Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Bayu Ardianto, S. Ked
04054821719011
Pembimbing:
dr. Mutia Devi, SpKK, FINSDV
1
HALAMAN PENGESAHAN
Referat
KARSINOMA SEL BASAL
Oleh:
Bayu Ardianto, S.Ked
04054821719011
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi,
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang,
Periode 4 Juni – 9 Juli 2018.
PENDAHULUAN
Karsinoma sel basal (KSB) merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel
nonkeratinisasi lapisan basal epidermis.1 Karsinoma sel basal adalah jenis kanker
paling sering yang ditemui pada manusia. Di Amerika terdapat lebih dari 1 juta
kasus baru muncul setiap tahunnya. Data epidemiologis menunjukkan bahwa
insidens meningkat secara signifikan 3%-10% setiap tahunnya. Data Badan
Registrasi Kanker (BRK) tahun 2009 di Indonesia menunjukkan kanker kulit
menempati urutan ke 4 dari 10 jenis kanker terbanyak. Penelitian yang dilakukan di
RSDK Semarang pada tahun 2006-2008 mendapatkan bahwa keganasan pada kulit
yang paling banyak ditemukan adalah karsinoma sel basal (KSB) sekitar 48.3% lalu
diikuti oleh karsinoma sel skuamosa (KSS) dengan daerah tersering adalah wajah
(43.6%).2.3.4
Karsinoma sel basal biasanya terjadi pada lansia tetapi frekuensi mulai
meningkat pada individu dibawah usia 50 tahun. Prevalensi laki-laki sedikit lebih
tinggi dibanding perempuan. Lesi paling banyak ditemukan pada hidung (20.9%),
diikuti dengan beberapa lokasi lain pada wajah (17.7%) dengan predileksi
mayoritas ditemukan pada kepala dan leher.1,2
Karsinoma sel basal lebih rentan terkena pada daerah yang terpapar sinar
matahari (sun-exposed skin). Hal ini dikarenakan sinar UV terutama sinar UVB
(spectrum 290-320 nm) dapat menginduksi mutasi pada gen supresi tumor dan
merusak DNA serta memperngaruhi sistem imun yang berakibat perubahan genetik
secara progresif dan keganasan.1,2 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan
sinar matahari yang intermiten selama liburan saja, dapat membuat individu
memiliki resiko KSB yang lebih tinggi dibanding orang yang selalu terpapar sinar
matahari karena pekerjaan. Ramini & Bannett melaporkan peningkatan insiden KSB
yang signifikan selama Perang Dunia II pada personil yang ditempatkan didaerah
pasifik dibanding yang di tempatkan di Eropa. Hal ini menunjukkan bahwa beberapa
1
bulan atau beberapa tahun terkena paparan sinar UV yang intensif dapat
menimbulkan efek merugikan jangka panjang.
Data pada tahun 1968-2006 menunjukkan bahwa angka kejadian KSB
meningkat pada usia diatas 60 tahun pada orang Asia. Pada penelitian yang
dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang ditemukan pasien KSB
primer sebanyak 48 pasien (0,30%) dari 15845 kunjungan pasien baru, dengan
rincian pasien laki-laki 18 orang (37,5%) dan perempuan 30 orang (62,5%), serta
perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1 : 1,8.5 KSB jarang terjadi pada kulit
gelap karena adanya proteksi cahaya dari melanin dan melanosom. Diperkirakan
1.8% terjadi pada kulit hitam, dan diperkirakan resiko terjadi KSB 19 kali lebih
besar pada kulit putih. Faktor resiko terjadinya KSB antara lain, paparan sinar
ultraviolet (UV), rambut yang pirang, warna mata, keturunan Eropa Utara, dan
berjemur (tanning).1 Penggunaaan obat-obat photosensitizing (diuretic, tetrasiklin,
NSAID), riwayat paparan sinar radioaktif, riwayat paparan bahan kimia (arsenic),
merokok, infeksi HPV (humanpapilloma virus), dan penggunaan obat imunosupresif
sistemik juga disebutkan menjadi faktor resiko terjadinya KSB.1,6
Ada beberapa subtype dari KSB, yaitu nodular, ulseratif, superfisial,
sclerosing, pigmented, dan fibroepitelioma pinkus. Meskipun memiliki prevalensi
yang tinggi, metastasis jarang terjadi pada KSB (<0.1%). Akan tetapi, meskipun
jarang terjadi metastasis, tumor yang lama tidak terdeteksi dan tidak diobati dapat
menyebabkan kerusakan jaringan yang luas, infiltrate pada kartilago, atau malah
keterlibatan otot, tulang, hingga intracranial dan berakibat fatal pada pasien.7 Akibat
beragamnya gambaran KSB, diagnosis penyakit ini terkadang sulit untuk
ditegakkan. Oleh karena itu, sebagai dokter umum, pengetahuan untuk mendiagnosis
KSB menjadi hal yang penting agar dapat dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut.
Hal ini juga sesuai dengan SKDI 2012 dimana KSB memiliki kompetensi 2, yakni
mampu mendiagnosis dan merujuk pasien.
GAMBARAN HISTOPATOLOGI
Gambaran histopatologis KSB berbeda-beda sesuai tipe masing-masing,
namun kebanyakan memiliki beberapa karakteristik histologis yang sama.
Karsinoma sel basal memiliki nukleus besar dan sitoplasma yang relatif kecil.
Bentuk KSB yang paling umum adalah nodular, superfisial, dan morfea. Nodular
dan morphea paling banyak ditemukan di kepala dan leher, sementara superfisial
paling sering ditemukan di regio trungkus.2
1) Nodular Basal Cell Carcinoma
Karsinoma sel basal nodular paling sering ditandai dengan papul
berbentuk mutiara atau nodul dengan rolled border dan telangiektasis. Bentuk
nodular Karsinoma sel basal ditandai dengan discrete nests dari sel basaloid di
dermis papiler atau retikuler. 2,9
Gambar 7. Karsinoma sel basal nodular ditandai oleh nodul dari sel basofilik dan penarikan
stromal2
2) Pigmented Basal Cell Carcinoma
Karsinoma sel basal berpigmen menunjukkan gambaran histologi yang
mirip dengan Karsinoma sel basal nodular namun dengan penambahan melanin.
Sekitar 75% Karsinoma sel basal mengandung melanosit, tetapi hanya 25% yang
mengandung melanin. Melanosit berpotongan antara sel tumor dan mengandung
banyak sekali butiran melanin di sitoplasma dan dendrit. Walaupun sel tumor
mengandung sedikit melanin, banyak sekali populasi melanofag mengelilingi
stroma tumor.2,9
Gambar 10. Karsinoma sel basal morfea terdiri atas untaian sel kanker tertanam dalam stroma
berserat padat2
5) Fibroepitelioma Pinkus
Untaian panjang sel basiloma terjalin pada stroma berserat dengan
kolagen yang melimpah. Secara histologi, fibroepithelioma of pinkus
menunjukkan keratosis seboroik retikulasi dan karsinoma sel basal superfisial. 2,9
Gambar 11. Fibroepithelioma of Pinkus. Trabekula memanjang dan bercabang dari sel basaloid
menyebar ke dermis4
DIAGNOSIS
Deteksi dini Karsinoma sel basal dapat ditentukan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik, sedangkan untuk diagnosis pasti ditentukan
dengan pemeriksaan histopatologi.9,10,11
Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan keluhan yang dirasakan pasien, perjalanan
penyakitnya serta faktor-faktor yang mungkin menjadi resiko untuk terjadinya
Karsinoma sel basal.9
Pasien biasanya mengeluhkan rasa gatal atau nyeri. Lesi mengalami
perubahan yang berarti dalam hal warna, ukuran dan konsistensinya. Perubahan
warna bisa menjadi lebih gelap, pucat ataupun terang. Ukurannya membesar
dalam waktu yang cukup singkat. Lesi melebar tidak merata ke samping begitu
juga permukaannya.2,10
Ditanyakan apakah ada riwayat trauma sebelumnya pada lesi tersebut,
riwayat adanya ulkus dan riwayat infeksi yang sukar sembuh. Hal ini penting
karena dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya Karsinoma sel basal
sekaligus menjadi gambaran bagaimana perkembangan lesi tersebut. Perdarahan
yang terjadi walaupun karena trauma ringan juga penting untuk ditanyakan.2,10
Pemeriksaan fisik
Lesi yang tampak pada KSB antara lain tidak berambut, warnanya mulai
dari hipopigmentasi hingga hiperpigmentasi, pada tipe tertentu warna khas
seperti mutiara (translusen). Penyebaran warna tidak homogen.
Permukaan lesi KSB biasanya tak rata, cekung ditengah dengan pinggir
agak menonjol (linear atau papular), kadang disertai skuamasi halus atau krusta
yang melekat, bila diangkat mudah berdarah. Perabaan berbeda-beda sesuai
dengan keadaan, dapat keras, kenyal, terasa nyeri, dan dalam taraf permulaan
mudah digerakkan dari dasarnya.
Pada KSB sering timbul tunas yang bersifat seperti tumor induknya.
Diameter terpanjang tumor membentuk sudut dengan garis RSTL (Rest Skin
Tension Line) dan telangiektasis kadang-kadang ditemukan mulai dari pinggir ke
arah sentralnya.10,11
Gambar 12. Gambaran klinis Karsinoma Sel Basal (A) tipe nodular
dengan telangiektasis (panah); (B) tipe nodulo-ulseratif : lebar; (C) plak
eritem superfisial disertai ulserasi yang terdapat pada tipe superficial; (D)
patch sklerotik (panah) di hidung yang terdapat pada tipe morphea; (E)
nodul gelap (panah) pada tipe pigmentasi4
Pemeriksaan Penunjang
Dermatoskopi adalah metode diagnostik non invasif, terutama dapat di
gunakan untuk diagnosis banding penyakit kulit berpigmen. Dermatoskopi dapat
meningkatkan kinerja diagnostik untuk diagnosis dini dari melanoma dan untuk
membedakan pigmen melanositik dan non melanositik berbagai lesi.
Dermatoskopi lebih spesifik dan sensitif pada karsinoma sel basal yang
membuat diagnosis menjadi lebih mudah. Dermatoskopi dapat meningkatkan
akurasi diagnostik sampai 90%, gambaran yang diberikan tergantung dari jenis
KSB yang diderita seperti gambar dibawah. Dermatoskopi secara bermakna
mengurangi jumlah eksisi lesi jinak yang tidak diperlukan, mengurangi biaya
dan waktu pasien dan dokter serta membantu dalam meyakinkan pasien.10
Pemeriksaan yang dapat menunjang penegakkan diagnosis KSB biasanya
dilakukan pemeriksaan histopatologi lesi. Pemeriksaan penunjang seperti CT
scan atau MRI diperlukan jika ada kecurigaan mengenai tulang atau jaringan
lainnya.7
Gambaran Dermatoskopi
Gambar 13. KSB tipe nodular
A .Gambaran klinis tipe nodular: nodul translusen B. Gambaran dermoskopi memerlihatkan aborizing
vessels (tanda bulat).12
DIAGNOSIS BANDING
Untuk membedakan KSB dengan KSS (karsinoma sel skuamosa)
dibutuhkan pengalaman karena sulit untuk membedakan keduanya. Kedua jenis
karsinoma ini berkaitan dengan paparan sinar matahari, jarang atau bahkan tidak
bermetastasis, dan lesi dapat diangkat dengan eksisi sederhana atau kuretase.
Lesi berupa nodul, lunak, dengan rolled border adalah karakteristik KSB,
sedangkan untuk KSS ditemukan lesi berbentuk kubah, meninggi, keras dan
terdapat infiltrat.9
Biopsi kulit dilakukan untuk membedakan KSB dengan KSS. Terdapat
perbedaan utama gambaran histopatologi antara KSB dengan KSS adalah pada
warna sel. Sel pada KSB terwarnai sangat basofilik, sedangkan sel KSS
(terutama pada lesi dengan tingkat rendah) terwarnai eosinofilik akibat
keratinisasi parsial. Pada KSS derajat tinggi, sel terlihat basofilik akibat tidak
terjadi keratinisasi. Keratinisasi pada KSB hanya terjadi secara parsial yang
kemudian akan menghasilkan kelompokan parakeratosis dan whorls (seperti
ulir), atau proses keratinisasi ini dapat juga terjadi secara sempurna yang akan
memberikan gambaran kista tanduk (horn cyst). Selain itu, pada KSS terlihat
gambaran inti yang lebih atipikal serta mitosis yang lebih jelas. Pada KSB
terdapat gambaran retraksi masa sel tumor dari jaringan ikat di sekitarnya yang
tidak ditemukan pada KSS.13
Penyakit Bowen, penyakit Paget, melanoma amelanotik, keratosis
aktinik dan keratosis seboroik memiliki lesi yang mirip dengan KSB. Karsinoma
sel basal tipe ulseratif sering salah diagnosa dengan ulser stasis, sedangkan
untuk KSB tipe pigmented sering didiagnosis dengan melanoma atau nevus
pigmentosus. KSB tipe superfisial sering dikira psoriasis atau eksim (eczema).9
KESIMPULAN
Karsinoma sel basal (KSB) adalah jenis kanker paling sering yang
ditemui pada manusia. Data epidemiologis menunjukkan bahwa insidens
meningkat secara signifikan 3%-10% setiap tahunnya, dengan laki-laki lebih
banyak dibandingkan perempuan. Patogenesis KSB terkait dengan paparan sinar
UV terutama sinar UVB yang menginduksi mutasi pada gen supresi tumor,
merusak DNA dan memperngaruhi sistem imun yang berakibat perubahan
genetik secara progresif dan neoplasma. Lesi muncul biasanya berupa papul
merah atau merah muda yang meninggi, rolled border yang tumbuh secara
lambat. Ada lima tipe dengan berbagai gambaran klinis, yaitu nodular, ulseratif,
superfisial, berpigmen, morfeaformis, dan tipe lainnya seperti fibroepitelioma
pinkus (FEP). Diagnosis KSB dapat ditegakkan dengan melakukan biopsi kulit.
Metode yang dapat digunakan adalah shave biopsy dan punch biopsy. Beberapa
modalitas terapi yang dapat dilakukan antara lain adalah bedah eksisi, Curetage
dan Electrodessication (C&E), Cryosurgery, Radiotherapy, Photodynamic
Therapy (PDT), Mohs’ Micrographic Surgery, Laser Surgery dan Topikal.
Prognosis penderita KSB umumnya baik. Angka kekambuhan KSB hanya 1%
jika diterapi dengan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tan. S.T, Reginata, G. Deteksi Dini Karsinoma Sel Basal. Indonesian Journal of
Cancer. 2016:10 (2): p61-65.
2. John AC, David J, Julia SP. Basal Cell Carcinoma. Dalam: Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine 8th Ed. Goldsmith La, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. New York: McGraw-Hill, 2012:1294-1303.
3. Susilorini, Sadhana U, Widjaya I. Pattern and Frecuency of Skin Malignancies at
Laboratory of Pathology Anatomy Dr.Kariadi General Hospital in 2008-2009.
Jurnal Unissula. 2015: 6(1): p21-24.
4. Loho L. Durry MF. Basalioma. Jurnal Biomedik (JBM). 2013: 5 (3): p21-26.
5. Yahya YF, dkk. PROFIL KARSINOMA SEL BASAL PRIMER DI RSUP M.
HOESIN PALEMBANG. Media Dermato-Venerologica Indosiana. 2011. p 78-83
6. Lear W. Dahlke E. Murray C.A. Basal Cell Carcinoma: A Review of Epidemiology,
Pathogenesis, and Associated Risk Factors. Journal of Cutaneus Medicine and
Surgery. 2007: 11(1): p19-30.
7. Venura S, Vishal M, John TL. Focus on Basal Cell Carcinoma. Journal of Skin
Cancer. 2011: p1-5
8. Chung, S. Basal Cell Carcinoma. Department of Plastic and Reconstructive
Surgery, NHICI Hospital Korea. 2012:39 (2): p166-168.
9. James WD, Berger TG, Elston DM. Chapter 29 Epidermal Nevi, Neoplasm and
Cyst. In: Andrew’s Diseases of The Skin: Clinical Dermatology 12th ed.
Philadelphia: Elsevier. 2016: p633-637.
10. Kinghorn GR, Brings , Gupta NK. Bacal cell carcinoma. In: Griffiths C, Barker J,
Bleiker T, Chalmers R, Creamer D, eds. Rook’s Textbook of Dermatology. Vol. 4.
8th ed. Oxford:Wiley Blackwell 2016. p.52.18-52.23
11. A.G. Quinn, W.Perkins. Basal Cell Carcinoma. In: Rook’s Textbook of
Dermatology. 8th ed. USA: Wiley-Blackwel l; 2010. p 2630-2635.
12. Fakhrosa I, dkk. Manifestasi klinis dan gambaran dermoskopi pada Karsinoma Sel
Basal. Syifa’ Medika, Vol 8 2018. p 54-67.
13. iryana W. Reza NR. Gambaran Histopatologi Karsinoma Sel Basal. Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU Soetomo Surabaya. 2013: 40(3): p138-
144.
14. Nouri K. Skin Cancer. New York: McGraw-Hill, 2008: p61-72.