Professional Documents
Culture Documents
HALUSINASI
1. Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.
Menurut Stuart dan Laraia (2003), Tahapan halusinasi terdiri dari 4 fase :
a. Fase I (Conforting) :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau
tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b. Fase II (Condeming) :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas
kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori
dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c. Fase III (Controlling) :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan
dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah
dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d. IV (Conquering) :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu
berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
2. Tanda dan Gejala
a. Halusinasi Pendengaran
Data Objektif : Bicara dan tertawa sendiri, Marah-marah tanpa sebab,
Menyendengkan telinga kearah tertentu, Menutup telinga.
Data Subjektif : Mendengar suara-suara atau kegaduhan, Mendengar ada
yang membicarakannya, mengejek, menertawakan atau mengancam,
Mendengar suara ada yang sedang bercakap-cakap, Mendengar suara ada
yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Data Objektif : Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.
Data Subjektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penghidu/Penciuman
Data Objektif : Menghidu seperti sedang membau bau-bauan tertentu,
menutup hidung.
Data Subjektif : Membaui bau-bauan seperti bau darah, urin, feses, bau
bunga, bau kemenyan, bau mayat, kadang-kadang bau itu menyenangkan.
d. Halusinasi Pengecapan
Data Objektif : sering muntah, meludah.
Data Subjektif : Merasakan rasa seperti darah, urin, atau feses.
e. Halusinasi Perabaan
Data Objektif : Menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data Subjektif : Mengatakan ada serangga di permukaan kulit, merasa
seperti tersengat listrik.
3. Penyebab
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Faktor predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.
Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut :
- Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
- Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
- Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan
anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak
berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor
dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan
(Keliat, 2006).
4. Rentang Respon
5. Psikopatologi
Etiologi
7. Intervensi Keperawatan
Menurut Rasmun (2001) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana
tindakan dari diagnosa utama : Gangguan presepsi sensori : halusinasi…
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum
Klien dapat mengenal halusinasi yang dialaminya.
2. Tujuan khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria hasil :Klien dapat menjawab salam, kilen mau bersalaman,
klien mau menyebutkan nama, kontak mata tidak mudah teralih, klien
kooperatif.
Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
- Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
- Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
Rasional : Membina hubungan saling percaya akan mempermudah
untuk mendapatkan informasi dari klien, klien dapat lebih terbuka
dengan kita dalam mengungkapkan masalahnya.
STRTEGI PELAKSANAAN
PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
2. Diagnosa keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
3. Tujuan
a. Tujuan umum
Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat mengenal halusinasi
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik
halusinasi
4. Intervensi
a. Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan komunikasi
teraupetik
b. Bantu klien mengenal halusinasinya
c. Diskusikan dengan klien tentang isi, waktu dan frekuensi munculnya
halusinasi
d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
e. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya.
f. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat beri
pujian.
g. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi :
menghardik
h. Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk memutus
halusinasi secara bertahap
i. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.
5. Strategi Pelaksanaan
a. Orientasi
1) Salam teraputik
“Selamat pagi, Pak/Bu…? Perkenalkan nama saya Wahyu Tri Astuti,
Pak/Bu… bisa panggil saya Utik, saya yang akan merawat Pak/Bu…
selama 1 minggu disini. Pak/Bu… namanya siapa? Senang dipanggil
siapa?”.
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan Pak/bu… saat ini? Apa yang Pak/Bu…
keluhkan?”.
3) Kontrak
a) Topik
“Bagaimana kalu kita bercakap-cakap tentang suara-suara yang
sering Pak/Bu… dengar?”
b) Tempat
“Dimana kita akan berbinca-bincang Pak/bu…? Bagaimana kalau
di ruang biasa tempat Pak/Bu… makan?”
c) Waktu
“Kita akan bercakap-cakap berapa menit? Bagaimana kalau 15
menit?”
b. Fase Kerja
“Tolong ceritakan suara-suara yang Pak/Bu… sering dengar, apakah
Pak/Bu… mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan
suara itu?
“Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? kapan paling
sering Pak/Bu… mendengar suara-suara? Berapa kali sehari yang
Pak/bu… alami? Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada
waktu sendiri?”.
“ Apa yang Pak/Bu… rasakan saat mas mendengar suara itu?
“Apa yang Pak/Bu… lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan
cara itu suara hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?
“Pak/Bu…, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain, ketiga melakukan kegiatan secara
terjadwal, dan yang keempat minum obat secara teratur”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”
caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung Pak/Bu…
bilang pergi saya tidak mau dengar,……saya tidak mau dengar, kamu
suara palsu, begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba
Pak/Bu… peragakan! Naaaah begitu…..bagus, coba lagi, ya Pak/Bu…
sudah bisa”.
c. Fase Terminasi
1) Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan Pak/Bu… setelah kita berbincang-bincang
tentang suara yang Pak/Bu… dengar dan memperagakan latihan tadi?”
2) Evaluasi Obyektif
“Jadi suara yang Pak/Bu… dengar adalah suara menggerumun,
munculnya saat Pak/Bu… menyendiri”.
3) Rencana Tindak Lanjut
“Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya, mau jam berapa saja
latihannya……..(masuknya dalam jadwal kegiatan pasien)”
4) Kontrak
a) Topik
“Bagaimana kalau kita nanti bertemu lagi untuk bercakap-cakap
tentang cara-cara mengendalikan suara-suara tersebut dengan cara
yang kedua?, setuju!”
b) Tempat
“Baiklah kalau begitu dimana kita akan bercakap-cakap,
bagaimana kalau ruang makan ini.”
c) Waktu
“Berapa lama kita akan bercakap-cakap, oo ... 10 menit lagi, ya ...
sampai jumpa besok ya Pak/Bu….”
DAFTAR PUSTAKA