You are on page 1of 25

TUTORIAL

Diabetes Mellitus dengan


Arthritis Gout Regio Pedis Sinistra

Oleh :
Ana Nurrida
Hana Handwiratna
Havara Kausar Akbar
Fani Shamara
Indana Zulfa
Irma Ayudiana
Nurul Iman
Ryan Bayu

Dokter Pembimbing :
dr. Hj. Khomimah, Sp.PD-KMED

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2016

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah - NYA kepada kita sekalian, terutama kepada kami sehingga laporan tutorial ini
dapat terselesaikan.
Laporan ini dibuat dengan tujuan untuk mempelajari kasus interna dalam stase
kepaniteraan klinik di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi. Dengan terselesaikannya
penyusunan laporan tutorial ini kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
laporan ini terutama kepada yang terhormat, Dokter Khomimah, Sp.PD-KMED, selaku
tutor pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, serta pengarahan.
Semakin kami mempelajari kasus dan literatur mengenai masalah ini, semakin
kami sadar bahwa banyak sekali yang belum kami ketahui. oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna menyempurnakan laporan ini.

Jakarta, Oktober 2016

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
BAB II..................................................................................................................................................... 5
KASUS ................................................................................................................................................... 5
A. Identitas Pasien ........................................................................................................................... 5
B. Anamnesis ................................................................................................................................... 5
C. Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................................ 6
D. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................................. 8
E. Resume...................................................................................................................................... 10
F. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................................................. 14
DISKUSI KASUS ................................................................................................................................. 14
1. Diabetes Mellitus Tipe 2 ........................................................................................................... 14
2. Artritis Gout .............................................................................................................................. 17
3. Susp.Gastropathy Diabeticum .................................................................................................. 21
4. Obesitas .................................................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik berupa peningkatan kadar glukosa
dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas
penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan pada beberapa keadaan
yang lain. Diabetes melitus merupakan penyebab kematian ke dua belas di dunia. Penyakit
diabetes melitus dapat mengenai semua organ tubuh seperti otak (stroke), ginjal (gagal
ginjal), jantung, mata dan kaki. Salah satu komplikasi menahun dari diabetes melitus adalah
ulkus diabetikum. (1)
Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Artritis gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam cairan
ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang
didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7.0 mL/dL dan 6.0 mg/dL. Gout
merupakan penyakit dominan pada pria dewasa sebagaimana yang disampaikan oleh
Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja sedangkan pada perempuan
jarang sebelum menopause. (2)

4
BAB II
KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Duren Sawit, Jakarta Timur
Tgl Masuk RS : 29/10/16
No RM : 19285*
Ruang : An Nas 2/ 201-03
Dokter : dr. Lukman, Sp.PD

B. Anamnesis
 Keluhan Utama : Tidak mau makan sejak 2 minggu sebelum masuk RS
 Keluhan Tambahan : mual, badan lemas
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Penyakit Dalam RSIJ Pondok Kopi dengan
keluhan tidak mau makan 2 minggu SMRS, badan terasa lemas namun masih bisa
beraktivitas ringan. Pasien hanya makan makan bubur ayam dengan ati ampela
untuk sarapan. Pasien tidak mau makan karena tidak merasa lapar. Pasien mual
namun tidak muntah. Riwayat nyeri perut atau terasa begah disangkal. Demam
disangkal. Nyeri dada maupun sesak disangkal. Sakit menelan disangkal. BAK
normal tidak ada keluhan. BAB belum sejak 4 hari. Biasanya pasien memang BAB
2-3 hari sekali.
Ketika pasien di rawat di rumah sakit, punggung kaki kiri tiba tiba bengkak,
memerah, dan nyeri. Pasien jadi kesulitan berjalan dan tidak bisa ke kamar mandi.
Pasien juga merasa nyeri pada kedua lutut. Bunyi ‘krek’ saat pasien menekuk lutut
disangkal, kaku pada pagi hari/saat bangun tidur, disangkal. Awalnya hanya lutut
kanan yang sakit tapi kemudian lutut kiri juga terasa sakit. Pasien menghabiskan
sebagian besar waktu istirahat di tempat tidur dan jarang beraktivitas. Keluhan sakit
kaki memang bukan pertama kali dirasakan, sebelumnya pasien juga pernah merasa

5
sakit pada kaki yang sembuh jika sudah berobat ke dokter. Sebelum punggung kaki
kiri bengkak pasien masih bisa berjalan meskipun kedua lutut kadang terasa agak
nyeri. Pasien mengaku memiliki penyakit DM, sebelum didiagnosis DM oleh dokter
pasien mengeluhkan dia sering BAK dan terbangun pada malam hari untuk BAK.
Sejak saat itu pasien diberikan obat – obatan diabetes. Saat ini pasien tidak ada
keluhan gangguan penglihatan seperti kabur atau berbayang, baal dan kesemutan
pada ekstrimitas disangkal.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengeluhkan nyeri kaki pada tahun 2004 dan kadar asam urat
yang tinggi, kemudian pasien diberikan obat oleh dokter penyakit dalam dan nyeri
kaki hilang.
Pasien belum pernah kehilangan nafsu makan seperti ini sebelumnya dan
memiliki riwayat penyakit gula darah sejak 10 tahun yang lalu dan rutin kontrol ke
dokter. Riwayat tekanan darah tinggi (+) terkontrol, asma (-), jantung (-).
 Riwayat Penyakit Keluarga :
DM disangkal, tekanan darah tinggi disangkal, Jantung disangkal
 Riwayat Psikososial :
Pasien hanya memakan bubur ayam dengan lauk ati ampela saaat pagi hari
kemudian tidak makan lagi sampai malam. Pasien jarang berolahraga, tidak
merokok atau meminum alkohol.
 Riwayat Alergi :
Tidak ada alergi makanan, obat-obatan, dan debu.
 Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat metformin 500mg (3x1), candesartan 8mg (1x1),
Amlodipine 5mg (1x1)

C. Pemeriksaan Fisik
(saat di ruang an-nas)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Antropometri : BB : 80 kg (ideal 67)
TB : 165 kg
IMT : 29,6 (obesitas 1)

6
Tanda-tanda vital
– TD : 130/80 mmHg
– Nadi : 88x/menit
– Pernafasan : 20x/menit
– Suhu : 360C

Status Generalis
• Kepala : Normocephal, rambut lurus, distribusi rata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-),sklera ikterik (-/-), reflex cahaya (+/+),
pupil isokor 3mm/3mm.
• Hidung : Sekret (-), epistaksis (-), septum deviasi (-), epistaksis (-)
• Telinga : Normotia, secret (-), serumen (-), nyeri tekan (-)
• Mulut : mukosa oral basah, mukosa faring hiperemis (-), karies dentis (-)
coated tongue (-), T1/T1
• Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Kel. Tiroid (-),
JVP tidak meningkat
• Thoraks
• Paru-Paru
• Inspeksi : Simetris, pergerakan dinding tidak ada yang tertinggal,
retraksi sela iga (-).
• Palpasi : Vokal fremitus teraba sama.
• Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru hepar di
midclavicularis ICS IV dan V.
• Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
• Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
• Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicula sinistra
• Perkusi :
 Batas Atas : ICS II Linea Parasternalis Dextra
 Batas Kanan : ICS IV Linea sternalis Dextra
 Batas Kiri : ICS V Linea Midclavicula Sinistra
• Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, murmur (-), gallop (-)

7
• Abdomen
• Inspeksi : Cembung, scar (-), distensi (-), massa (-),
• Auskultasi : Bising usus (+) normal
• Perkusi : Timpani pada keempat kuadran abdomen
• Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak membesar
• Ekstremitas atas :
• Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik (+/+), Edema (-/-),sianosis (-/-).
• Ekstremitas bawah :
• Akral hangat (+/+), kulit pedis kering kanan dan kiri, edema (+/+)
Status lokalis
- Pada regio metatarsophalangeal sinistra tampak bengkak meluas sampai dorso pedis,
warna kemerahan, kaki nyeri jika digerakkan dan ditekan, tidak tampak luka, tidak
tampak deformitas.
- Kedua genu tidak tampak deformitas, nyeri tekan (+), kemerahan (-), krepitasi (-),
bengkak (-).

D. Pemeriksaan Penunjang
27 September 2016 (Poli Penyakit Dalam)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa fasting (H) 308 mg/dL 70-99
Glucose urin 4+ mg/dL Negative
Glucose 2 PP (H) 383 mg/dL Normal: 70-14-
Impaired fasting
glucose: 141-200
Diabetes: >200
Glucose urin 4+ mg/dL Negative

8
29-09-16
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Glukosa (12am) (H) 235 mg/dL 70-99
Glucose (18am) (H) 257 mg/dL Negative
Glucose (24am) (H) 380 mg/dL Normal: 70-14-
Impaired fasting
glucose: 141-200
Diabetes: >200
Glucose urin 4+ mg/dL Negative

9
E. Resume
Laki-laki 58 tahun dengan keluhan intake sulit sejak 2 minggu SMRS disertai Nausea,
nyeri at regio metatarsophalangeal sinistra sejak 1 hari MRS, dan pernah hilang merasa nyeri
juga beberapa tahun yang lalu. Genu bilateral nyeri hilang timbul. Pasien memiliki riwayat
DM dan hipertensi. Pada pemeriksaan tanda vital di dapatkan TD : 130/80 mmHg, Nadi :
88x/menit , Pernafasan : 20x/menit , Suhu : 36 oC dengan IMT 26,8. Pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan kelainan pada status generalis. Status lokalis didapatkan a) regio
metatarsophalangeal pedis sinistra tampak bengkak meluas sampai dorso pedis, warna
kemerahan, kaki nyeri jika digerakkan dan ditekan, tidak tampak luka, tidak tampak
deformitas. b) Kedua genu tidak tampak deformitas, nyeri tekan (+), kemerahan (-), krepitasi
(-), bengkak (-). Pada pemeriksaan laboratorium 29-10-2016 didapatkan Glukosa (12.00)
235mg/dL, glukosa (18.00) 357mg/dL, glukosa (24.00) 380 mg/dL

F. Rumusan Masalah
1. Anorexia
2. DM Tipe 2
3. Selulitis DD/Artritis gout
4. Susp. Gastropathy diabetikum
5. Obesitas

G. Penatalaksanaan
Rencana pemeriksaan penunjang :
- Hematologi lengkap
- Asam urat
Rencana farmako terapi :
IVFD Aminofluid:RL:Marlos (1:1:1)/8 jam
Enziplex 3x1
Lactulosa 1 x 2 cth
Novorapid
Humalog pen
Dulcolax supp

10
H. Follow Up
Tanggal S O A P
30-10- Makan masih TD : 130/80 mmHg, Intake sulit Infus RL/12 jam
2016 sedikit, badan N :80 x/m dengan DM Enziplex 3x1
lemas (+), kaki kiri RR : 20 x/m Tipe 2, selulitis Lactulosa 1x2 C
sakit, kedua lutut S : 36 C dd/ artritis gout, Humalog pen
sakit, sulit ke kamar IMT : 29,4 obesitas (15-15-15)
mandi, BAK di (obesitas 1) Novorapid (0-0-20)
pispot. PF: ditemukan tanda
inflamasi a/r MTP1
Lab :
Glukosa (06am) 300
Glukosa (11am) 285
Glukosa (16pm) 332

01-10- Makan masih TD : 120/80 mmHg, Intake sulit Infus RL/12 jam
2016 sedikit, badan N : 84 x/m dengan DM Enziplex 3x1
lemas (+), kaki kiri RR : 20 x/m Tipe 2, artritis Lactulosa 1x2C
sakit, kedua lutut S : 36,7 C gout pedis Humalog (20-25-25)
sakit, sulit ke kamar PF : sinistra, obesitas Novorapid (0-0-20)
mandi, BAK di Tanda inflamasi a/r Allopurinol 300mg
pispot. MTP1 (1x1)
Uric acid 12.1 Meloxicam (1x1)
mg/dL Ranitidine (1x1)
Glukosa (06am) 293
Glukosa (11am) 323
Glukosa (16pm) 372

11
2-10- Makan bertambah, TD : 130/70 mmHg, Intake sulit Infus RL/12 jam
2016 badan lemas (+), N: 84 x/m dengan DM Enziplex 3x1
nyeri kaki sudah RR : 20 x/m Tipe 2, artritis Lactulosa 1x2C
berkurang. BAK S : 36,7 c gout pedis Humalog (20-25-25)
bisa di kamar PF : sinistra dengan Lantus (0-0-20)
mandi. BAB (+) Tanda inflamasi a/r perbaikan, Allopurinol 300mg
MTP1 berkurang obesitas I (1x1)
Glukosa (06am) 352 Meloxicam (1x1)
Glukosa (11am) 338 Ranitidine (1x1)
Glukosa (16pm) 83

03-10- Makan bertambah, TD : 130/70 mmHg, DM Tipe 2, Infus RL/12 jam


2016 badan lemas (-), N: 80 x/m artritis gout Enziplex 3x1
nyeri kaki sudah RR : 20 x/m pedis sinistra Lactulosa 1x2C
berkurang. BAK S : 36,3 c dengan Humalog (20-25-25)
bisa di kamar PF: perbaikan, Lantus (0-0-20)
mandi. BAB (+) Tanda inflamasi a/r obesitas I Allopurinol 300mg
MTP1 (-) (1x1)
Glukosa (06am) 250 Meloxicam (1x1)
Glukosa (11am) 338 Ranitidine (1x1)
Glukosa (16pm) 397

04-10- Lemas (-), nyeri TD : 120/80 mmHg, DM Tipe 2, Infus RL/12 jam
2016 pada kaki (-), kaki N: 80 x/m artritis gout Enziplex 3x1
bengkak (-), nyeri RR : 18 x/m pedis sinistra Lactulosa 1x2C
lutut berkurang S : 36,6 c dengan Humalog (30-25-30)
Glukosa (06am) 250 perbaikan, Lantus (0-0-20)
Glukosa (16am) 317 obesitas I Allopurinol 300mg
(1x1)
Meloxicam (1x1)
Ranitidine (1x1)

12
05-10- Makan banyak, TD : 140/90 mmHg, DM Tipe 2, Infus RL/12 jam
2016 badan tidak lemas, N: 87 x/m artritis gout Enziplex 3x1
kaki tidak sakit. RR : 17 x/m pedis sinistra Lactulosa 1x2C
S : 36,6 c dengan Humalog (30-30-30)
perbaikan, Lantus (0-0-30)
PF: obesitas Allopurinol 300mg
Tidak ditemukan (1x1)
tanda inflamasi a/r Meloxicam (1x1)
pedis sinistra Ranitidine (1x1)

13
BAB III
DISKUSI KASUS

Aspek Diagnostik

1. Diabetes Mellitus Tipe 2


Tn. M, 63 tahun, datang dengan keluhan tidak mau makan sejak 2 minggu
SMRS, badan terasa lemas namun masih bisa beraktivitas ringan. Pasien hanya
makan sedikit-sedikit jika ingat belum ada asupan makan seharian. Pasien tidak mau
makan karena tidak merasa lapar. Mual (+), muntah (-). Riwayat nyeri perut atau
terasa begah disangkal. Demam disangkal. Nyeri dada maupun sesak disangkal.
Sakit menelan disangkal. Pasien memiliki riwayat DM Tipe 2 sejak 10 tahun yang
lalu diawali dengan gejala sering terbangun pada malam hari untuk BAK, cepat
merasa lapar walaupun tidak melakukan aktivitas, dan sering merasa gatal pada
kedua tungkai. Riwayat DM pada keluarga (-), riwayat pengobatan anti diabetik
suntik. Pada pemeriksaan fisik yang mengarah ke diagnosis didapatkan peradangan
pada metatarsophalangeal sinistra. Pada pemeriksaan GDS didapatkan 235 mg/dl.

Analisis Kasus
Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin , kerja insulin atau kedua-
duanya. (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia, 2015).
Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipertimbangkan apabila terdapat :
Keluhan Klasik Keluhan Lain
Poliuria (banyak kencing) Lemah badan
Polidipsia (banyak minum) Kesemutan
Polifagia (banyak makan) Gatal
Penurunan BB tanpa penyebab yang Mata Kabur
jelas Disfungsi ereksi/ Pruritus vulva (wanita)
(Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2015).

Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus memenuhi salah satu kriteria :

14
 Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak
ada asupan kalori selama minimal 8 jam, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma ≥ 200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO) dengan beban 75 gram, atau
 Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan klasik, atau
 Pemeriksaan HbA1c ≥ 6.5% dengan menggunakan metode High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandardisasi oleh (NGSP).
(Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2015).

Pada pasien ini, memiliki riwayat DM Tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu diawali
dengan gejala sering terbangun pada malam hari untuk BAK, cepat merasa lapar
walaupun tidak melakukan aktivitas, dan sering merasa gatal pada kedua tungkai,
maka dapat ditegakkan diagnosis DM Tipe 2, karena sudah memiliki gejala klasik dan
pernah mendapatkan terapi anti diabetik oral dan insulin.
Penatalaksanaan pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 dimulai dengan
menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan
dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemi secara oral dan/atau
dengan suntikan.
1. Edukasi : mempunyai tujuan yaitu promosi hidup yang sehat sebagai bagian
upaya pencegahan dan pengelolaan DM Tipe 2 secara holistik.
2. Terapi nutrisi medis : prinsip pengaturan makan pada pasien DM Tipe 2, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kalori dan zat gizi masing – masing
individu yang dibutuhkan. Pasien DM Tipe 2 perlu diberikan penekanan mengenai
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandunngan kalori.
3. Latihan jasmani : latihan jasmani secara teratur sebanjyak 3 – 5 kali perminggu
dengan durasi 30 – 40’ dengan total 150’ dengan jeda antar latihan tidak lebih dari
dua hari berturut – turut. Latihan dapat berupa : jalan cepat, bersepeda santai,
jogging, berenang.
4. Terapi farmakologis : diberikan bersama dengan terapi nutrisi medis dan latihan
jasmani. Terapi farmakologis dapat berupa obat oral ataupun suntik.
a. Anti diabetik oral
- Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) :
1) Sulfonilurea  meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek
samping utama : hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati – hati

15
pada pasien geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal. Contoh :
Glibenclamide, Glipizide, Gliclazid, Gliquidone, Glimepiride
2) Glinid  meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas fase
pertama. Efek samping : hipoglikemia dan peningkatan berat badan.
Contoh : Nateglinid, Repaglinid.
- Peningkat sensitivitas insulin
1) Metformin  mengurangi glukoneogenesis dan perbaiki ambilan glukosa
di perifer. Kontra indikasi pada pasien dengan gangguan ginjal, gangguan
hati berat, sepsis, penyakit cerebrovaskular, PPOK, gagal jantung. Efek
samping : dispepsia, diare, asidosis laktat.
2) Tiazolidindion  hati – hati dapat menyebabkan edema dan retensi cairan,
pada pasien gangguan fungsi hati. Contoh : Pioglitazone
- Alfa Glukosidase Inhibitor  memperlambat absorpsi glukosa di usus. Efek
samping : Flatulen dan feses lembek. Contoh : Acarbose
- Penghambat DPP-IV  meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi
glukoagon. Efek samping sebah, muntah. Contoh : Stiagliptin dan Linagliptin.
- Penghambat SGLT-2  penghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli
distal ginjal. Efek samping dehidrasi, infeksi saluran kemih. Contoh :
Canaglifozin, Empaglifozin, Dapaglifozin.
b. Anti diabetik injeksi
- Insulin
Indikasi pada keadaan : HbA1c > 9% dengan dekompensasi metabolik,
penurunan BB yang cepat, hiperglikemia dengan ketosis, gagal terapi dengan
anti diabetik oral, stres berat, kehamilan dengan DM/ DM Gestasional,
gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat, kontraindikasi dengan obat anti
diabetik oral.
Efek samping : hipoglikemia
- Agonis GLP-1
Bekerja pada sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin,
menurunkan berat badan, menghambat sekresi glukagon, dan menghambat
nafsu makan.

Pada pasien ini dapat ditatalaksana dengan Alfa Glukosidase Inhibitor


(Acarbose) karena pasien ini tidak memiliki kontraindikasi pemberian obat

16
tersebut. Pemberian insulin dapat dilanjutkan atau dipertimbangkan untuk
dihentikan dengan diganti terapi latihan fisik jasmani dan terapi nutrisi medis
yang tepat.

2. Artritis Gout
Tn. M, 63 tahun mengeluh kaki kiri bengkak semenjak dirawat di rumah sakit,
berwarna kemerahan, dan terasa nyeri hingga pasien sulit berjalan. Kedua lutut pun
terasa nyeri namun tidak senyeri bagian punggung kaki kiri. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal.
Pasien diterapi dengan :
- Kontrol gula darah
- Allopurinol 300 mg 1x1
Analisa Kasus :
Pada kasus di dapatkan adanya keluhan bengkak pada kaki kiri semenjak 1 hari MRS,
berwarna kemerahan, nyeri, hingga pasien sulit berjalan. Kedua lutut pun terasa nyeri
yang sudah berlangsung sejak 1 bulan namun sifatnya hilang timbul.

Definisi:
Artritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di
seluruh dunia. Artritis gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat
deposisi Kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di
dalam cairan ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah
hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7.0 mL/dL
dan 6.0 mg/dL. (2)
Epidemiologi
Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa. Sebagaimana yang
disampaikan oleh Hippocrates bahwa gout jarang pada pria sebelum masa remaja
sedangkan pada perempuan jarang sebelum menopause. Di Indonesia belum banyak
publikasi epidemiologi tentang artritis gout. Pada tahun 1935 seorang dokter
kebangsaan Belanda bernama Van der Horst telah melaporkan 15 pasien artritis gout
dengan kecacatan (lumpuh anggota gerak) dari suatu daerah di Jawa Tengah. (2)

17
Satu study yang lama di Massachusetts (Framingham study) mendapatkan lebih dari
1% dari populasi dengan kadar asam urat kurang dari 7mg/100mL pernah mendapat serangan
artritis gout. Hasil penelitian terlihat pada tabel 1 berikut.

Tabel 1. Prevalensi Artritis Gout sesuai dengan nilai kadar asam urat pada pria
Kadar sodium urat serum Total pasien diperiksa Artritis gout yang timbul
(mg/100mL)
No Persen
<6 1281 11 0.9
6 – 6.9 970 27 2.8
7 – 7.9 162 28 17.3
8 – 8.9 40 11 27.5
>9 10 9 90.0
Total 2463 86 3.5

Manifestasi Klinik
Terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi. Ketiga
stadium ini merupakan stadium yang klasik dan didapat deposisi yang progresif Kristal urat.
a. Stadium artritis gout akut
Radang sendi pada stadium ini sangat akut dan yang timbul sangat cepat dalam waktu
singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat
dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa
nyeri, bengkak, terasa hangat, merah, dan gejala sistemik berupa demam, menggigil dan
merasa lelah. Lokasi yang paling sering MTP-1 yang biasanya disebut podagra. Apabila
proses penyakit berlanjut, dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan
siku. Serangan aku tini dilukiskan oleh Sydenham sebagai: sembuh beberapa hari sampai
beberapa minggu, bila tidak diobat, rekuren yang multiple, interval antara serangan singkat
dan dapat mengani beberapa sendi. Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma
lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretic, atau
penurunan dan peningkatan asam urat. Penurunan asam urat darah secara mendadak dengan
allopurinol atau obat urikosurik dapat menimbulkan kekambuhan.

18
b. Stadium interkritikal
Merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi proses interkritik asimptomatik.
Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda radang akut, namun pada aspirasi sendi
ditemukan Kristal urat. Hal ini menunjukkan bahwa proses peradangan tetap berlanjut,
walaupun tanpa keluhan. Keadaan ini dapat terjadi satu atau beberapa kali pertahunm atau
dapat sampai 10 tahun tanpa serangan akut.

c. Stadium artritis gout menahun


Stadium ini umumnya pada pasien yang mengobati sendiri (self medication) sehingga
dalam waktu lama tidak berobat secara teratur pada dokter. Artritis gout menahun biasanya
disertai tofi yang banyak dan terdapat poliartikular. Tofi ini sering pecah dansulit sembuh
dengan obat, kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Pada tofus yang besar dapat
dilakukan ekstirpasi, namun hasilnya kurang memuaskan. Lokasi tofi yang paling sering pada
cuping telinga, MTP-1, olecranon, tendon Achilles dan jari tangan. Pada stadium ini kadang-
kadang disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun.

Diagnosis
Dengan menemukan Kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk gout.
Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, sehingga tes diagnostic ini kurang sensitive.
Oleh karena itu kombinasi dari penemuan-penemuan dibawah ini dapat dipakai untuk
menegakkan diagnosis:
- Riwayat inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1
- Diikuti oleh stadium interkritik dimana bebas symptom
- Resolusi sinovitis yang cepat dengan pengobatan kolkisin
- Hiperurisemia
Kadar asam urat normal tidak dapat menghindari diagnosis gout. Logan dkk mendapatkan
40% pasien gout mempunyai kadar asam urat normal. Hasil penelitian penulis didapatkan
sebanyak 21% artritis gout dengan asam urat normal.
Terdapat juga kriteria ACR (1977) (3)
- Didapatkan Kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
- Didapatkan Kristal monosodium urat di dalam tofus, atau
- Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut:
o Inflamasi maksimal pada hari pertama
o Serangan artritis akut lebih dari 1x

19
o Artritis monoartikular
o Sendi yang terkena berwarna kemerahan
o Pembengkakan dan sakit pada sendi MTP 1
o Serangan pada sendi MTP unilateral
o Serangan pada sendi tarsal unilateral
o Tofus
o Hiperurisemia
o Pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologic
o Kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologic
o Kultur bakteri cairan sendi negative

Pemeriksaan Penunjang
- LED, CRP
- Analisis cairan sendi
- Asam urat darah dan urin 24 jam
- Ureum, kreatinin, CCT
- Radiologi sendi

Penatalaksanaan
Secara umum penanganan artritis gout adalah memberikan edukasi, pengaturan diet,
istirahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan
sendi ataupun komplikasi lain, misalnya pada ginjal. Pengobatan artritis gout akut bertujuan
menghilangkan keluhan nyeri sendi dan peradangan dengan obat-obat, antara lain kolkisin,
obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kortikosteroid, atau hormon ACTH. Obat penurun
asam urat seperti allopurinol atau obat urikosurik tidak boleh diberikan pada stadium akut.
Namun pada pasien yang telah rutin mendapat obat penurun asam urat, sebaiknya tetap
diberikan. Pemberian kolkisin dosis standar untuk artritis gout akut secara oral 3-4 kali, 0.5-
0.6 mg/hari dengan dosis maksimal 6mg. OAINS dapat pula diberikan. Jenis yang banyak
dipakai ialah indometasin 150-200mg/hari selama 2-3 hari dilanjutkan 75-100mg/hari sampai
minggu berikutnya atau sampai nyeri atau peradangan berkurang. Kortikosteroid dan ACTH
diberikan apabila kolkisin dan OAINS tidak efektif atau merupakan kontra indikasi.

20
3. Susp.Gastropathy Diabeticum
Tn. S, 58 tahun dengan keluhan muntah-muntah yang didahului mual , makan tersa
cepat kenyang , nyeri epigastrium dan adanya riwayat DM . Pada pemeriksaan Fisik
ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium dan hasil pemeriksaan laboratorium
Glukosa (12.00) 187, Glukosa (18.00) 198, Glukosa (24.00) 229187 mg/dl. Pasien di
diagnosa dengan Gastropathy Diabeticum dan diagnosa banding dengan GERD .
Tatalaksana : (-)
Analisis Kasus :
Pada pasien ditemukan adanya keluhan mual dan munta di sertai nyeri ulu hati. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri di epigastrium dan hasil Glukosa (12.00) 187,
Glukosa (18.00) 198, Glukosa (24.00) 229187 mg/dl, sesuai dengan kriteria
Gastropathy Diabeticum berdasarkan ADA 2016 . Namun , perlu dilakukannya
pemeriksaan penunjang Endoskopi ,USG , SCINTI graphy untuk menyingkirkan
diagnose banding.

Definisi
Suatu kelainan mortilitas lambung yang terjadi pada penderita diabetes yang dapat
dimanifestasikan oleh berbagai macam gejala serta dijumpainya kelinan pada uji
pengosongan lambung .

Kriteria Diagnosa Gastropathy Diabetikum


Tanda dan gejala:
 Rasa terbakar di dada
 Mual
 Muntah, makanan yang tidak tercerna
 Merasa kenyang sebelum makanan habis
 Berat badan menurun
 Perut terasa penuh
 Kadar gula darah meningkat
 Penurunan nafsu makan
 Gastroesophageal reflux
 Perut terasa keram

21
Tatalaksana :

4. Obesitas
Tn.M, 63 tahun memiliki tinggi badan 165 cm, berat badan 80 kg dengan
indeks masa tubuh 29,6 kg/m2 . Berdasarkan Klasifikasi IMT menurut “Kriteria Asia
Pasifik” pasien masuk pada kategori obesitas I.
Analisis Kasus
Definisi
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak berlebih, sehingga dapat mengganggu. Suatu keadaan dengan
akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga
dapay mengganggu kesehatan.
Klasifikasi
Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur
pengganti diipakai body ass indeks (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) untuk
menentukan berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.
IMT merupakan indikator yang paling serinng digunakan dan praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obes pada dewasa. World Health
Organization (WHO) menetapkan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas pada
orang dewasa berdasarkan IMT sebagai berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada
Orang Dewasa Berdasarkan IMT Menurut WHO
Klasifikasi IMT (kg/ m2)
Berat badan kurang < 18,5
Normal 18,5 – 24,9
Berat badan lebih ≤ 25
Pra-obes 25,0 – 29,9
Obes tingkat I 30,0 – 34,9
Obes tingkat II 35,0 – 39,9
Obes tingkat III ≥ 40

22
Sedangkan untuk wilayah Asia Pasifik mengusulkan kriteria dan klasifikasi
obesitas sendiri sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas pada Orang Dewasa
Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
Klasifikasi IMT (kg/ m2)
< 90 cm (Laki-laki) ≥ 90 cm (Laki-laki)
< 80 cm (Perempuan) ≥ 80 cm (Perempuan)
Rendah (risiko
Berat badan
<18,5 meningkat pada Sedang
kurang
masalah klinis lain)
Normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berat badan
≥ 23,0
lebih
Beresiko 23,0 – 24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25,0 – 29,9 Moderat Berat
Obes II ≥ 30,0 Berat Sangat Berat
Sumber: WHO WPR/ IASO/ IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining
Obesity and its Treatment (2000)

Manajemen berat badan pada pasien overweight dan obesitas:


Penurunan berat badan
Penurunan berat badan mempunyai efek yang menguntungkan terhadap
komorbid obesitas. Terdapat 4 pilar terapi penurunan berat badan yang sukses, yaitu ;
1. Diet Rendah Kalori
Tujuan terapi diet ini membuat defisit 500 hingga 1000 kcal/hari. Sebelum
menganjurkan defisit kalori sebesar 500-1000 kcal/hari sebaiknya diukur kebutuhan
energy basal pasien. Pengukuran kebutuhan energy basal dapat menggunakan rumus
dari Harris Benedict :
Laki-laki
B.E.E = 66.5 + (13.75 x kg) + (5.003xcm)-(6.775xage)

23
Perempuan
B.E.E = 655.1 + (9.563xkg) + (1.850xcm) – (4.676xage)
Kebutuhan kalori total sama dengan B.E.E dikali dengan jumlah factor stress dan
aktifitas.
2. Aktifitas fisik
Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan, dan intensitas sebaiknya
ditingkatkan secara bertahap. Pasien dapat memulai aktifitas fisik dengan berjalan
selama 30 menit dengan jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan
intensitasnya menjadi 45 menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan
resimen ini, pengeluaran energy tambahan sebanyak 100-200 kalori perhari dapat
dicapai.
3. Perubahan perilaku
Dengan cara pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan dan aktifitas fisik,
manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah, contingency management,
cognitive restructuring dan dukungan social.
4. Farmakoterapi
Sibutramine dan orlistat
Sibutramine dan orlistat merupakan obat-obatan penurun berat badan yang telah
disetujui oleh FDA di Amerika serikat, untuk penggunaan jangka panjang. Dengan
pemberian sibutramine dapt muncul peningkatan tekanan darah dan denyut jantung.,
sedangkan pemberian orlistat menghambat absorpsi lemak sebanyak 30%. Dengan
pemberian orlistat dibutuhkan penggantian vitamin larut lemak karena terjadi
malabrsopsi parsial.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Perkumpulan


Endokrinologi Indonesia. s.l. : PB PERKENI, 2015.

2. Tehupeiory, Edward Stefanus. Artritis Pirai (Artritis Gout). [pengar. buku] FKUI. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing, 2014.

3. Departemen Penyakit Dalam. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : RSCM, 2007.

25

You might also like