You are on page 1of 3

Analisis Ekualisasi Objek PPh pasal 4 Ayat 2 (final) pada SPT tahunan PPh badan

dengan SPT masa PPh pasal 4 ayat 2 (final)

Jumlah penghasilan bruto dalam SPT masa PPh pasal 4 ayat 2 di cocokkan (
disajikan terperinci per transaksi ) dengan pos pengeluaran yang menjadi objek
pemotongan PPh pasal 4 ayat 2. SKP kurang bayar disebabkan karena :

1. Ditemukan biaya yang menjadi objek PPh pasal 4 ayat 2 (final) belum ada
pemotongan oleh WP pemberi kerja
2. Jumlah PPh pasal 4 ayat 2 (final) yang disetorkan ke kas negara tidak cocok
atau lebih rendah dari jumlah yang di potong oleh WP
3. Jumlah PPh pasal 4 ayat 2 (final) yang dibukukan di buku besar tidak cocok
dengan SPT PPh masa pasal 4 ayat 2 (final)
PPh Pasal 15
Merupakan PPh yang dikenakan berdasar norma perhitungan khusus (NPK)
atau deem profit, meliputi ;
1. PPh atas sewa pesawat udara dalam negeri. Tarif pajak = 1,8% dari
peredaran bruto, bersifat tidak final
2. PPh final perusahaan pelayaran dalam negeri. Tarif pajak = 1,2% dari
peredaran bruto, bersifat final
3. PPh final perusahaan pelayaran / penerbangan LN . Tarif pajak = 2,64%
dari perdaran bruto, bersifat final
4. PPh final atas WP LN yang punya Kantor Perwakilan Dagang di
Indonesia. Tarif pajak = 0,44% dari nilai ekspor bruto bersifat final
5. Penghasilan neto WP BUT dari kegiatan usaha pengeboran minyak dan
gas bumi. Tarif = 15% dari peredaran bruto, bersifat tidak final

Tabel Objek PPh pasal 15

NO OBJEK PAJAK TARIF SIFAT


VI PPh pasal 15

1. Pelayaran Dalam 1,2% Penghasil Final


Negeri (KMK No.416/ an Bruto
KMK .04/1996)
2. Penerbangan Dalam 1,8% Penghasil Tidak Final
Negeri (KMK an Bruto
No.475/KMK.04/1996)
3. Pelayaran dan atau 2,64% Penghasil Final
Penerbangan Luar an Bruto
Negeri (KMK No.417
/KMK .04/1996)
4. WP Luar Negeri yang 0,44% Nilai Final
Mempunyai Kantor Ekspor
Perwakilan Dagang di Bruto
Indonesia (KMK
No.634/KMK
.04/1994)
5. Penghasilan neto WP 15% Penghasil Tidak Final
BUT dari kegiatan an Bruto
usaha pengeboran
minyak dan gas bumi
(KMK
No.628/KMK.04/1991)

Tax Planning PPh pasal 22/23/26 dan PPh Final


Beberapa hal krusial dalam penanganan PPh pasal 22/23/26 dan PPh final :
1. Masalah Pembuatan Kontrak
Pada transaksi yang merupakan objek pajak yang harus diperhatikan masalah
pembuatan kontrak. Jika kontrak tidak ada, dapat digantikan oleh Surat
Perintah Kerja (SPK) atau Purchase Order (PO). Jika dalam kontrak jelas nilai
jasa dan nilai material maka PPh pasal 23/26 hanya dikenakan atas jasa yang
diberikan saja, kecuali jasa konstruksi dan katering (termasuk nilai
materialnya). Begitu sebaliknya, jika tidak ada pemisahan antara nilai jasa dan
konstruksi maka dikenakan atas keseluruhan nilai kontrak
2. Konflik dalam witholding tax
Hal ini terjadi jika penerima penghasilan tidak bersedia dipotong pajaknya
atau adanya perbedaan penafsiran mengenai jenis pajak dan besar tarif pajak
yang akan dipotong.
Kewajiban pemotong, penyetor dan pelaporan ada pada pemberi penghasilan,
maka mengatasi konflik dengan cara negosiasi ulang dengan pihak pemberi
jasa. Salah satu dari dua cara yang dapat dilakukan jika pemberi jasa tidak
bersedia dipotong pajaknya :
- Pajak Terutang dibayar sendiri ( PPh di tanggung )  pajak tidak boleh
dikurangkan
- Melakukan gross up atas nilai kontrak  Pajak terutang boleh dibiayakan
kecuali dividen dan PPh Final
3. Rekonsiliasi objek withholding tax dengan laporan keuangan
Tax control perlu untuk memastikan seluruh withholding tax sudah dilakukan
pemotongan. Dengan cara rekonsiliasi antara SPT masa dengan objek PPh
dalam laporan keuangan komersial.
4. Klausul Kontrak dengan WPLN
Hal yang diperhatikan khusus kontrak dengan pihak WP Luar Negeri :
- Negara asal WPLN, perusahan mengetahui apakah perlu melihat pada
ketentuan tax treaty atau tidak
- Jika kontak dilakukan dengan WPLN di negara treaty partner, perlu
diperhatikan agar WPLN memberikan CRT (certificate of residence
taxpayer)
5. Tax Planning Pajak Penghasilan Pasal 25 Orang Pribadi
Besar angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi
pengusaha sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-
masing tempat usaha.
Karena kealpaan tax planner tidak menghitung angsuran PPh Pasal 25 dengan
benar, terlebih wajib pajak orang pribadi pengusaha seharusnya di dasarkan pada
laporan keuangan berkala, akan bisa berimplikasi pada timbulnya lebih bayar
pajak pada SPT tahunan mengakibatkan perusaahaan menghadapi pemeriksaan
pajak oleh fiskus

You might also like