hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian dengan mengubah minyak jelantah menjadi minyak layak pakai. Penanganan terhadap minyak jelantah, dilakukan dengan beberapa metode. Hambali dkk., (2008), menggunakan metode esterifikasi dan transesterifikasi pada proses pengolahan minyak jelantah. Pengolahan dengan cara ini memerlukan biaya yang mahal, waktu yang relatif lama, dan banyaknya bahan kimia, sehingga tidak efisien. Oleh karena itu, diperlukan alternatif lain yaitu melalui pemanfaatan 1 biomassa ampas tebu (Saccharum officinarum. L) sebagai bahan untuk penjernihan minyak jelantah. Ampas tebu merupakan hasil industri gula atau pembuatan minuman dari tanaman tebu secara optimal sehingga membawa masalah tersendiri bagi industri gula maupun lingkungan karena dianggap sebagai limbah (Apriliani, 2010). Sulawesi Selatan, khususnya di Kab. Takalar merupakan penghasil tebu yang sangat besar, sesuai dengan laporan Badan Pusat Statistik Kabupaten Takalar (2016), rata-rata produksi tebu yaitu sebesar 1.500 ton/tahun dan dihasilkan ampas tebu sekitar 700 ton (40%), dan dari sekian banyak ampas tebu yang dihasilkan hanya sekitar 350 ton (50%) yang dimanfaatkan misalnya sebagai bahan bakar dalam proses produksi dan transportasi sedangkan sisanya masih menjadi limbah padat perkotaan. Ampas tebu dapat berperan sebagai adsorben dalam proses esterifikasi pada minyak jelantah karena mengandung sari alkohol 27,9%, lignin 0,79%, Sari benzena 2% dan selulosa 44,7%. Purnawan (2010), Selulosa dan lignin terdiri atas senyawa aromatik benzena yang tersusun atas unit fenil propana. Senyawa aromatik benzena dapat bereaksi dengan gliserida seperti minyak. Oleh karena itu dapat diasumsikan bahwa ampas tebu berpotensi untuk digunakan dalam pengolahan minyak jelantah menjadi minyak layak pakai.