You are on page 1of 18

Tinjauan Kerentanan, Risiko dan Zonasi Rawan Bahaya Rockfall di

Kulonprogo, Yogyakarta
Review of Vulnerability, Risk and Rockfall Danger Prone Zoning in
Kulonprogo, Yogyakarta

D.R. Hizbaron, D.S. Hadmoko, G. Samodra, S.A. Dalimunthe, dan J. Sartohadi


Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
E-mail: emmahisbaron@gmail.com

ABSTRACT
This research aims at identification of spatial plan zonation in rockfall prone areas. Research method
applies hazard, vulnerability and risk analysis as an input for spatial modeling using Multi Criteria
Evaluation (MCE). Research reveals that in Girimulyo is susceptible towards rockfall. In the last decades,
there were 16 occurrences of rockfall that impacted to physical damages. Fortunately, such disaster did not
cause any harm to human life. Therefore, research argue that physical vulnerability analysis can be analyzed,
while social vulnerability cannot be analyzed further, since it had less data support. According to the re-
search, there are more than 48 housing units located in hazard zone. Hence, local government should initiate
structural mitigation to avoid further loss. Research also reveals that areas with high susceptibility will not
directly consider as high risk zone, unless it has high vulnerability index. Example: areas along escarpment,
where it has high susceptibility, but it has no element at risk in the area. Thereby, research tries to present
zonation for prone hazard areas, using risk index. The result is quite representative, since possible areas to
be developed is anywhere alongside road network. Indication of the area is produced from the multi criteria
analysis. Multi criteria analysis is an essential method to combine spatial data and its attribute. Using such
method requires more data input and expertise in justifying indicator to be selected.
Keywords: Vulnerability, risk, rockfall, zonation, and multi criteria evaluation.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi zonasi tata ruang di daerah rawan runtuhan. Metode penelitian
menggunakan bahaya, kerentanan dan analisis risiko sebagai masukan untuk pemodelan spasial
menggunakan Multi Kriteria Evaluasi (MCE). Penelitian mengungkapkan bahwa di Girimulyo adalah
rentan terhadap rockfall. Dalam dekade terakhir, ada 16 kejadian runtuhan yang berdampak pada
kerusakan fisik. Untungnya, bencana tersebut tidak menyebabkan kerusakan pada kehidupan manusia.
Oleh karena itu, penelitian berpendapat bahwa analisis kerentanan fisik dapat dianalisa, sementara
kerentanan sosial tidak dapat dianalisis lebih lanjut, karena memiliki kurang mendukung data. Menurut
penelitian, ada unit rumah lebih dari 48 terletak di zona bahaya. Oleh karena itu, pemerintah daerah
harus melakukan mitigasi struktural untuk menghindari kerugian lebih lanjut. Penelitian juga
menunjukkan bahwa daerah dengan kerentanan tinggi tidak akan langsung dianggap sebagai zona
risiko tinggi, kecuali telah indeks kerentanan tinggi. Contoh: daerah sepanjang gawir, dimana telah
kerentanan tinggi, tetapi tidak memiliki unsur resiko di daerah tersebut. Dengan demikian, penelitian
mencoba menghadirkan zonasi untuk daerah rawan bahaya, menggunakan indeks risiko. Hasilnya
cukup representatif, karena daerah memungkinkan untuk dikembangkan adalah di mana saja bersama
jaringan jalan. Indikasi daerah dihasilkan dari analisis multi kriteria. Multi kriteria analisis merupakan
metode penting untuk menggabungkan data spasial dan atribut. Dengan menggunakan metode tersebut
memerlukan input lebih banyak data dan keahlian dalam membenarkan indikator untuk dipilih.
Kata kunci: Kerentanan, risiko, rockfall, zonasi, evaluasi multi kriteria.

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 119


PENDAHULUAN timur laut dan selatan barat daya, gawir sesar
ini mem-belah Desa Jatimulyo, dengan ke-
Kejadian rockfall atau gerak masa batuan tinggian 100 – 200 meter dan kemiringan
memiliki potensi membahayakan peri- lereng terjal mendekati tegak. Gawir sesar
kehidupan manusia, namun upaya penanganan- tersebut tersusun atas material lapuk dengan
nya masih cukup minim. Di antara sekian retakan yang seiring dengan proses alami
banyak jenis bencana alam yang terjadi di akan mengalami rockfall. Berikut ini adalah
Indonesia, rockfall kurang mendapat peta wilayah penelitian (Gambar 1).
perhatian. Bahkan, klasifikasi bencana alam
dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 Secara administratif, wilayah penelitian
tidak menyebutkan adanya jenis bencana diarahkan pada sebagian wilayah Desa Jati-
rockfall, dan cenderung dikategorikan dalam mulyo, Kecamatan Girimulyo, Kabupaten
kelompok longsor lahan atau landslide. Potensi Kulonprogo. Berdasarkan data Kecamatan
kejadian rockfall mengancam wilayah dalam Angka, Desa Jatimulyo memiliki
perbukitan dan atau pegunungan. Salah satu luas wilayah 1.629.05 hektar dengan persentase
contoh kasus yang menarik adalah kawasan tutupan lahan berupa sawah (54 hektar),
Gunung Kelir, di wilayah perbatasan tanah kering (1.423, 30 hektar), bangunan
Kabupaten Kulonprogo dan Purworejo. (101.7 hektar) serta tutupan lahan lainnya
(50.10 hektar). Sementara itu, data BPS (2009)
Permasalahan penelitian di Kawasan Gunung menunjukkan bahwa jumlah penduduk di
Kelir adalah kurangnya informasi kebencana- wilayah ini mencapai 6.954 jiwa dengan
an, sehingga kebijakan pemerintah dalam tata perbandingan jenis kelamin laki-laki sebanyak
ruang kurang mencakup aspek kebencanaan 3.480 (laki-laki) dan 3.474 (perempuan). Rata-
dan masih bertumpu pada aspek ekonomi, rata jiwa per rumah tangga mencapai 4 jiwa
sosial dan lingkungan saja. Berdasarkan temuan pada 2007. Hampir 90% penduduk bekerja
lapangan diketahui bahwa pemerintah daerah di sektor primer, yaitu pertanian. Data men-
yang dalam hal ini bersifat lintas sektoral, catat bahwa distribusi jumlah keluarga
telah menawarkan proses relokasi kepada miskin mencapai 50% yaitu 3.238 jiwa pada
masyarakat yang menetap di wilayah rawan 2008. Latar belakang ekonomi yang tidak
bencana, namun lokasi yang ditawarkan tidak cukup baik mampu meningkatkan tingkat
cukup representatif bagi kelangsungan kerentanan, sementara itu semakin padat jumlah
kehidupan masyarakat, sehingga banyak penduduk yang ada di wilayah penelitian
dijumpai penolakan. Selain itu, amanat Undang- maka tingkat kerentanannya pun kian tinggi.
Undang No.26 Tahun 2007 mengenai Tata
Ruang menyebutkan bahwa wilayah dengan Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, wilayah
ancaman bahaya harus setidaknya direvisi ini berpotensi terkena bahaya rockfall. Distribusi
minimal satu tahun sekali. Hal ini menambah wilayah pemukiman penduduk yang rata-
panjang tugas pemerintah daerah untuk rata berada di kawasan sepanjang gawir sesar.
segera menyediakan informasi kebencanaan. Tutupan lahan yang ada di wilayah tersebut
didominasi oleh pemukiman dan kebun
Wilayah penelitian meliputi jalur escarpment campur. Distribusi pohon yang hampir
di sebagian Perbukitan Menoreh, yang secara merata pada daerah elevasi tinggi, secara
administratif terletak di jalur per-batasan umum menguntungkan bagi penurunan
antara Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, tingkat kerentanan, karena pohon dapat
Kabupaten Kulonprogo dengan Kecamatan menahan laju luncuran batuan dan
Kaligesing, Kabupaten Purworejo. Karak- mengurangi besaran dampak. Berdasarkan
teristik gawir sesar membentang ke arah utara model elevasi digital, yang menunjukkan

120 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
bahwa ketinggian dominan antara 525–700 Istilah lain menyebutkan bahwa rockfall
mdpal. Hal ini menunjukan bahwa wilayah merupakan suatu gerak masa (batuan)
menjadi sedikit sulit dijangkau jika secara bebas dari suatu tebing atau lereng
dijumpai kejadian bencana, sehingga mem- (Yilmaz et al, 2008; Whalley, 1984; Flageollet
butuhkan lebih banyak waktu untuk kegiatan dan Weber, 1996 dalam Guzzetti et al, 2004).
penanggulangan bencana. Analisis model digital Artikel lain menambahkan bahwa rockfall
jarak terhadap boulders atau masa batuan merupakan suatu proses yang seringkali
menunjukkan interval jarak antara 0 – 972 m. terjadi di wilayah perbukitan pegunungan
Model perhitungan kerentanan dan risiko sebagai akibat dari proses cuaca seperti
sangat penting untuk menjadi masukan pelapukan dan pemanasan yang terus
dalam pembuatan skenario zonasi. menerus (Marquinez, et al., 2003). Memper-
Penelitian terdahulu telah membahas lebih hatikan sifat kejadian, peneliti dapat
lanjut mengenai karakteristik fisik yang memanfaatkan berbagai definisi yang ada
mempengar uhi tingkat bahaya. Hasil disesuaikan dengan tujuan penelitian.
identifikasi bahaya yang dirumuskan pada Bahaya rockfall adalah suatu kondisi gerak
penelitian terdahulu dengan kelas sangat masa atau luncuran batuan yang berpotensi
rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat
mengakibatkan dampak negatif bagi
tinggi (Sartohadi, et al, 2009). Berdasarkan
perikehidupan manusia dalam kurun waktu
klasifikasi inilah, penelitian lanjutan untuk
tertentu (Westen, et al., 2010). Definisi
analisis kerentanan dilaksanakan.
tersebut membutuhkan parameter penjelas
Rockfall merupakan salah satu bentuk gerak seperti, besaran kejadian, frekuensi kejadian
masa yang lebih berhubungan dengan dan waktu kejadian sehingga dapat disimulasi-
batuan sebagai materi (Topal, et al., 2007). kan secara matematis. Faktor yang mem-

Sumber: hasil analisis


Gambar 1. Wilayah Penelitian, Perbatasan Kabupaten Kulonprogo – Kabupaten Purworejo

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 121


pengaruhi tingkat bahaya dibagi menjadi dua, yang memiliki nilai ekonomi tinggi bagi
yaitu: (1) faktor yang terkait dengan posisi masyarakat sekitarnya. Mengingat sifat
lereng serta kondisi wilayah sekitar, dan (2) tersebut, perlu kiranya untuk mewaspadai
faktor yang terkait dengan sifat batuan dasar potensi terjadinya bencana rockfall. Serta
dan karakteristik geo-morfologis (Marquinez, meningkatkan kewaspadaan tersebut pada
et al., 2003). saat musim penghujan(Suprojo, 2004).
Ancaman bahaya rockfall ditengarai dari Besaran potensi kerusakan atau kehilangan
karakteristik fisik alami wilayah yaitu berupa (v) suatu elemen risiko (e) terkena bahaya
kawasan perbukitan. Distribusi terjadinya dengan frekuensi (f) dan besaran tertentu
rockfall dapat diidentifikasi menggunakan (m) dinyatakan sebagai tingkat kerentanan
kombinasi antara pendekatan geomorfo- (Varnes 1984 dalam Galli dan Guzzetti,
logis dan pendekatan kuantitatif yaitu dengan 2007). Kerentanan atau vulnerability secara
analisis probabilitas keruangan (Sartohadi konseptual dinyatakan sebagai derajat
dkk, 2009). Daerah yang mempunyai tingkat kerusakan atau kehilangan berskala 0
bahaya rockfall yang tinggi adalah daerah- (tidak ada kerusakan) hingga 1 (kerusakan
daerah dengan bentuklahan asal proses total) yang terjadi pada elemen risiko
struktural dengan kenampakan detil berupa bencana akibat suatu besaran ancaman
escarpment. dengan frekuensi tertentu (ISDR, 2004).
Terdapat berbagai elemen risiko yang Hasil analisis dituangkan dalam bentuk
terancam oleh bahaya rockfall, seperti indeks kerentanan, kurva kerentanan ataupun
manusia, rumah/bangunan, infrastruktur tabel kerentanan (Westen, et al., 2010).
dan aset kepemilikan lainnya, seperti kendara- Metode perumusannya dapat dilakukan
an atau aset aktivitas ekonomi lainnya secara kuantitatif, kualitatif maupun semi
(Chau, et al., 2003; Guzzetti, et al., 2004; kuantitatif. Tipe kerentanan dibagi menjadi
Alexander, 2005 dalam Galli dan Guzzetti, dua, yaitu kerentanan fisik dan sosial.
2007). Menurut sifatnya, kejadian bencana Kerentanan fisik menunjukkan potensi
rockfall memicu kerusakan dalam skala kerusakan pada elemen risiko seperti rumah/
medium hingga tinggi, artinya kecepatan bangunan, infrastruktur dan karakteristik fisik
kejadian dapat terjadi dalam waktu yang lainnya yang ada di permukaan bumi yang
sangat tiba-tiba (cepat) dan atau secara bermanfaat bagi manusia (Birkmann &
gradual namun tak terelakkan. Wisner, 2006; Ebert, et al., 2007). Faktor yang
mempengaruhi kerentanan fisik antara lain
Bahaya ini memberikan dampak negatif
struktur bangunan, tipe bangunan, lokasi dan
berupa kemungkinan retak, runtuh atau
kekuatan struktur bangunan. Kerentanan
hancur pada suatu bangunan yang berada
sosial menunjukkan potensi kehilangan pada
di lokasi rawan bencana rockfall (Westen,
elemen risiko khusus yang merujuk pada
et al., 2010). Struktur bangunan bukan
keadaan manusia, disertai kondisi yang
hanya satu-satunya elemen yang terancam
oleh bahaya luncuran, hal yang sama dapat menyertainya seperti usia, jenis kelamin, latar
terjadi pada elemen non struktural lainnya, belakang pendidikan, latar belakang ekonomi
seperti jalan, pipa air, atau infrastruktur atau faktor lain yang dapat menyebabkan
lainnya. Elemen lain yang rawan terkena mereka berada dalam kondisi rentan
dampak adalah kendaraan yang sedang (Birkmann & Wisner, 2006; Ebert, et al., 2007).
melalui wilayah tersebut (Guzzetti, et al., Tabel 1 menjelaskan indeks kerentanan
2004). Bahaya rockfall juga mengancam sosial yang dirumuskan dari penelitian
wilayah pertanian atau aset non bangunan terdahulu oleh Wong et al (1997). Indeks

122 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
kerentanan tersebut menjelaskan karakteristik besaran tertentu (m) yang berpotensi (p)
kerentanan sosial ditinjau dari lokasi mengenai suatu elemen risiko (e) misalnya,
tertentu jika terkena rockfall. Nilai jangkauan rumah dengan tingkat kerentanan (v) p ada
data dan nilai rekomendasi menunjukkan suatu kurun waktu tertentu (t) (Cameron
nilai skala kehilangan atau kerugian yang & Peloso, 2009). Risiko bencana dituang-
diderita. Contoh, jika pada saat terjadi rockfall, kan dalam formulasi sederhana seperti
yang bersangkutan berada di lokasi terbuka, berikut ini (ISDR, 2004):
maka terjadi kemungkinan akan terkena
hantaman batuan, atau terkena puing batuan R=HxV
atau terkena hantaman batuan namun tidak
dimana:
terkubur sehingga mengakibatkan luka
hingga kematian, dan nilai indeks R = Tingkat Risiko;
kerentananya mencapai 0.5 hingga 1. H = Tingkat Bahaya;
Sementara itu, Tabel 2 menjelaskan indeks V = Tingkat Kerentanan
kerentanan fisik yang dirumuskan dari Formulasi ini digunakan untuk memper-
penelitian terdahulu oleh Glade (2003). mudah logika perhitungan risiko, dimana
Indeks kerentanan fisik tersebut menjelas- jika dijumpai bahaya, dan kerentanan maka
kan karakteristik skala kerusakan elemen akan muncul risiko. Tingkat risiko akan
risiko ditinjau dari jenis struktur bangunan. meningkat seiring dengan tingkat bahaya
Jika suatu elemen str uktur bangunan dan tingkat kerentanan. Tingkat risiko
adalah kayu maka tidak memiliki kekuatan belum tentu meningkat jika hanya salah
yang tinggi untuk menahan hantaman satu faktor yang mengalami peningkatan.
luncuran batuan, sehingga akan mengalami Formulasi lainnya yang sering dimanfaat-
kerusakan dengan skala sangat tinggi jika kan oleh peneliti di bidang ilmu terapan
kecepatan luncuran sangat tinggi (lihat adalah sebagai berikut (Ebert et al, 2009):
skala = 1), namun tidak akan dijumpai
kerusakan yang berarti (lihat skala = 0.2) R = f [bahaya (h), kerentanan
jika kekuatan luncuran rendah. (v), elemen risiko (e)]
Nilai indeks kerentanan yang ada dirumus-
kan dari berbagai informasi di lapangan Formulasi ini digunakan untuk mengikut-
yang diperoleh menggunakan alat bantu sertakan arti penting identifikasi pada
kuesioner. Jenis pertanyaan dapat ditentu- elemen risiko karena sifatnya yang
kan berdasarkan kebutuhan penelitian. bervariasi (Ebert, et al., 2009). Mengingat
Contoh kuesioner antara lain pertanyaan setiap jenis bencana memiliki sifat
seputar jumlah kejadian, besaran dampak kerusakan yang berlainan pada setiap jenis
yang ditimbulkan, jenis kerusakan yang elemen risiko, oleh karena itu formulasi
terjadi serta karakteristik faktor yang mem- versi ISDR diterjemahkan dengan cara yang
pengaruhi sifat kerentanan. Berbagai jenis lebih detail untuk setiap jenis elemen risiko.
faktor tersebut kemudian ditabulasi, dan
Penelitian ini bertujuan untuk meng-
dikomputasikan dengan metode pembobot- identifikasikan zonasi wilayah rawan
an untuk mengetahui agregat kerentanan bencana rockfall dengan menganalisis
dengan memanfaatkan metode pair-wise. kerentanan fisik wilayah menggunakan
Risiko rockfall adalah frekuensi (f) suatu ke- metode MCE. Penelitian ini merupakan
jadian gerak masa atau luncuran batuan dengan bagian dari kerangka besar penelitian

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 123


Tabel 1. Indeks Kerentanan Pada Manusia Di Ruang Terbuka, Kendaraan Atau Bangunan

Kerentanan Individu
Lokasi Deskripsi Jangkauan Rekomendasi
Keterangan
Data Nilai Data
Lokasi Terkena hantaman 0.1 -0.7 0.5 Luka dan kematian
terbuka batuan
Terkubur puing batuan 0.8 – 1.0 1 Sesak nafas atau
penyakit ispa
lainnya
Tidak terkubur, terkena 0.1 – 0.5 0.1 Dapat
hantaman puing-puing menyelamatkan diri.
batuan
Kendaraan Kendaraan terkena 0.9 – 1.0 1 Kematian
hantaman batuan
Kerusakan ringan pada 0.0 – 0.3 0.3 Dapat
kendaraan menyelamatkan diri
Bangunan Rumah runtuh 0.9 – 1.0 1 Kematian
Terkubur puing rumah 0.8 – 1.0 1 Kematian/Luka
berat
Terkubur puing rumah, 0.0 – 0.5 0.2 Dapat
namun masih dapat menyelamatkan diri
menyelamatkan diri
Reruntuhan tertahan 0.0 – 0.1 0.05 Tidak ada bahaya
struktur rumah yang berarti
Sumber: Glade, 2003 – disempurnakan Wong, et al., 1997 dalam Westen, et al., 2010

Tabel 2. Indeks Kerentanan Bangunan

Besaran Rockfall
Jenis struktur bangunan Kekuatan
Rendah Menengah Tinggi
Kayu Sangat lemah 0.2 1 1
Kayu dan semen Lemah 0.1 0.3 0.8
Batu bata dan semen Menengah 0.08 0.25 0.7
Beton Kuat 0.05 0.2 0.5
Beton bertulangan Sangat kuat 0 0.1 0.3

Sumber: Glade 2003 – disempurnakan Heinimann 1999 dalam Westen, et al., 2010

124 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
“Zonasi Rawan Bahaya Rockfall di kawasan wilayah. Informasi yang dibutuhkan untuk
perbatasan Kulonprogo–Purworejo. membuat indeks kerentanan adalah: (1)
Penelitian dengan cakupan yang lebih luas persepsi terhadap bencana rockfall; (2)
tersebut memuat tujuan sebagai berikut: (1) informasi jumlah kejadian dan dampak
menemukenali wilayah rawan bahaya kejadian rockfall; (3) kondisi fisik bangunan;
rockfall; (2) menganalisis tingkat kerentanan (4) identifikasi aset kepemilikan selain
sosial dan fisik akibat bahaya rockfall; (3) bangunan rumah tinggal; (5) identifikasi
menentukan indeks risiko rockfall; (4) kondisi infrastruktur pendukung. Pe-
melakukan zonasi kawasan rawan bencana ngumpulan data memanfaatkan kuesioner
sebagai masukan rencana tata r uang.
dengan pertanyaan semi tertutup. Teknis
Penelitian ini merupakan penelitian lanjut
pengolahan menggunakan pembobotan
yang membahas hanya pada analisis tingkat
dan pengklasifikasian.
kerawanan dan risiko untuk kemudian
menganalisis zonasi wilayah rawan bencana, Perolehan data kuesioner kemudian ditabulasi-
karena identifikasi bahaya telah dilakukan kan bersama dengan data tingkat bahaya
pada penelitian terdahulu. untuk kemudian dianalisis menggunakan
informasi keruangan, dalam hal ini memanfaat-
kan perangkat lunak SPSS. Kuesioner
METODE PENELITIAN didistribusikan secara acak proporsional,
yaitu sebanyak 130 kepala rumah tangga.
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan
Data yang telah ditabulasi kemudian diamati
kerangka penelitian seperti yang tertera
secara deskriptif, untuk mengetahui
pada Gambar 2.
distribusi data dan frekuensinya. Hasil
Gambar 2 menjelaskan berbagai jenis pengamatan deskriptif ini menjadi bahan
informasi yang dibutuhkan untuk setiap bagi peneliti untuk menentukan indeks
jenis kegiatan. Penelitian ini fokus pada kerentanan baik secara kualitatif maupun
kegiatan analisis kerentanan dan evaluasi kuantitatif dengan membandingkan hasil
risiko bencana untuk rekomendasi zonasi yang diperoleh dengan indeks kerentanan

Sumber: hasil analisis


Gambar 2. Kerangka Penelitian

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 125


yang pernah disusun dari penelitian- Rockfall inventory atau mengumpulkan data
penelitian terdahulu. Setelah diperoleh yang terkait dengan kejadian rockfall pada
indeks kerentanan, hasil pengamatan diolah masa terdahulu untuk diprediksikan
menggunakan perangkat lunak ILWIS ®. karakteristik di masa mendatang (Chau, et
Selain itu, perangkat lunak ini menyediakan al.,2003). Kelemahan metode ini adalah
fasilitas analitis berupa metode penilaian jika pengumpulan data tidak lengkap
multi kriteria yang mampu memberikan sehingga tidak tercatat, mengakibatkan
kemudahan pada peneliti untuk melakukan kurangnya masukan untuk diprediksikan
tabulasi data keruangan dan data atributnya. untuk masa mendatang.
Analisis multi kriteria berbasis pendekatan
Sesuai dengan penjelasan Marquinez et al
keruangan menggunakan perangkat lunak
(2003), bahaya rockfall dipengaruhi oleh
ILWIS ® membuka peluang untuk memanfaat-
posisi lereng, kondisi curah hujan di
kan berbagai kriteria yang ada untuk
wilayah sekitar dan sifat geomorfik
dianalisis secara keruangan menggunakan wilayah. Berdasarkan informasi responden,
penyusunan skenario permasalahan, standardisasi kejadian bencana rockfall sangat jarang
data, pembobotan dan pembuatan peta terjadi dalam kur un waktu 10 tahun
(Looijen, 2010). Keempat proses tersebut terakhir (55.4% responden). Berdasarkan
dilakukan untuk mendapatkan zonasi hasil penelitian diketahui pula bahwa
wilayah yang tidak rawan bahaya. responden berhasil mengidentifikasi 16
kejadian bencana dalam 10 tahun terakhir
yaitu kejadian rockfall yang terjadi pada
HASIL DAN PEMBAHASAN tahun 1970, 1980, 1990, 2000, 2004, 2005,
2006, 2008, dan 2009. Sebagian responden
Hasil penelitian terdiri atas tiga hal, yaitu
mengkategorikan kejadian rockfall sangat
indeks kerentanan kualitatif, indeks risiko
jarang terjadi (lihat Tabel 3).Kejadian
dan zonasi wilayah rawan bencana rockfall.
rockfall tersebut ditengarai sebagai akibat
Dalam penelitian ini, analisis bahaya rockfall
dari hujan dengan periode lama walaupun
dititikberatkan pada proses gerakan masa
intensitasnya rendah (lihat Tabel 4).
yang terjadi tanpa perantara bidang gelincir, Berdasarkan pengamatan data, responden
dan biasanya terjadi pada lereng curam dan tidak mengindentifikasi adanya dampak
terjal (Yilmaz, et al., 2008; Whalley, 1984; kerugian jiwa selama kejadian rockfall,
Flageollet dan Weber, 1996 dalam namun dijumpai beberapa ker usakan
Guzzetti, et al., 2004). Sementara itu, struktural seperti dinding retak, rumah yang
indeks kerentanan dibuat berdasarkan data roboh dan kerusakan ringan pada bangun-
kejadian bencana dan besaran dampak yang an. Temuan ini sesuai dengan pendapat
muncul, dibandingkan dengan indeks Chau, et al., (2003) dan Westen, et al., (2010)
kerentanan terhadap rockfall yang dibuat yang menyebutkan bahwa elemen risiko
oleh peneliti terdahulu (Westen, et al., dapat terkena dampak dalam skala tertentu.
2010). Indeks risiko dibuat berdasarkan
formula matematis, perkalian antara indeks Elemen risiko yang terancam di wilayah
bahaya dan indeks kerentanan (ISDR, penelitian adalah kepemilikan bangunan
2004). Sementara zonasi bahaya dibuat untuk rumah dan kepemilikan bangunan
berdasarkan indeks risiko yang telah untuk kandang dan aset tak bergerak lain-
disusun menggunakan pendekatan MCE nya seperti sawah dan ladang. Inventarisasi
(Looijen, 2010). Pengumpulan data rumah dan bangunan dilakukan mengguna-
memanfaatkan metode sederhana yaitu kan metode pemetaan terestris dengan

126 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
menggunakan Digital Geographic Positioning Mengacu pada definisi kerentanan Varnes
System (DGPS) dan telemeter laser. Hasil (1984) dalam Galli dan Guzzetti (2007),
pemetaan dilapangan kemudian diplot maka besaran potensi kerusakan atau
dalam peta. Jumlah total permukiman di kehilangan 48 unit rumah di lokasi rawan
wilayah penelitian adalah 151 unit dilengkapi bahaya rockfall lebih tinggi dibandingkan
dengan bangunan non per mukiman rumah lainnya yang berlokasi di wilayah
sebanyak 9 unit. Hasil penelitian menunjuk- kurang rawan.
kan bahwa terdapat 20 unit r umah
berlokasi di zona bahaya berskala sangat Tabel 5 menjelaskan bahwa distribusi
rendah, 103 unit rumah berlokasi di zona luasan menunjukkan bahwa seluas 68.30
bahaya berskala rendah, 77 unit rumah hektar lahan berpotensi terkena ancaman
berlokasi di zona bahaya berskala sedang, bahaya berskala rendah, dan hanya 22.27
48 unit rumah berlokasi di zona bahaya hektar yang memiliki ancaman bahaya
berskala tinggi dan tidak ada satu unit rumah berskala sangat rendah. Sementara itu,
di zona bahaya berskala sangat tinggi 38.11 luas lahan terancam bahaya berskala

Tabel 3. Persepsi terhadap jumlah kejadian rockfall

Distibusi data Frekuensi Persentase Persentase Valid Persentasi Kumulatif

Valid 1.00 72 55.4 55.4 55.4


2.00 44 33.8 33.8 89.2
3.00 13 10.0 10.0 99.2
99.00 1 .8 .8 100.0
Total 130 100.0 100.0
Sumber: hasil analisis
Keterangan:
1. Sangat jarang terjadi; 2. Jarang terjadi; 3. Sering terjadi; 4. Sangat sering terjadi; 97.
Tidak tahu; 99. Menolak Menjawab

Tabel 4. Persepsi terhadap Penyebab Kejadian Rockfall

Persentase
Distibusi data Frekuensi Persentase Persentasi Kumulatif
Valid
Valid 2.00 5 3.8 5.2 5.2
3.00 4 3.1 4.2 9.4
4.00 87 66.9 90.6 100.0
Total 96 73.8 100.0
Missing System 34 26.2
Total 130 100.0
Sumber: hasil analisis

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 127


sedang dan 26.46 hektar lahan berpotensi penelitian mengarahkan pembatasan
terkena dampak rockfall. Hal ini sesuai pembahasan hanya pada potensi kehilangan
dengan argumentasi para ahli bahwa elemen aset berupa rumah dan kepemilikan di
risiko tidak hanya terbatas pada aspek sekitarnya yaitu bangunan lain yang men-
bangunan namun juga pada aspek dominasi kepemilikan masyarakat.
kepemilikan lahan dan pemanfaatannya
(Chau, et al., 2003; Guzzetti, et al., 2004; Sementara itu, sebagian besar kepemilikan
Alexander, 2005 dalam Galli dan Guzzetti, aset non rumah seperti kandang berlokasi
2007). Namun, berdasarkan hasil penelitian di wilayah dengan potensi bahaya sedang
responden menyatakan bahwa kepemilikan (76 unit). Sebanyak 48 unit bangunan dan
aset mereka terbatas pada kepemilikan fasilitas umum lainnya berada di wilayah
rumah semata. Hal ini ditunjukkan pada hasil dengan potensi bahaya sedang, 33 unit
penelitian di Tabel 6, dimana sebagian besar bangunan berada di wilayah dengan potensi
responden (90%) menyatakan tidak memiliki bahaya tinggi dan 5 unit bangunan berada
aset lain kecuali rumah dan bangunan fungsi di wilayah dengan potensi bahaya sangat
lain di sekitar perumahan yaitu kandang. rendah. Hanya 1 unit bangunan yang berada
Memperhatikan hasil penelitian ini, maka di wilayah dengan potensi bahaya tinggi.

Tabel 5. Distribusi Jumlah Unit Rumah di Satuan Zonasi Bahaya Rockfall

Sumber: hasil analisis

Tabel 6. Jenis Kepemilikan Aset Masyarakat Di Wilayah Penelitian

Distibusi data Frekuensi Persentase Persentase Valid Persentasi Kumulatif


Valid 1.00 10 7.7 7.9 7.9
2.00 117 90.0 92.1 100.0
Total 127 97.7 100.0
Missing System 3 2.3
Total 130 100.0
Sumber: hasil analisis
Keterangan : 1 = Kepemilikan aset non rumah; 2 = Kepemilikan aset rumah

128 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
Penelitian berasumsi bahwa kualitas bangun- sehingga perhitungan kerentanan
an dan kondisi bangunan berpengaruh secara subyektif dapat dilakukan.
terhadap tingkat kerentanan (Birkmann & Sesuai tabel indeks kerentanan yang
Wisner, 2006; Ebert, et al., 2007). Semakin ditampilkan di sub bab terdahulu, maka
buruk kualitas dan kondisi bangunannya, jenis dan sifat kerusakan pada setiap
maka tingkat kerentanannya semakin jenis bangunan dapat ditentukan
tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan, tampak jangkauan datanya.
bahwa wilayah penelitian didominasi oleh
kualitas bangunan yang kurang baik. Kualitas Penentuan indeks risiko pada penelitian ini
dan kondisi rumah di daerah penelitian mengacu pada penelitian terdahulu (Wong,
diklasifikasikan menjadi tiga kelas antara et al., 1997). Tidak seluruh karakteristik
lain baik (rumah permanen), sedang (semi elemen risiko berlaku sama dengan temuan
permanen) dan jelek (non-permanen). pada penelitian terdahulu, salah satunya
Klasifikasi tersebut didasarkan pada nilai jangkauan data. Jika dalam penelitian
konstruksi rumah yang digunakan. Rumah terdahulu ditentukan berdasarkan hasil
permanen dibangun dengan menggunakan temuan lapangan. Hasil temuan lapangan
semen, pasir dengan dinding berupa menunjukkan jika indeks kerentanan
tembok, sedangkan rumah semi permanen disesuaikan dengan lokasi bahaya sehingga
mer upakan kombinasi antara fondasi karakteristiknya dituangkan dalam Tabel 7:
semen, dengan dinding kayu/bambu
dengan menggunakan pilar cor atau kayu, Indeks kerentanan dituangkan pula dalam
sedangkan rumah kondisi jelek atau non- bentuk kurva (Westen, et al., 2010). Indeks
permanen tidak menggunakan fondasi dan disusun atas dua axis, indeks kerentanan
dinding murni dari bambu sehingga tidak (x) dan jumlah bangunan atau rumah yang
cukup kuat jika terkena hantaman luncuran rentan (y). Jumlah unit rumah yang memiliki
batuan. Hasil penelitian menunjukkan indeks 0.2 – 0.5 lebih banyak dibandingkan
karakteristik bangunan semi permanen dan yang memiliki indeks kerentanan 0.0– 0.1
permanen mendominasi yaitu berkisar dan 0.5–1.0 (Gambar 3). Hal ini mengindikasi-
(38.5% dan 33.6%). Hal ini menunjukkan kan masih adanya potensi untuk melakukan
bahwa semakin rendah kualitas dan kondisi sistem mitigasi yang tepat dan cepat ter-
bangunan maka kerentanannya makin tinggi. utama pada jenis rumah yang memiliki
indeks kerentanan antara 0.2 – 0.5. Pada
Berdasarkan hasil pengamatan deskriptif gambar berikutnya, nilai indeks 0.2 – 0.5
frekuensi di atas, maka penelitian ini mendominasi, sementara jumlah unit
menarik kesimpulan sebagai berikut: bangunan yang memiliki tingkat kerentanan
1. Perhitungan kerentanan terhadap paling kecil antara 0 – 0.1 dan atau paling
aspek sosial belum dapat dilakukan, besar dari 0.5 – 1.0 tidak cukup banyak.
Artinya, distribusi bangunan yang berada
mengingat tidak dijumpai data jumlah
di wilayah sangat rawan dan kurang rawan
korban jiwa dari kejadian rockfall di
tidak lebih banyak dari distribusi bangunan
wilayah penelitian sehingga penelitian
yang berada di wilayah cukup rawan bahaya.
tidak memiliki informasi kecenderung-
an kejadian. Setelah mendapatkan indeks kerentanan,
2. Perhitungan kerentanan fisik dapat langkah selanjutnya adalah menghitung
dilakukan, karena data pendukung indeks risiko (ISDR, 2004). Di dalam perangkat
yang terkait dengan jumlah kejadian, lunak ILWIS®, data yang telah disusun
jenis kerusakan dapat diperoleh, ditampilkan secara tabular, seperti Tabel 8.

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 129


Formula indeks risiko adalah nilai valuasi bahaya, tinggi, karena tidak adanya elemen risiko
yang kemudian dikalikan dengan nilai indeks yang terancam.
kerentanan, seperti tertera dalam Tabel 9.
Berdasarkan peta indeks risiko yang dihasil-
Berdasarkan formulasi risiko, wilayah yang kan (Gambar 4), wilayah dengan indeks
memiliki tingkat bahaya tinggi, tetapi risiko tinggi berada di wilayah dengan warna
indeks kerentanannnya rendah, maka risiko merah (semakin tinggi nilai indeks, maka
yang dihasilkan juga belum tentu tinggi semakin tinggi pula risikonya). Wilayah
(ISDR, 2004). Hal tersebut nampak di dengan indeks risiko tinggi dan sangat
sepanjang punggung gawir yang berpotensi tinggi sangat tidak disarankan untuk
bahaya sangat tinggi menjadi tidak berisiko dikembangkan menjadi wilayah budidaya.

Tabel 7. Keterangan Indeks Kerentanan Berdasarkan Lokasi Dan Kualitas Struktur


Bangunan

Jangkauan Nilai Indeks


Keterangan
Data Kerentanan

Bangunan Rumah runtuh dengan struktur kurang baik 0.9 – 1.0 1.00
dan berlokasi di wilayah bahaya dengan skala
sangat tinggi

Terkubur puing rumah, dengan struktur 0.5 – 1.0 0.50


rumah kurang baik (sedang) dan berlokasi di
wilayah bahaya dengan skala tinggi

Terkubur puing rumah, dengan struktur 0.0 – 0.2 0.2


rumah kurang baik, namun masih berpotensi
untuk menyelamatkan diri karena berlokasi di
wilayah bahaya berskala sedang.

Reruntuhan tertahan struktur rumah yang 0.0 – 0.1 0.1


berlokasi di wilayah bahaya dengan skala
rendah

Struktur rumah tidak mengalami kerusakan 0.0 – 0.02 0.02


berarti, hanya pergeseran minor pada
tembok, karena struktur rumah yang sudah
cukup baik dan lokasi bukan pada wilayah
dengan skala sangat rendah

Sumber: hasil analisis

130 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
Sumber: hasil analisis
Gambar 3. Grafik Kerentanan Bangunan Rumah dan Non Rumah

Tabel 8. Distribusi Jumlah Rumah dan Bangunan Serta Indeks Kerentanan di Wilayah Penelitian

Sumber: hasil analisis

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 131


Oleh karena itu, pengembangan wilayah bangunan. Setelah menentukan standardisasi,
harus memperhatikan faktor risiko. maka seluruh faktor yang ada diberikan
bobot menggunakan metode pairwise,
Setelah menentukan indeks risiko,
untuk menghasilkan komputasi skenario.
penelitian merumuskan wilayah yang masih
Hasil skenario terdiri dari tiga peta, yaitu:
berpotensi untuk dikembangkan dan
zonasi wilayah yang aman dari ancaman
memiliki indeks risiko rendah. Skenario
berbagai faktor fisik (a), zonasi wilayah
zonasi dibuat berdasarkan dua grup faktor
yang aman dari ancaman berbagai faktor
yaitu faktor fisik dan faktor sosial (lihat
sosial (b) dan zonasi wilayah hasil kombinasi
Tabel 10). Faktor fisik terdiri atas faktor
kedua grup faktor.
kemiringan lereng, jarak terhadap boulder,
ketinggian wilayah, jarak terhadap pohon Berdasarkan hasil akhir penelitian, tampak
serta faktor risiko. Pemanfaatan faktor fisik bahwa zonasi tata ruang wilayah rawan
tersebut harus mendapatkan dikendalikan bencana rockfall adalah yang berada
menggunakan tahapan standarisasi. Faktor sepanjang jalur transportasi. Wilayah ini
sosial yang digunakan untuk menyusun sangat potensial untuk dikembangkan
skenario melibatkan beberapa faktor seperti karena sifat kemudahan akses. Kawasan
jarak terhadap bangunan lain, jarak yang dihasilkan dari skenario ini cukup
terhadap jalan, jarak terhadap fasilitas lain, berbeda dengan peta risiko karena
jumlah penduduk dan distribusi kualitas pertimbangan yang digunakan lebih rinci,

Tabel 9. Tabulasi Indeks Risiko

Sumber: hasil analisis

Sumber: hasil analisis


Gambar 4. Peta Indeks Risiko Rockfall di Wilayah Penelitian

132 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
Tabel 10. Penyusunan Skenario Permasalahan dalam Analisis Multi Kriteria

Sumber: hasil analisis

(a) (b)

(c) (d)

Sumber: hasil analisis


Gambar 5. (a) Zonasi Berdasar Faktor Fisik; (b) Zonasi Berdasar Faktor Sosial; (c)
Zonasi Berdasarkan Kombinasi Keduanya; (d) Zonasi Wilayah Bersama Informasi
Ketersediaan Jalan Dan Distribusi Boulders.

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 133


dan faktor risiko menjadi salah satunya. peneliti untuk mengakomodir data
Luasan wilayah yang dapat dikembangkan keruangan dan data atribut yang menyertainya.
sangat minim, mengingat karakteristik
wilayah memang sepatutnya tidak Kawasan Gunung Kelir, memiliki ancaman
dikembangkan lebih lanjut untuk kebutuh- bahaya bencana rockfall, dengan elemen
an aktivitas manusia, oleh karena itu risiko berupa bangunan rumah dan aset
arahan pemanfaatan wilayah sebaiknya kepemilikan berupa non bangunan, seperti
untuk kawasan lindung. Informasi tata kandang. Identifikasi terhadap aset
ruang wilayah, kawasan ini diarahkan kepemilikan tidak mudah dilakukan karena
sebagai wilayah dengan orde 3, yang berarti melakukan penggalian aspirasi terhadap
memiliki jangkauan pelayanan lokal, elemen tersebut membutuhkan pendekatan
arahannya untuk kegiatan non-perkotaan khusus, karena sifatnya yang dinilai masih
dan cenderung bersifat pedesaan. tabu. Identifikasi terhadap jenis kerusakan
dari kejadian terdahulu menjadi masukan
Arahan rencana tata ruang telah berjalan penting dalam perhitungan kerentanan fisik
seiring dengan kajian yang dihasilkan, wilayah. Namun, identifikasi terhadap jenis
namun perlu kiranya untuk memberikan kerugian jiwa belum dapat dilakukan,
peraturan yang lebih mengikat untuk tidak mengingat data kerugian jiwa ataupun
memberdayakan kawasan ini secara kecelakaan akibat bahaya rockfall di wilayah
berlebihan mengingat kemampuan fisik dan penelitian dianggap belum pernah terjadi.
sosial wilayah yang rawan terhadap bahaya Mengenai tidak adanya kerentanan sosial
rockfall. Keberadaan pemukiman penduduk yang dapat dirumuskan, hal ini menjadi
yang telah ada, diharapkan untuk terus salah satu kekurangan analisis kerentanan
berada dalam pengawasan pemerintah, yang tidak dapat diterjemahkan jika tidak
mengingat tingginya potensi beberapa unit memiliki informasi mengenai kejadian
r umah yang berlokasi di zona rawan terdahulu. Informasi penting lainnya adalah,
bahaya. Oleh karena itu, strategi mitigasi mempertimbangkan komposisi demografi
yang diusulkan oleh pemerintah dalam hal yang ter us meningkat dan dominasi
ini mitigasi teknis dengan pemasangan kelompok rentan seperti anak-anak dan
jaring dan pembuatan tembok penahan orang lanjut usia, maka dapat diprediksikan
har us diper timbangkan secara lebih bahwa pertambahan penduduk akan
matang, agar masyarakat tetap berada berkontribusi positif terhadap tingkat
dalam skala yang aman. Jenis pembangunan kerentanan penduduk terhadap rockfall.
struktur mitigasi yang tidak tepat justru Berdasarkan hasil pengamatan, rumah atau
meningkatkan potensi risiko yang telah ada. bangunan yang berada di wilayah rawan
bahaya memiliki potensi kerusakan yang
cukup tinggi. Dengan dominasi skala
KESIMPULAN DAN SARAN kerusakan berada pada jangkauan indeks
0.1 – 0.5. Artinya, jika terjadi bencana,
Kajian analisis kerentanan telah men-
maka dimungkinkan dijumpai kerusakan,
jembatani infor masi bahaya menjadi
namun skala kerusakan berbeda-beda
informasi risiko. Lebih lanjut analisis ini
tergantung pada kondisi dan kualitas
bermanfaat sebagai langkah awal untuk
bangunan. Kualitas dan kondisi bangunan
menentukan zonasi wilayah yang aman dari non permanen ditengarai sangat rentan jika
ancaman, atau setidaknya memiliki tingkat berlokasi di wilayah yang sangat rawan
risiko yang dapat ditoleransi. Pemanfaatan bahaya rockfall karena strukturnya tidak
metode multi kriteria memudahkan mampu menahan laju massa batuan.

134 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136
Informasi risiko yang diperoleh berbeda diperoleh lebih mewakili dan menghasilkan
dengan informasi bahaya karena dalam akurasi yang lebih tinggi. Pendekatan saat
informasi risiko telah dijumpai pertimbang- melakukan penjaringan aspirasi (kuesioner)
an elemen risiko, sehingga wilayah yang juga sangat penting, untuk menggali data
berpotensi bahaya belum tentu berisiko jika yang lebih detail, seperti valuasi ekonomi
tidak dijumpai adanya elemen risiko, seperti dari setiap elemen risiko. Perhitungan
bangunan rumah atau non rumah. kuantitatif risiko juga dapat dituangkan
dalam bentuk valuasi ekonomi. Dalam hal
Keunggulan metode multi kriteria memudah- ini, penelitian ini patut disempurnakan
kan peneliti untuk melakukan tabulasi dalam hal pengumpulan data. Selain itu,
silang antara data keruangan dan data penelitian ini merekomendasikan sistem
atributnya. Model skenario yang dibangun mitigasi bencana rockfall yang bersifat
dari analisis ini dikendalikan dengan struktural untuk melindungi berbagai aset
metode standardisasi dan pem-bobotan. kepemilikan masyarakat yang ada. Selain
Proses standarisasi membutuhkan itu, peningkatan kewaspadaan perlu
pengetahuan yang mendalam mengenai ditingkatkan untuk menambah kapasitas
keterkaitan antara satu faktor dengan faktor masyarakat menghadapi bahaya rockfall.
lainnya, sehingga arahan yang dibuat
menjadi sesuai dengan yang diharapkan.
Kelemahan metode multi kriteria adalah UCAPAN TERIMA KASIH
penyiapan data yang cukup rumit dan
membutuhkan keahlian dalam pengolahan Penulis mengucapkan terima kasih yang
data keruangan, sehingga membutuhkan sebesar-besar kepada, M. Anggri Setiawan
waktu yang cukup lama dalam pengolahan- yang telah membantu dalam hal pengumpul-
nya. Namun demikian, hasil yang diperoleh an literatur dan koreksi redaksional atas
sangat memuaskan dan mewakili pendekat- tulisan ini. Penulis menyadari bahwa
an keruangan pada umumnya. tulisan ini masih jauh dari sempurna
semata-mata dikarenakan kemampuan dan
Penelitian ini sangat penting untuk ditindak- ketersedian waktu penulis yang terbatas.
lanjuti terutama dalam hal penambahan Saran dan kritik senantiasa terbuka untuk
jumlah sampel responden, sehingga data yang perbaikan tulisan-tulisan yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Kabupaten Kulonprogo (2009) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kulonprogo.
Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Kulonprogo.

Birkmann, J., & Wisner, B. (2006) Measuring the Unmeasurable The Challenge of Vulnerabiilty.
Bonn: UNU EHS.

BPS (2009) Kecamatan Girimulyo dalam Angka 2009. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kulonprogo.

Cameron, E., & Peloso, G. F. (2009) Choosing a rockfall barrier with the Precautionary
Principle: A Quantitative Approach. Environmental Earth Science 59 , 161 - 172.

Tinjauan Kerentanan ... (Hizbaron, et al) 135


Chau, K. T., Wong, R. H., Liu, J., & Lee, C. F. (2003) Rockfall Hazard Analysis for Hong
Kong Based on Rockfall Inventory. Rock Mechanics and Rock Engineering 36 (5) , 383 -
408.

Corominas, J., Copons, R., Moya, J., Villaplana, J. M., Altimir, J, & Amigo, J (2005)
Quantitative assessment of the residual risk in a rockfall protected area. Landslide (2) ,
343 - 357.

Ebert, A., Kerle, N., & Stein, A. (2009) Urban Social Vulnerability assessment with physical
proxies and spatial metrics derived from air-and spaceborne imagery and GIS data.
Natural Hazards (48). 275 - 294.

Galli, M., & Guzzetti, F. (2007) Landslide Vulnerability Criteria: A Case Study from Umbria,
Central Italy. Environmental Management 40. 649 - 664.

Guzzetti, F., Rechenbach, P., & Ghigi, S. (2004) Rockfall Hazard and Risk Assessment
Along A Transportation Corridor in the Nera Valley, Central Italy. Environmental
Management 2 , 191 - 206.

ISDR (2004) Living with Risk - A Global Review of Disaster Reduction Initiatives. United Nation
[www.unisdr.org].

Looijen, J. (2010) Hazard Based Site Selection for Waste Disposal Using SMCE. Enschede, The
Netherlands: ITC.

Marquinez, J., Duarte, R. M., Farias, P., & Sanchez, M. J. (2003) Predictive GIS-Based
Model of Rockfall Activity in Mountain Cliffs. Natural Hazards 30 , 341 - 360.

Sartohadi, J., Hadmoko, D. S., Setiawan, A., & Hizbaron, D. R. (2009). Laporan Hibah
Zonasi Tata Ruang Rawan Bencana Rockfall di Kabupaten Purworejo dan Kulonprogo.
Yogyakarta: LPPM UGM.

Suprojo, S. W. (2004) Pemintakatan Bahaya Longsor Lahan di Kecamatan Kandangan


Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Forum Geografi. Vol 18, No 2, Desember, pp.
161-172.

Topal, T., Akin, M., & Ozden, U. A. (2007) Assessment of rockfall hazard around Afyon
Castle, Turkey. Environmental Geology (53) , 191 - 200.

Westen, C. J., Alkema, D., Damen, M. C., Kerle, N., & Kingma, N. C. (2010) Multi-hazard
risk assessment. Enschede, The Netherlands: ITC.

Yilmaz, I., Yildrim, M., & Keskin, I. (2008) A method for mapping the spatial distribution
of Rockfall computer program analyses results using ArcGIS software. Bulletin Engineering
Geology Environment 67 , 547 - 554.

136 Forum Geografi, Vol. 24, No. 2, Desember 2010: 119 - 136

You might also like